Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alvin Bramantyo
Abstrak :
Latar Belakang: Limfadenektomi memainkan peranan penting dalam operasi surgical staging kanker ovarium. Limfadenektomi merupakan prosedur yang kompleks dan berpotensi menyebabkan berbagai komplikasi intra- dan pascaoperasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa subtipe histologi dan derajat histopatologi kanker ovarium yang berbeda memiliki kejadian metastasis kelenjar limfe yang berbeda pula, sehingga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan klinis. Tujuan: Mengetahui prevalensi metastasis kelenjar limfe pada pasien kanker ovarium tipe epitel stadium klinis 1 pada berbagai subtipe histologi dan derajat histopatologi. Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang pada pasien kanker ovarium tipe epitel stadium klinis 1 yang menjalani limfadenektomi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada tahun 2014-2023. Data yang dikumpulkan mencakup karakteristik demografi, subtipe histologi, derajat histopatologi, dan status metastasis kelenjar limfe. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji chi-square atau uji Fisher's exact. Hasil: Terdapat 106 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Peningkatan stadium akibat metastasis kelenjar limfe ditemukan pada 6.6% subjek. Metastasis kelenjar limfe paling banyak ditemukan pada subtipe histologi serosum derajat tinggi (15.4%) dan derajat diferensiasi buruk (10.6%). Hubungan yang signifikan secara statistik ditemukan antara kejadian metastasis kelenjar limfe dengan derajat diferensiasi (P=0.043), namun tidak dengan subtipe histologi. Tidak terdapat subjek dengan derajat diferensiasi baik-sedang yang mengalami metastasis kelenjar limfe. Kesimpulan: Keputusan untuk melakukan limfadenektomi perlu dipertimbangkan kembali saat melakukan operasi surgical staging pada kanker ovarium tipe epitel stadium klinis 1 dengan derajat diferensiasi baik-sedang. Penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar dibutuhkan untuk kesimpulan yang lebih kuat. ......Background: Lymphadenectomy plays an integral role in the surgical staging of ovarian cancer. However, it is a complex procedure that is potentially associated with intra- and post-operative complication. Some studies showed that distinct histologic subtype and grade have different frequencies of lymph node metastases and these might have potential implication for clinical decision making. Objective: To evaluate the prevalence of lymph node metastasis in patients with clinically stage 1 epithelial ovarian cancer of various histologic subtype and grade. Methods: This was a cross sectional study including clinically stage 1 epithelial ovarian cancer patient who underwent lymphadenectomy at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, during the period of 2014-2023. Demographics, histologic subtype, tumor grade, and lymph node status were collected. Comparisons were made with Chi square or Fisher's exact test. Results: A total of 106 subjects were included in the study. Upstaging due to lymph node metastases were found in 6.6% of subjects. Lymph node metastases were most common in high-grade serous histology (15.4%) and poorly differentiated tumor grade (10.6%). However, a significant association with lymph node metastases rate was found only on tumor grade (P=0.043) and not histologic subtype. Furthermore, no subjects with well-to-moderately differentiated tumor had lymph node metastases. Conclusions: The decision to perform lymphadenectomy should be reconsidered when performing surgical staging in patients with well-to-moderately differentiated clinically stage 1 epithelial ovarian carcinoma. Additional studies with larger samples are needed for exact conclusion.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Maryani
Abstrak :
Kanker ovarium yaitu kanker yang terbentuk di jaringan pada ovarium. Studi kasus kontrol berbasis rumah sakit ini menilai hubungan riwayat reproduksi, penggunaan hormon, dan riwayat kanker pada keluarga dengan kejadian kanker ovarium pada pasien rawat jalan RSKD Jakarta tahun 2013, menggunakan alat kuesioner dan rekam medik pasien. Peneliti merekrut 71 penderita kanker ovarium sebagai kasus dan 140 responden sebagai kontrol yang seluruhnya terdiri dari penderita kanker serviks. Hasil penelitian menemukan bahwa semakin banyak jumlah kehamilan semakin besar efek protektif (1-2 kali (OR= 0.18, 95% CI= 0.05-0.59) dan ≥ 3 kali (OR= 0.06, 95% CI= 0.02-0.20)) dibandingkan tidak pernah hamil. Pola tersebut juga terlihat pada jumlah melahirkan. Pernah menyusui anak pun memberikan perlindungan terhadap kanker ovarium (OR=0.17, 95% CI= 0.08-0.39) dan efek protektif meningkat seiring dengan panjangnya durasi (1-24 bulan (OR= 0.31, 95% CI= 0.12-0.80) dan ≥ 25 bulan (OR= 0.13, 95% CI= 0.06-0.31)) dibandingkan tidak pernah menyusui anak. Perlindungan pun timbul dari riwayat pernah menggunakan kontrasepsi oral (OR=0.37, 95% CI= 0.20-0.68), dan efeknya meningkat seiring dengan tingginya episode (1 episode (OR= 0.39, 95% CI= 0.20-0.76) dan ≥ 1 episode (OR= 0.32, 95% CI= 0.10-0.99)), panjangnya durasi (1-24 bulan (OR= 0.46, 95% CI= 0.23-0.93) dan ≥ 25 bulan (OR= 0.25, 95% CI= 0.09-0.69)), serta pendeknya rentang waktu sejak terakhir menggunakan kontrasepsi oral_umur saat didiagnosis (< 15 tahun (OR= 0.33, 95% CI= 0.13-0.80) dan ≥ 15 tahun (OR= 0.41, 95% CI= 0.20-0.87)) dibandingkan tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral. Sebaliknya, ada peningkatan risiko terkena kanker ovarium akibat pernah mengalami infertilitas (OR= 2.09, 95% CI= 1.06-4.13) dibandingkan tidak pernah mengalami infertilitas, dan adanya riwayat kanker ovarium pada keluarga (OR= 7.55, 95% CI= 1.53-7.35) dibandingkan tidak ada riwayat kanker ovarium pada keluarga. Oleh karena itu, perlu adanya upaya peningkatan promosi kesehatan mengenai faktor protektor dan faktor risiko tersebut kepada masyarakat. ......Ovarian cancer is cancer that forms in tissues of the ovary. This hospital-based case-control study evaluated reproductive history, hormone use, and family history of cancer in relation to ovarian cancer on patient of RSKD Jakarta in 2013. Data were collected through questionnaires and medical record of patients. Researcher recruited 71 ovarian cancer cases and 140 controls that a whole consists of cervix cancer patients. The result found the a significant protection to ovarian cancer risk because of number of pregnancy 1-2 , number of pregnancy ≥ 3 (OR= 0.06, 95% CI= 0.02-0.20), parity 1-2 (OR= 0.23, 95% CI= 0.08-064), parity ≥ 3 (OR= 0.07, 95% CI= 0.03-0.20), ever breastfeeding (OR= 0.17, 95% CI= 0.08-0.39), breastfeeding during 1-24 months (OR= 0.31, 95% CI= 0.12-0.80), breastfeeding during ≥ 25 months (OR= 0.13, 95% CI= 0.06-0.31), ever use of oral contraceptive (OR= 0.37, 95% CI= 0.20-0.68), using oral contraceptive during 1-24 months (OR= 0.46, 95% CI= 0.23-0.93), using oral contraceptive during ≥ 25 months (OR= 0.25, 95% CI= 0.09-0.69), have time since last use of oral contraceptive_age of diagnose (OR= 0.33, 95% CI= 0.13-0.80), and have time since last use of oral contraceptive_age of diagnose (OR= 0.41, 95% CI=0.20-0.87). Conversely, ever infertility (OR= 2.09, 95% CI= 1.06-4.13), and family history of ovarian cancer (OR= 7.55, 95% CI= 1.53-7.35) increased ovarian cancer risk significantly. Therefore, the health promotion about protector factors and risk factors of ovarian cancer have to be increased.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Kirana Mahaputra
Abstrak :
Latar Belakang: Cisplatin sebagai agen kemoterapi merupakan salah satu modalitas terapi pada kanker padat seperti kanker ovarium. Sejumlah studi membuktikan adanya efek samping hepatotoksik cisplatin. Hal ini dapat mengakibatkan kemoterapi tidak efektif, karena dosis cisplatin dikurangi atau bahkan dihentikan pemberiannya. Dewasa ini, obat berbasis tanaman banyak diteliti, salah satunya kurkumin. Kurkumin mempunyai efek hepatoprotektif namun bioavailabilitasnya sangat rendah. Sejumlah penelitian membuat formula nanokurkumin untuk meningkatkan bioavaibilitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian nanokurkumin pada gambaran histologis jejas liver yang diinduksi oleh cisplatin pada tikus model kanker ovarium. Metode: Penelitian ini menggunakan bahan biologis tersimpan dari penelitian sebelumnya. Terdapat 5 kelompok perlakuan; kontrol, DMBA; DMBA+Cisplatin; DMBA+Cis+kurkumin; dan DMBA+Cis+nanokurkumin. Pewarnaan Masson Trichrome dipakai untuk mengamati akumulasi kolagen sebagai penanda fibrosis. Selanjutnya dilakukan kuantifikasi jaringan kolagen /Collagen Proportionate Area (CPA), serta skoring fibrosis hati (skor ISHAK). Hasil: Induksi DMBA dan terapi cisplatin dapat mengakibatkan fibrosis hati, ditandai dengan deposisi kolagen yang lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Pemberian nanokurkumin menunjukkan adanya perbaikan secara histologis berupa fibrosis periportal yang ringan dan skor fibrosis yang lebih rendah secara signifikan (p<0.05) dibanding kelompok lainnya. Pemberian nanokurkumin juga menunjukkan persentase akumulasi kolagen (CPA) yang rendah, namun tidak signifikan (p>0.05) secara statistik. Kesimpulan: Pemberian nanokurkumin pada model kanker ovarium yang diterapi dengan cisplatin pada tikus menunjukkan efek hepatoprotektor dengan memperbaiki skor fibrosis dan mengurangi akumulasi kolagen pada jaringan liver. Diperlukan penelitian lebih lanjut yang membandingkan beragam dosis dan formulasi untuk mengetahui efikasi nanokurkumin yang paling baik sebagai hepatoprotektor pada model kanker ovarium yang diterapi dengan cisplatin. ......Background: Cisplatin as a chemotherapy is one of the main modalities of therapy in patients with solid tumours like ovarian cancer. Studies have proven the hepatotoxicity of cisplatin, which causes dose reduction and even termination. Nowadays, herbal based drug is intensively studied, one of them is curcumin. Curcumin is known to have a hepatoprotective effect, albeit with very low bioavailability. To solve this, many research have formulated nanocurcumin to increase its bioavailability. This research aims to find out the effect of nanocurcumin in liver fibrosis induced by cisplatin in ovarian cancer of rat’s model. Method: Our study uses stored biological materials from previous study. The groups are; Control; DMBA; DMBA+Cisplatin; DMBA+Cisplatin+Curcumin; DMBA+Cisplatin+Nanocurcumin. Liver fibrosis is observed with Masson Trichrome stain to view collagen accumulation as fibrosis marker. Afterwards, quantification of collagen fibers (CPA) and liver fibrosis grading (ISHAK) is done. Results: Induction of DMBA with cisplatin treatment causes liver fibrosis, indicated by higher collagen deposition compared to the normal group. Administration of nanocurcumin shows improvement in histological structure such as milder periportal fibrosis and significantly lower liver fibrosis grade (p<0.05) compared to other groups. Administration of nanocurcumin also results in lower collagen percentage (CPA), however it is statistically insignificant (p>0.05). Conclusion: Administration of nanocurcumin in rat ovarian cancer model treated with cisplatin shows hepatoprotective effect by reducing both fibrosis grade and collagen accumulation in the liver. Further study is required with varying dose and formulations to know the nanocurcumin’s best efficacy as hepatoprotector in ovarian cancer model treated with cisplatin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Desi Ari Madi Yanti
Abstrak :
Kanker Ovarium adalah pertumbuhan sel - sel yang abnormal pada satu atau dua bagian indung telur. Kanker ovarium merupakan penyakit ganas ginekologi kedua diseluruh dunia, pada tahun 2013 ditemukan 22240 pasien dimana 14.030 (15%) meninggal dunia akibat kanker ovarium tersebut. Laporan ini bertujuan memberikan gambaran tentang pelaksanaan praktik spesialis keperawatan maternitas dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, pelindung, pengelola, kolaborator, komunikator, konselor, koordinator, agen perubah dan peneliti dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien kanker ovarium dengan menggunakan teori adaptasi Roy. Model teori keperawatan adaptasi Roy efektif dilakukan pada kedua kasus ibu dengan kanker ovarium, aplikasi teori tersebut membantu menyelesaikan masalah keperawatan di fase akut maupun di fase pemulihan. Pada klien kanker ovarium perlu adanya pengabungan teori Loss and Griving dengan adaptasi Roy untuk membantu klien mempertahankan keadaan psikologis klien dalam tahap menerima. Penulis mampu mencapai target kompetensi dalam praktik klinik keperawatan maternitas residensi dengan baik. ...... Ovarian cancer is the growth of abnormal cells in one or two parts of the ovary. Ovarian cancer is the second gynecological malignant disease throughout the world. In 2013 there were 22,240 patients that 14,030 (15%) died from the ovarian cancer. This report aimed to provide an overview of the implementation of maternity nursing specialist practice in carrying out its role as an educator~ a protector, a manager, a collaborator, a communicator, a counselor, a coordinator, an agent of change and a researchers in providing nursing care to the ovarian cancer clients using Roy adaptation theory. Roy adaptation nursing theory model was effectively performed in both cases of women with ovarian cancer, the application of the theory helped to solve the nursing problem in the acute phase and in the recovery phase. The combination of Loss & Grieving and Roy Adaptation Theory could help ovarian cancer clients to maintain their psychological state in the receiving phase. The author was able to achieve the target competencies in maternity nursing residency clinical practice successfully.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zakiah Tourik
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Tumor ganas sel germinal ovarium jarang terjadi, hanya 5 dari keganasan ovarium. Terjadi pada remaja dan dewasa muda, dimana 65 kasus ditemukan pada stadium I. Disgerminoma merupakan jenis Histopatologi yang tersering, dengan kesintasan mencapai 100 . Pada non disgerminoma kesintasan mencapai 85 . Di Indonesia, khususnya RSCM belum ada laporan terbaru mengenai tumor ganas sel germinal ovarium.Tujuan. Mengetahui sebaran meliputi karateristik, penatalaksanaan dan kesintasan 3 tahun pasien tumor ganas sel germinal ovarium di RSCM tahun 2011 ndash; 2013.Metode. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang dengan mengambil data sekunder dari rekam medis dan mewawancarai pasien atau keluarga pasien via telepon atau kunjugan rumah.Hasil. Pada penelitian ini, dari 24 subjek penelitian, 54,2 ditemukan pada usia 20-40 tahun dan 58,3 subjek belum menikah. Sebanyak 83,3 datang dengan keluhan perut membesar. Secara histopatologi didapatkan jenis disgeminoma, tumor sel germinal campuran, sinus endodermal yolk sac dan teratoma imatur dengan proporsi masing-masing 50 , 25 , 16,7 dan 8,3 , sebagian besar kasus 50 ditemukan pada stadium I. Conservative surgical staging dan kemoterapi adjuvan tatalaksana pilihan. Terdapat 2 subjek jenis disgerminoma yang diberikan dengan kemoterapi neoadjuvan regimen Bleomycin, Etoposide, Cisplatin dan cyclophosmide-cisplatin memberikan respon yang baik. Kesintasan ge; 3 tahun pada jenis disgerminoma mencapai 83,3 , pada tumor sel germinal campuran 100 dan pada teratoma imatur mencapai 50 .Kesimpulan. Pada tumor ganas sel germinal ovarium conservative surgical staging diikuti kemoterapi lengkap merupakan pilihan terapi dengan kesintasan ge; 3 tahun mencapai > 70 .
Background.
ABSTRACT
Malignant ovarian germ cell tumor is a rare event, occurring in 5 of total ovarian malignancy. This type of malignancy affects young adult and 65 cases is detected in stage I. Dysgerminoma is the most common histopathology finding with survival rate of 100 . In non-dysgerminoma type, survival type reaches 85 . In Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, there is no recent report on malignant ovarian germ cell tumor. Methods. To determine prevalence of malignant ovarian germ cell tumor in term of characteristics, management, and 3-year survival rate in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from 2011 to 2013. Results. We collected data from 24 subjects. As many as 54.2 subjects were between 20 to 40 year old and 58.3 was single. Around 83.3 of total subjects came with chief complaint of abdominal enlargement. Histopathology finding confirmed dysgerminoma in 50 subjects, mixed ovarian germ cell tumor in 25 , endodermal sinus tumor or yolk sac tumor in 16.7 , and immature teratoma in 8.3 . Half of the cases were found in stage I. The main therapy was conservative surgical staging and adjuvant chemotherapy. In 2 subjects with dysgerminoma, neoadjuvant chemotherapy Bleomycin, Etoposide, Cisplatin, and cyclophosmide-cisplatin regimen resulted in good response. The 3-year survival rate was 83.3 in dysgerminoma, 100 in mixed ovarian germ cell tumor, and 50 in immature teratoma. Conclusion. In malignant ovarian germ cell tumor, conservative surgical staging followed by complete course of chemotherapy is the treatment of choice with 3-year survival rate exceeding 70 .
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Meitri A. R. P.
Abstrak :
Latar belakang: Angka kematian akibat kanker ovarium mencapai 54%. Hal ini dikarenakan sebagian besar kasus kanker ovarium datang pada stadium lanjut dan membutuhkan kualitas pembedahan prima untuk mencapai sitoreduksi optimal. Prediksi luaran operasi menjadi penting sebagai bahan pertimbangan antara benefit operasi dan morbiditas perioperatifnya. Salah satu model yang memprediksi luaran operasi dikembangkan oleh Suidan dkk. Skor prediksi ini melibatkan berbagai senter ginekologi onkologi, dilakukan secara prospektif dengan akurasi 75.8%. Untuk itu, dibutuhkan validasi terhadap model prediksi ini. Tujuan: Menilai sensitivitas dan spesifisitas skor prediksi luaran operasi yang dikembangkan oleh Suidan dkk. pada pasien-pasien dengan kanker ovarium stadium III dan IV dengan cut-off point 9 dan beberapa cut-off point lainnya. Metode: Penelitian observasional non-eksperimental dilakukan secara kohort (prospektif Januari 2018 - Mei 2019 dan retrospektif Januari 2015 - Desember 2017) di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta-Indonesia. Subjek penelitian adalah pasien-pasien dengan kanker ovarium stadium lanjut (stadium FIGO III dan IV) yang dilakukan operasi debulking primer. Validasi eksternal dilakukan pada skor Suidan yang menggunakan 3 parameter klinis dan 8 parameter hasil CT-Scan. Selain itu, 3 kriteria klinis dan 5 gambaran CT-Scan/MRI yang juga dicatat sebagai data tambahan. Hasil: Diperoleh 57 subjek, terdiri dari 28 operasi suboptimal dan 29 operasi optimal. Skor dengan cut-off point 7 memiliki nilai sensitivitas 60,71% dan spresifisitas 75,68% (OR 4,86; 95% CI 1,55-15,18) dan akurasi 68,42%. Cut-off point ini lebih baik dibandingkan cut-off point 9 pada penelitian aslinya (sensitivitas 53,56% dan spresifisitas 75,68% dan akurasi 64.91%). Berdasarkan analisis bivariat dan multivariat dikembangkan skor lokal menggunakan beberapa parameter; kadar albumin darah < 3,5 g/dL (skor 2), gambaran massa pada porta hepatis atau kantung empedu (skor 1), lesi pada subkapsular hepar atau intraparenkim hepar (skor 4), dan omental cake yang luas (skor 4). Hasil signifikan tampak pada analisis mean skor yang lebih tinggi pada operasi suboptimal (7,61 ± 3,19) dan nilai akurasi 86%. Pada cut-off point 7, sensitivitas dan spesifisitas yang dihasilkan adalah 85,71% dan 72,22% dengan akurasi 77,19%. Simpulan: Skor Suidan dkk. belum dapat diterapkan di RSCM karena sensitivitas dan spesifisitas yang relatif rendah. Skor lokal dengan cut-off point 7 pada penelitian ini dapat dikembangkan untuk penggunaannya lebih lanjut. ......Background: Optimal cytoreduction operation and chemotherapy are the cornerstone management of advanced stage ovarian cancer. The mortality of ovarian cancer is as high as 54%. Ovarian cancer is mostly present at late stage and in need of excellent cytoreductive surgery if not extensive surgery to reach optimal debulking. Prediction of cytoreduction outcome is necessary to be incorporated in advanced ovarian cancer management to aim for optimal cytoreduction with minimal morbidity. One of the predictive models established by Suidan et. al. (multicenter prospective trial with accuracy 75.8%) could act as an alternative non-invasive model and should be validated. Objectives: To determine sensitivity and specificity score developed by Suidan et.al. on patients with stage III and IV ovarian cancer. Methods: Observation non-experimental study was conducted (prospectively January 2018 – May 2019 and restrospectively January 2015 – December 2017) at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Jakarta-Indonesia after ethical clearance. Subjects are patients with ovarian cancer FIGO stage III and IV who underwent primary debulking surgery. External validation was performed for Suidan’s score which used 3 clinical parameters and 8 CT-scan parameters. Moreover, three other clinical features and five other advanced imaging results were included. Results: Fifty-seven subjects were included, consist of 28 suboptimal debulking and 29 optimal debulking. Score with cut-off point 7 has sensitivity value 60.71% and specificity of 75.68% (OR 4.86; 95% CI 1.55-15.18) with accuracy 68.42%. They were better than original cut-off points 9 (sensitivity 53.56%, specificity 75,68%, and accuracy 64.91%). Based on bivariate and multivariate results, local score was developed and established with several parameters; blood albumin < 3.5 g/dL (score 2), image of mass on porta hepatis and gall bladder (score 1), lesion of subcapsular and intraparenchymal liver, and vast omental cake (score 4). Mean of the score was significantly higher on suboptimal debulking (7.61 ± 3.19) with accuracy 86%. Cut-off points 7 showed sensitivity value of 86.71% and specificity 0f 72.22% (accuracy 77.19%). Conclusion: The Suidan’s prediction score could not provide good sensitivity and specificity to be used at RSCM. Local score should be developed to be used at RSCM, the local score in this study could be sat as a beginning.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganot Sumulyo
Abstrak :
Latar Belakang: Kanker ovarium merupakan salah satu keganasan dengan kematian tertinggi pada wanita di seluruh dunia. Seringkali pasien dating dengan stadium lanjut dan memerlukan penanganan segera. Akan tetapi, terdapat berbagai penyebab terjadinya pemanjangan waktu tunggu operasi. Hal ini mungkin dapat menyebabkan perburukan klinis saat dilakukan tindakan operatif pada pasien. Tujuan: Menentukan hubungan antara lama waktu tunggu operasi dengan perburukan klinis pada pasien kanker ovarium stadium lanjut. Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia pada Januari 2019 hingga Juni 2019. Pasien kanker ovarium stadium lanjut yang dilakukan tindakan operatif diikutsertakan pada penelitian. Pasien yang terbukti tidak memiliki kanker ovarium stadium lanjut pada pemeriksaan histopatologi atau memiliki penyakit komorbiditas berat lainnya dieksklusi dari penelitian. Karakteristik dasar, waktu tunggu, status performa berdasarkan ECOG score, kadar haemoglobin dan albumin dasar, status nyeri, dan indeks massa tubuh dikumpulkan dan dilakukan analisis secara statistik. Hasil: Didapatkan 90 subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Didapatkan 25,6% subyek mengalami perburukan status performa, 11,1% mengalami perburukan haemoglobin, 61,1% mengalami perburukan albumin, 14,4% mengalami perburukan nyeri, 32,2% mengalami perburukan indeks massa tubuh, dan 77,8% mengalami perburukan klinis. Didapatkan nilai cutoff 73 hari untuk menentukan pemanjangan waktu tunggu operasi. Kesimpulan Terdapat hubungan bermakna antara waktu tunggu terapi dengan perburukan klinis pasien kanker ovarium stadium lanjut. ......Background: Ovarian cancer is one of the highest fatalities for cancer in women worldwide. Patients often come in an advanced stage and require immediate treatment. However, there are various causes for the extension of the waiting time for surgery. This might cause clinical deterioration during the operation. Objective: To determine the relationship between the length of time waiting for surgery and clinical deterioration in patients with advanced ovarian cancer. Methods: A retrospective cohort study conducted at the National Center General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia from January 2019 to June 2019. Patients with advanced stages of ovarian cancer who performed operative measures were included in the study. Patients who were proven not having advanced ovarian cancer on histopathological examination or had other severe comorbidities were excluded from the study. Baseline characteristics, waiting time, performance status based on ECOG score, haemoglobin and albumin levels, pain status, and body mass index were collected and analyzed statistically. Results: There were 90 study subjects who met the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria. A total of 25.6% of subjects experienced a worsening of performance status, 11.1% experienced worsening of hemoglobin, 61.1% experienced worsening of albumin, 14.4% experienced worsening pain, 32.2% experienced a worsening of body mass index, and 77.8% experiencing clinical deterioration. A cutoff value of 73 days is obtained in order to determine the lengthening of the operating waiting time. Conclusion There is a significant relationship between the waiting time of therapy with clinical deterioration in patients with advanced ovarian cancer.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caecilia Herawati S.R. Dewi
Abstrak :
Latar belakang: Kanker ovarium merupakan penyebab kematian kelima terbanyak karena kanker pada wanita. Diperlukan uji diagnostik preoperatif dan intraoperatif yang tajam dan akurat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas karena kanker ovarium. Tujuan: Mengetahui nilai diagnostik RMI, Skor Purwoto, dan potong beku terhadap pemeriksaan histopatologi pada tumor ovarium suspek ganas. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) dari data sekunder yang berasal dari 114 rekam medis pasien suspek keganasan ovarium yang menjalani pembedahan antara bulan Januari 2010 hingga Desember 2010 di RSCM. Hasil: Nilai diagnostik untuk RMI adalah sensitivitas 85%, spesifisitas 63%, NDP 68%, NDN 82%, RKP 2,29, RKN 0,23, akurasi 74%, dan AUC 0,800. Nilai diagnostik untuk Skor Purwoto adalah sensitivitas 80%, spesifisitas 59,3%, NDP 65%, NDN 76%, RKP 1.97, RKN 0,34, akurasi 69%, dan AUC 0,780. Nilai diagnostik untuk potong beku adalah sensitivitas 93%, spesifisitas 98%, NDP 98%, NDN 94%, RKP 54,7, RKN 0,07, akurasi 96%, dan AUC 0,968. Kesimpulan: RMI dan skor Purwoto dapat digunakan untuk evaluasi diagnostik keganasan ovarium praoperatif. Meskipun telah dilakukan evaluasi kemungkinan keganasan praoperatif, tetap diperlukan pemeriksaan potong beku. Hasil evaluasi RMI dan Skor Purwoto jinak dapat ditatalaksana di pusat pelayanan dengan fasilitas yang tidak memerlukan surgical staging. Meskipun hasil evaluasi RMI dan skor Purwoto jinak sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan potong beku untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan yang masih belum dapat dibuktikan dengan pasti melalui evaluasi praoperatif. ...... Introduction: Ovarian cancer is the fifth leading cause of death from cancer in women. The sharp and accurate preoperative and intraoperative diagnostic tests are needed in reducing morbidity and mortality due to ovarian cancer. Purpose: This study aims to determine the diagnostic value of RMI, Purwoto Score, and frozen section compared to histopathologic examination in suspected malignant ovarian tumors. Methods: This study used cross-sectional design of secondary data from the medical records of 114 patients with suspected ovarian malignancy who underwent surgery between January 2010 and December 2010 at Cipto Mangunkusumo Hospital. Results: The diagnostic value for RMI are sensitivity 85%, specificity 63%, PPV 68%, NPV 82%, positive likelihood ratio 2.29, negative likelihood ratio 0.23, accuracy 74%, and AUC 0,800. Diagnostic value for Purwoto Score are sensitivity 80%, specificity 59.3%, PPV 65%, NPV 76%, positive likelihood ratio 1.97, negative likelihood ratio 0.34, accuracy 69%, and AUC 0.780. Diagnostic value of frozen section are sensitivity 93%, specificity 98%, PPV 98%, NPV 94%, positive likelihood ratio 54.7, negative likelihood ratio 0.07, accuracy 96%, and AUC 0.968. Conclusion: RMI and Purwoto Score can be used for preoperative diagnostic evaluation of ovarian malignancies. Although it has been performed preoperative evaluation of malignancy, is still required frozen section examination. Benign case of RMI and Purwoto Score can be managed at the service center with facilities that do not require surgical staging and still need to be confirmed with frozen section examination to rule out malignancy that still has not been proven with certainty through preoperative evaluation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huthia Andriyana
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk memperoleh upaya preservasi fungsi ovarium yang efektif dengan penilaian apoptosis sel granulosa. Vitrifikasi korteks ovarium menjadi pilihan dalam upaya mempertahankan fungsi reproduksi wanita penderita kanker karena dengan teknik ini dapat disimpan banyak folikel primordial, dilakukan kapan saja saat siklus haid tanpa penundaan terapi kanker dan dapat dilakukan untuk pasien prepubertas dan belum menikah. Penelitian vitrifikasi korteks ovarium masih terbatas pada hewan coba serta belum terdapat data yang menilai kejadian apoptosis sel granulosa pasca vitrifikasi korteks ovarium manusia yang dilihat dari ekspresi gen terkait apoptosis. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimental yang dilaksanakan di Departemen Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Fatmawati Jakarta dalam rentang waktu Maret 2012 hingga Mei 2015. Korteks ovarium didapatkan dari tiga belas pasien berusia 31-37 tahun yang menjalani ooforektomi atas indikasi ginekologis. Secara morfologi, folikel dari korteks ovarium segar tidak terdapat perbedaan dibandingkan dengan dari korteks ovarium pasca vitrifikasi. Rerata ekspresi protein Bax dari korteks ovarium segar yang dinilai dalam bentuk H-score adalah 1,66 ± 0,14 dibandingkan 1,68 ± 0,13 pada ovarium pasca vitrifikasi (p = 0,165). Sedangkan rerata ekspresi protein Bcl-2 dari korteks ovarium segar adalah 1,73 ± 0,10 dibandingkan 1,71 ± 0,10 pada ovarium pasca vitrifikasi (p = 0,068). Vitrifikasi korteks ovarium terbukti tidak menyebabkan peningkatan ekspresi gen Bax dan Bcl-2. ......The aim of this study was to obtain the effective method of ovarian function preservation with granulose cell apoptosis assessment. Ovarian tissue vitrification became a method for ovarian function preservation in women with cancer. This technique can be done anytime without delay on cancer therapy, in prepubertal and unmarried patient. It also can store many primordial follicles. Ovarian tissue vitrification study is still limited to animal test and there was no data about apoptosis assessment after ovarian vitrification in human ovary. This is a quasi experimental study which was held in Department of Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine Universitas Indonesia - Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital and Fatmawati Hospital Jakarta from March 2012 to May 2015. Ovaries from thirteen women between 31-37 years of age who underwent oophorectomy with gynecological indication were examined. There were no difference morphologically between follicles from fresh and warmed-vitrified ovaries. The mean protein Bax expression on the fresh ovaries which assessed in the form of H-score was 1,66 ± 0,14 compared to 1,68 ± 0,13 on the warmed-vitrified grup (p = 0,165). The mean protein Bcl-2 expression on the fresh ovaries which assessed in the form of H-score was 1,73 ± 0,10 compared to 1,71 ± 0,10 on the warmedvitrified grup (p = 0,068). As a conclusion, it was shown that vitrification did not affect Bax and Bcl-2 expression on human ovary.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>