Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anindita Suputri
Abstrak :
Latar belakang: Remodeling jantung pasca Infark Miokard Akut (IMA-ST) dipercaya sebagai penyebab masih tingginya angka komplikasi gagal jantung walaupun sudah diberikan terapi standar dan tatalaksana revaskularisasi. Matriks ekstraseluler (EKM) memiliki peranan penting dalam proses remodeling. Nekrosis miokard menyebabkan peningkatan kadar matriks metalloproteinase (MMPs) yang akan mendegradasi EKM. Berbagai studi eksperimental, menunjukkan bahwa inhibisi MMPs memberikan manfaat pada proses remodeling. Doksisiklin merupakan penghambat MMPs poten yang telah memberikan efek menjanjikan terhadap remodeling pada hewan coba dan uji klinis tidak tersamar. Tujuan: Mengetahui efek doksisiklin terhadap struktur dan fungsi ventrikel sebagai penanda remodeling pada IMA-ST yang telah menjalani IKPP. Metode: Penelitian ini menggunakan desain uji klinis acak tersamar ganda. Pasien IMAST dengan keterlibatan anterior atau Killip 2-3 dengan onset kurang dari 12 jam yang menjalani IKPP terbagi secara acak pada grup Doksisiklin (2x100 mg tablet selama 7 hari) sebagai terapi tambahan dari standar tatalaksana dan grup kontrol. Pemeriksaan ekokardiografi dasar pada saat awal perawatan segera setelah IKPP. Ekokardiografi evaluasi dilaksanakan pada bulan ke 4. Hasil: Terdapat 134 subjek yang masuk dalam penelitian ini. Setelah evaluasi lanjutan, terdapat 8 pasien drop out pada masing-masing grup karena meninggal dan lost to follow up 58 subjek masuk dalam Grup Doksisiklin dan 60 subjek Grup Kontrol. Karakteristik demografis dan klinis kedua grup homogen. Parameter ekokardiografi menunjukkan adanya peningkatan Left Ventricle End-Diastolic Volume Index (D LVEDVi) yang lebih rendah dibandingkan grup kontrol (9,2 (-21-45) mL/m2 vs 16 (-13-62) mL/m2, p=0,008). Selain itu, fungsi fraksi ejeksi (DLVEF) mengalami peningkatan pada grup Doksisiklin (2,36 ± 8,5 vs -2,6 ± 8,4; p 0,005). Persentase Adverse Remodeling lebih sedikit pada grup Doksisiklin. Rentang perbaikan Global Longitudinal Strain (DGLS) lebih besar pada grup Doksisiklin, walaupun statistik tidak bermakna. Angka rehospitalisasi tidak berbeda bermakna pada kedua grup. Kesimpulan: Doksisiklin memberikan efek perbaikan terhadap struktur dan fungsi ventrikel kiri pada pasien IMA-ST yang telah menjalani IKPP
Background: Cardiac remodeling after acute myocardial infarction with ST elevation (STEMI) had been proved as the cause of the increased of heart failure complications despite standard therapy and revascularization management. Extra cellular matrix (ECM) has an important role in the remodeling process. Myocardial necrosis causes increased levels of matrix metalloproteinase (MMPs) which will degrade ECM. Various experimental studies, showed that MMPs inhibition provides benefits in the remodeling process. Doxycycline is a potential MMPs inhibitor that has a promising effect on remodeling in experimental animals and clinical trials. Objective: To determine the effect of doxycycline on the structure and function of ventricles as a remodeling marker in STEMI that had undergone Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI) Methods: We conducted a double-blind randomized control trial. Patients with STEMI anterior or with Killip class 2-3 with onset of less than 12 hours undergoing PPCI were randomly assigned to the group that receiving Doxycycline (100 mg b.i.d for 7 days) as adjunctive therapy from standard management and the group without adjunct therapy. An initial echocardiographic examination was done after PPCI. Further evaluation was held in 4 months after PPCI with an echocardiographic examination, which will be compared between the initial examination and the evaluation. Results: There were 134 subjects included in this study. After further evaluation, there were 8 patients drop out due to death and lost to follow up. Doxycycline group has 58 and 60 subjects in Control group. Demographic and clinical characteristics of both groups are homogeneous. Echocardiographic parameters showed change in Left Ventricle End-Diastolic Volume Index (D LVEDVi) significantly lower in Doxycycline group (9.2 (-21-45) mL/m2 vs. 16 (-13-62) mL/m2, p 0.008). In addition, the change of ejection fraction (D LVEF) increased in the doxycycline group (2.36 ± 8.5 vs -2.6 ± 8.4, p 0.005).The percentage of Adverse Remodeling is smaller in the Doxycycline group (70% vs 83%) and the range of D Global Longitudinal Strain (DGLS) is greater in Doxycycline group, although both not statistically significant. Rehospitalization was not significantly different between two groups. Conclusion: Doxycycline had effect in improving structure and function of the left ventricle in STEMI patients who have undergone PPCI
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Apriyani
Abstrak :
Intervensi yang dilakukan untuk Penyakit jantung Koroner (PJK) adalah reperfusi miokard dengan tindakan Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Namun paska tindakan PCI dapat terjadi risiko infark miokard dan restenosis sehingga kepatuhan perawatan diri penting pada pasien Post PCI. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawatan diri pada pasien Post PCI. Desain penelitian ini menggunakan desain non eksperimental jenis cross sectional. Responden sebanyak 90 orang yang diperoleh melalui teknik consecutive sampling. Analisa data yang dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat (regresi logistik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawatan diri secara signifikan adalah usia (p= 0.05, α=0.05), jaminan kesehatan (p= 0.020, α=0.05), dukungan keluarga (p=<0.001, α=0.05), keyakinan terhadap pengobatan (p= 0.018, α=0.05) dan motivasi (p=0.032, α=0.05). Sedangkan pada analisa multivariat, faktor yang paling berhubungan dengan kepatuhan perawatan diri Post PCI adalah dukungan keluarga. Implikasi dalam keperawatan adalah memberikan edukasi yang sesuai dengan kebutuhan pasien dengan melakukan skrining sebelumnya dan melibatkan keluarga dalam pemberian edukasi ......The intervention for coronary heart disease (CHD) is myocardial reperfusion with Percutaneous Coronary Intervention (PCI). However after PCI, there are a lot of risk such as myocardial infarction and restenosis, so self-care adherence is important for patients after PCI. This study aimed to identify factors related with self-care adherence in post-PCI patients. A non-experimental design with cross-sectional approach was used in this research. while 90 respondents were obtained through consecutive sampling technique. Data analysis was using univariate, bivariate and multivariate (logistical regression). The results showed that age (p= 0.05, α=0.05), health insurance (p= 0.020, α=0.05), family support (p=<0.001, α=0.05), medication beliefs (p=0.018, α=0.05) and motivation (p=0.032, α=0.05) had significant relationship with self care adherence. Family support was the dominant factor associated with self care adherence. Implication for nursing is providing education that focused on patient’s needs by performing screening and involving family in providing education.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Lukman Hakim
Abstrak :
Introduction and Objectives: Supine Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) is believed to provide more limited space for percutaneous access than prone position. This disadvantage is usually fixed by modifying the supine position with supporting pad. Our study aims to compare the safety, efficacy, and other surgical outcomes of supine PCNLs performed with and without the use of supporting pad Method: This study was a retrospective study in patients who undergone PCNL procedure with supine position for renal stones with all sizes between January - December 2019. Divided into two groups, operated with and without supporting pad, with 13 and 14 patients respectively. Several parameters such as operation duration, intraoperative blood loss, post operative double J stent usage, stone free rate dan length of stay were observed. Results: There were 27 patients, as subjects of the study. Our observation showed no statistically significant difference between the two groups, although blood loss and length of stay in supporting pad showed better results. Statistically significant difference was found in stone-free-rate (P=0.006) favoring in supine PCNL with supporting pad. Conclusion: Supine PCNL with support padding may be a safe and more effective choice to treat renal stones. Nevertheless, patient’s anatomic variations may influence this. Thus, a prospective study with a larger population is needed to verify our outcomes. ...... Pendahuluan dan tujuan: Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) posisi supine memiliki kelemahan akses perkutan yang lebih terbatas dibandingkan posisi prone. Hal ini biasanya diatasi dengan modifikasi posisi supine menggunakan bantalan penopang. Penelitian kami bertujuan membandingkan keamanan, efikasi, dan luaran surgikal lainnya dari PCNL posisi supine dengan dan tanpa bantalan penopang. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif terhadap pasien yang menjalani prosedur PCNL posisi supine untuk tatalaksana batu ginjal dengan berbagai ukuran pada Januari-desember 2019. Pasien tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang dioperasi menggunakan bantalan penopang dan kelompok tanpa bantalan penopang, masing-masing berjumlah 13 dan 14 pasien. Beberapa parameter diamati antara lain durasi operasi, perdarahan intraoperatif, penggunaan double J stent post operasi, stone free rate dan lama rawat. Hasil: Ada 27 pasien yang diteliti pada penelitian ini. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok dari hasil observasi, meskipun perdarahan dan lama rawatan lebih baik pada kelompok dengan bantalan penopang. Perbedaan yang signifikan secara statistik terlihat pada angka bebas batu yang lebih baik pada kelompok dengan bantalan penopang (P=0.006). Kesimpulan: PCNL posisi supine dengan bantalan penopang merupakan pilihan yang aman dan lebih efektif dalam mengatasi batu ginjal. Meskipun demikian, variasi anatomi pasien dapat mempengaruhi hal ini. Dibutuhkan penelitian prospektif dengan populasi yang lebih besar untuk verifikasi hasil penelitian kami.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Joel Herbet Marudut Hasiholan
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang : Setengah pasien IMA-EST yang menjalani intervensi koroner perkutan primer(IKPP) memiliki multivessel disease. Rekomendasi saat ini hanya menganjurkan intervensi pada arteri terkait infark pada saat IKPP. Revaskularisasi selanjutnya pada stenosis signifikan lainnya dapat dilakukan dengan intervensi koroner perkutan (IKP) atau bedah pintas arteri koroner (BPAK). Namun sampai saat ini belum ada panduan pemilihan tindakan paska IKPP dengan multivessel disease. Tujuan : Mendapatkan data yang akurat tentang mortalitas IKP dan BPAK pada stenosis multipel paska IKPP. Melalui data ini diharapkan didapatkan rekomendasi yang sesuai tentang pilihan strategi pada stenosis multipel paska IKPP. Metode : Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif observasional. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) dengan mengambil data dari rekam medis. Durasi data yang diambil dari 01 Januari 2011 - 31 Desember 2014. Data karakteristik dasar, data klinis, dan angiografi dicatat dari rekam medis dan melalui wawancara melalui telepon. Data kemudian diolah dengan analisis bivariat dan multivariat untuk melihat hubungan kedua jenis tindakan dan mortalitas. Hasil Penelitian : Terdapat 177 pasien yang memenuhi kriteria dengan 141 pasien yang dilakukan IKP dan 36 pasien dilakukan BPAK paska IKPP. Karakteristik dasar tidak berbeda diantara kedua kelompok. Data klinis dan angiografi menunjukkan perbedaan culprit lesion (p=0,007), residual lesion (p<0,001), dan jumlah vessel (p<0,001). Data pre tindakan ulang menunjukkan perbedaan interval waktu tindakan (p=0,042) dan lesi Left Main (LM) atau proksimal left anterior descending (LAD) (p=0,032). Mortalitas terjadi pada 14,2% pada kelompok IKP dan 27,8% pada kelompok BPAK (RR 1,96; 95% IK 1,01-3,81). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa diabetes mellitus (RR 1,18; 95% IK 1,03-1,36), fraksi ejeksi (RR 1,18; 95% IK 1,01-1,38), lesi residual LM atau proksimal LAD (RR 2,43; 95% IK 1,08-5,48), dan nilai kreatinin saat tindakan ulang (p=0,027) memiliki pengaruh terhadap mortalitas selain BPAK. Hasil multivariat regresi logistik biner dan cox regression didapatkan bahwa DM (aOR 2,67; 95% IK 1,145-6,248), lesi LM atau proksimal LAD (aOR 2,49; 95% IK 1,078-5,762), dan fraksi ejeksi (aOR 2,43; 95% IK 1,067-5,567) yang berpengaruh terhadap mortalitas. Kesimpulan : Mortalitas BPAK dan IKP tidak berbeda secara statistik pada pasien paska IKPP dengan multivessel disease. Perbedaan angka mortalitas disebabkan karena adanya perbedaan lesi residual pada LM atau proksimal LAD yang dari awal merupakan karakteristik pre tindakan ulang yang berbeda diantara kedua kelompok. DM dan fraksi ejeksi konsisten menyebabkan mortalitas pada kedua kelompok dan tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok
ABSTRACT Background : Almost half of the patients with STEMI that undergo Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI) have multivessel disease. Currently, the only recommendation is to intervene in the infarct related artery at the time of PPCI. The next revascularization on other significant stenosis can be done with Percutaneous Coronary Intervention (PCI) or Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). However, the guideline in selecting intervention post PPCI with multivessel disease is currently unavailable. Objective : To obtain accurate data of mortality in PCI and CABG on patient with multivessel disease post PPCI. The data is expected to obtain reasonable recommendation of selection strategy on multiple stenosis post PPCI. Methods : This study is an observational retrospective cohort. The research was done by retrieving medical record data of catheterization laboratory divison at the Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) from 1st January 2011 to 31st December 2014. Basic characteristics data, clinical data , and angiography were recorded from medical records and interviewes through telephone. The data is then processed by bivariate and multivariate analyzes to obtain the relationship between two types of modality and mortality. Results : There were 177 eligible post PPCI patients, 141 patients undergoing PCI and 36 patients undergoing CABG. The baseline characteristics are no different between the two groups. Clinical data and angiography show a difference culprit lesion (p = 0.007), residual lesions (p<0.001), and the number of vessel (p <0.001). Pre intervention data shows the intervention time interval difference (p = 0.042) and the Left Main lesion (LM) or proximal left anterior descending (LAD) (p = 0.032). Mortality occurred in 14.2% and 27.8% in the PCI and CABG group (RR 1.96; 95% CI 1.01 to 3.81). The results of bivariate analyzes shows that diabetes mellitus (RR 1.18; 95% CI 1.03 to 1.36), ejection fraction (RR 1.18; 95% CI 1.01 to 1.38), residual lesions LM or proximal LAD (RR 2.43; 95% CI 1.08 to 5.48), and creatinine values before intervention (p = 0.027) had an significant influence on mortality other than CABG. The results of multivariate binary logistic regression and cox regression shows that DM (aOR 2.67; 95% CI 1.145 to 6.248), LM or proximal LAD lesion (aOR 2.49; 95% CI 1.078 to 5.762), and ejection fraction (aOR 2 , 43; 95% CI 1.067 to 5.567) effect on mortality. Conclusion : Mortality in PCI and CABG were not statitically different for the post PPCI patients with multivessel disease. The difference on mortality was caused by the difference of residual lesions on the LM or proximal LAD which is the characteristic of different pre reintervention in the two types of modality. DM and the ejection fraction were consistently cause mortality in both groups and not significantly different in both groups
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Aditya Agita
Abstrak :
Latar Belakang : Pasien infark miokard akut dengan elevasi segmen ST IMAEST yang mengalami revaskularisasi dengan intervensi koroner perkutan primer IKPP dapat terjadi cedera reperfusi yang mempengaruhi prognosis. Penelitianpada model hewan menunjukkan ticagrelor melindungi jantung dari cederareperfusi, namun demikian belum ada penelitian pada manusia yang menguji halini. Tujuan : Membandingkan pengaruh antara ticagrelor dengan clopidogrelterhadap cedera reperfusi yang diukur melalui kadar puncak high sensitivetroponin T hs-cTnT pada pasien IMA-EST yang mengalami revaskularisasi. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental acak tersamar gandayang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita padabulan Agustus 2016 sampai November 2016. Pasien IMA-EST yang akanmenjalani IKPP dirandomisasi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok yangmendapatkan loading ticagrelor 180 mg dilanjutkan dosis rumatan 2x90 mg danyang mendapatkan loading clopidogrel 600 mg dilanjutkan dosis rumatan 1x75mg sebelum IKPP. Dilakukan pemeriksaan hs-cTnT 8 jam pasca dilatasi balonkateter pertama. Hasil Penelitian : Terdapat total 60 subyek, 30 subyek kelompok ticagrelor dan30 subyek kelompok clopidogrel. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antaraticagrelor dengan clopidogrel terhadap kadar puncak hs-cTnT 9026 5026 ng/Lvs 9329 4664 ng/L, nilai p 0,809. Kesimpulan : Ticagrelor tidak menyebabkan kadar puncak high sensitivetroponin T yang lebih rendah bila dibandingkan dengan clopidogrel pada pasienIMA-EST yang mengalami revaskularisasi. ......Background : Reperfusion injury influence prognosis in ST elevation myocardialinfarction STEMI patients after primary percutaneous coronary intervention PPCI . Previous study on animal models showed that ticagrelor may haveprotective effect on the heart by reducing reperfusion injury. However, no studyon humans has ever been done to confirm this. Aim : To compare the effect of ticagrelor with clopidogrel on reperfusion injurycalculated by peak high sensitive troponin T hs cTnT in STEMI patients whounderwent revascularization. Methods : This was a randomized controlled trial done in NationalCardiovascular Center Harapan Kita from August 2016 to November 2016.STEMI patients who underwent PPCI was randomized to either ticagrelor loadingdose 180 mg with maintenance of 2x90 mg or clopidogrel loading dose 600 mgwith maintenance of 1x75mg group. Peak hs Troponin T was measured 8 hoursafter first balloon dilatation. Results : Sixty subjects was included in the study, 30 subjects in the ticagrelorgroup and 30 subjects in the clopidogrel group. There were no difference betweenticagrelor vs clopidogrel on peak hs cTnT levels 9026 5026 ng L vs 9329 4664 ng L, p value 0,809. Conclusion : Ticagrelor does not cause a lower peak high sensitive troponin Tlevel compared to clopidogrel in STEMI patients who underwentrevascularization.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55633
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tessa Oktaramdani
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Kondisi iskemia pada penyakit jantung koroner (PJK) berkorelasi dengan disfungsi sistem saraf otonom. Revaskularisasi melalui percutaneous coronary intervention (PCI) dapat mengembalikan keseimbangan fungsi saraf otonom dan memperbaiki prognosis. Di sisi lain, perasaan cemas yang muncul menjelang prosedur PCI, dapat memicu hiperaktivitas simpatis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ansietas terhadap perbaikan heart rate variability (HRV), sebuah teknik non-invasif untuk mengevaluasi aktivitas sistem saraf otonom; setelah tindakan PCI. Metode. Studi dengan desain potong lintang, korelasi pretest-posttest; melibatkan 44 subjek dengan PJK stabil yang menjalani PCI elektif di Pelayanan Jantung Terpadu, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Pengukuran HRV dilakukan sebelum PCI, kemudian diulang pasca tindakan PCI. Ansietas dinilai menggunakan kuesioner hospital anxiety depression score (HADS). Pengolahan data serta analisis statistik dilakukan dengan bantuan software SPSS 20.0. Hasil. Sebanyak 54,5% subjek mengalami ansietas saat akan menjalani PCI. Pada kelompok tanpa ansietas, ditemukan perbaikan signifikan pada parameter HRV sebelum-setelah PCI; yaitu SDNN [standard deviation of normal to normal intervals] (Median = 26,19 vs. Median = 39,60 ; Z = -3,621 ; p < 0,001) dan parameter RMSSD [root mean square of the successive differences] (Median = 21,90 vs. Median = 30,99; Z = -2,501; p = 0,012). Sementara itu, tidak didapatkan perbaikan bermakna parameter HRV sebelum-setelah PCI, pada kelompok ansietas. Terdapat perbedaan bermakna pada kenaikan nilai SDNN antara kelompok tanpa ansietas dibandingkan dengan kelompok ansietas ansietas (Median = 9,11 vs. Median = 2,83 ; U = 154,00 ; p = 0,043). Simpulan. Ansietas yang terjadi sebelum PCI elektif dapat menghambat perbaikan HRV pasca tindakan sehingga mempengaruhi prognosis penyakit. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai peranan terapi ansietas menjelang PCI dihubungkan dengan luaran klinis serta prognosis pasca PCI.
ABSTRACT
Background. Chronic ischemic condition in coronary artery disease (CAD) was associated with autonomic dysfunction. Percutaneous coronary intervention (PCI) could restore perfusion so that improving autonomic balance and disease prognosis. On the other hand, pre-PCI anxiety was known to produce sympathetic hyperactivity. The aim of this study was to determine whether pre-PCI anxiety may influence heart rate variability (HRV) improvement, a noninvasive technique for the evaluation of the autonomic nervous system activity; after successful PCI. Methods. A cross sectional studies, pretest-posttest correlation; enclose 44 patients with stable CAD undergoing PCI in Integrated Heart Service, Cipto Mangunkusumo National Hospital. HRV measurement was done before and after PCI. Anxiety symptoms was collected using hospital anxiety depression score (HADS) questionnaires. Data input and statistical analysis was carried out using SPSS 20.0 for Windows. Results. As many as 54.5% stable CAD patients undergoing elective PCI experienced anxiety symptoms. In the anxiety group, there were significant post-PCI improvement of SDNN [standard deviation of normal to normal intervals] (Median = 26.19 vs. Median = 39.60; Z = -3.621; p < 0.001) and RMSSD [root mean square of the successive differences] (Median = 21.90 vs. Median = 30.99; Z = -2.501; p = 0.012). Post-procedure HRV improvement was not significant in patients with anxiety symptoms. There was significant difference of the SDNN improvement between non-anxiety and anxiety patients (Median = 9.11 vs. Median = 2.83; U = 154.00; p = 0.043). Conclusions. Pre-PCI anxiety may affect HRV improvement after revascularization thus influence disease prognosis. Further studies are needed to determine the impact of pre-PCI anxiety treatment on cardiac outcomes.
2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Chikita Fredy
Abstrak :
Latar belakang: Pada era intervensi koroner perkutan primer (IKKP), angka kematian akibat infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) berhasil ditekan. Peningkatan angka sintasan tersebut berbanding dengan peningkatan insiden gagal jantung. Proses remodeling pascamiokard infark yang belum sepenuhnya dihambat oleh standar terapi saat ini akan berujung pada kondisi gagal jantung. Doksisiklin sebagai anti-matriks metaloproteinase (MMP) menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah proses remodeling. Biomarker remodeling merupakan surrogate dini yang baik untuk memprediksi kejadian remodeling. Namun, efek doksisiklin terhadap biomarker remodeling dan luaran klins pasien IMA-EST belum diketahui. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek doksisiklin terhadap penurunan kadar biomarker remodeling pascainfark miokard. Metode: Penelitian ini menggunakan desain uji klinis tersamar tripel. Pasien IMA-EST dengan keterlibatan anterior atau Killip 2-3 dengan onset kurang dari 12 jam yang menjalani IKKP terbagi acak kedalam grup yang mendapat doksisiklin 2x100 mg selama 7 hari sebagai tambahan dari standar terapi dan grup dengan standar terapi. Pemeriksaan biomarker (netrofil, hs-Troponin T, hs-CRP, NT-pro BNP) dilakukan saat admisi rumah sakit dan evaluasi intraperawatan. Ekokardiografi dilakuan saat admisi dan hari ke-5 untuk menilai dimensi dan fungsi ventrikel kiri. Hasil: Terdapat 94 subyek yang diikutkan dalam penelitian dan terbagi rata ke dalam kedua grup. Karakteristik demografis dan klinis kedua grup homogen. Grup doksisiklin menujukkan nilai netrofil jam ke-24 yang lebih rendah dibanding grup kontrol (69,1±5,8% vs 71,9±8,0%, p=0,049). Peningkatan hs-Troponin T didapatkan lebih rendah pada kelompok dengan onset lebih dari 6 jam yang mendapatkan doksisiklin, namun tidak pada grup kontrol. Insiden gagal jantung 11,3% lebih rendah pada grup doksisiklin. Perbaikan fraksi ejeksi signifikan didapat pada grup doksisiklin dibanding grup kontrol (4,5±10,4% vs 0,3±10,3%, p=0,05). Peningkatan tersebut lebih besar pada pasien dengan onset lebih dari 6 jam dengan rerata peningkatan 5,9% (95%IK 0,05-11,7%, p=0,048). Kesimpulan: Doksisiklin memiliki efek perbaikan biomarker remodeling ventrikel, terutama netrofil dan hs-troponin T, serta fraksi ejeksi ventrikel kiri. Jumlah insiden gagal jantung lebih rendah pada grup doksisiklin. ......Background: In era of primary percutaneous coronary intervention (PPCI), mortaliry rate was reduced significantly. The increament in survival rate was followed by increament in heart failure cases. Cardiac remodelling after myocardial infarction was not fully anticipated by current therapy hence the patent would suffer for hear failure. Doxycycline as antimatrix metaloproteinase (MMP) inhibitor showed a promising results in modulation cardiac remodelling. Cardiac biomarkers for remodelling are surrogate parameters for early indentifying of remodelling. However, the effect of doxycyline to cardiac remodelling and its clinical implication are unknown. Objective: To determine the effect of doxycycline on cardiac remodelling biomarkers after myocardial infarction. Methods: We conducted triple blinded-randomized control trial. Patients with STEMI anterior or with Killip class 2-3 who underwent PPCI were randomly assigned to doxycycline (100 mg b.i.d for 7 days) in addition to standard therapy or to standar care. Cardiac remodelling biomarkers (neutrophils, hs-Troponin T, hs-CRP, NT-proBNP) were obtained on admission and during hospitalization. Echocardiography were assessed on admission and at 5 days to evaluate left ventricle dimmension and function. Results: There were 94 patients assigned into doxycycline and control group. Baseline demographics and clinical characteristics were comparable between 2 groups. Doxycycline group showed lower percent neutrophils at 12 hours compare to control group (69.1±5.8% vs 71.9±8.0%, p=0.049). hs-Troponin T changes were lower in patients with onset >6 hours who received doxycycline and there were no differences among control group. Heart failure incidence was 11.3% lower in doxycycline group to control group. The improvement of left ventricle ejection fraction was sifnificantly higher in doxycycline group than in control group (4.5±10.4% vs 0.3±10.3%, p=0.05). The imrpovement was even higher in those with onset >6 hours with mean increament of 5.9% (95%CI 0.05-11.7%, p=0.048). Conclusion: Doxycycline had effect in improving cardiac remodelling biomarkers, ie percent neutrophils and hs-Troponin T and left ventricle ejection fraction. Incidence of heart failure was lowe in doxycycline group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Mahathir Akip
Abstrak :
Latar belakang: Polimorfisme Gly972Arg pada gen IRS1 dapat mengganggu fungsi normal endotel dan menyebabkan disfungsi endotel. TIMI flow pasca prosedur IKPP dan jumlah pembuluh darah yang terlibat pada pasien IMA-EST merupakan prediktor mortalitas dan morbiditas selama perawatan. Mekanisme yang menyebabkan adanya perbedaan profil angiografi ini salah satunya dipengaruhi oleh difungsi endotel di tingkat mikrovaskular dan makrovaskular. Penelitian mengenai hubungan antara polimorfisme Gly972Arg pada gen IRS1 dengan TIMI flow pasca prosedur dan jumlah keterlibatan pembuluh darah belum pernah dilakukan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme Gly972Arg pada IRS1 dengan TIMI flow pasca IKPP dan jumlah keterlibatan pembuluh darah pada pasien IMA-EST. Metode: Studi potong lintang pada 104 pasien IMA-EST RSJPDHK yang menjalani IKPP yang masuk pada registri 2018. Pemeriksaan polimorfisme Gly972Arg pada IRS1 dengan menggunakan metode Taqman. Hasil: Terdapat 104 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Subjek dibagi dalam 3 kelompok, yakni grup wildtype/CC (42,3%), heterozigot/CT (49,0%), dan homozigot mutan/TT (8,7%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kelompok mutan (TT) dengan TIMI flow pasca IKPP (OR 0,8; p = 1,000) dan jumlah keterlibatan pembuluh darah (OR 0,3; p = 0,163). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara polimorfisme Gly972Arg gen IRS1 dengan TIMI flow pasca IKPP dan jumlah keterlibatan pembuluh darah pasien IMA EST.
Background: Gly972Arg polymorphism of IRS1 gene can interfere with normal endothelial function and cause endothelial dysfunction. TIMI flow after the primary percutaneous intervention procedure and the number of coronary vessels involved in STEMI patients are predictors that determine mortality and morbidity during treatment. The mechanism that causes this difference in angiographic profile is influenced by endothelial dysfunction at the microvascular and macrovascular levels. Research on the relationship between Gly972Arg polymorphisms of IRS1 gene with TIMI flow post procedure and the amount of blood vessel involvement has not been carried out. Objective: We sought to define whether Gly972Arg polymorphisms of IRS1 gene may affect TIMI flow after primary percutaneous intervention and number of coronary vessel involved. Methods: Cross-sectional study design of 104 STEMI patients who underwent primary PCI at National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital at year 2018. Examination of Gly972Arg polymorphism on IRS1 is using the Taqman method PCR. Results: There were 104 of STEMI patients who underwent primary PCI and recruited for the study. The subjects then divided into 3 categories, which are wildtype/CC (42,3%), carrier/CT (49,0%) and mutant/TT (8,7%). There were no significant relationship between the mutant group (TT) with TIMI flow after primary PCI (OR 0.8; p = 1,000) and the number of coronary vessel involvement (OR 0.3; p = 0.163). Conclusion: There were no relationship between the Gly972Arg polymorphism of IRS1 gene with TIMI flow after primary PCI and the number of coronary vessel involvement of STEMI patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Putri Dewita
Abstrak :
Latar belakang : Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) memiliki angka mortalitas yang tinggi. Penatalaksanaan IMA-EST adalah intervensi koroner perkutan primer (IKPP) yang dapat membatasi ukuran infark dan menjaga fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK). FEVK merupakan prediktor morbiditas dan mortalitas utama setelah infark miokard akut. Disfungsi ventrikel kiri pasca IMA-EST dipengaruhi oleh remodeling ventrikel kiri dan perbaikannya dipengaruhi oleh kemampuan reverse remodeling miokard. Terdapat perbedaan pada kemampuan remodeling pada populasi dewasa muda dan usia tua. Belum ada data mengenai perbaikan FEVK pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP pada usia dewasa muda. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perbaikan nilai FEVK pasien IMA-EST setelah IKPP antara kelompok usia dewasa muda dengan usia tua. Metode : Sebuah penelitian kohort retrospektif dengan populasi penelitian kasus IMA-EST yang menjalani prosedur IKPP selama periode Juni 2015 sampai dengan Juni 2020 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Hasil : Dari 411 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, terdapat 259 pasien dengan FEVK dasar <50% yang selanjutnya dibandingkan perbaikan FEVK berdasarkan kelompok usia ≤55 tahun dan >55 tahun. Selisih perbaikan FEVK antara kedua kelompok usia tidak berbeda bermakna (p = 0.787). Dari 140 pasien yang mengalami perbaikan nilai FEVK proporsi pasien yang berusia ≤55 tahun adalah 53,6%. Pada analisa multivariat regresi logistik ditemukan variable independen yang berhubungan dengan perbaikan FEVK adalah nilai FEVK dasar yang rendah (OR 0,925:95% IK 0,890-0,962;p<0,0001). ......Background : ST-elevation myocardial infarction (STEMI) is known to have high mortality rate with primary percutaneous coronary intervention (PPCI) is the treatment of choice that may limit the area of infarct and preserve left ventricular ejection fraction (LVEF). LVEF is the main predictor for morbidity and mortality in patients with STEMI. Left ventricular (LV) dysfunction in patients with STEMI occur due to LV remodelling and the myocardium reverse remodelling ability may improve LV function. It is believed there is a difference in the myocardium remodelling ability by age, yet there has been limited data regarding improvement of LVEF in young adults. Objective : This study aimed to identify the difference of LVEF recovery in STEMI patients following primary PCI between young adults and adults. Methods : This is a retrospective cohort study. Population of study were STEMI patients who underwent primary PCI during the period of June 2015 to July 2020 in National Cardiovascular Centre Harapan Kita Hospital. Results : 411 patients were included in the study, 259 of them had baseline LVEF <50%, which were divided into two groups of age, ≤55 years old and >55 years old. The difference of LVEF improvement between two groups is not significant (p = 0.787). 75 out of 140 (53.6%) patients with improved LVEF were from the ≤55 years old group. From multivariate logistic regression, the independent predictor of LVEF recovery was lower LVEF baseline (OR 0,925:95% CI 0,890-0,962; p<0,0001). Conclusion : There was no significant difference of LVEF improvement between young adults and adults following STEMI and PPCI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Joseph Irwanto
Abstrak :
Menurut Institute of Health Metrics and Evaluation (IHMEI) pada tahun 2017, gangguan depresi dan cemas berada di posisi paling atas dalam menyebabkan terjadinya disabilitas. Sementara itu, penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian nomor satu secara global dan di Asia Tenggara sampai saat ini. Salah satu penyakit kardiovaskular yang umum ditemukan pada layanan kesehatan adalah Sindroma Koroner Akut. Terdapat banyak faktor risiko yang dapat memperburuk Sindroma Koroner Akut, salah satunya adalah faktor psikologis yang mencakup cemas dan depresi. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian yang menelaah hubungan cemas dan depresi terhadap Sindroma Koroner Akut pasca intervensi koroner perkutan untuk mewujudkan tatalaksana Sindroma Koroner Akut yang komprehensif. Penelitian dilakukan menggunakan desain penelitian analitik observasional dengan rancangan studi kohort prospektif. Penelitian menggunakan sampel sebanyak 50 subjek dengan Sindrom Koroner Akut atau Kronik yang menjalani intervensi koroner perkutan di RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo serta RS Jantung Jakarta. Kondisi subjek penelitian dinilai menggunakan beberapa instrumen: HAM-D untuk pengukuran gejala depresi, HAM-A untuk pengukuran gejala cemas, skoring Canadian Cardiovascular Society untuk pengukuran derajat gejala Sindrom Koroner Akut dan Kronik, dan pengukuran TIMI Flow untuk pengukuran sumbatan pada pembuluh darah jantung. Analisis multivariat regresi logistik dilakukan untuk mengetahui kekuatan hubungan faktor demografi, psikologis, dan medik serta derajat depresi dan cemas pada kasus Sindrom Koroner Akut dan Kronik terhadap perbaikan pasca intervensi koroner perkutan. Dari 50 subjek, sebanyak 92,0% mengalami gejala cemas dan sebanyak 50,0% mengalami gejala depresi sebelum menjalani intervensi koroner perkutan. Setelah tindakan turun menjadi 18% mengalami gejala cemas dan 10% ada gejala depresi. Pada penelitian ini, tidak ditemukan hubungan bermakna antara gejala cemas dan depresi pra intervensi koroner perkutan dengan perbaikan yang dirasakan pasca intervensi koroner perkutan. Analisis multivariat menemukan tidak menikah/bercerai berperan (p = 0,012; OR = 13,449; IK = 1,753 – 103,184) sebagai faktor risiko terhadap tidak mengalami perbaikan setelah intervensi koroner perkutan pada kasus Sindrom Koroner Akut dan Kronik. ......According to the Institute of Health Metrics and Evaluation (IHMEI) in 2017, anxiety and depressive disorders were the most prominent cause of disability. On the other hand, cardiovascular diseases are the highest cause of death in global and Southeast Asia until now. One of the most common cardiovascular diseases found in healthcare services is Acute Coronary Syndrome. Numerous factors play a role in the worsening of Acute Coronary Syndrome, one of such factors is psychological factors, including anxiety and depression. Therefore, study targeting the relationship of anxiety and depressive symptoms towards Acute Coronary Syndrome post PCI is needed to establish a comprehensive treatment of Acute Coronary Syndrome. Research is done in observational analytical design with prospective cohort study design. Research data is gathered from 50 patients with Acute or Chronic Coronary Syndrome who underwent percutaneous coronary intervention in Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital and Jakarta Heart Hospital. Subjects have their conditions assessed by using several instruments: HAM-D to measure depression severity, HAM-A to measure anxiety severity, Canadian Cardiovascular Society scoring to measure severity of Acute or Chronic Coronary Syndrome and TIMI Flow measurement to examine the occlusion in coronary arteries. Logistic regression multivariate analysis was utilized to examine the implication of demographic, psychological, medical factors and depression and anxiety severity in Acute and Chronic Coronary Syndrome cases towards improvement felt post percutaneous coronary intervention. Out of 50 subjects, 92,0% had anxiety symptoms and 50,0% had depression symptoms before they had percutaneous coronary intervention. After intervention this number decreased to 18% had anxiety and 10% still had depression symptoms. No significant relationship was found between anxiety and depression symptoms pre-PCI with improvement felt post-PCI. Multivariate analysis found that being not married/divorced (p = 0,012; OR = 13,449; CI = 1,753 – 103,184) as a risk factor towards not feeling any improvement post-PCI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>