Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendro Djoko Tjahjono
"Keterkaitan penyakit paru dan nutrisi merupakan aspek penting perawatan pasien. Masalah nutrisi pasien Penyakit Pernafasan Obstruksi Kronis sangat komplek, kehilangan berat badan sebagai konsekuensi penurunan intake dan nafsu makan. Penelitian bertujuan mendapatkan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi nafsu makan. Penelitian ini merupakan deskriptif analitik desain cross sectional dengan sampel 75 orang di RSUD Dr.M.Soewandhie Surabaya. Instrument menggunakan kuisioner karakteristik responden, observasi obat, dukungan keluarga dan nafsu makan.
Hasil penelitian menunjukkan 65,3% dari 75 pasien PPOK memiliki nafsu makan kurang. Variabel dominan yang berhubungan dengan nafsu makan adalah dukungan keluarga, dimana pasien yang mempunyai dukungan keluarga kurang akan mempunyai nafsu makan kurang 3,44 kali. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan upaya meningkatkan dukungan keluarga melalui pendidikan kesehatan bagi keluarga dan konseling diit dalam pengelolaan nutrisi pada pasien PPOK.

The relevance of lung disease and nutrition are important aspects of patient care. Patient's nutritional problems associated with Chronic Obstructive Respiratory Disease (COPD) are complex, loss weight as a consequence of decreased food intake and appetite. The research aimed to get an idea of the factors that affected appetite. The research was a descriptive analytic cross sectional design within 75 people as sample in Dr.M.Soewandhie Surabaya hospital. The instruments of respondent characteristics questionnaire, medication observed, family supported and appetite were used.
This research concluded that 65,3% from 75 COPD patients had poor appetite. The determinant variable related to appetite was family support, the patient who had family support decreased would be have 3,44 times poor appetite. According to attain a certain aimed, increased of family support necessary passed through within health education and dietary counseling to nutritional maintenance in COPD patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Nurul Huda
"Latar belakang: Sepsis adalah penyebab kematian utama pada bayi dan anak. Tunjangan
nutrisi enteral (NE) dalam 48 jam pertama direkomendasikan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik yang meningkat, sedangkan tunjangan nutrisi parenteral (NP) diberikan apabila
terdapat intoleransi atau kontraindikasi terhadap NE. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara tunjangan nutrisi dalam 72 jam pertama dengan
mortalitas dan lama rawat sepsis pada anak.
Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan menggunakan data rekam medis pasien anak
yang dirawat di RSCM tahun 2014-2019 dengan diagnosis sepsis menurut kriteria
konsensus sepsis anak internasional. Pasien dikelompokkan berdasarkan tipe tunjangan
nutrisi (NE, NP, atau kombinasi) yang diberikan dalam 72 jam pertama perawatan.
Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dan uji Mann Whitney dilakukan untuk
membandingkan kejadian kematian dan lama rawat antara kelompok NP dengan
kelompok NE dan kombinasi (NE+NP).
Hasil: Terdapat 134 pasien yang diinklusikan dengan median usia 12 bulan dan sebagian
besar (59,7%) diberikan NP saja dalam 72 jam pertama. Fokus infeksi terbanyak adalah
paru-paru (59%) dan saluran cerna (36,6%). Sebanyak 96 (71,6%) pasien meninggal
dengan rerata lama rawat secara keseluruhan adalah 4 hari. Pemberian NP saja dalam 72
jam pertama (n=63; p=0,018; RR 1,78; IK 95% 1,06-3,00) dan NP pada hari ketiga (n=77;
p=0,006; RR 1,79; IK 95% 1,12-2,85) berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan NE dan kombinasi. Tidak ditemukan hubungan antara tunjangan nutrisi 72
jam pertama dengan lama rawat (p=0,945).
Kesimpulan: Pada pasien sepsis anak, tunjangan nutrisi dalam 72 jam pertama
(parenteral saja dibandingkan enteral/kombinasi) berhubungan dengan mortalitas, namun
tidak berhubungan dengan lama rawat.

Background: Sepsis is the leading cause of death in pediatric population. Enteral
nutrition (EN) in the first 48 hours is recommended to meet the increased metabolic
demands, whereas parenteral nutrition (PN) is given if intolerance or contraindications to
EN was present. This study aims to determine the relationship between nutritional support
in the first 72 hours with mortality and length of stay (LOS) in pediatric sepsis.
Methods: A retrospective cohort study was conducted using medical record data of
pediatric patients admitted to RSCM in 2014-2019 with sepsis according to International
Pediatric Sepsis Consensus criteria. Patients were classified into groups based on the type
of nutrition (PN, EN, or combination) given in the first 72 hours of treatment. Bivariate
analysis using Chi-square test and Mann Whitney test is conducted to compare mortality
and average LOS between PN group and EN/EN+PN group.
Results: In total, 134 patients were included with a median age of 12 months and the
majority (59.7%) receiving PN alone in the first 72 hours. The most common site of
infection were lungs (59%) and gastrointestinal tract (36.6%). Overall, mortality rate was
71.6% and median LOS was 4 days. PN within the first 72 hours (n=63; p=0.018; RR
1.78; 95%CI 1.06-3.00) and PN on the third day (n=77; p=0.006; RR 1.79; 95%CI 1.12-
2.85) was associated with higher mortality compared to EN/EN+PN. There was no
significant difference in hospital LOS between PN and EN/EN+PN group (p=0.945).
Conclusion: In pediatric sepsis, nutritional support in the first 72 hours (PN vs
EN/EN+PN) is associated with mortality, but has no effect on LOS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Trisasmita
"Praktik pemberian makan yang memiliki kualitas baik berdasarkan pedoman masih jauh dari optimal di beberapa negara berkembang. Bukti mengenai hubungan kualitas makanan dengan status gizi sangat beragam. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan HEI sebagai indikator menentukan kualitas diet anak. Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018, Indonesia merupakan negara urutan keempat dengan prevalensi stunting yang tertinggi di dunia (30,8%). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara kualitas diet menggunakan modifikasi HEI dengan kejadian stunting pada balita usia 12-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 458 balita. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran tinggi badan, panjang badan, wawancara dengan kuesioner dan lembar recall 1x24 jam. Analisis data dilakukan dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting usia 12-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang sebesar 44,8% berdasarkan TB/U. Analisis uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara panjang lahir setelah dikontrol dengan berat lahir, kualitas diet (OR: 9,72, 95%CI 2,39-19,6, p<0,05), dan asupan protein dengan kejadian stunting. Komponen yang paling dominan pada HEI dengan kejadian stunting adalah keragaman pangan (OR: 2,0, 95% CI 1,23-3,24, p<0,05).

Good quality feeding practices based on guidelines are far from optimal in some developing countries. Evidence regarding the quality of diet with nutritional status has been diverse, but no information is available to link diet quality and stunting in childhood that researcher found. Some previous studies using HEI as an indicator determine the quality of children’s diet. Based on Basic National Survey Report (Riskesdas) in 2018, Indonesia has the world’s fourth highest incidence of stunting (30,8%). This study was conducted to determine the description and association between diet quality using modified HEI with the incidence of stunting in children aged 12-59 months in Babakan Madang District, Bogor Regency. Cross sectional design was used in this study. The sample in this study were 458 children aged 12-59. This study was conducted in May to August 2019. Data collection was carried out by measuring height, body length, interview with questionnaire and 1x24 hours recall sheet. The results showed that the prevalence of stunting based on height-for-age at 12-59 months in Babakan Madang district was 44.8%. Statistical analysis showed that the relationship was described between birth length after being controlled with birth weight, diet quality (OR: 9,72, 95% CI 2.39-19.6, p <0.05), and protein intake with stunting. The most dominant component of HEI towards stunting incidence was dietary diversity (OR: 2.0, 95% CI 1.23-3.24, p <0.05)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Aulia Ramadhan
"Stunting mempengaruhi perkembangan kognitif yang menyebabkan gangguan kognitif untuk jangka panjang. Status gizi yang rendah pada anak yang masih dalam perkembangan otaknya akan berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika perubahan kondisi stunting dalam kelompok balita usia 3-5 tahun terhadap kemampuan kognitif usia 10-12 tahun. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder berbasis komunitas (Community based study) dikenal dengan nama Indonesian Family Life Survey (IFLS), yang merupakan survei longitudinal atau populasi tetap kohort yang awalnya mencakup 13 provinsi di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data IFLS 4 (2007) dan IFLS 5 (2014). Didapatkan sebanyak 459 anak yang merupakan sampel tindak lanjut IFLS 4 dan IFLS 5. Perhitungan bobot koreksi digunakan dalam analisis ini. Teknik analisis yang digunakan adalah chi square dan regresi logistik ganda. Hasil analisis menunjukkan terdapat beberapa kelompok, yaitu kelompok anak yang dapat memperbaiki kondisi stunting sebanyak (15,92%), kelompok terjadi stunting pada masa anak sebanyak (14,40%) dan kelompok terjadi stunting pada masa balita dan tetap stunting sebanyak (8,26%), sisanya adalah anak-anak yang tumbuh normal (61,42%). Hasil analisis lebih lanjut menggunakan regresi logistik ganda bahwa kelompok terjadi stunting pada masa balita dan tetap stunting dengan adjusted OR 1,52 (CI : 0,728 - 3,195), kelompok terjadi stunting pada masa anak dengan adjusted OR 1,17 (CI : 0,629 - 2,187) dan kelompok anak yang dapat memperbaiki kondisi stunting dengan adjusted OR 1,69 (CI : 0,894 - 3,220) berisiko memperoleh kemampuan kognitif kurang dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh normal setelah dikontrol status pekerjaan ibu, kebiasaan makan protein hewani, riwayat penyakit diare dan pendidikan pra SD. Berdasarkan temuan dari penelitian ini, meningkatkan pelaksanaan skrining secara rutin status gizi balita sampai dengan usia anak sekolah 7-12 tahun dapat mengurangi dampak dan memberikan intervensi lebih awal terhadap anak tersebut. Meningkatkan program food family terutama mengenai konsumsi makanan mengandung protein hewani seperti telur, ikan, daging dan susu. Menambah alat ukur tes IQ untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak seperti Raven’s Intelligence Test dimulai dari usia 7 tahun. Meningkatkan program pencatatan dan informasi kesehatan remaja dalam My Health Report Book terutama mengenai pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Stunting affects cognitive development has led to long-term cognitive impairment. undernourished status in children who were developing their brains will have an impact on the low quality of human resources. The purpose of this study is to determine the dynamics of changing conditions of stunting in the 3-5 year age group on cognitive abilities at 10-12 years of age in Indonesia. This research is a community-based secondary data analysis known as the Indonesian Family Life Survey (IFLS), which is a longitudinal or fixed population cohort survey that originally covered 13 provinces in Indonesia. The data used in this study are IFLS 4 (2007) and IFLS 5 (2014) data. There were 459 children who were follow-up samples of IFLS 4 and IFLS 5. Calculation of correction weight was used in this analysis. The analysis technique used is chi-square and multiple logistic regression. The analysis results have several categorized participants as stunted in a toddler but not childhood (catch-up) (15.92%), stunted in childhood (14.40%), stunted in a toddler and childhood (8,26%), and not stunted (61.42%). The analysis results used multiple logistic regression that stunted in a toddler and childhood adjusted OR 1.52 (CI: 0.728 - 3.195), stunted in childhood adjusted OR 1.17 (CI: 0.629 - 2.187), and stunted in a toddler but not childhood (catch-up) adjusted OR 1.69 (CI: 0.894 - 3.220) have risk were ability cognitive lower compared as not stunted when adjusted for mother’s work status, animal protein eating habits, history of diarrhea and attended preschool. Based on findings from this study, increasing the implementation of the routine screening of nutritional status of toddlers until school children at 10-12 years of age can reduce the impact and provide early intervention against the children. Increase the food family program, especially regarding the consumption of foods containing animal protein such as eggs, fish, meat, and milk. Adding an IQ test measuring tool to improve children's cognitive abilities such as the Raven's Intelligence Test starting at the age of 7 years. Increasing the health recording and information program in My Health Report Book, especially regarding monitoring child growth and development"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Lusiana
"Support nutrisi dan supportive care dalam pemberian cryotherapi dengan honey ice merupakan bagian dari asuhan keperawatan untuk menjaga kelangsungan hidup dan meningkatkan kualitas hidup anak dengan kanker yang menjalani kemoterapi. Tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini untuk memberikan gambaran support nutrisi dalam asuhan keperawatan dengan pendekatan teori Konservasi Levine. Terdapat lima kasus anak dengan kanker yang menjalani kemoterapi dan diberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan teori Levine. Kegiatan proyek inovasi intervensi pemberian cryotherapi dengan honey ice efektif dalam pencegahan mukositis oral pada 15 anak yang menjalani kemoterapi. Pemberian cryotherapi dengan honey ice sangat mudah dilakukan, mudah didapat dan tidak mahal. Aplikasi teori Levine juga efektif digunakan untuk support nurisi pada anak dengan kanker yang mencakup prinsip konservasi energi, integritas sosial, integritas personal dan integritas sosial. Apikasi teori Levine dan intervensi cryotherapy dengan honey ice dapat diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak kanker yang menjalani kemoterapi. Diharapkan dapat diintegrasikan dan dikembangkan dalam memberikan asuhan keperawatan yang holistik pada anak yang menjalani kemoterapi.

Nutritional support and supportive caregiving cryotherapy with honey ice is part of nursing care to maintain survival and improve the quality of life of children with cancer undergoing chemotherapy. The purpose of writing this scientific paper is to provide an overview of nutritional support in nursing care with Levine's Conservation theory approach. There were five cases of children with cancer who underwent chemotherapy and were given nursing care through Levine's theoretical approach. The innovative intervention project activity for administering cryotherapy with honey ice is effective in the prevention of oral mucositis in 15 children undergoing chemotherapy. Giving cryotherapy with honey ice is very easy to do, easy to get, and inexpensive. The application of Levine's theory is also effectively used to support nutrition in children with cancer which includes the principles of energy conservation, social integrity, personal integrity, and social integrity. Levine's theory application and cryotherapy intervention with honey ice can be applied in providing nursing care to cancer children undergoing chemotherapy. It is hoped that it can be integrated and developed in providing holistic nursing care for children undergoing chemotherapy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Leksolie Lirodon Foes
"Tesis ini membahas tentang hubungan pola aktivitas fisik siswa SMP dengan status gizi, persen lemak tubuh dan Waist to Height Ratio. Fenomena saat ini adalah aktivitas fisik pada anak dan remaja mengalami penurunan sehingga mereka tidak dapat memenuhi rekomendasi aktivitas fisik. Penurunan ini disebabkan bertambahnya usia, kemajuan teknologi dan lamanya belajar di sekolah. Aktivitas fisik sedenter menempati urutan ke empat faktor risiko utama meningkatnya prevalensi berat badan berlebih dan obesitas yang semakin meningkat di populasi ini. Obesitas yang terjadi pada usia 10-14 tahun mempunyai risiko tertinggi (80%) mengalami obesitas saat dewasa, sehingga anak akan semakin dini mengalami penyakit tidak menular (PTM). Metode penelitian adalah potong lintang dengan desain deskriptif analisis. Subyek penelitian adalah siswa kelas 7-8 SMP X Jakarta Timur, usia antara 10-14 tahun. Penilain aktivitas fisik menggunakan metode Bouchard. Hasil penelitian: Status gizi siswa adalah 19,5% mengalami BB lebih dan 20,1% mengalami obesitas. 19,5% termasuk kategori persen lemak tubuh berlebih dan 7,3% obesitas. 32,9% siswa mengalami obesitas abdomen (risiko penyakit kardiometabolik). Pola aktivitas fisik siswa adalah hanya ≤ 18% yang melakukan aktivitas fisik kategori 6-9 (intensitas sedang dan berat) meskipun tidak terdapat hubungan antara pola aktivitas fisik siswa dengan status gizi, persen lemak tubuh serta Waist to Height Ratio.

The study is about the relationship between physical activity patterns of junior high school students with nutritional status, body fat percentage, and Waist to Height Ratio. Physical activity in children and adolescents has decreased in current, so they cannot meet the physical activity recommendations. The decrease is due to the increasing age, technological advancements, length of study in school. Sedentary physical activity is the fourth major risk factor in elevating the prevalence of overweight and obesity. Obesity that occurs at the age of 10 to 14 years old has the highest risk (80%) of being obese when adults, a risk to earlier have Non-Communicable Diseases (NCD). Method: cross-sectional, descriptive analysis design. Subjects: 7 and 8th grades students of SMP X East Jakarta, aged 10-14 years. An assessment of the physical activity pattern: Bouchard method. Results: The nutritional status: 19,5% overweight and 20,1% were obese. 19,5% excess body fat percentage and 7,3% were obese. 32,9% were abdominal obesity (elevated risk of cardiometabolic disease). Physical activity pattern: less than 18% who do categories 6 to 9th of physical activity (moderate and high intensity), no relationship between the physical activity pattern of students with nutritional status, body fat percent, and Waist to Height Ratio."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library