Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zul Amri
Abstrak :
Kekurangan Energi Protein (KEP) masih merupakan satu masalah gizi utama pada usia balita di Indonesia. KEP ini meningkat di masa krisis ekonomi terutama pada keluarga miskin. KEP ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu faktor langsung meliputi rendahnya asupan makanan dan penyakit infeksi, faktor tidak langsung yang meliputi pola asuh anak yang kurang baik, tingkat ketahanan pangan yang rendah, pelayanan kesehatan yang kurang baik, dan sanitasi lingkungan yang belum memadai, serta penyebab dasar yang meliputi kualitas sumber daya dan pemanfaatannya yang masih kurang (manusia, ekonomi, dan organisasi). Penelitian cross sectional ini menggunakan data sekunder hasil Studi Epidemiologi masalah Gizi Propinsi Sumatera Barat tahun 2002, atas kerja sama Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat dengan Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Padang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode klaster dan ditentukan secara Probability Proportional to Size (PPS). Penelitian ini dilakukan terhadap anak berusia 6-23 bulan yang berjumlah 2251 orang. Analisis regresi logistik berganda dilakukan untuk mendapatkan model prediksi hubungan antara beberapa faktor resiko dengan kejadian KEP anak usia 6-23 bulan. Hasil penelitian memperlihatkan prevalensi KEP pada anak usia 6-23 bulan untuk indikator BB/UM sebesar 24,7 %, indikator TB/UM sebesar 19,6 %, dan indikator BB/TB sebesar 16,8 %. Berdasarkan indikator BBIUM terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi energi dan protein, penyakit infeksi, pola asuh anak, ketahanan pangan, dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan. Berdasarkan indikator TB/UM terdapat hubungan yang signifikan antara status konsumsi protein dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan. Berdasarkan indikator BB/TB terdapat hubungan signifikan antara status konsumsi energi, gala pengasuhan anak, tingkat ketahanan pangan, dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan. Tingkat konsumsi energi dan protein, penyakit infeksi, dan pola pengasuhan anak secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian KEP pada anak usia 6-23 bulan berdasarkan indikator BB/UM. Konsumsi protein kurang merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi terjadinya KEP pada anak usia 6-23 bulan (OR 1,56). Berdasarkan indikator TB/UM variabel yang secara bersama-sama berhubungan dengan status KEP adalah tingkat konsumsi energi dan protein serta sanitasi lingkungan, sedangkan faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian KEP adalah tingkat konsumsi energi (OR 1,71). Faktor-faktor yang secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian KEP pada indikator BB/TB adalah tingkat konsumsi energi dan protein, pola pengasuhan anak, dan tingkat ketahanan pangan. Tingkat konsumsi energi merupakan faktor paling dominan mempengaruhi kejadian KEP (OR 1,58). Karena variabel sanitasi lingkungan berhubungan signifikan dengan semua kategori status gizi (BB/UM, TB/UM, BB/TB), variabel ini perlu mendapat perhatian serius. Disarankan penanggulangan KEP secara terpadu antara pihak yang berkompeten dengan lintas-lintas program yang diperlukan. Karena besarnya kontribusi tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kejadian KEP pada anak usia 6-23 bulan di Propinsi Sumatera Barat, perlu penyuluhan yang lebih intensif terutama terhadap keluarga anak yang menderita KEP perihal pemenuhan makanan seimbang.
Factors that Related with Protein Energy Mal-Nutrition that Occur with Infants on Age between 6 - 23 Month Old at West Sumatra in The Year 2002 (Secondary Data Analysis West Sumatra Nutrition Epidemiological Studies in The Year 2002)Protein Energy Mal-Nutrition (PEM) is still one of major problem that always occur with infants in Indonesia. It is progressively rise in economical crisis situation especially in families that lived in poverty. Three subjects cause it: first, direct factors: less food intake and infectious diseases. Second, indirect factors that cover the lack of quality: infants education pattern, food endurance level, health services, and environmental sanitation. And the last subject causes it, the lack of human resource quality and the benefit of it (man, economy, and organization). This cross sectional research, using secondary data from epidemiological studies about nutrition at West Sumatra Province in the year 2002, which is collaborates with health department of West Sumatra Province and Nutritional Program of Health Polytechnic in Padang. Taking sample is using Cluster Method and resolute by using Probability Proportional to Size (PPS). Objects of this research are 2251 infants in age area 6-23 months. Multiple logistic regression analysis is used to get connectivity prediction between some risk factors and PEM situation that happened to 6-23 months old infants. Result of this research shows that PEM prevalence that happened to 6-23 months old infants for BBIUM indicator is 24,7 %, TB/UM indicator is 19,5 %, and BBITB indicator is 16.8 %. BB/UM indicator shows significant relationship between protein and energy level consumption. infectious disease, infants education pattern, food endurance, and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants. TBIUM indicator shows significant relationship between protein consumption status and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants. BB/TB indicator shows significant relationship between energy consumption status, infants education pattern, food endurance level, and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants. Protein and energy consumption level, infectious disease, and infants education pattern together related with PEM situation that happened to 6-23 months old infants according to BBIUM indicator. Protein consumption is less dominant factor that influence PEM situation to 6-23 months old infants (OR 1.56). According to TBIUM indicator, protein and energy consumption level. and environmental sanitation are the variable that related with PEM status, and factor that dominantly influence PEM situation is energy consumption level (OR 1,71). According to BB/TB indicator, factors that together related with PEM situation are protein and energy consumption level, infants education pattern, and food endurance level. Energy consumption level is the dominant factor that influence PEM situation (OR 1,58). Because of environmental sanitation had a significant relationship with all nutrition status categories (BB/UM, TB/UM, BB/TB), so this variable must be given serious attention. Action from authority who has a competency with programs that needed is the suggestion to handle the PEM situation. Because of the huge contribution from protein and energy consumption level which influenced the PEM situation to 6-23 months old infants at West Sumatra, more intensive campaign especially to the families which their infants have PEM problems about set of scales food intake.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Martinus
Abstrak :
ABSTRAK Kurang Energi Protein (KEP) yang merupakan gambaran status gizi masih menjadi salah satu masalah gizi utama di Indonesia terutama di daerah pedesaan. Dampak buruk KEP pada balita adalah terhambatnya perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berpikir, penampilan dan prestasi kerja, sehingga mengakibatkan rendahnya daya produksi dan kegiatan ekonomi, menurunnya daya tahan tubuh, yang dapat menurunkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Penanggulangan KEP secara nasional diprioritaskan pada daerah tertinggal/miskin, sementara informasi keadaan gizi di desa tertinggal dan tidak tertinggal belum memadai, khususnya di propinsi Kalimantan Barat. Maka keadaan gizi pada desa tertinggal dan tidak tertinggal serta faktor-faktor yang berhubungan menarik untuk diteliti. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status gizi dan konsumsi energi serta protein balita usia 6-59 bulan di desa tertinggal dan tidak tertinggal pada daerah pesisir dan pegunungan serta hubungan status gizi dengan lingkungan perumahan, pendapatan per kapita, pengetahuan gizi, pendidikan orang tua, jumlah anggota rumahtangga, dan pekerjaan orang tua. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang mencakup dua kecamatan yang masing-masing terdiri dan satu desa tertinggal dan satu desa tidak tertinggal dari kabupaten Pontianak, propinsi Kalimantan Barat yang dikumpulkan oleh Tim Praktek Kerja Lapangan Sekolah Pembantu Ahli Gizi tahun 1995. Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel seluruh rumahtangga yang mempunyai anak balita usia 6-59 bulan. Jumlah sampel yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 360 rumahtangga. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat dengan bantuan program EPI INFO versi 6.0 dan SPSS for Windows release 6.0. Dari hasil analisis ditemukan bahwa prevalensi KEP menurut indeks BB/U di kecamatan Mempawah Hilir tidak terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara desa tertinggal dengan desa tidak tertinggal, sementara di kecamatan Toho prevalensi KEP menurut BB/U lebih tinggi di desa tertinggal dibandingkan desa tidak tertinggal. Menurut indeks TB/U prevalensi KEP lebih baik di desa tidak tertinggal dibandingkan di desa tertinggal pada kedua kecamatan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP menurut indeks BB/U di kecamatan Mempawah Hilir baik untuk desa Sejegi (tertinggal) maupun desa Tanjung (tidak tertinggal) adalah pendapatan perkapita dan pengetahuan gizi, sementara di kecamatan Toho faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP di desa Sekabuk (tertinggal) adalah pendapatan perkapita, sedangkan di desa Pentek (tidak tertinggal) adalah pendapatan per kapita dan pengetahuan gizi. Menurut indeks TB/U, faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP di semua desa penelitian adalah pendapatan per kapita. Meskipun terlihat ada perbedaan status gizi, terutama menurut indeks TBN antara desa tertinggal dengan desa tidak tertinggal pada kedua kecamatan, tetapi karena prevalensi KEP masih cukup tinggi di kedua kategori desa tersebut sehingga disarankan agar program penanggulangan KEP tidak perlu difokuskan ke desa tertinggal saja, tetapi strategi penanggulangannya yang perlu dibedakan dengan melihat faktor-faktor yang berkaitan di masing-masing desa.
ABSTRACT Factors Relating To The Under Fives Nutritional Status In Four IDT and Non IDT Villages in Pontianak District, West Kalimantan Province in 1995Protein Energy Malnutrition (PEM) which represent the nutritional status has remained as one of the main nutrition problems in Indonesia, especially in rural areas. The bad outcome of PEM under fives years is the hindrance of their growth and intelligence development which will further influence the ability of their thinking, performance and work achievement capacity creating low productivity in the economic terms, the decrease in physical endurance which then impact the quality of the Indonesian human resources. The priority to overcome the PEM nationally is emphasized in the severe areas, while the information on the nutritional status in IDT ("under developed areas") and NON IDT ("developed areas") has been inadequate yet, in West Kalimantan in particular. Therefore, the nutritional status in IDT and NON IDT villages including its related factors is interesting to be observed. The purpose of this research is to know the nutritional status, energy and protein consumption of the under fives from 6 to 59 months in IDT and NON IDT villages in the coastal and mountains areas and relation of nutritional status with housing environment, household income, knowledge on nutrition, parent's education level, the family size, and parent's job. This research used secondary data covering two subdistricts which consist respectively of two IDT and two NON IDT villages in Pontianak District, West Kalimantan Province gathered by a team of students of the Assistant Nutritionist School during their field work practice in 1995. This cross-sectional study used samples of all families having under five years old children of 6 to 59 months. The number of analyzed samples in the research was 360 families. The analysis was done in univariate, bivariate, and multivariate with the help of EPI INFO program of 6.0 version and SPSS for Windows release 6.0. It was found from the analysis that the prevalence of PEM according to Weight/Age index in Mempawah Hilir District has no significant differences between the IDT and NON IDT villages, while in Toho District the prevalence of PEM according to Weight/Age index in the IDT is higher than that in the NON IDT villages. Based on Height/Age index, the prevalence of PEM in the NON IDT is better than that in the IDT villages in both districts. The factors relating to the PEM based on Weight/Age index in Mempawah Hilir District, either in Sejegi village (IDT) or Tanjung (NON IDT) are per capita income and knowledge on nutrition, while in Toho District, the factor relating to the PEM in Sekabuk village (IDT) is per capita income, while in Pentek village (NON IDT) are per capita income and knowledge on nutrition. Based on Height/Age index, the factor relating to the PEM in all villages is per capita income. Although there have been differences in the PENT, especially based on Height/Age index between IDT and NON IDT villages in the two districts, it is suggested that since the prevalence of PEM is still relatively high in the two village categories, the program to overcome PEM is not necessarily focused only in the IDT villages, but the strategy of overcoming the PEM must be distinguished through paying attention to the related factors in the respective villages.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erena Fabyola Laurensia
Abstrak :
Fenomena transisi penyakit menular menjadi tidak menular serta tingginya kematian akibat penyakit tidak menular menjadi hal yang serius. Salah satu faktornya adalah dikarenakan meningkatnya angka kegemukan. Di Indonesia, kejadian kegemukan pada anak usia 6-12 tahun merupakan prevalensi tertinggi (9,2%). Tujuan penelitian adalah mengetahui perbedaan asupan makanan dan karakteristik responden pada anak usia 6-12 tahun dengan kejadian kegemukan berdasarkan tempat tinggal di Indonesia.. Penelitian ini menggunakan data Riskesdas 2010, dengan desain studi cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah anak usia 6-12 tahun yang menjadi sampel dalam Riskesdas 2010 dengan kriteria inklusi memiliki kelengkapan data hasil ukur untuk berat badan dan tinggi badan bagi anak usia 6-12 tahun serta ayah dan ibu dari anak yang menjadi sampel. Terdapat perbedaan antara asupan total energi di perkotaan, asupan protein di perkotaan dan di pedesaan, asupan lemak di perkotaan dan di pedesaan, jenis kelamin di perkotaan dan di pedesaan, status gizi ayah dan ibu di perkotaan dan di pedesaan. Hasil penelitian ini menyarankan untuk edukasi kepada anak dan orang tua mengenai pola makan sehat dan seimbang, prioritas program pencegahan dan penanggulangan kegemukan di perkotaan, serta kerjasama dengan Kemendikbud dan sekolah.
Phenomenon of transition from communicable to non-communicable disases and the high mortality rate because of non-communicable diseases become a serious problem. One of the factor is because of the increasing number of overweight. In Indonesia, overweight in children age 6-12 years has the highest prevalence (9,2%). The purpose of this study is to know the difference between food consumption and respondent characteristics in children age 6-12 years with obesity based on the living area. This study is using Riskesdas 2010 data, with cross-sectional as the study design. The sample in the study is children age 6-12 years who are the samples in Riskesdas 2010 with the no-missing data of body-weight and height of the children, the fathers, and the mathers of children in the study. There are differences between total energy consumption in the urban area, protein consumption in urban and rural area, also mothers and fathers nutrition status in urban and rural area. This study suggests to educate the children and parents about the balancing and healthy food consumption, prioritizing program in urban area, also cooperate with Education Ministry and schools.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S53470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasa Milta Sahara
Abstrak :
Stunting adalah permasalahan besar bagi suatu negara karena akan berdampak pada kesehatan bangsa hingga kemampuan ekonomi suatu negara. Stunting disebabkan oleh faktor langsung dan tidak langsung. Untuk mengatasi stunting, pemerintah melakukan intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dari stunting dan intervensi gizi negatif untuk mengatasi penyebab tidak langsung stunting. Karena stunting adalah masalah yang erat kaitannya dengan kemiskinan maka pemerintah berupaya mengatasi stunting melalui melalui program bantuan sosial yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH) dan Beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN). Penelitian ini menganalisis dampak program bantuan sosial sebagai intervensi gizi sensitif terhadap balita stunting dengan mengguankan data sampel yang diambil dari Indonesian Family Live Surveys (IFLS) tahun 2007 dan 2014 dengan sampel balita umur 12-59 bulan. Metode logit digunakan untuk mengestimasi hubungan antara program bantuan sosial dan faktor lain yang berhubungan dengan stunting. Metode kombinasi Propensity Score Matching (PSM) dan Difference-in-Differences (DID) digunakan untuk mengevaluasi dampak bantuan sosial terhadap individu stunting, kombinasi ini dilakukan untuk memenuhi parallel trend assumption dengan cara mencocokkan karakteritik antara kelompok penerima dan non-penerima program bantuan sosial. Hasil dari PSM-DID menunjukkan bahwa program bantuan sosial memberikan dampak pada peningkatan probabilitas balita stunting sebesar 4,7 persen. Diperlukan perbaikan desain pada program bantuan sosial agar income transfer yang diterima melalui program bantuan sosial dapat mengubah perilaku masyarakat. ......Stunting is a major problem for any country because it can have an impact on the health of a nation up to the economic capacity of a country. Stunting is caused by direct and indirect factors. To address stunting, the government conducts specific nutrition interventions to address the direct causes of stunting and negative nutrition interventions to address the indirect causes of stunting. Because stunting is a problem closely related to poverty, the government is trying to address stunting through social assistance programs consisting of the Indonesia Family Hope Program (PKH) and Rice for Poor People (RASKIN). This study analyzed the impact of social assistance programs as sensitive nutrition interventions on stunted toddlers using sample data taken from the Indonesian Family Live Surveys (IFLS) in 2007 and 2014 with a sample of toddlers aged 12-59 months. The logit method was used to estimate the relationship between social assistance programs and other factors related to stunting. The combination of Propensity Score Matching (PSM) and Difference-in-Differences (DID) methods was used to evaluate the impact of social assistance on stunting individuals, this combination was done to meet the parallel trend assumption by matching characteristics between the recipient and non-recipient groups of social assistance programs. The results of PSM-DID show that social assistance programs have an impact on increasing the probability of stunted toddlers by 4.7 percent. Design improvements are needed in social assistance programs so that income transfers received through social assistance programs can change people's behavior.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riffa Ismanti
Abstrak :
Malformasi fasial sebagai kondisi cacat bawaan terdiri dari labioskizis, palatoskizis dan labiopalatoskizis. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan pengalaman ibu dalam memberi nutrisi pada anak dengan malformasi fasial. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pemilihan partisipan secara purposive sampling, diikuti oleh 5 partisipan. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam dan catatan lapangan. Analisis data dengan menggunakan langkah-langkah dari Colaizzi. Terdapat 4 tema utama yang teridentifikasi yaitu: kendala dalam pemberian nutrisi, upaya orang tua, pemberian nutrisi, tantangan yang terjadi selama 2 minggu pascaoperasi. Saran yang diajukan untuk meningkatkan penyuluhan mengenai metode dan cara yang tepat dalam pemberian nutrisi pada ibu yang memiliki anak dengan malformasi fasial serta dibentuk sistem pendukung. ......Facial malformations as a condition of congenital malformations consisting of labioskizis, palatoskizis and labiopalatoskizis. The goal of research to describe the experience of the mother in giving nutrition in children with facial malformations. This study is a qualitative research with phenomenology approach. Selection of participants by purposive sampling, followed by 5 participants. Data collection techniques by in-depth interviews and field notes. Analysis of data by using the steps of Colaizzi. There are four main themes identified are: the constraints in the provision of nutrition, the efforts of parents, nutrition, challenges that occurred during the 2 weeks postoperatively. Suggestions put forward to improve the extension of the method and the proper way in the provision of nutrition in mothers of children with facial malformations and established support system.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T29788
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library