Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luthfi I.N. Musthofa
"Gagasan-gagasan tentang realitas dalam pemikiran mistik -seperti dalam sufisme-- tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan filsafat. Selain bersifat rasional, gagasan mistik sebenarnya telah merembes dan menyatu sedemikian rupa sejak tradisi kuno filsafat Yunani hingga berabad-abad lamanya. Di dalam arena diskursus filsafat modem di Barat, pemikiran-pesmikiran yang bersifat mistik ternyata memang telah dianut pula oleh banyak filsuf. Sungguh tidaklah mengherankan apabila dalam khazanah filsafat, pemikiran yang bersifat mistik telah mendapat tempatnya tersendiri. Obyek kajian filsafat sendiri adalah mengenai hakikat segala sesuatu. Hal ini mengandung makna bahwa sesungguhnya obyek-obyek pemikiran keduanya telah berada dalam wilayah yang sama. Dengan kata lain, pemikiran sufisme dapat ditempatkan sebagai bagian integral dari filsafat serta dernikian pula sebaliknya, filsafat merupakan bagian integral dari jalan mistik. Alasan-alasan ini secara faktual diperkuat pula dengan bukti bahwa dalam pertumbuhannya, di samping dipengaruhi oleh tradisi filsafat Neo-Platonisme, sufisme juga mempengaruhi pertumbuhan filsafat Islam. Sebagian besar filsuf Islam seperti al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Bajah, dan Ibn Thufail, menganut teori yang hampir sama dengan para sufi dalam memperbincangkan tentang kemungkinan manusia untuk berhubungan dengan `Yang Mutlak' (ittishal). Sementara itu, banyak pula sufi yang akrab dengan filsafat seperti: Dzun Nun al-Mishri, Jabir Ibn Hayyan, Muhyidin Ibn Arabi, Suhrawardi al-Maqtul, Ibn Sabi'in, dan jalaluddin Rurni, serta Al-Ghazali. Dimensi mengandung makna scope, substansi, ukuran, atau ruang. Filsafat dibatasi oleh akal budi manusia atau rasionalitas. Dimensi filsafat dapat diartikan sebagai ruang-ruang rasional filosofis yang fundamental Jadi membicarakan dimensi filsafat dalam sufisme artinya membicarakan hal-hal yang rasional-fundamental dalam pemikiran sufisme yang menetapkan hubungan antara berbagai segi pandangan sufisme mengenai manusia, dunia, dan Tuhan yang menuju pada satu keterarahan menyeluruh. Selanjutnya, upaya menangkap gagasan-gagasan pemikiran sufisme dalam kerangka sistem filsafat berarti pula rneletakkan konsep-konsep sufisme dalam diskursus pemikiran yang bersifat universal dalam menemukan kebenaran. Secara sepintas konsep-konsep sufisme sejak berabad-abad lalu telah menunjukkan muatan filsafatnya; sebut saja: Wahdah al-Wujud (dalam ontologi/metafisika), Kay (dalam epistemologi), Ma'rifah (dalam Teologi Adikodrati), Lathifat (dalam Psikologi filosofis), al-Insan al-Kamil (dalam filsafat manusia), Maqamat (dalam Etika), dan al-Ahwal (dalam estetika). Kesemua relasi filosofis terscbut hampir tak dapat dipisahkan, bahkan dapat direkonstruksikan menjadi sebuah sistem filsafat tertentu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S16172
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhyar Yusuf
"Masalah pokok yang dibahas dalam skripsi ini adalah: bagaimana pandangan para filsuf dan saintis Barat dan Mus_lim terhadap alam, manusia dan kebudayaan dengan penekanan pada perspektif Islam. Pembahasan atas tema dilakukan se_cara dialogis antara berbagai pandangan filsuf den saintis. Para filsuf alam di zaman Yunani kuno telah meletakkan dasar materialisme naif, yang kemudian memunculkan reaksi berupa aliran idealism.' Di zaman renaisans Galileo Galilei dengan penelitian empiris, merobohkan koemologi Aristoteles. Menurutnya kita hanya dapat berbicara benar tentang alam, kalau kita membatasi diri untuk mengamati ciri primer_nya saja. Doktrin tentang kualitas primer dan sekunder berdam_pak sangat luas pada pemikiran modern. Pandangan ini menyingkirkan peran sentralnya dalam skema alam semesta, la_lu alam dianggap sepenuhnya mekanis. Perkembangan filsafat Barat sejak awal kata Roger Garaudy telah memisahkan menu_sia dari dimensi transendensi (Tuhan), sehingga pamikiran terputus dari kehidupan, kata-kata dan benda kehilangan arti sebagai tanda-tanda (ayat) Tuhan. Konsep ini terumus da_lam perkembangan (kemajuan ) Barat. Dalam perspektif ini manusia adalah ukuran segalanya. Pandangan Islam terhadap alam adalah, alam merupakan hamparan wahyu Allah (Al-Qur'an of Creation) yang mempunyai sumber yang sama dengan kitab suci Al-Quran. Dengan demikian penelitian terhadap alam, semestinya dapat membawa kepada pengakuan adanya Pencipta alam yang transenden. Tauhid sebagai filsafat dasar, mengandung arti bahwa hanya ada sa_tu pencipta alam. Dalam tauhid ini terkandung ide persamaan hak manusia, persaudaraan dan persatuan makhluk. Mengakui dan menerima transendensi menurut Garau_dy berarti: pertama, mengakui ketergantungan manusia kepada Penciptanya, kepada Tuhan dan kemauanNya di be_lakang semua proyek manusia. Kedua, mengakui transen_densi berarti bahwa ada perbedaan Khalik dangan makhluk. Ketiga, mengakai keunggulan norma-norma mutlak yang tidak dapat diturunkan melalui akal budi manusia. Pengakuan akan transendensi Lai menurut Garaudy, merupakan tawaran yang diberikan Islam dalam menghadapi kemelut dan krisi budaya modern. Karene tak ada sains , tak ada politik yang dapat menyelamatken umat manusia dari kematian, jika mereka menjauhkan transendensi dari manusia, bila manusia menjauhkan diri dari Tuhan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S15992
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library