Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Guntur Surya
Abstrak :
ABSTRAK
Hidung tersumbat merupakan salah satu keluhan terbanyak pada pasien yang datang berobat ke ahli THT. Hipertrofi konka inferior merupakan salah satu penyebab sumbatan hidung dan telah banyak dipelajari dari berbagai penelitian dan terbukti berperan dalam regulasi aliran udara hidung. Namun dari beberapa penelitian terakhir ditemukan suatu struktur yang disebut nasal septal swell body NSB yang mungkin berperan dalam regulasi tahanan aliran udara hidung karena lokasinya yang berdekatan dengan katup hidung internal serta dapat mengembang mengempis sesuai siklus hidung.Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi radiofrekuensi NSB pada pasien sumbatan hidung dengan hipertrofi NSB dengan membandingkan respon klinis sebelum dan sesudah terapi berdasarkan nilai NOSE, nilai PNIF, dan nilai tahanan hidung.Penelitian ini merupakan studi eksperimental dua kelompok paralel acak yang membagi pasien sumbatan hidung dengan hipertrofi konka inferior dan NSB menjadi dua kelompok yang dilakukan radiofrekuensi konka inferior saja dan kelompok radiofrekuensi konka inferior dan NSB.Analisis data dilakukan dengan pendekatan Bootstrap. Hasil dari penelitian ini didapatkan perbedaan secara bermakna dari perubahan nilai NOSE p=0,001 dan nilai tahanan hidung 75 Pa p=0,018 antara kedua kelompok. Hasil ini berarti terapi radiofrekuensi NSB dapat menjadi terapi tambahan radiofrekuensi konka inferior terhadap pasien sumbatan hidung kronis refrakter dengan hipertrofi konka inferior dan NSB untuk mengurangi gejala sumbatan hidung.Kata kunci: radiofrekuensi, nasal septal swell body, konka inferior, sumbatan hidung kronis refrakter
ABSTRACT
Nasal obstruction is one of the most symptom in daily practice of ENT Surgeon. Inferior turbinate hypertrophy is one of the causes of nasal obstruction and has been widely studied from various research and has been shown having a role in the regulation of nasal airflow. But from several recent studies found a structure called a nasal septal swell body NSB that may play a role in the regulation of nasal airflow resistance because of its location adjacent to the internal nasal valve and alternating congestion and decongestion according to nasal cycle.This study aims to evaluate the effect of radiofrequency therapy of NSB on patients with nasal obstruction with NSB hypertrophy by comparing clinical response before and after therapy based on NOSE value, PNIF value, and nasal resistance value.This study is an experimental study of two random parallel groups that divide the nasal obstruction patients with hypertrophy of inferior turbinate and NSB into two groups which underwent radiofrequency of inferior turbinate only and underwent radiofrequency inferior turbinate and NSB.Data analyzed with bootstraps method. The results of this study show significant differences from changes in the value of NOSE p 0.001 and the nasal resistance value 75 Pa p 0.018 between the two groups. These results suggest that radiofrequency ablation of NSB may be an additional therapy to radiofrequency of inferior turbinate in patients with nasal obstruction and hypertrophy of inferior turbinate and NSB.Keywords radiofrequency, nasal septal swell body, inferior turbinate, refractory chronic nasal obstruction
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Woro Paramyta
Abstrak :
ABSTRAK
Sumbatan hidung merupakan keluhan tersering yang ditemukan pada praktek THT sehari-hari. Penyebab sumbatan hidung multifaktorial dan dapat disebabkan faktor struktural ataupun mukosa. Pemeriksaan sumbatan hidung dapat dilakukan secara subjektif dan objektif. Hidung tersumbat juga dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup seseorang. Penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan antara pemeriksaan subjektif menggunakan kuisioner Nasal Obstruction and Symptom Evaluation NOSE , dan secara objektif menggunakan Peak Nasal Inspiratory Flowmeter PNIF dan Rinomanometri Aktif Anterior untuk mendiagnosis sumbatan hidung pada subjek dengan deformitas hidung. Deformitas hidung yang masuk dalam penelitian ini adalah, crooked nose, saddle nose, gangguan katup hidung dan septum deviasi. Penelitian ini juga akan mencari hubungan sumbatan hidung terhadap kualitas hidup berupa sleep disordered breathing. Penelitian ini adalah penelitian studi potong lintang dengan desain analitik pada 52 percontoh deformitas hidung dan 10 percontoh normal yang diambil secara berurutan. Analisis data dilakukan dengan pendekatan Bootstrap. Tahanan hidung populasi normal pada penelitian ini didapatkan sebesar 0,172 Pa/cm3/detik, dan pada populasi deformitas hidung sebesar 0,173 Pa/cm3/detik. Hasil dari penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara NOSE dan PNIF serta NOSE dengan rinomanometri. Didapatkan adanya hubungan bermakna antara pemeriksaan PNIF dan rinomanometri aktif anterior.
ABSTRACT Nasal obstruction is the most common symptom in daily practice. Etiology of nasal obstruction is multi factorial and can be caused by mucosal or structural factors. Nasal obstruction also correlate with quality of life. There was subjective and objective evaluation to diagnose nasal obstruction. This study aim to evaluate the correlation between Nasal Obstruction and Symptom Evaluation NOSE questionnaire, Peak Nasal Inspiratory Flowmeter PNIF and Active Anterior Rhinomanometry to diagnose nasal obstruction in nasal deformity. Nasal deformity that include in this study were crooked nose, saddle nose, nasal valve incompetence, and deviated septum. This study also will examined correlation between nasal obstruction and sleep disordered breathing. This study is cross sectional study with analitic design on 52 subject with nasal deformity, and 10 normal subject taken consecutively with data analyzed with bootstraps method. The result of this study was nasal resistance in normal subject 0,172 Pa cm3 sec and in nasal deformity subject 0,173 Pa cm3 sec on 75 Pa pressure. There is no significant correlation between NOSE score and PNIF value also between NOSE score and rhinomanometry value. There is significant correlation between PNIF and active anterior rhinomanometry.
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Melati
Abstrak :
Salah satu penyebab hidung tersumbat adalah disfungsi katup hidung, baik akibat kolapsnya katup hidung luar KHL atau sempitnya katup hidung dalam KHD. Namun hal ini belum ada data di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan besar sudut KHD dan tahanan udara hidung TUH dengan penilaian subjektif hidung tersumbat pada orang Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya dan menjelaskan peran KHD pada ras Asia, khususnya orang Indonesia. Studi kasus kontrol terdiri atas 40 kasus hidung tersumbat dan 80 kontrol tanpa keluhan hidung tersumbat. Kedua kelompok dilakukan penilaian subjektif dengan kuesioner Nasal Obstruction Symptom Evaluation NOSE. Penilaian objektif terdiri atas pengukuran besar sudut KHD dengan nasoendoskopi dan TUH dengan rinomanometri aktif anterior. Penelitian ini mendapatkan besar sudut KHD kanan kelompok kasus sebesar 15,5 10,1 p = 0,123 dan sudut KHD kiri 17,2 9,0 p = 0,022. Pada kelompok kontrol, sudut KHD kanan 19,6 11,8 p = 0,123 dan sudut KHD kiri 23,2 12,5 p = 0,022. Studi ini mendapatkan bahwa kombinasi besar sudut KHD kanan ndash; kiri dan total TUH saja, tidak mampu berdiri sendiri untuk menjelaskan hubungannya terhadap fenomena kompleks hidung tersumbat yang dinilai menggunakan kuesioner NOSE. Penilaian hidung tersumbat perlu mempertimbangkan faktor lain, yaitu dinamika fisiologis dan kelainan mukosa lainnya seperti kondisi konka inferior, adanya septum deviasi yang menyempitkan area KHD, kelapangan kavum nasi, keberadaan/kondisi NSB, dan bentuk KHD setiap lubang hidung, sebagai sebuah kesatuan.
One of the cause for nasal obstruction is nasal valve dysfunction, which may happen due to collapsing external nasal valve ENV or narrowing of the internal nasal valve INV angle. There is no published data in Indonesia, in regards to this matter. This thesis aims to investigate the relation of INV angle and nasal airway resistance NAR in regards to subjective complaint of nasal obstruction in Indonesian. This thesis also hope to contribute as basic data for future studies and may provide explanation about the role of INV in Asian, especially Indonesian. A case control study was conducted with 40 cases of nasal obstruction and 80 controls without nasal obstruction. Both groups' subjective evaluation was examined using Nasal Obstruction Symptom Evaluation NOSE quessionaire. Objective assessments such as INV angle using nasoendoscopy and NAR using active anterior rhinomanometry. The right INV angle in case group was 15,5 10,1 p = 0,123 and left INV angle was 17,2 9,0 p = 0,022. In the control group, the right INV angle was 19,6 11,8 p = 0,123 and left INV angle was 23,2 12,5 p = 0,022. This study shows the combination of right-left INV angle and total NAR alone are not sufficient to explain the complex phenomena of nasal obstruction which was measured using NOSE questionnaire. Nasal obstruction evaluations should consider other factors such as the physiology dynamics and other mucosal state such as the inferior turbinate's condition, presence of septal deviation which narrowed the INV area, wide nasal cavity, presence of NSB and the shape of INV in each nostril as a unit.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library