Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fransisca Anjar Rina Setyani
"ABSTRAK
Pasien infarct myocard yang menjalani rawat inap beresiko untuk mengalami
konstipasi akibat dari bedrest. Tujuan dari penelitian ini mengetahui pengaruh
minuman probiotik terhadap pencegahan konstipasi pada pasien infarct myocard.
Penelitian ini menggunakan desain Quasi eksperimental post test only non
equivalent control group, yaitu membandingkan perbedaan pola eliminasi
defekasi antara kelompok kontrol dan intervensi. Jumlah sampel 48 orang yang
terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu 24 responden pada kelompok kontrol dan 24
responden pada kelompok intervensi. Hasil uji t- independen menunjukkan ada
perbedaan yang signifikan skor defekasi antara kelompok kontrol dan intervensi,
artinya ada pengaruh minuman probiotik terhadap pencegahan konstipasi pada
pasien infarct myocard (p value = 0,001; α = 0.05). Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi perawat saat
memberikan asuhan keperawatan pada pasien khususnya pasien infarct myocard
yang menjalani rawat inap untuk menjaga keteraturan pola eliminasi defekasi

ABSTRACT
Inpatients of myocardial infarction are at risk for constipation as resulting from
bed rest. The purpose of this research is to know the effect of probiotic drinks to
prevent constipation toward patients with myocardial infarction at Gatot Subroto
Army Hospital in Jakarta. This research uses quasi experimental posttest only
non-equivalent control group design, which compares the differences of
elimination defecation patterns between control and intervention groups. The
number of sample is 48 people, divided into 2 groups, i.e. 24 respondents in the
control group and 24 respondents in the intervention group. Independent t-test
results showed significant difference defecation scores between the control and
intervention groups, meaning that there is the effect of giving probiotic drink to
prevent constipation in patients with myocardial infarction (p value = 0.001; α =
0.05). The results of this research can be used as a source of information and
consideration for the nurses when providing nursing care in myocardial infarction
patients, especially patients who undergo hospitalization to maintain regularity of
elimination defecation patterns."
2012
T 30396
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Novianto Putro
"Latar belakang. Iskemia miokard sering terjadi karena efek klem silang aorta selama bedah jantung terbuka dengan pemakaian mesin pintas jantung paru. Kardioplegia sebagai metode kardioproteksi, dapat berupa kardioplegia darah maupun kristaloid. Telaah sistematik ini bertujuan mengidentifikasi semua uji acak yang membandingkan tingkat cedera miokard, kejadian fibrilasi atrial, infark miokard, penggunaan inotropik, lama perawatan intensif dan mortalitas pascabedah.
Metodologi. Telaah sistematik dilakukan dengan melakukan pencarian literatur melalui database pada COCHRANE, PubMed, PMC, dan Google Scholar untuk mengidentifikasi semua uji acak yang membandingkan tingkat cedera miokard, kejadian fibrilasi atrial, infark miokard, penggunaan inotropik, lama perawatan intensif dan mortalitas pascabedah antara kardioplegia darah dan kristaloid pada seluruh prosedur operasi bedah jantung terbuka dewasa dengan mesin pintas jantung paru yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris. Artikel sekunder yang bukan merupakan jurnal dan research article akan dieksklusi. Cochrane Risk of Bias digunakan untuk menilai potensi bias.
Hasil penelitian. Kami mengidentifikasi 6 uji acak yang dengan total 796 pasien yang menjalani bedah jantung terbuka (CABG, bedah katup, transplantasi), 431 mendapatkan perlakuan kardioplegia darah, 365 lain mendapat perlakuan kardioplegi kristaloid. Subyek berkisar antara 60 hingga 297 pasien. Mayoritas membahas perbandingan kardioplegia darah dan kristaloid pada bedah jantung revaskularisasi koroner (CABG). Keseluruhan studi memiliki risiko bias rendah.
Kesimpulan. Kardioplegia darah menunjukkan luaran yang lebih baik dibandingkan kardioplegia kristaloid. Namun, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait analisis dari hasil perlindungan miokard masing-masing larutan kardioplegia.
......Background. Myocardial ischemia is commonly occured due to aortic cross-clamping during open-heart surgery using a cardiopulmonary bypass (CPB) machine. Cardioplegia, as cardioprotective method, can be divided into blood or crystalloid base. This systematic review aims to describe the effectiveness of two types of cardioplegic solutions in adult open-heart surgery procedures by focusing on their effects on cardiac enzyme, atrial fibrillation incidence, myocardial infarction, inotropic use, length of stay in ICU, and postoperative mortality
Methodology. We searched on several databases, including COCHRANE, PubMed, PMC, and Google Scholar to identify all randomized controlled trials published in English that compared levels of myocardial injury, atrial fibrillation incidence, myocardial infarction, inotropic use, intensive care length of stay, and mortality postsurgery between adults underwent CPB who received blood cardiolegia and crystalloid cardioplegia. Secondary publications were excluded. Cochrane Risk of Bias tool was used to assess for potential biases.
Outcome. We identified 6 randomized trials with a total of 796 patients underwent open heart surgery (CABG, valve surgery, transplantation), 431 receiving blood cardioplegia, another 365 receiving crystalloid cardioplegia. Subjects ranged from 60 to 297 patients. Most studies discussed the comparison of blood cardioplegia and crystalloids in CABG. The entire study had a low risk of bias.
Conclusion. Blood cardioplegia provided better outcome compared to crystalloid cardioplegia. However, further analysis should be developed to facilitate the conduct of high quality trials.
Keywords. Cardiac surgery, cardiac enzyme, blood cardioplegia, crystalloid cardioplegia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fadilah Supari
"ABSTRAK
Angka kesakitan dan angka kematian penyakit kardiovaskuler (PKV) di Indonesia meningkat pesat dalam dua puluh tahun terakhir ini, sebagaimana terlihat dalam survei kesehatan rumah tangga dari tahun 1972 sarnpai 1992. Tingginya angka kematian di masyarakat yang disebabkan oleh karena PJK sangat sulit diketahui secara pasti. Angka kesakitan PJK meskipun belum diketahui secara pasti, namun dapat diduga dari beberapa peneiitian yang dilakukan di masyarakat. Penelitian tersebut antara lain di dilakukan oleh Boedhi Darmojo dkk. (1990). Hasil penelitiannya mengungkapkan ditemukan 2,7% kelainan gambar EKG (Elektro. Kardiogram) yang sesuai dengan gambaran infark miokard lama pada populasi yang dipilih secara acak dari 2073 responden di Jakarta. Insiden PJK di rumah sakit, Hanafiah (1993) mencatat pada tahun 1988-1992 di RSJHK (Rumah Sakit Jantung Harapan Kita), terdapat 72%-89% kasus PJK, dimana separuhnya adalah penderita infark miokard akut (IMA).
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, upaya pencegahan merupakan pilihan yang tepat untuk mengantisipasi meningkatnya angka kesakitan maupun angka kematian PJK, dimasa mendatang.
Upaya pencegahan yang dilakukan di Indonesia masih terbatas dalam mengantisipasi terjadinya aterosklerosis dan kejadian PJK yaitu dengan anjuran anjuran yang konvensional, seperti stop merokok, menurunkan kolesterol dan sebagainya. Aterosklerosis telah diketahui merupakan proses yang dipengaruhi oleh banyak sekali faktor risiko, sehingga masih terdapat peiuang untuk rnendapatkan serangan 1MA.
Prognosis penderita IMA dipengaruhi oleh Iuasnya jaringan nekrosis yang terjadi. Semakin lugs jaringan nekrosis semakin tinggi angka kematiannya dan semakin jelek kualitas hidupnya.
Strategi pitihan untuk menurunkan angka kematian dan komplikasi PJK adalah dengan membatasi Iuasnya jaringan nekrosis pada kejadian IMA. Upaya ini dapat disimak dalam perkembangan pengobatan 1MA akhir-akhir ini, yaitu dengan berkembangnya cara revaskularisasi pada IMA, yang meliputi trombolisis, PTCA ('percutaneus transluminal coronary angioplasty'), maupun bedah pintas koroner ('coronary artery bypass graft'}.
Pada perkembangan berikutnya diketahui bahwa ternyata cara revaskularisasi tidak sepenuhnya memperbaiki jaringan yang iskemi, namun terdapat kemungkinan terjadinya jaringan nekrosis oleh karena reperfusi itu sendiri (Braunwald,1985) Fenomena tersebut kemudian disebut sebagai fenomena injuri reperfusi. Fenomena injuri reperfusi secara klinis dapat berupa sebagai: aritmia reperfusi, 'myocardial stunning', maupun injuri reperfusi yang fetal. Ketiga kejadian tersebut berdampak pada mortalitas, serta kualitas hidup penderita pasca IMA.
Fenomena injuri reperfusi miokard secara klinis dapat terjadi antara lain pada kejadian IMA yang mengalami lisis spontan, IMA dengan trombolisis, IMA dengan tindakan PTCA maupun dengan bedah pintas koroner. Suatu hipotesis mengatakan bahwa pada fenomena injuri reperfusi terjadi gangguan fungsi miokard."
1996
D378
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin
"Latar Belakang: Indonesia sebagai negara berkembang mengalami tantangan dalam aplikasi trombektomi mekanik (TM) seperti tenaga ahli neurointervensi, biaya, dan waktu. Efektivitas TM dibandingkan terapi konservatif dalam memperbaiki luaran fungsional pada stroke iskemik akut di negara berkembang belum ada.
Metode Penelitian: Studi kohort retrospektif ini menggunakan data rekam medik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari 2017 hingga Desember 2021. Stroke iskemik sirkulasi anterior dibuktikan dari gabungan klinis dan pencitraan. Kelompok TM dengan/tanpa trombolisis intravena (TIV) dibandingkan dengan konservatif (TIV saja/ medikamentosa). Luaran utama adalah kemandirian fungsional berdasarkan modified Rankin Scale (mRS) bulan ketiga.
Hasil: Dari 111 subjek, terpilih 32 subjek pada TM dan 50 subjek pada konservatif dianalisis lebih lanjut. Kelompok TM memiliki rerata usia lebih muda (p=0,004), proporsi hipertensi lebih rendah (p<0,001), intubasi lebih tinggi (p=0,014), dan awitan lebih dini (p=0,023). Trombektomi mekanik tunggal lebih dipilih pada waktu awitan lebih panjang dibandingkan terapi kombinasi (180 vs. 120 menit; p=0,411), tetapi tidak ada perbedaan median door to recanalization (395 vs. 370 menit; p=0,153). Proporsi mRS 0-2 bulan ketiga pada kelompok TM lebih tinggi dibandingkan konservatif (28,1% vs. 18,0%; p=0,280). Pada analisis multivariat, ASPECTS (aOR 2,43; IK95% 1,26-4,70; p=0,008) menentukan kemandirian fungsional pada TM.
Kesimpulan: Proporsi mRS 0-2 bulan ketiga pada kelompok TM lebih tinggi dibandingkan dengan terapi konservatif pada pasien stroke iskemik akut oklusi pembuluh darah besar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo walaupun tidak berbeda secara statistik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Soraya
"Latar Belakang: Beban penyakit gagal jantung semakin meningkat dan sekitar 50% kasus adalah HFrEF. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama HFrEF. Pada kasus ini, pemulihan fungsi ventrikel kiri merupakan tujuan utama terapi karena berhubungan dengan penurunan risiko kejadian kardiovaskular. 1 Populasi dengan pemulihan FEVK dikategorikan sebagai HFrecEF dimana populasi ini memiliki karakteristik yang berbeda. 2 Belum terdapat suatu studi yang melihat prediktor pemulihan FEVK sesuai kriteria HFrecEF JACC pada populasi kardiomiopati iskemik setelah revaskularisasi lengkap.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pemulihan FEVK pasca revaskularisasi lengkap operasi bedah pintas arteri koroner pada populasi kardiomiopati iskemik.
Metode: Sebuah penelitian kohort retrospektif dengan populasi penelitian kardiomiopati iskemik yang menjalani revaskularisasi lengkap dengan BPAK selama periode Januari 2019 sampai dengan Juli 2022 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Hasil: Terdapat 105 subjek yang memenuhi kriteria inklusi, dengan 72 (68,5%) subjek pada kelompok nonHFrecEF dan 33 (31,5%) subjek pada kelompok HFrecEF. Pada analisis multivariat, LVESD (OR 0,87; p=0,018)) merupakan prediktor independen HFrecEF. Penggunaan RAAS Inhibitor postoperatif menurunkan risiko mortalitas dalam 1 tahun secara signifikan (HR 0,036; p=0,07). Follow up kesintasan 1 tahun menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok HFrecEF (95%) dan nonHFrecEF (96%) dengan nilai p=0,999. Terdapat perbedaan kesintasan yang signifikan antara pengguna RAAS Inhibitor dan bukan pengguna RAAS Inhibitor pada populasi penelitian (p<0,0001).
Kesimpulan: Nilai LVESD adalah prediktor independen pemulihan FEVK. Angka kesintasan 1 tahun pada seluruh populasi cukup baik yaitu lebih dari 90%. Penggunaan  RAAS Inhibitor pada penelitian ini tidak menunjukkan dampak pemulihan FEVK, namun pengaruhnya pada kesintasan 1 tahun menekankan pentingnya pemberian terapi optimal gagal jantung pada populasi ini.
......It is estimated that the disease burden of heart failure has increased and about 50% of cases are HFrEF. Coronary heart disease is the main risk for heart failure. Left ventricular function recovery is the most important goals of heart failure therapy. It is associated with a reduced risk of cardiovascular events. These population is categorized as patients with HFrecEF where they have unique characteristics. There has not been a study looking at predictors of recovery of EF according to the JACC HFrecEF criteria in the ischemic cardiomyopathy population after complete revascularization.
Objectives: To evaluate the factors that predicts the recovery of FEVK after complete revascularization by coronary artery bypass surgery in the ischemic cardiomyopathy population.
Methods: This retrospective cohort study used secondary data. Basic data was obtained through medical record and registry of ischemic cardiomyopathy patients underwent complete revascularization with CABG during the period January 2019 to July 2022 at Harapan Kita Cardiovascular Hospital.
Results: A total of 105 subjects were obtained, there were 72 (68.5%) subjects in the nonHFrecEF group and 33 (31.5%) subjects in the HFrecEF group. In multivariate analysis, LVESD (OR 0.87; p=0.018)) was an independent predictor of HFrecEF. Postoperative use of RAAS Inhibitors reduced the risk of mortality within 1 year significantly (HR 0.036; p=0.07). No significant difference in 1 year survival follow-up between the HFrecEF (95%) and non-HFrecEF (96%) groups with p = 0.999. There was a significant difference in survival between RAAS Inhibitor users and non-RAAS Inhibitor users in the entire study population (p<0.0001).
Conclusion: In ischemic cardiomyopathy patients undergoing CABG, LVESD score is an independent predictor of recovery of LVEF. The 1-year survival rate in the entire population was >90%. Although the use of RAAS inhibitors in this study did not show an impact on recovery of LVEF, its effect on 1-year survival emphasizes the importance of providing optimal therapy for heart failure in this population."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kaski, Juan Carlos
"Much has been written about reperfusion injury in the past decade but unfortunately the information has been generally presented in the form of original specialist papers and little if any integral publication exists on the topic, summarising and analysing the clinical impact of the condition and its management. The pathophysiology and molecular mechanisms of reperfusion injury are complex and, regarding diagnosis, individual diagnostic techniques have been proposed but without a proper assessment of the relative values of these methods. A publication dealing with integral diagnostic strategies would be welcome by the managing physician. Management of the condition is also problematic, as strategies that appear to work in the experimental models do not translate into beneficial interventions in patients. There is a need for these issues to be addressed and discussed in a monographic fashion. Management of myocardial reperfusion injury will tackle these issues in a modern and systematic way and the information will be delivered in a fashion that will be appealing to the reader.
"
London : Springer, 2012
e20426109
eBooks  Universitas Indonesia Library