Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Johnston, Peter
Edinburgh: Churchile Livingstone, 2003
618.920 1JOH n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Defi Efendi
"Neonates Intensive Care Units (NICU) merupakan tempat penting untuk bayi prematur yang sekaligus merupakan tempat berbahaya akibat karakteristik NICU. NICU dapat meningkatkan risiko gangguanperkembangan bayi. Gangguan ini dapat dicegah melalui penerapan asuhan perkembangan. Newborn Individualized Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP) merupakan metode asuhan perkembangan yang dianggap sebagai salah satu pendekatan terbaik dalam pemberian asuhan perkembangan dengan pertimbangan NIDCAP mampu memberikan pelayanan secara individual berdasarkan isyarat bayi dengan pendekatan perawatan berfokus keluarga. Pengukuran efektifitas NIDCAP didasarkan pada respon neurobehavioral bayi prematur saat berada di NICU. NIDCAP terbukti dapat memperbaiki pola tidur bayi, dan respons fisiologis bayi seperti saturasi oksigen, pernafasan, dan nadi. Hasil studi literatur menunjukkan bahwa asuhan perkembangan dengan menggunakan metode NIDCAP tidak berpengaruh terhadap hasil perkembangan bayi prematur jangka panjang. Studi dan pengkajian yang mendalam diperlukan untuk menemukan asuhan perkembangan dengan menggunakan metode yang lebih efektif dan efisien.

A Review: Newborn Individualized Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP) to Development of Long-Term Results Premature Infants. Neonatal Intensive Care Unit (NICU) is both vital spot for preterm infant and also dangerous spot which caused by NICU?s characteristics. NICU increases the risk of infant developmental disturbance. Infant developmental disturbance can be prevented by implementing Developmental care in NICU setting. Newborn Individualized Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP) is method who beingregarded as one of the best approach for delivering developmental care with those consideration NIDCAP is able to give an individual service base on the infant cues trough family-centered care approach. The measurement of NIDCAP effectiveness is shown by the infant?s neurobehavioral response in the NICU. NIDCAP can repair the baby?s sleep-awake pattern, and her physiological response such as oxygen saturation, respiration rater, and hearth rate. This study show that the implementation of developmental care using the NIDCAP method doesn?t affect to the long-term outcome for the preterm infants. The further research is needed to find out the other developmental care method which is more effective and efficient."
Depok: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
610 JKI 16:3 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Tantijati
"Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia sangat tinggi. Berdasarkan Biro Pusat Statistik (BPS), AKB pada tahun 1995 adalah 55 bayi per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab utama kematian bayi adalah tetanus neonatorum, yang menempati urutan ke 3 (SKRT 1986 dan 1992). Upaya untuk mengeliminasi penyebab kematian terus dilakukan oleh Depatennen Kesehatan dengan target untuk menurunkan insiden tetanus neonatorum menjadi 1 per seribu kelahiran hidup pada tahun 2000. Salah satu kabupaten penyumbang kasus tetanus neonatorum adalah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, walaupun ada kecenderungan menurun namun masih diatas target nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia neonatus saat timbulnya gejala-gejala tetanus neonatorum dengan kematian akibat tetanus neonatorum di Kabupatan Indramayu dan Kabupaten Cirebon tahun 1996-2001 sehingga diketahui usia masa kritis neonatus yang menderita tetanus neonatorum untuk meninggal dunia.
Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol dengan perbandingan jumlah kasus dan kontrol 1:1. Jumlah sample keseluruhannya adalah 160 neonatus yang menderita tetanus neonatorum, yang terdiri dari 80 kasus dan 80 kontrol. Sample adalah neonatus penderita teanus neonatorum yang berusia 3-28 hari yang tercatat pada Form T2 dan Medical record rumah sakit sejak 1 Januari 1996 sampai 31 Desamber 2001 di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon .Kasus adalah sample yang meninggal dan kontrol adalah sample yang hidup.
Hasil penelitian pada analisa Muitivariat dengan uncondentional logistic regresion, variabel yang berhubungan dengan kematian akibat tetanus neonatorum secara bermakna (p<0.05) adalah usia neonatus yang menderita tetanus neonatorum, dimana neonatus yang menderita tetanus neonatorum yang berusia 7 hari atau kurang mempunyai risiko meninggal dunia 20.06 kali dibanding neonatus penderita tetanus neonatorum yang berusia lebih dari 7 hari, Penderita tetanus neonatorum yang dibawa ke rumah sakit pada hari yang ke 2 atau lebih setelah gejala pertama (tidak mau menyusu dan demam) mempunyai risiko meninggal dunia 6.95 kali dibandingkan dengan yang dibawa ke rumah sakit pada hari pertama setelah gejala pertama, neonatus yang menderita tetanus neonatorum yang diberi dosis obat antibiotik lebih rendah selama dirawat di rumah sakit mempunyai risiko meninggal dunia 4.34 kali di banding neonatus yang menderita tetanus neonatorum yang selama dirawat di rumah sakit di beri dosis obat antibiotik yang sesuai dengan Prosedur tata laksana kasus tetanus neonatorum di RSCM, Jakarta. Variabel kekebalan, antibiotik (jenis dan cara pemberian), anti kejang (jenis,dosis dan cara pemberian) dan cara pemberian ATS tidak berhubungan secara bermakna.(p>0.05) dengan kematian akibat tetanus neonatorum.
Disarankan untuk perbaikan dan sosialisasi Protap Tata Laksana Kasus Tetanus Neonatorum baik di tingkat rumah sakit maupun Puskesmas, perbaikan surveillence kasus tetanus neonatorum dan intensifikasi upaya pencegahan tetanus neonatorum.

The Infant Mortality Rate (IMR) in Indonesia is still high. Based on Central Bureau of Statistics (CBS) the IMR in 1995 was 55/1000 live births. One of the main reasons on infant death is tetanus neonatorum that take a place on the third (Household Health Survey, 1986 and 1992). The effort to eliminate the cause of infant death is still conducted by 1hP MOH with the target to reduce incident of tetanus neonatorum become 111000 live birth on 2000. One the District that contributes the case of tetanus neonatorum is Indramayu and Cirebon Districts, even showing tend to reduce; however it is over with the national target.
The objective of this study was to determine the relationship of neonatus' age when showing the indications of tetanus neonatorum with the death caused by tetanus neonatorum at Indramany and Cirebon Districts in 1996-2001. So it can be known the age on neonatus crisis time that is suffering tetanus neonatorum to death.
The study design was control cases with the comparison; the number of cases group and control group was 1:1. The total number of sample was 160 neonatus tetanus neonatorum that covers of 80-cases group and 80-control group. The sample was the sufferer of tetanus neonatorum whose age was 3-28 days that registered on the T2 Form and Medical Record at the Hospital, since January 1st, 1996 - December 31s', 2001 both in lndramayu and Cirebon Districts. The cases were the samples whose was death and control was the sample that is still alive.
The result of this study based on Multivariate analysis by unconditional logistic regression, It was showed that the variable which related to the death that caused by tetanus neonatorum significantly (p<0.05) was the age of neonatus. The sufferer of neonatus tetanus neonatorum whose the age is 7 days or less, they were having risk to death as 20.06 times compared with the neonatus tetanus neonatorurn whose age over than 7 days. The sufferer of tetanus neonatorum that brought to the Hospital on second day or more after first indication (reluctant to breast-feed and fever) having risk to death as 6.95 times compared with those whom brought to the Hospital on the first day after the first indication. The neonatus tetanus neonatorum who is given lower doses of antibiotic medicine during hospitalized having risk to death 4.34 times compared with whom that hospitalized gave doses of antibiotic medicine that meet with management diagnose, the cases at Cipto Mangun Kusumo Hospital, Jakarta. The variable of immune, antibiotic (type and method of giving), anti-seized (type, doses and method of giving) and the way in giving the ATS was not related significantly (p>0.05) with the death of neonatus caused by tetanus neonatorum.
It is recommended to increase and socialize the protap of Management Tetanus Neonatorum Cases both in the level of Hospital and to the Health Center. It is needed to improve the surveillance on the case of tetanus neonatorum and intensification effort in preventing the cases of tetanus neonatorum.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T9350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Sutardi
"Program Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) merupakan komitmen global hasil Konferensi Tingkat Tinggi Anak tahun 1990 di New York. Tujuan ETN yaitu menekan serendah mungkin angka kesakitan tetanus neonatorum sampai tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi. Di perkirakan di seluruh dunia tak kurang dari 350.000 neonatus setiap tahunnya meninggal akibat tetanus neonatorurn.
Di Indonesia tetanus neonatorum merupakan penyebab utama ke empat kematian neonatal yaitu sebesar 7,9 %. Angka kejadian tetanus neonatorum tahun 1997- 2000 berkisar 1,6 - 1,8 per 10.000 kelahiran hidup (fenomena gunung es). Jawa Barat merupakan provinsi dengan laporan kasus tetanus neonatorum terbesar di Indonesia, angka kejadian tetanus neonatorum periode 1997-2000 berkisar 1,2 - 1,6 per 10.000 kelahiran hidup dengan CFR berkisar 34,2 % - 47,1 %,
Upaya pencapaian eliminasi tetanus neonatorum di lakukan melalui pendekatan risiko secara terpadu, sedikitnya melibatkan tiga program yaitu program imunisasi, KIA dan surveilans. Program imunisasi berperan meningkatkan eakupan imunisasi TT hamil, imunisasi wanita usia subur (WUS). Program KIA berupaya meningkatkan cakupan pelayanan antenatal, cakupan kunjungan neonatus, pembinaan dukun bayi dan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Program surveilans berperan dalam penyelidikan epidemiologi untuk mengidentifikasi faktor risiko dan daerah risiko serta ikut memantau dan menilai keberhasilan dampak program.
Meskipun ETN teiah dilaksanakan sejak tahun 1995 namun program surveilans belum mampu memberikan informasi yang harus di tindak lanjuti secara rutin, baik oleh pimpinan maupun oleh program KIA dan imunisasi. Pengolahan data hasil penyelidikan epidemiologi belum didukung oleh suatu sistem informasi yang memadai dan belum mengakomodir keterpaduan program ETN.
Dalam melakukan pengembangan sistem informasi surveilans tetanus neonatorum di Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, dilakukan observasi dan wawancara dengan petugas. Tujuannya adalah mempelajari permasalahan sistem yang ada saat ini, serta melakukan rancangan sistem informasi yang sesuai dengan kebutuhan program. Permasalahan dalam sistem informasi yang ada saat ini adalah rendahnya kuantitas dan kualitas informasi yang di hasilkan surveilans, belum terstrukturnya pengolahan data surveilans, sebagian proses pengolahan data manual, pengolahan data sangat tergantung kepada petugas tertentu serta belum terpadunya sistem informasi ETN.
Pengembangan sistem informasi surveilans tetanus neonatorum terdiri dari rancangan output, rancangan input, rancangan basis data dan rancangan teknologi yang menghasilkan suatu prototipe program aplikasi. Kelebihan dari sistem informasi surveilans tetanus neonatorum adalah proses pengolahan menjadi terstruktur, proses lebih cepat, proses lebih teliti, proses konsisten, mudah di akses dengan tampilan menarik, hasil up to date serta mengakomodir kebutuhan program ETN.
Mengingat prototipe aplikasi sistem informasi surveilans tetanus neonatorum secara teknis telah berhasil di ujicoba di laboratorium, dan sumber daya di unit surveilans Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat memadai, maka perlu kiranya dilakukan implementasi sistem pada kegiatan surveilans yang sebenarnya. Proses implementasi secara manajerial harus di dukung komitmen kuat pimpinan dan pengelola program.
Daftar Bacaan : 28 (1981- 2003)

The Development of Surveillance Information System on Tetanus Neonatorum in The Health Authority of West Java Province ? 2003The Tetanus Neonatorum Elimination (TNE) Program is a result from global commitment at the Summit Conference for Children in New York in 1999. The aims of the TNE Program is to decreased as low as possible the morbidity of the tetanus neonatorum, until it's not any longer to be the public health problem. It is estimated that there were 350,000 newborns die every year in the world due to tetanus neonatorum.
in Indonesia tetanus neonatorum is the fourth major cause of death on newborn, at 7.9%. Its prevalence in 1997 - 2000 is around 1.6 - 1.8 per 10,000 life birth, but this figure is beliefs to be a tip of the iceberg phenomenon. West Java is a province which reported to be having the highest cases of tetanus neonatorum in Indonesia in 1997 - 2000, as high as 1.2 - 1.6 per I0,000 life birth, with its case fatality rate (CFR) at 34.2 to 47.1%.
An integrated risk approach is accomplished in order to try to eliminate the tetanus neonatorum, which at least involving three programs at the ministry of health (MOH), i.e. the immunization program, the maternal and child health (MCH), and surveillance. The immunization program has a role on increasing the coverage on TT immunization on pregnant mothers, and immunization on women at reproductive age (15 - 39 years old). The MCH program is try to increasing the coverage of antenatal care (ANC) services, coverage on newborn visit by health personnel, train and aide the traditional birth attendant, and increasing the delivery attendant by health personnel. And the surveillance program is responsible on carried out an epidemiology investigation in order to identify any risk factors and risk areas, as well as to monitor and evaluate the impact of a succeed achievement of a program.
Although the TNE program has been conducted since 1995, but so far, its surveillance program is unable to provide information that should be routinely followed up, whether by the decision makers or by MCH or immunization program. Moreover, there is no adequate information system to support the data management of the result of the epidemiology investigation, as well as to accommodate the integrity of TNE program.
in order to develop the surveillance information system of tetanus neonatorum in West Java, an observation and interview toward the officer of the Health Authority of West Java Province is being conducted. The study has an aim on finding out any recent problem that exist on the system, and try to design a proper information system regarded to the need of the program. Some findings on the recent problems on the existing system are: poor information quantity and quality, unstructured data management on the result of surveillance, some data management process is prepared manually, the process is solely depend on particular officer, and the information system of the TNE program has not been integrated yet.
The development of the information system of tetanus neonatorum surveillance is comprises of several stages, which are: an output design, an input design, a data-base design, and a technology design resulting on a prototype of an application program. The advantages of the information system of tetanus neonatorum surveillance are: the management data processing is more organize, faster, more precise, more consistent, easy to access with a good appearance, an up to date result, and put together the main three TNE program organizer.
As laboratory try-out of the prototype of the information system of tetanus neonatorum surveillance is technically succeeded, and its human resources at the surveillance unit of Health Authority of West Java Province is sufficient, it is suggested that the system can be implemented for the factual surveillance activities. And its implementation process should be supported by strong commitment from the decision makers and its program organizer.
Reference: 28 (1981 - 2003)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soepardi Soedibyo
"ABSTRAK
Telah diteliti 39 bayi baru lahir dengan tindakan ekstraksi vakum, terdiri dari 25 bayi laki-laki dan 14 bayi perempuan yang dirawat gabung selama periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 1995, dibandingkan dengan 39 bayi lahir normal.
Parameter yang dinilai adalah angka kesakitan dan kematian dan lama rawat. Iliperbilirubinemia merupakan morbiditas terbanyak (7,69%) pada bayi EV, tetapi bila dibandingkan dengan persalinan lain tidak lebih tinggi. Diare akut ditemui pada 1 bayi, rendahnya morbiditas ini mungkin oleh karena pengaruh dari RG. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian. Rata-rata lama rawat kelompok studi 3,2 + 0,35 hari, tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian ini. Paling lama perawatan adalah 7 hari pada 1 orang dari kelompok studi, 6 hari pada 1 orang kelompok kontrol (sebelum ada rawat gabung LOS 8,2 Bari). Perubahan berat badan rata-rata kelompok studi menunjukkan kenaikan pada waktu pulang. Tidak ada perbedaan bermakna antara dua kelompok penelitian pada saat pulang, selama penelitian tidak ditemukan pasien yang meninggal baik kasus maupun kontrol. Secara singkat dapat dikatakan bahwa walaupun terdapat perbedaan dalam hal penyakit ibu dan trauma lahir, ternyata bayi yang lahir dengan cara ekstraksi vakum yang memenuhi kriteria rawat gabung dan dirawat dengan metode rawat gabung berbeda tidak bermakna dengan bayi normal dalam hal morbiditas/mortalitas, dan lama rawat yang menunjukkan mutu yang memadai walaupun di kelas III Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakit rujukan terlihat juga pada penelitian ini yaitu yang dirujuk dari luar sebanyak 74,36%, sedangkan yang datang sendiri sebanyak 25,64% yang pada umumnya adalah karyawan atau istri karyawan.
Dengan BOR rawat gabung sebesar 65% maka masih terdapat peluang untuk peningkatan pemanfaatan oleh pasien, artinya peningkatan dengan cara menurunkan standar indikasi RG.
Pemanfaatan perawat dirawat gabung lebih tinggi dari pada di kamar bayi, bila dilihat dari ratio jumlah perawat dibanding dengan tempat tidur.

ABSTRACT
A prospective study on 39 newborn infants delivered by vacuum extraction and nursed in a rooming-in care, Cipto Mangunkusumo Hospital, during the period of January 1 and June 30, 1995, was carried out. The study subjects consisted of 25 male and 14 female infants. A group of 39 newborn infants delivered normally served as control.
The main parameters evaluated were morbidity and mortality rates during hospitalization. Hyperbilirubinemia was the most common morbidity (7.69%) in infants delivered by vacuum extraction; this was not different when compared to control babies. Diarrhea was found in only 1 baby; the low incidence of diarrhea was probably related to the rooming-in care. The mean length of hospital stay in the study group was 3.2 (SD 0.35) days, which was not significantly different with that of the control group.' The longest hospital stay was 7 days in the study subjects and 6 days in the control subjects. Before rooming-in was applied, the mean length of hospital stay was 8.2 days. The change of body weight on discharged was also not significantly difference between the 2 groups. There was no mortality in both groups.
To summarize, it can be stated that in spite of differences in mothers illness and birth trauma, babies delivered by vacuum extraction who meet the criteria for rooming-in care were not significantly difference in terms of morbidity, mortality, and length of hospital stay when compared to normally delivered babies, even if they are nursed in the 3rd class.
In addition, some general views of Cipto Mangunkusumo Hospital as a referral hospital could also be seen in this study. Most patients (74.36%) were referred by medical personnel, while the rest 25.64% were non-referral patients, most of them were hospital staffs or their relatives. With the bed occupancy rate of 65%, there still room to alter the indications for rooming-in care, so that more babies can be nursed in a rooming-in setting. It could also be seen that rooming-in care system was more efficient than newborn room, as far as nurse bed ratio was concerned.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarto Ronoatmodjo
"Derajat kesehatan adalah tingkat kesehatan perseorangan atau kelompok masyarakat yang diukur dengan indikator angka kematian, umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (Depkes RI, 1989). Angka kematian bayi (AKB), angka kematian di bawah umur satu tahun, lebih sering dipakai sebagai indikator jika dibandingkan dengan indikator kematian yang lainnya.
Angka di atas menunjukkan tingkat permasalahan yang langsung berhubungan dengan kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, tingkat upaya kesehatan ibu dan anak, upaya keluarga berencana, kondisi kesehatan lingkungan, dan tingkat perkembangan sosial ekonomi keluarga (Depkes RI, 1989).
Angka kematian bayi di Indonesia pada kurun waktu tahun delapan puluhan turun dengan cepat (Depkes RI, 1980c; Budiarso, 1987; Biro Pusat Statistik, 1985; Dirjen Binkesmas, Depkes RI, 1990; Sumantri, 1995).
Angka kematian neonatal (angka kematian bayi berumur di bawah 28 hari) merupakan kira-kira 40% dari angka kematian bayi; sedangkan kira-kira 28% dari kematian neonatal itu terjadi pada masa neonatal dini (di bawah umur 8 hari) yang merupakan sebagian dari kematian perinatal (kematian janin umur 28 minggu sampai dengan bayi berumur kurang dari 8 hari) (Budiarso, 1987).
Kematian neonatal kebanyakan terjadi karena tetanus neonatorum, sebab-sebab perinatal, diare, dan infeksi saluran napas. Frekuensi yang tertinggi diakibatkan oleh tetanus neonatorum dan problem perinatal. Kematian neonatal dan keadaan bayi berat lahir rendah sangat berkaitan. Cukup tinggi kematian neonatal dapat disebabkan oleh bayi berat lahir rendah (GOI-UNICEF 1988).
Kematian neonatal diduga berkaitan dengan keadaan ibu sebelum hamil, keadaan ibu pada saat kehamilan, serta perilaku dan lingkungan sosial ibu hamil. Faktor biologis berpengaruh terhadap kesehatan ibu hamil dan pemanfaatan layanan antenatal yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap hasil akhir (outcome) suatu kehamilan. Keadaan bayi yang dilahirkan dan pemanfaatan layanan pertolongan persalinan juga mempunyai akibat terhadap kejadian kematian neonatal. Baik di negara maju maupun negara berkembang banyak upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kematian neonatal melalui Program Kesejahteraan Ibu dan Anak (Oakly, 1982; Lesser, 1985).
Pemeriksaan antenatal merupakan upaya penting untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan dan merupakan tempat melakukan penyuluhan gizi serta pemantauan terhadap kenaikan berat badan ibu hamil. Kesehatan ibu hamil penting untuk keselamatan janin yang dikandungnya. Berdasarkan Progam Kesehatan Ibu dan Anak yang berlaku di Indonesia, ibu hamil mendapat pemeriksaan berupa pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, pemeriksaan timbang berat badan, pemberian tablet besi, dan pemberian suntikan tetanus toksoid. Pemberian paket pil besi bertujuan menurunkan angka kejadian anemia ibu hamil di Indonesia, sedangkan pemberian vaksinasi toksoid tetanus bertujuan mencegah kematian bayi karena serangan penyakit tetanus neonatorum yang menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian neonatal di Indonesia. (Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes RI, 1990)"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
D284
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Ratgono
"Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia angka kematian bayi masih tinggi, tahun 1980 sebesar 96 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 1986 adalah 70 per 1000 kelahiran hidup. Pada kedua hasil diatas, tetanus neonatorum merupakan penyebab urutan kedua (+ 20%) kematian bayi di Indonesia. Dalam upaya penurunan angka kematian bayi di Indonesia, penanggulangan tetanus neonatorum merupakan prioritas penanganan scat ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang merupakan resiko pada tetanus neonatorum, dengan lokasi penelitian di Kabupaten Tangerang. Hasil-hasil penelitian diharapkan sebagai sumbangan pemikiran untuk pengelola program maupun pengambil keputusan dalam kegiatan penanggulangan tetanus neonatorum.
Metode penelitian dengan pendekatan epidemiologis, yaitu desain kasus kontrol. Kasus adalah penderita tetanus neonatorum yang pernah dirawat di RSU Tangerang periode April 1988-Oktober 1989, sedangkan kontrol adalah bayi yang telah melewati masa neonatal, alamat/tinggal sesuai alamat kasus, dibatasi pada wilayah RT. Jumlah kontrol 2 kali jumlah kasus. Tidak dilakukan penjodohan (matching) pada penelitian ini.
Faktor faktor yang diteliti adalah 1) karakteristik ibu, meliputi umur, pendidikan, dan urutan kelahiran bayi, 2) keadaan sebelum persalinan meliputi periksa kehamilan, imunisasi TT, 3) pertolongan persalinan dan 4) perawatan tali pusat, mengenai obat tali pusat dan tenaga yang melakukan perawatan tali pusat tersebut. Berdasarkan hasil dari analisa hubungan dan analisa lanjut dengan menggunakan analisa regresi logistik ganda, faktor faktor yang merupakan resiko adalah:
1. Ibu yang tidak mendapatkan imunisasi tetanus toksoid pada waktu kehamilannya, dengan nilai OR sebesar 3,9.
2. Penggunaan bahan yang mengandung tepung /abu untuk perawatan tali pusat, dengan nilai OR sebesar 3,2.
Disamping faktor resiko diatas didapatkan pula hasil penelitian lainnya, berupa keadaan atau situasi yang melatar belakangi dari faktor resiko diatas yaitu:
-pengetahuan ibu mengenai imunisasi TT, kegunaan dan jumlah suntikan yang diperlukan masih rendah (36%).
-Hampir 50% ibu hamil pernah kontak dengan dukun selama masa kehamilannya.
-Obat tali pusat yang mengandung tepung/abu proporsi tertinggi digunakan oleh ibu / keluarga lain {25%), dukun tidak terlatih (19%) dan dukun terlatih {18%).
-Perbedaan resiko antara dukun tidak terlatih dan dukun terlatih dibandingkan dengan tenaga kesehatan baik dalam pertolongan persalinan maupun perawatan tali pusat adalah kecil (pertolongan persalinan OR 4,2 dan 3,1 , perawatan tali pusat OR 4,5 dan 3,4).
Peneliti mengajukan saran untuk penelitian lebih lanjut mengenai efek proteksi imunisasi TT (sera konversi) termasuk terhadap berbagai obat yang digunakan untuk perawatan tali pusat. Sedangkan yang bersifat operasional adalah upaya cakupan imunisasi TT dan evaluasi terhadap metoda pelatihan dukun."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London : Elsevier , 2005
618.920 1 ROB
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ines Gulardi
"Intrauterine growth retardation is still a problem in the world, and the cause are complex and multiple. Deficiency in vitamin A has been associated to low birth weight and intrauterine growth retardation. Nevertheless, the study about transfer of vitamin A from mother to fetus in intruterine growth retarded newborns is scarce
The study report is described in three parts.
Part 1. Includes the background of the study, problem statement, rationale of the study, literature reviews, hypothesis, objectives, and variable-indicator matrix. The literature review is focusing on intrauterine growth retardation, and vitamin A in general and in pregnancy, nutrient transfer throug the placenta, as well as nutrition during pregnancy.
Part 2. Is the manuscript for publication, which was prepared to be submitted to the Journal of Nutrtion. This study found thaht in a population where the mother do not have vitamin A deficiency, the condition of inadequate vitamin A status in intrauterine growth retarded newborns caused by problem in the transfer of the nutrient.
Part 3. contains questionnaire used in data collection, form used in the placental abnormalities assessment, detailed methodology and result that have not been presented in the manuscript, references and curriculum vitae.
With this preliminary research in the transfer of vitamin A, hopefully there will be more further research which can come to a recommendation as how to manage inadequate status of vitamin A in IUGR newborns."
2003
T385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nayla Karima
"Latar Belakang:. Sepsis neonatorum awitan dini masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang utama pada neonatus, dengan angka lebih tinggi terjadi pada bayi kurang bulan. Berbagai faktor diketahui berhubungan dengan kejadian sepsis neonatorum awitan dini, namun penelitian yang dilakukan pada bayi prematur masih terbatas. Tujuan:. Mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian sepsis neonatorum awitan ini pada bayi kurang bulan di RSCM.
Metode:. Penelitian desain case-control dengan mengambil data dari rekam medis bayi lahir kurang bulan di RSCM pada rentang waktu Januari 2016-Desember 2017 sebanyak 186 sampel (93 untuk masing-masing kelompok). Data dianalisis secara bivariat dan multivariat.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna dari karakteristik bayi kurang bulan antara kelompok kasus dan kontrol yaitu usia gestasi, jenis kelamin laki-laki, dan berat lahir. Gejala klinis tersering ditemukan adalah sesak napas. Dari 7 faktor yang dianalisis, infeksi intrauterin, nilai APGAR 1 menit pertama, dan nilai APGAR 5 menit pertama pada analisis bivariat dimasukkan ke analisis multivariat (p<0,25) sementara pada faktor lainnya tidak ditemukan hubungan yang bermakna. Pada analisis multivariat, ditemukan bahwa jenis kelamin laki-laki, usia gestasi, infeksi intrauterin, dan nilai APGAR 1 menit pertama memiliki hasil yang bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Jenis kelamin laki-laki, usia gestasi, infeksi intrauterin, dan nilai APGAR 1 menit pertama merupakan faktor risiko independen sepsis neonatorum awitan dini pada bayi kurang bulan. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kejadian sepsis neonatorum awitan dini pada bayi kurang bulan.

Background: Early onset neonatal sepsis is still considered as a common cause of morbidity and mortality in neonates, with a higher prevalence found in preterm infants. Many factors are known to be correlating to the cases of early onset neonatal sepsis, but research done specifically in preterm infants is limited.
Objective: To determine the factors associated with early onset neonatal sepsis in preterm infants.
Method: This research was done using a case-control design, where the data is taken from the medical record of preterm patients born in RSCM within January 2016-December 2017. The total sample is 186 (93 for each group). Data was then analyzed using bivariate and multivariate analysis.
Result: A significant result was found in characteristic such as gestational age, gender, and birth weight. Out of 7 factors that were analysed, the factors that were analysed using multivariate analysis were intrauterine infection, low APGAR score in the first minute, and low APGAR score in the fifth minute. From multivariate analysis, gender, gestational age, intrauterine inflammation, and low APGAR score in the first minute were stastically significant.
Conclusion: gender, gestational age, intrauterine inflammation, and low APGAR score in the first minute are independent risk factors for early onset neonatal sepsis. Further study is needed to understand the correlation between those factors and early onset neonatal sepsis in preterm infants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>