Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teffy Aulia Merry Dame
"Latar belakang: GPK adalah gangguan neurodevelopmental yang dikarakteristikkan dengan gangguan performa motorik dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang tidak konsisten dengan usia dan intelegensi anak. Penyandang GPK juga memiliki gangguan keseimbangan selain gangguan motorik kasar dan halus yang memiliki ciri khas berupa kesulitan dalam proses pembelajaran motorik, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya. Akibat gangguan yang dimilikinya, anak dengan GPK cenderung melakukan isolasi dan restriksi dari beragam aktivitas fisik yang apabila tidak dikoreksi dapat memberikan defisit di bidang lainnya seperti akademis, perawatan diri bahkan mental yang akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hidup anak. Gangguan ini dapat menetap hingga dewasa namun apabila diberikan intervensi dapat memberikan keluaran yang lebih baik dalam performa motorik anak, sehingga sebuah intervensi penting untuk diberikan. Penyandang GPK memiliki defisit mulai dari gerakan yang diinisiasi diri, gangguan motorik prefungsional, Kemampuan kontrol motoric dan performa motorik serta keterampilan motorik yang akhirnya mempengaruhi fungsi motoric adaptifnya, dalam hal ini bermain. Sementara engklek sendiri berperan dalam fungsi motorik adaptif yaitu bermain bersama dalam komunitas, yang aktivitasnya meliputi lompat,lempar dan berbalik, yang dengan pelatihan dapat meningkatkan fungsi koordinasi serta keseimbangan dan tidak lupa peningkatan motivasi bergerak serta memenuhi unsur praktek berulang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi intervensi dengan consecutive sampling pada 18 orang anak sekolah dasar berusia 6-12 tahun dengan GPK yang memiliki skor motorik pada zona merah berdasarkan penilaian dengan Movement Assessment Battery for Children-2. Intervensi yang diberikan berupa latihan engklek sebanyak 2x/minggu sebanyak 10 kali putaran selama 6 minggu.
Hasil: Dari hasil penilaian skor pada awal, minggu ketiga dan akhir penelitian didapatkan peningkatan fungsi keseimbangan, namun hasilnya tidak signifikan secara statistik. Tidak signifikannya perbaikan ini dapat didasari oleh dasar mekanisme pada GPK yaitu kesulitan dalam proses pembelajaran motorik itu sendiri. Dalam penelitian ini, tiap anak hanya mendapatkan 120x momen permainan engklek total yang setara dengan 520 kali pengulangan lompat dengan satu kaki. Sehingga,penyandang GPK perlu lebih banyak latihan untuk menyesuaikan dengan kondisinya
Kesimpulan: permainan tradisional engklek memberikan perbaikan skor keseimbangan pada anak dengan GPK yang tidak signifikan secara statistik
......DCD is a neurodevelopmental disorder characterized by motor performance problems in daily activities that are inconsistent with the age and intelegency. Children with DCD also has a balance problem in addition to fine and gross motor problems with a characteristic of difficulty in the motor learning process, which can take a longer time in motor learning process. Due to his or her problems, child with DCD tends to make a self isolation and restriction to various physical activities. Uncorrected problems in DCD children leads to other areas deficits such as academic, self-care even mental problems that can eventually affect children quality of life. These disorders can remain to adulthood but when given the intervention can provide better output in children motor performance, so that an intervention is important to this condition. DCD children have a deficit ranging from self-initiated movements, prefunctional Motor disorders, motoric control capabilities and motor performance as well as motor skills that ultimately affect its adaptive motoric function like plays. While the Engklek itself plays a role in adaptive motor function like play together in the community, whose activities include jumping, throwing and turning, which with training can improve the function of coordination as well as balance and also increased motivation to moves and fulfill elements of repetitive practice. Methods: This research is an intervention study with consecutive sampling in 18 elementary school children aged 6-12 years with DCD that has a motor score in the red zone based on the assessment with the Movement Assessment Battery for Children-2. The intervention given is 2x/week of Engklek training as much as 10 rounds for 6 weeks. Results: Assessment was taken at baseline, third and final week of study which shows improved balance function, but the results were not statistically significant. This finding might because of the based on the basic mechanism of DCD i.e difficulty in the motor learning process itself. In this study, each child only gained 120x a total game moment equivalent to 520 times the jump loop with one foot. Thus, DCD child needs more exercise to adjust to its condition. Conclusion: Engklek traditional game usually provide balance function score improvement in children with DCD but not statistically significant"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny Syntia Dewi
"Latar Belakang: Bayi sangat prematur rentan terjadi retriksi pertumbuhan ekstra
uterin yang berakibat gangguan neurodevelopmental. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian nutrisi parenteral agresif dini dan nutrisi enteral sesuai protokol nutrisi
bayi prematur. Tujuan pemberian nutrisi parenteral agresif dini adalah mencegah
terjadinya katabolisme dan menjamin pertumbuhan yang sama dengan intrauteri.
Pengukuran kecepatan pertumbuhan adalah salah satu metode pengukuran
pertumbuhan untuk menilai status nutrisi pada bayi prematur. Nilai kecepatan
pertumbuhan diukur pada usia 28 hari dikarenakan pada saat ini telah terjadi
pertumbuhan pesat setelah bayi kembali ke berat lahir.
Tujuan: Mengetahui nilai kecepatan pertumbuhan usia 28 hari bayi sangat prematur
dan atau bayi berat lahir sangat rendah serta faktor-faktor yang memengaruhinya
setelah mendapatkan protokol standar nutrisi bayi prematur yang berlaku di RSCM.
Metode: Studi kohort prospektif dengan metode konsekutif sampling pada bayi
sangat prematur dan atau bayi berat lahir sangat rendah yang lahir di RSCM pada
bulan Februari sampai dengan November 2020.
Hasil: Didapatkan 64 subjek penelitian yang diamati. Terdapat 33/64 (51,6%) subjek
dengan transfusi berulang, 22/64 (34,4%) asidosis metabolik memanjang , 5/64
(7,8%) EKN derajat II, 12/64 (18,8%) DAP Hs, 37/64 (57,8%) penyakit membran
hialin derajat IV, 37/64 (57,8%) intoleransi minum, 55/64 (85,9%) SMK dan 9/64
(14,1%) KMK. Rerata kecepatan pertumbuhan adalah 17,98 gram/kgBB/hari, SMK
18,22 gram/kgBB/hari dan KMK 16,50 gram/kgBB/hari. Faktor yang paling
memengaruhi adalah asidosis metabolik memanjang dengan nilai p 0,01.
Kesimpulan : Kecepatan pertumbuhan usia 28 hari bayi sangat prematur dan atau
bayi berat lahir sangat rendah setelah mendapat protokol standar nutrisi bayi
prematur RSCM adalah 17,98 gr/kgBB/hari. Asidosis metabolik memanjang
memengaruhi kecepatan pertumbuhan.
......Background: Very preterm infants are susceptible to extrauterine growth restriction
resulting in neurodevelopmental disorders. This can be prevented by providing early
aggressive parenteral and enteral nutrition, aiming to prevent catabolism and ensure
similar intrauterine growth. Growth velocity is a growth measurement method for
assessing nutritional status in preterm infants, which is measured at 28 days of age
since it is the moment of rapid growth after the baby has returned to birth weight.
Aims : To determine the growth velocity at 28 days of age for very preterm and/or
very low birth weight infants and assess affecting factors in applying the standard
protocol of preterm infant nutrition in Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH).
Methods: Prospective cohort study with consecutive sampling method on very
preterm and/or very low birth weight infants born in CMH since February to
November 2020.
Results: Among 64 subjects, the number of appropriate- and small-for-gestationalage
(AGA and SGA) were 55 (85.9%) and 9 (14.1%), respectively. The associated
conditions were as following; sepsis with repeated transfusions (33/64, 51.6%),
prolonged metabolic acidosis (22/64, 34.4%), grade II necrotizing enterocolitis (5/64,
7.8%), hemodynamically-significant patent ductus arteriosus (12/64, 18.8%), grade
IV hyaline membrane disease (37/64, 57.8%), and feeding intolerance (37/64,
57.8%). The mean growth velocity was 17.98 g/kg/day, specifically 18.22 g/kg/day
in AGA and 16.50 g/kg/day in SGA infants, respectively. The most influencing factor
in applying nutritional protocol was prolonged metabolic acidosis (p value = 0.01).
Conclusion: The growth velocity at 28 days of very preterm and/or very low birth
weight infants after receiving standard nutritional protocol for preterm infants in
CMH was 17.98 g/kg/day. Prolonged metabolic acidosis has significant influence on
growth velocity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Isyah Rahma Dian
"Latar Belakang
Pandemi COVID-19 telah dinyatakan berakhir oleh World Health Organization sehingga anak- anak dengan gangguan neurologis dan neurodevelopmental perlu untuk beradaptasi kembali. Oleh karena itu, penelitian mengenai adaptasi pascapandemi terkait layanan kesehatan, perkembangan masalah medis anak, hubungan anak dengan keluarga dan teman, perilaku anak, dan masalah yang dihadapi oleh orang tua, pengasuh, dan keluarga dalam penanganan anak perlu dilakukan untuk merancang intervensi dan kebijakan yang mendukung mereka dalam menghadapi situasi serupa di masa depan.
Metode
Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada orang tua atau pengasuh pasien Poliklinik Neurologi Anak RSCM Kiara pada Oktober-November 2023 dengan instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi 48 pertanyaan untuk mengetahui adaptasi pascapandemi COVID-19 terhadap anak-anak dengan gangguan neurologis dan neurodevelopmental. Data disajikan dalam N dan persentase serta rerata dan standar deviasi (jika terdistribusi normal) atau median dan nilai minimum-maksimum (jika tidak terdistribusi normal).
Hasil
Jumlah subjek yang terlibat adalah 125 orang, yang didominasi oleh ibu (85,6%), dengan median (min-maks) usia anak 7 (2-17) tahun, dan diagnosis anak didominasi oleh epilepsi (58,3%). Setelah pandemi, sebanyak 54,4% responden mengalami kesulitan layanan kesehatan dalam aspek waktu tunggu rawat jalan dan 56,8% melaporkan adanya perbaikan dalam masalah medis. Mayoritas hubungan anak dengan keluarga adalah baik ketika sebelum dan selama pandemi (48,8%) serta setelah pandemi (49,6%). Terkait hubungan anak dengan teman, selama pandemi, hampir separuh anak tidak melakukan kontak dengan teman-teman mereka (44,8%), tetapi sekarang, mayoritas anak telah kembali bermain secara langsung (62,4%). Terkait perubahan perilaku pascapandemi, sebanyak 43,2% melaporkan relatif sama saja. Sementara terkait masalah yang dihadapi oleh orang tua, pengasuh, dan keluarga dalam penanganan anak, 40,8% menyatakan bahwa tidak ada kesulitan dalam menangani anak-anak mereka setelah pandemi. 
Kesimpulan
Adaptasi pascapandemi COVID-19 memberikan dampak pada layanan kesehatan, perkembangan medis anak, perubahan perilaku, dan hubungan dengan teman terhadap anak-anak dengan gangguan neurologis dan neurodevelopmental, meskipun sebagian besar hubungan keluarga tetap baik, dan sebagian besar orang tua melaporkan tidak adanya perubahan signifikan dalam situasi kerja atau tidak ada kesulitan yang dihadapi dalam menangani anak.
......Introduction
The World Health Organization has declared the COVID-19 pandemic over, so children with neurological and neurodevelopmental disorders need to adapt again. Therefore, research on post- pandemic adaptation related to health services, the development of children's medical problems, children's relationships with family and friends, children's behavior, and problems faced by parents, caregivers, and families in treating children needs to be carried out to design interventions and policies that support them in facing similar situations in the future.
Method
This research is a cross-sectional study on parents or caregivers of patients at the Children's Neurology Polyclinic RSCM Kiara in October-November 2023 with a research instrument in the form of a questionnaire containing 48 questions to determine post-COVID-19 pandemic adaptation for children with neurological and neurodevelopmental disorders. Data are presented in N and percentage as well as mean and standard deviation (if normally distributed) or median and minimum-maximum values (if not normally distributed).
Results
The number of subjects involved was 125 people, dominated by mothers (85,6%), with a median (min-max) child age of 7 (2-17) years, and the child's diagnosis was dominated by epilepsy (58,3%). After the pandemic, 54,4% of respondents experienced health service difficulties regarding outpatient waiting times, and 56,8% reported improvements in medical problems. Most children's relationships with their families were good before and during the pandemic (48,8%) and after (49,6%). Regarding children's relationships with friends, during the pandemic, almost half of children had no contact with their friends (44,8%), but now, most children have returned to playing in person (62,4%). Regarding changes in post-pandemic behavior, 43,2% reported that it was relatively the same. Meanwhile, regarding the problems parents, caregivers, and families faced in handling children, 40,8% stated there were no difficulties managing their children after the pandemic.
Conclusion
Post-pandemic COVID-19 adaptation has had an impact on health services, children's medical development, changes in behavior, and relationships with friends for children with neurological and neurodevelopmental disorders; although most family relationships remain good, and most parents report no significant differences in a work situation, or there are no difficulties faced in dealing with children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahdinar Rosdiana Dewi
"Latar Belakang. Anak dengan gangguan neurodevelopmental memerlukan upaya terapi terpadu untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Studi ini bertujuan mengetahui pengaruh implantasi eksosom, stimulasi auditori binaural beat, dan terapi konvensional terhadap lima domain BDI-2 pada anak dengan gangguan neurodevelopmental.
Metode. Studi kohort retrospektif dengan rekam medis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita dilakukan pada anak dengan gangguan neurodevelopmental yang menjalani terapi sejak Januari 2021-April 2023. Subjek dikelompokkan menjadi kelompok perlakuan mendapatkan implantasi eksosom, stimulasi auditori binaural beat, dan terapi konvensional, sedangkan kelompok kontrol hanya mendapatkan terapi konvensional. Luaran yang dinilai yaitu domain perkembangan BDI-2. Analisis univariat dan bivariat dilakukan sesuai kebutuhan.
Hasil. Terdapat 25 subjek kelompok perlakuan dan 25 subjek kelompok kontrol. Tidak ada perbedaan karakteristik kedua kelompok sebelum perlakuan, kecuali domain motorik. Terdapat perbedaan usia developmental global maupun lima domain BDI-2 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan dan kontrol dengan median peningkatan usia developmental global masing-masing yaitu 7,5 dan 2,2 bulan. Tampak perbedaan peningkatan usia developmental global dan lima domain setelah perlakuan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Kesimpulan. Implantasi eksosom dan stimulasi auditori binaural beat dapat meningkatkan usia developmental global dan lima domain perkembangan berdasarkan penilaian BDI-2 secara signifikan pada anak dengan gangguan neurodevelopmental.
......Background. Children with neurodevelopmental disorders require integrated therapeutic efforts to improve their quality of life. This study aimed to determine the effect of exosome therapy, binaural beat auditory stimulation, and conventional therapy on five BDI-2 domains in children with neurodevelopmental disorders.
Method. Retrospective cohort study using medical records at dr. Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital and RSAB Harapan Kita was conducted for children with neurodevelopmental disorders who underwent therapy from January 2021 to April 2023. Subjects were grouped into a treatment group receiving exosome therapy, binaural beat auditory stimulation, and conventional therapy, while the control group only received conventional therapy. The BDI-2 developmental domains were assessed. Univariate and bivariate analysis were performed as needed.
Results. There were 25 subjects in the treatment group and 25 subjects in the control group. There were no differences in subjects’ characteristics between the two groups before treatment, except for the motor domain. There were differences in global and five BDI-2 domains developmental age before and after treatment in the treatment and control groups with a median increase in global developmental age, respectively, 7.5 and 2.2 months. There were significant differences in the increase of global and five domains developmental age after treatment between the treatment group and the control group.
Conclusion. Exosome therapy and auditory binaural beat stimulation improve global and five domains developmental age significantly based on BDI-2 assessment in children with neurodevelopmental disorders."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library