Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2001
959.8 ARU
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Kelautan Perikanan (BRKP), Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006
629.045 SEJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
La Malihu
Abstrak :
ABSTRAK
Informasi mengenai pelayaran tradisional di Buton telah disinggung dalam Ligtvoet (1878), Dick (1975a, 1975b, 1985, 1987), Horridge (1979a, 1981), Hughes (1984), Evers (1985), Schoorl (1985), Liebner (1990), dan Southon (1995). Bagian terbesar dari kajian mereka, kecuali Southon, masih menempatkan pelayaran tradisional Buton dalam kerangka kajaian umum, balk secara spasial maupun tematis. Secara spasial perhatian mereka terutama diarahkan pada kegiatan pelayaran di Kepulauan Tukang Besi, terutama Wanci dan Kaledupa, kecuali Southon yang memusatkan perhatian pada Desa Gerak Makmur di Kecamatan Sampolawa, Secara tematis mereka melihat pelayaran terutama dari aspek kegiatan ekonominya, sementara aspek perkembangan dan kemundurannya masih luput dari perhatian.

Studi ini mencoba mengisi "celah" tersebut dengan mencoba menganalisis tradisi maritim serta perkembangan dan kemunduran pelayaran tradisional di Buton Timur, dengan fokus perhatian pada Kecamatan Pasarwajo. Untuk keperluan ini beberapa pendekatan teori, seperti pendekatan Mentaliteit (Ladurie 1986), pendekatan ekologi (Steward 1955, Binford 1967, dan Geertz 1993), pendekatan Sea System (Braude! 1971, Chauduri 1985, Lapian 1987, Leirissa 1996), serta teori pemilihan kerja (Hommans 1961), teori modernisasi (Tipps 1973) dan teori invohrsi (Geertz 1993), digunakan untuk menganalisis masalah-masalah yang relevan.

Dari hasil analisis disimpulkan bahwa orang Buton sesungguhnya berakar dari suatu masyarakat dengan tradisi maritim yang sangat kuat. Hal ini diindikasikan oleh, antara lain: (1) pola pemukirnan penduduk yang terkonsentrasi di pinggiran pantai, (2) pandangan ideologis yang menempatkan "laut" pada tataran yang seimbang dengan "darat", (3) ideologi barala yang diilhami oleh keseimbangan pada perahu bercadik ganda, (4) konsep pertahanan kerajaan yang ditekankan pada matra laut, dan (5) berkembangnya pelayaran yag secara konkrit dapat diidentifikasi sejak abad ke-17.

Wilayah Buton Timur tumbuh menjadi pusat pelayaran tradisional terkait dengan (1) kondisi lingkungan geografisnya yang terdiri dari ratusan pulau, (2) keadaan alamnya yang kering dan tandus, dan (3) letak geografisnya di tengah jalur pelayaran yang menghubungkankawasan barat dan timur Indonesia.

Perahu lambo -- perahu yang digunakan dalam pelayaran -- dilihat sebagai sesuatu yang bermakna simbolik. Lamho dipersepsikan seperti manusia, sehingga dalam kesetaraannya dengan rumah, dipersepsiskan sebagai "suami". Desain dan konstruksinya merupakan paduan antara desain barat dengan metode konstruksi tradisional.

Pelayaran tradisional di Pasarwajo berkembang seiring dengan dinamika perkembangan sosial, ekonomi, politik, dan keamanan; baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional. Pembatasan-pembatasan yang didterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menjamin monopoli KPM, misalnya, telah membuat pelayaran tradisional makin tersisih dalam perebutan pangsa angkutan barang (dan penumpang); bahkan mengalami stagnasi sema sekali setelah masuknya Jepang pada Maret 1942 hingga Agustus 1945.

Demikian pula gejolak politik selama beroperasinya DIITII di Sulawei Tenggara sepanjang tahun 1950-an dan awal 1960-an, yang terus berlanjut hingga pecahnya G.30S serta proses penumpasan dan pembersihannya sejak akhir 1965 hingga 1967.

Kemajuan berarti baru dapat dicapai setelah memasuki Repelita I, ketika keadaan ekonomi, sosial, dan politik mulai membaik; dan mencapai puncaknya pada akhir dekade 1970-an hingga awal 1980-an. Namun memasuki paruh kedua dasawarsa 1980-an terjadi apa yang oleh Geertz disebut involusi, yang disebabkan terutama oleh merosotnya harga dua komoditas unggulannya, yaitu kopra dan cengkeh; adanya saingan perahu layar motor; kelangkaan kayu; terjadinya alih profesi menjadi nelayan penangkap ikan; dan kurang positifnya pandangan generasi muda terhadap pelayaran tradisional.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rahman Hamid, 1982-
Yogayakarta: Ombak, 2013
959.8 ABD s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rahman Hamid, 1982-
Abstrak :
Summary: History of maritime in Indonesia.
Yogyakarta: Ombak, 2013
629.045 ABD s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Orang Biak Numfor adalah penduduk asli Papua yang tinggal di kepulauan Biak Numfor. Sebagai masyarakat bahari, mereka memiliki kemampuan dalam pengetahuan tentang alam, astronomi dan teknologi transportasi laut. Dari berbagai sumber sejarah, baik tertulis maupun lisan, diketahui bahwa sebelum abad 15, orang Biak Numfor sudah berlayar ke bagian Barat dan Timur Papua, bahkan hingga keluar Papua. Faktor penyebab pelayaran antara lain tuntutan hidup, harta kawin, budak, aib dan ego korfandi. Namun setelah Tidore berhasil menaklukkan sebagian pantai bagian Barat dan kepala burung Papua, tujuan pelayaran mulai berubah. Perburuan budak lebih dominan. Mereka menjadi perompak Papua. Terlebih setelah Belanda berhasil menaklukkan Tidore. Wilayah perairan mereka semakin meluas hingga ke Jawa, bahkan diyakini sampai ke Malaka. Peran mereka semakin menurun seiring dengan bangkitnya perompak Tobelo pada abad 19. Secara garis besar, jalur penyaluran mereka dimulai dari kepulauan Biak Numfor, selanjutnya menyusuri tanah besar Papua ke bagian Barat dan Timur. Pelayaran ini menyebabkan banyak orang Biak Numfor kemudian tinggal dan menetap di berbagai daerah lain di luar kepulauan Biak Numfor. Persebaran penduduk Biak Numfor ini berdampak pada terciptanya hubungan emosional nasionalisme kebanggan Indonesia, sehingga muncul pergerakan kebangsaan di Biak pada tahun 1948.
JNANA 19:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
De tweede druk van Het Indische boek der zee wordt door de commissie van redactie met buitengewoon veel genoegen hierbij ingeleid. De tweede uitgaaf immers is een verblijdend feit, want er wordt door bewezen dat het boek gewild is, en dat het algemeene belangstelling heeft mogen vinden ook buiten de kringen waarvoor het speciaal bestemd was ...
Leiden: G. Kolff, 1927
K 623 RIN i
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library