Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hariska Lukmana
Abstrak :
Dalam penelitian ini, dilakukan preparasi gibsit diinterkalasi litium (LIG) dari mineral gibsit alam. LIG dipreparasi melalui interkalasi LiCl ke gibsit dan membentuk struktur [LiAl2(OH)6]+ dengan lapisan interlayer ion Cl- dan air. LIG ini memiliki efektivitas dan kapasitas lebih baik dibanding mineral gibsit untuk menghilangkan fosfat dalam air. Adsorpsi terjadi melalui pertukaran anion Cl- di- interlayer dalam LIG dengan fosfat. Adsorpsi maksimum pada pH 4,5 dan menurun dengan meningkatnya pH, karena adanya kompetisi dengan anion OH- seiring kenaikan pH. Pertukaran anion adalah reaksi yang cepat, selesai dalam beberapa menit. Sebaliknya, adsorpsi pada permukaan adalah proses yang lambat dan membutuhkan beberapa hari untuk mencapai kesetimbangan. Adsorpsi pada pH asam lebih banyak dalam bentuk ion monovalen H2PO4-, dan adsorpsi pada pH yang lebih tinggi cenderung lebih selektif terhadap ion divalen HPO42- dan OH-. Hasil ini menunjukkan bahwa LIG menjadi pengadsorpsi yang efektif untuk menghilangkan fosfat dalam air pada kondisi pH 4,5. ......In this research, preparation gibbsite intercalated lithium (LIG) of mineral gibbsite nature. LIG was prepared by intercalation of LiCl into gibbsite and form structures [LiAl2(OH)6]+ with ion Cl- layers and interlayer water. LIG has better effectiveness and capacity than gibbsite mineral to eliminate phosphates in the water. Adsorption occurs through anion exchange of Cl- in LIG with phosphate in the interlayer. Maximum adsorption at pH 4.5 and decreased with increasing pH, due to competition with OH- anions with increasing pH. Anion exchange reaction is rapid, complete in a few minutes. In contrast, adsorption on the surface is a slow process and can take several days to reach equilibrium. Adsorption at pH more acidic in the form of monovalent ion H2PO4-, and adsorption at higher pH tend to be more selective about divalent ion HPO42- and OH-. These results suggest that LIG be effective adsorbent for removing phosphate in water at pH 4.5 conditions.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhania Dwi Aprianti
Abstrak :
Konsentrasi fosfat yang tinggi di lingkungan akuatik dapat menyebabkan terjadinya blooming algae yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem air. Oleh karena itu, penentuan bioavailabilitas fosfat perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasinya dalam ekosistem akuatik. Salah satu metode efektif yang saat ini digunakan dalam penentuan bioavailabilitas fosfat di lingkungan akuatik adalah metode Diffusive Gradient in Thin Films (DGT) dengan binding gel TiO2. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pengikat silang pada gel poliakrilamida yang digunakan sebagai diffusive gel pada sistem DGT untuk meningkatkan selektivitasnya terhadap anion ortofosfat. Pengikat silang yang digunakan untuk modifikasi adalah N,N’-Methylenebisacrylamide (MBA). Nilai koefisien difusi dengan variasi konsentrasi pengikat silang MBA didapatkan bahwa nilai koefisien difusi berbanding terbalik dengan konsentrasi pengikat silangnya. Pembandingan selektivitas diffusive gel DGT dengan pengikat silang MBA dilakukan melalui perhitungan kadar fosfat total pada kedua sistem tersebut dengan adanya anion pengganggu berupa asam fitat dan asam humat. Perhitungan dilakukan menggunakan sistem deployment dalam waktu 24 jam dan variasi konsentrasi pengikat silang MBA (0,05%; 0,2%; dan 0,3%). Melalui perhitungan ini didapat bahwa diffusive gel dengan konsentrasi pengikat silang MBA sebesar 0,3% memberi selektivitas terbaik terhadap anion ortofosfat. Hal ini dibuktikan melalui percobaan dengan gangguan fosfat organik. Konsentrasi asam fitat dan asam humat yang teradsorpsi pada sistem ini cenderung tetap meski konsentrasinya bertambah. Hal ini membuktikan bahwa diffusive gel MBA 0,3% memiliki ambang batas tertentu dalam melewatkan kedua asam organik tersebut, yaitu sebesar 28,753 μg untuk asam fitat dan untuk asam humat sebesar 33,177 μg. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa MBA dapat digunakan sebagai pengikat silang pada diffusive gel poliakrilamida dalam sistem DGT. Penggunaan pengikat silang MBA juga dapat menghasilkan pengukuran kadar bioavailabilitas fosfat yang lebih akurat karena lebih selektif terhadap ortofosfat dan bersifat membatasi jumlah fosfat organik yang terdifusi yang dapat mengganggu analisis kadar ortofosfat. ...... High phosphate concentrations in aquatic environments can cause algae bloom that can result in an imbalance of aquatic ecosystems. Thus, the determination of phosphate bioavailability needs to be done in order to know the level of phosphate concentrate in aquatic ecosystem. One of effective method that is currently used in the determination of phosphate bioavailability in aquatic environments is a Diffusive Gradient in Thin Films (DGT) technique with TiO2 as a binding layer. In this research, the crosslinking modification of polyacrylamide gel used as a diffusive gels in DGT system to improve the selectivity of the orthophosphate adsorption. The crosslinker that used for modification is N, N'-methylenebisacrylamide (MBA). Diffusion coefficient with concentration of crosslinking degree of variation was found that the diffusion coefficient is inversely proportional to the concentrate of cross linker. Benchmarking selectivity DGT diffusive gels with crosslinking MBA done through the calculation of total phosphate levels in both systems with the confounders in the form of phytic acid anions and humic acids. The calculation is done using the system deployment within 24 hours and the concentration of crosslinking variation MBA (0,05%, 0,2% and 0.3%). Obtained through these calculations that the diffusive gel crosslinking MBA with a concentration of 0.3% gave the best selectivity towards orthophosphate anion. This has been proven through experimental research by using organic phosphate as confounder. Concentration of phytic acid and humic acid adsorbed on these systems tend to stagnate despite its concentration increases. This proves that the diffusive gel MBA 0,3% have skipped a certain threshold in both the organic acids : 28,753μg for phytic acid and 33,177 μg for humic acid. Based on this study it can be concluded that the degree can be used as a crosslinking on diffusive polyacrylamide gels in DGT system. The use of crosslinked diffusive material can also provide phosphate bioavailability concentration measurements that are more accurate because it is more selective towards limiting the amount of orthophosphate and organic phosphate diffused as phytic acid and humic acid which can interfere with analysis of the levels of orthophosphate.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52609
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Yudi Kusuma Dwika
Abstrak :
Penelitian ini fokus terhadap penentuan senyawa ortofosfat secara elektrokimia mengunakan deposit oksida kobalt sebagai sensor non-enzimatik. Deposit diperoleh melalui proses Kronoamperometri larutan H3BO3 dan NaCl dengan elektroda karbon pasta sebagai elektroda kerja dengan variasi potensial dan waktu deposisi untuk memperoleh kondisi deposit yang paling optimum. Karakterisasi FTIR dan SEM digunakan untuk melihat interaksi senyawa yang terdapat di permukaan elektroda sebelum dan setelah pengukuran fosfat serta melihat karakter morfologi deposit. Dari FTIR, muncul puncak pada bilangan gelombang 1040 cm-1 yang mengindikasikan adanya interaksi antara oksida kobalt dengan ion fosfat. Karakterisasi SEM menunjukkan deposit logam Co telah berhasil ditempelkan pada permukaan elekroda karbon pasta. Untuk mendeteksi fosfat, deposit oksida kobalt digunakan sebagai elektroda kerja dan elektroda Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding dengan metode potensiometri. Deposit oksida kobalt cenderung selektif terhadap spesi ortofosfat sekunder H2PO4. Deposit Co optimum diperoleh pada potensial reduksi -0.32 V selama 180 detik dengan sensitivitas tertinggi 3778,825, batas deteksi paling rendah 8,8435 M, nilai linearitas yang paling tinggi 0,9436 , repeatabilitas dan kestabilan yang tinggi serta tidak begitu dipengaruhi oleh intervensi anion lain . Pada analisa fosfat yang lepas dari sedimen , diketahui bahwa oksigen terlarut pada sedimen menurunkan jumlah fosfat yang terlepas dari sedimen ke badan air.
This research focused on the determination of orthophosphate compound electrochemically using cobalt oxide deposit as non-enzymatic sensor. Deposits obtained through Chronoamperometry solution of, H3BO3 and NaCl with a carbon electrode as the working electrode paste with a variety of potential and deposition time to obtain the most optimum conditions of deposit. FTIR and SEM characterization is used to see the interaction of the compound contained in the surface of the electrode before and after measurement of phosphate and see the character morphology of the deposit. From FTIR, appeared peaks at wave number 1040 cm-1 which indicates interactions between oxide cobalt phosphate ions. SEM characterization showed metal deposits Co. has been successfully placed on the surface of carbon paste electrodes. To detect phosphate, cobalt oxide deposit is used as the working electrode and the electrode Ag / AgCl as the reference electrode with potentiometric method. Deposit cobalt oxide species tend to be selective with the secondary orthophosphate H2PO4. Deposit Co optimum reduction potential obtained at -0.32 V for 180 seconds with the highest sensitivity μV 3778.825 , the lowest detection limit of 8.8435 x 10, the highest value of 0.9436 linearity, repeatability and high stability and less influenced by the intervention of other anions. In the analysis of phosphate is separated from the sediment, it is known that the dissolved oxygen in the sediment decreases the amount of phosphate released from the sediment into the water body.
2016
S64232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riesma Tasomara
Abstrak :
Biokomposit kalsium fosfat merupakan kandidat material untuk rekayasa jaringan tulang karena bersifat osteokonduktif dan biokompatibel. Sintesis dengan metode presipitasi basah telah banyak dilakukan untuk memperoleh komposit kalsium fosfat-kolagen. Akan tetapi, metode presipitasi basah membutuhkan waktu reaksi yang lama untuk memperoleh biokomposit. Berbagai metode dilakukan untuk membantu proses presipitasi kalsium fosfat diantaranya dengan bantuan iradiasi microwave. Iradiasi microwave telah dilaporkan dapat mempercepat proses presipitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh daya dan waktu iradiasi microwave serta pengaruh perbedaan konsentrasi karbonat terhadap proses pertumbuhan kristal kalsium fosfat karbonat pada kolagen. Kalsium fosfat karbonat berhasil ditumbuhkan pada kolagen dengan metode presipitasi berbantukan iradiasi microwave. Kolagen berbentuk lembaran direndam ke dalam suspensi kalsium fosfat karbonat yang telah dipreparasi dengan menggunakan Ca(NO3)2.4H2O, (NH4)2HPO4, and NaHCO3 sebagai prekursor. Variasi konsentrasi NaHCO3 yaitu 0,015 M, 0,06 M, dan 0,24 M. Selanjutnya, sampel diiradiasi dengan microwave pada daya 180 Watt, 270 Watt, and 360 Watt selama 2 menit, 8 menit , dan 16 menit. Sebagai kontrol, presipitasi kalsium fosfat karbonat pada kolagen dilakukan tanpa iradiasi microwave dengan menginkubasi sampel selama 24 jam pada suhu 36oC. Hasil XRD menunjukan fasa amorf yang berasal dari kolagen dan fasa kristalin kalsium fosfat karbonat. Fasa mineral kalsium fosfat yang teramati adalah fasa dikalsium fosfat dan apatit karbonat. Spektrum FTIR menunjukan puncak gugus fungsi kolagen teramati dengan jelas mengalami overlapping dengan spektrum FTIR gugus fungsi ion fosfat dan ion karbonat. Gugus fungsi kolagen muncul pada bilangan gelombang 3320-1230 cm-1. Kehadiran apatit karbonat pada sampel ditandai dengan pita bilang gelombang ion fosfat yang muncul di sekitar 1039 cm-1, 563 cm-1, dan 526 cm-1 dan ion karbonat di sekitar 826 cm -1. Puncak pada 875-878 cm -1 mengindikasikan pembentukan ion hidrogen fosfat yang merupakan gugus fungsi dikalsium fosfat. Pada mikrograf SEM, kalsium fosfat karbonat teramati menempel dan terdeposit pada kolagen. Nilai Ca/P 1,30-1,49 menunjukan fasa apatit karbonat sedangkan nilai Ca/P pada rentang 0,84-1,17 menunjukan fasa dikalsium fosfat dihidrat.
Calcium phosphate biocomposites are candidate material for bone tissue engineering due to their conductivity and biocompatibility. Calcium phosphate could be grown on collagen by precipitation method in long reaction time. Microwave irradiation is rapid method to assist precipitation by reducing reaction time. In order to study calcium phosphate carbonate crystal growth on collagen in different carbonate content and investigate the influence of microwave irradiation power and time on crystal growth process, the calcium phosphate carbonate-collagen has been synthesized by microwave assisted precipitation method. Collagen sheets were soaked in carbonated calcium phosphate suspension prepared by using Ca(NO3)2.4H2O, (NH4)2HPO4, and NaHCO3 as starting materials. The variations of carbonate content are 0.015 M, 0.06 M, and 0.24 M. Then, sample irradiated by microwave at 180 Watt, 270 Watt, and 360 Watt for 2 minutes, 8 minutes, and 16 minutes. As a control, calcium phosphate carbonate precipitation in collagen was carried out without microwave irradiation by incubating the sample for 24 hours at 36oC. XRD results showed an amorphous phase derived from collagen and the calcium phosphate carbonate crystalline phase. The observed calcium phosphate mineral phase are dicalcium phosphate and apatite carbonate. FTIR spectra show the peaks of the collagen functional group overlapping with the peaks of phosphate groups and carbonate groups. FTIR spectra show the range of wavenumber (3320-1230 cm-1) indicating the presence of collagen. Phosphate bands appear in typical peaks at 1039 cm-1, 563 cm-1, and 526 cm-1 while peaks at 875-878 cm -1 indicate formation of hydrogen phosphate ions. Carbonate peak appears at 826 cm -1. Scanning electron micrograph showed the presence of collagen with pore and the calcium phosphate carbonate could attach and be deposited onto collagen. The value of Ca / P in the range of 1.30-1.49 indicates the apatite carbonate phase while the value of Ca / P in the range 0.84-1.17 shows the phase of dicalcium phosphate dihydrate.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardina Purnama Tirta
Abstrak :
Eutrofikasi merupakan salah satu problem lingkungan perairan yang disebabkan oleh munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Pada sebagian besar danau, fosfat merupakan nutrisi pembatas pada proses fotosintesis alga. Meskipun konsentrasi fosfat di badan air dikurangi, eutrofikasi masih dapat terjadi karena adanya mobilisasi fosfat dari pore water sedimen ke badan air. Oleh karena itu, monitoring terhadap cemaran fosfat di perairan perlu mengkaji pelepasan fosfat dalam sedimen dan bagaimana interaksinya pada badan air. Studi pelepasan fospat dari sedimen ke badan air dilakukan menggunakan perangkat DGT dengan ferrihidrit sebagai binding gel dan N- -methylenebisacrylamide sebagai crosslinker. Hasil penelitian menunjukkan DGT dengan dengan komposisi akrilamid 15 % ; N- -methylenebisacrylamide 0,1 % dan ferrihidrit sebagai binding gel dapat digunakan untuk pengukuran fosfat yang lepas dari sedimen ke badan air. Hasil penggelaran DGT selama 7 hari pada kondisi oxic dan anoxic menunjukkan proses lepasnya fosfat dari sedimen ke badan air dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan kondisi oxic lingkungan. Konsentrasi fosfat yang lepas dari pore water sedimen ke badan air pada kondisi anoxic memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan kondisi oxic. Hasil penelitian dari penggelaran DGT selama 7 hari untuk sampel sedimen buatan dan sedimen nyata pada kedalaman 1 sampai 15 cm dari permukaan air menunjukkan sedimen memiliki profil massa fosfat yang berbeda sesuai dengan kedalaman. Konsentrasi fosfat yang lepas cenderung lebih tinggi dengan bertambahnya kedalaman dan waktu inkubasi. CDGT fosfat maksimum yang lepas pada kondisi oxic untuk sampel sedimen buatan hari ke-1 , hari ke-3 dan hari ke-7 masing-masing sebesar 1,00 μg/L pada kedalaman 14 cm, 6,61 μg/L pada kedalaman 14 cm, dan 20,92 μg/L pada kedalaman 11 cm. CDGT fosfat maksimum yang lepas pada kondisi anoxic untuk sampel sedimen buatan hari ke-1 , ke-3, dan ke-7 masing-masing sebesar 9,62 μg/L pada kedalaman 12 cm, 10,31 μg/L pada kedalaman 13 cm, dan 24,19 μg/L pada kedalaman 10 cm. CDGT fosfat maksimum untuk sampel sedimen nyata setelah penggelaran 7 untuk kondisi oxic sebesar 29,23 g/L di kedalaman 14 cm, sedangkan untuk kondisi anoxic sebesar 30,19 g/L di kedalaman 8 cm. ......Eutrophication is one of the environmental problems caused by the excessive nutrients in aquatic ecosystems. In most lakes, phosphate is a limiting nutrient for algae photosynthesis. Even though the concentration of phosphate from external loading into the water body has been reduced, eutrophication could still be occurring due to internal mobilization of phosphate from the sediment pore water into the overlying water. Therefore, released phosphate from sediments and their interaction in the pore water must be included in monitoring of phosphate concentration in aquatic system. Released phosphate from sediment into pore water has been studied by DGT devices with ferrihydrite as binding gel and NN'-methylenebisacrylamide as crosslinker. The results showed that DGT with 15% acrylamide; 0.1 % N-N'-methylenebisacrylamide and ferrihydrite as binding gel was suitable for the measurement of released phosphate from sediment into pore water. The result of deployed DGT in oxic and anoxic condition in seven days incubation showed the released phosphate process from the sediment into pore water affected by incubation time and the existence of oxygen in the environment. Released phosphate from the sediment to the water in anoxic condition has a higher value than oxic conditions. The experimental results of deployed DGT in synthetic and natural sediment core at a depth of 1 to 15 cm from the surface of the water for 7 day showed that the sediment has a phosphate mass profile difference based on depth. The concentration of phosphate tends to be increased with depth. The maximum CDGT of phosphate released for synthetic sediment in oxic condition at 1st, 3rd, and 7th day period of incubation are 1.00 μg/L at 14 cm depth, 6.61 μg/L at 14 cm depth and 20.92 μg/L at 11 cm depth, respectively. The maximum CDGT of phosphate release for synthetic sediment in anoxic condition at 1st, 3rd, and 7th day are 9.62 μg/L at 12 cm depth, 10.31 μg/L at 13 cm depth and 24.19 μg/L at 10 cm depth, respectively. The maximum CDGT of phosphate release from natural sediment in oxic and anoxic condition at 7th day are 29.23 g/L at 14 cm depth and 30.19 g/L at 8 cm depth, respectively.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T46797
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almaysh Haidar Rizqullah
Abstrak :
Asam risinoleat adalah asam lemak tak jenuh berantai panjang yang merupakan komponen utama asam lemak dalam minyak jarak (Ricinus communis L.); turunan esternya diketahui dapat dimanfaatkan sebagai pengemulsi dan antibakteri dalam kosmetik. Penelitian ini berfokus pada pengaruh konsentrasi asam laurat terhadap sifat pengemulsi dan potensi antibakteri dari ester asam risinoleat teroksidasi. Hidrolisis minyak jarak dengan basa KOH menghasilkan persentase rendemen sebesar 97,82%. Asam risinoleat teroksidasi dalam penelitian ini diperoleh dari oksidasi minyak jarak kepyar yang terhidrolisis dan asam risinoleat komersial dengan KMnO4, yang menurunkan bilangan iod masing-masing sebanyak 5,25 mg/g dan 2,62 mg/g. Dengan bantuan ZnCl2, esterifikasi dilakukan dengan memvariasikan rasio molar asam risinoleat teroksidasi dan asam laurat menjadi 3:1, 2:1 dan 1:1. Produk yang telah diperoleh dikarakterisasikan dengan KLT dan FT-IR, lalu sifat pengemulsinya diuji. Potensinya sebagai antibakteri terhadap bakteri penyebab bau badan dibahas dengan mengulas berbagai artikel ilmiah yang berhubungan dengan komponen penyusun ester maupun metode uji antibakteri yang dapat digunakan. ...... Ricinoleic acid is an unsaturated fatty acid which is the main component of fatty acid in castor oil (Ricinus communis L.); its derivatives are known for their ability as emulsifier and antibacterial in cosmetics. This research focused on the effect of lauric acid concentration on emulsifying properties and antibacterial potential from oxidized ricinoleic acid esters. Castor oil hydrolysis with KOH base had chemical yields of 97,82%. Oxidized ricinoleic acid was obtained from the oxidation of hydrolyzed castor oil and commercial ricinoleic acid with KMnO4, which lowered their iodine value by 5,25 mg/g and 2,62 mg/g, respectively. With the help of ZnCl2, esterification was done by varying the molar ratio of oxidized ricinoleic acid and lauric acid by 3:1, 2:1 and 1:1. The obtained products were characterized with TLC and FT-IR, then their emulsifying properties were examined. Their antibacterial potential on bacteria causing body odor were discussed by reviewing many scientific articles related to the building components of ester and available antibacterial testing.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basmila Fauziah
Abstrak :
Eutrofikasi merupakan fenomena pengkayaan nutrient khususnya fosfat yang dapat menyebabkan terjadinya peledakan pertumbuhan alga algae blooming) dan menimbulkan efek samping yaitu penurunan konsentrasi oksigen dalam badan air yang menyebabkan kematian biota. Sedimen di perairan merupakan kompartemen dan sumber lepasnya fosfat ke badan air. Oleh karena itu, untuk memonitor dan mengkontrol eutrofikasi di badan air perlu dikaji interaksi antara sedimen dan badan air dengan mengetahui dan mengkarakterisasi spesi senyawa fosfat di sedimen yang berpotensi menjadi sumber fosfat bagi alga di badan air. Identifikasi spesi senyawa fosfat di sedimen dilakukan dengan proses ekstraksi bertahap. Dalam penelitian ini empat metode ekstraksi bertahap dibandingkan, yaitu metode yang diusulkan oleh Bowman Cole, Hedley et al., Ivanoff et al., dan metode standard-Baoqing, et al. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, metode ekstraksi yang paling efektif adalah metode yang diusulkan oleh Ivanoff et al dengan waktu ekstraksi yang lebih efisien dan dapat mengekstrak kadar P 99.83 dari kadar P total dengan memperoleh 6 tipe spesi fosfat dari 7 fraksi menggunakan metode ekstraksi bertahap. Tipe fosfat yang berada dalam sedimen yaitu fosfat organik fosfat labile, P-mikrobal, dan fosfat yang bersifat cukup resisten dan resisten dan fosfat anorganik fosfat labile, fosfat cukup labile, dan Ca-P dengan senyawa fosfat yang paling banyak ditemukan di sedimen yaitu tipe fosfor anorganik pada fraksi P Labile. Faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi bertahap spesi fosfat pada sedimen yaitu 1 pH, 2 ekstraktan, 3 waktu ekstraksi, dan 4 tahapan prosedur pada metode ekstraksi bertahap. ......Eutrophication is a phenomenon of nutrient enrichment especially phosphates that can cause the explosion of algal growth alga bloom and side effects is the decrease of oxygen concentration in porewater that causing the death of biota. Aquatic sediments are the compartment and the source of the phosphate release to the porewater. Therefore, to monitor and control eutrophication in the porewater, it is necessary to examine the interactions between sediments and porewater by knowing and characterizing phosphate specifications in the sediments that are the source of phosphates for algae in the porewater. Identification of the species phosphate in the sediment was carried out by a sequential extraction process. In this study several sequential extraction methods used namely as follow the method of Bowman Cole, Hedley et al., Ivanoff et al., and standard methods Baoqing, et al. The most effective sequential extraction method is the method devised by Ivanoff et al. With the more efficient extraction time which has extracted 99.83 of P from total P content with 6 species of phosphate. It is found that phosphate species in sediment were organic phosphate labile P, P microbal, and moderately resistant P and resistant P and inorganic phosphate labile P, moderately labile P, and Ca P with the most widely found species of phosphate were inorganic phosphorus in P Labile fraction. Factors affecting the gradual extraction process is 1 pH, 2 extractants, 3 extraction times, and 4 the procedure stage of the method.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68834
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Aprilia Sitadevi
Abstrak :
Pada metode deteksi fosfat konvensional, sampel yang diuji secara ex-situ mempunyai akurasi yang rendah karena fosfat adalah senyawa yang labil dan dipengaruhi kondisi penyimpanan. Metode yang digunakan untuk pengujian fosfat adalah metode Diffusive Gradient in Thin Film DGT . Metode ini lebih dapat diandalkan dalam mengukur keberadaan senyawa fosfat yang tersedia bioavailable di lingkungan akuatik. Prinsip metode ini adalah pengikatan fosfat pada binding gel dalam DGT. Binding gel dalam penelitian ini dimodifikasi menggunakan adsorben dari kitosan, bentonit, dan ion logam Co. Ketiga bahan tersebut dibuat menjadi biokomposit Co-Loaded-Kitosan-Bentonit Co-CSBent agar mempunyai kapasitas pengikatan yang lebih besar. Selain itu, dibuat binding gel bikomposit Kitosan-Bentonit CSBent sebagai perbandingannya. Metode ini menggunakan binding gel dan diffusive gel yang terbuat dari akrilamida, ammonium persulfat, dan cross-linker N,N-metilenbisakrilamida. Pada optimasi kontrol 2 ppm, biokomposit Co-CSBent mempunyai kapasitas penyerapan 0.9416 mg/g yang lebih besar dibandingkan CSBent yaitu 0.8474 mg/g. Pada metode DGT, optimasi kontrol 2 ppm DGT-Co-CSBent dan DGT-CSBent didapatkan CDGT sebesar 1.9127 g/mL dan 1.6643 g/mL. Binding gel Co-CSBent mampu mengikat fosfat lebih banyak dibandingkan CSBent karena adanya ion logam tambahan. Kedua binding gel pada DGT tersebut diuji dengan sejumlah variasi anion yaitu Cl-, SO42-,HCO3-, dan NO3- dengan konsentrasi 0.5 mg/L sampai 2.5 mg/L. Pada konsentrasi maksimal gangguan anion SO42-, CDGT yang didapatkan pada nilai 1.0153 g/mL CSBent dan 1.2736 g/mL Co-CSbent . Sedangkan konsentrasi maksimal gangguan anion Cl-, CDGT yang didapatkan sampai pada nilai 1.2934 g/mL CSBent dan 1.9584 g/mL Co-CSbent . Pada konsentrasi maksimal gangguan anion HCO3-, CDGT yang didapatkan pada nilai 0.7371 g/mL CSBent dan 0.8628 g/mL Co-CSbent . Sedangkan konsentrasi maksimal gangguan anion NO3-, CDGT yang didapatkan sampai pada nilai 0.4590 g/mL CSBent dan 0.5889 g/mL Co-CSbent . Berdasarkan data, anion NO3- dan HCO3- menyebabkan CDGT menurun secara drastis dibandingkan dengan nilai optimasi DGT. Pengikatan fosfat oleh biokomposit Co-CSBent diatur oleh pertukaran ion, daya tarik elektrostatik dan kompleksasi ion logam Lewis. Sementara biokomposit CSBent tidak mempunyai kompleksasi ion logam Co. Binding gel dan biokomposit non-DGT hasil sintesis dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, XRD, dan SEM EDS. Pada karakterisasi tersebut didapatkan hasil bahwa biokomposit telah berhasil disintesis. ......In conventional phosphate detection methods, ex situ analysed sample has poor accuracy due to phosfate labile trait as a substance and its dependence on storage conditions. Diffusive Gradient in Thin Film DGT method is used for phosfate analysis. The chosen method is more reliable for measuring phosphate bioavailability in aquatic environment. The principle of this method is to bind the phosphate on the DGT binding gel. The binding in thi study was modified with adsorbent from chitosan, bentonite, and cobalt metal ion. The three components are used to create Co loadedChitosan Bentonite biocomposite Co CSBent in order to enhance its binding capacity. Chitosan Bentonite biocomposite CSBent is used as a comparison. The binding and diffusive gel for this method are made from acrylamide, ammonium persulfate, and N,N methylenebisacrylamide. In 2 ppm optimation control, Co CSBent has a Sorption Capacity of 0,9416 mg g, higher than CSBent with 0,8474 mg g. In DGT method, 2 ppm optimation control of Co CSBent DGT and CSBent DGT, CDGT value of 1.9127 g mL and 1.6643 g mL were obtained respectively. Co CSBent binding gel was able to bind more phosphate than CSBent due to the metal ion addition. Both binding gels in DGT were tested with various anions like Cl , SO42 , HCO3 , dan NO3 with concentration ranging from 0.5 mg L to 2.5 mg L. At maximum SO42 inhibitor anion concentration, CDGT value of 1.0153 g mL CSBent and 1.2736 g mL Co CSBent were obtained. Whereas at maximum Cl anion inhibitor, CDGT value of 1.2934 g mL CSBent and 1.9584 g mL Co CSBent were obtained. At maximum HCO3 inhibitor anion concentration, CDGT value of 0.7371 g mL CSBent and 0.8628 g mL CoCSBent were obtained. And At maximum NO3 inhibitor anion concentration, CDGT value of 0.459 g mL CSBent and 0.5889 g mL Co CSBent were obtained. Based on the obtained data, NO3 and HCO3 anions drastically reduced the CDGT value compared with optimated CDGT value. Phosphate binding by Co CSBent biocomposite is controlled by ion exchange, electrostatic force, and Lewis metal ion complexation whereas CSBent biocomposite does not have Co metal ion complexation. Synthesized binding gel and non DGT biocomposite were characterized using FTIR, XRD, and SEM EDS. Characterization results shown that biocomposites had been synthesized successfully.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisarah
Abstrak :
ABSTRACT
Pencemaran lingkungan merupakan hasil proses produksi yang menghasilkan limbah. Beberapa jenis limbah mengandung senyawa fosfat dengan konsentrasi yang tinggi sebelum dibuang ke perairan. Pada penelitian ini digunakan jenis mikroalga Scenedesmus sp. sebagai agen bioremediator fosfat yang diharapkan dapat diaplikasikan dalam menurunkan kadar fosfat pada perairan serta meningkatkan kualitas lingkungan tersebut. Dilakukan variasi fosfat yang diuji untuk melihat pengaruh berbagai jenis fosfat yang terdapat pada perairan berupa variasi fosfat organik menggunakan senyawa adenosine monofosfat AMP, myo-inositol hexakis dihidrogen fosfat dan variasi fosfat anorganik menggunakan senyawa monopotassium fosfat KH2PO4, sodium tripolifosfat STPP. Didapatkan penggunaan monopotassium fosfat KH2PO4 lebih baik dalam penurunan kadar fosfat dan kenaikan jumlah sel Scenedesmus sp. dengan persen penurunan fosfat sebesar 87,5. Parameter uji kualitas lingkungan yang dilakukan adalah suhu dan pH. Pengaplikasian langsung pada air limbah sumber muara angke didapat juga berhasil menurunkan kadar fosfat dan terjadi kenaikan jumlah sel Scenedesmus. Scenedesmus sp. memiliki kemampuan untuk mengurangi nutrisi dalam air limbah hingga dibawah ambang batas baku mutu air limbah sebesar 86,0 dari konsentrasi awal fosfat 0,2255 ppm menurun menjadi 0,0314 ppm. Pengamatan proses bioremediasi dilakukan pada mikroalga Scenedesmus selama 18 hari dengan pengukuran kadar fosfat dan parameter kualitas lingkungan dilakukan selama 3 hari sekali.
ABSTRACT
Environmental pollution is the result of the production process which produces waste. Several types of waste contain phosphate compounds with high concentrations before being discharged into the water. This study used Scenedesmus sp. as a phosphate bioremediator agent that is expected to be applied in lowering the phosphate levels in the water as well as improving the quality of the environment. Variations of phosphate were tested to see the effect of various types of phosphate found in the waters in the form of a variation of organic phosphate using the adenosine monophosphate AMP, myo inositol hexakis dihydrogen phosphate and variations of inorganic phosphates using monopotassium phosphate KH2PO4, sodium tripolyphosphate STPP. It was found that the use of monopotassium phosphate KH2PO4 was better in decreasing phosphate levels and increasing the number of Scenedesmus sp cells. with a phosphate decrease percentage of 87.5. The environmental quality test parameters are temperature and pH. Direct application in wastewater of Muara angke was also found to decrease phosphate levels and increase the number of Scenedesmus sp. cells. Scenedesmus sp. has the ability to reduce nutrients in wastewater to below wastewater quality standard of 86.0 from the initial phosphate concentration of 0.2255 ppm to 0.0314 ppm. Observation of bioremediation process is conducted on Scenedesmus sp. microalgae with the measurement of phosphate for 18 days and environmental quality parameters for once every 3 days.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Auliya Fu'adi
Abstrak :
Makanan olahan berkontribusi pada bagian penting dari asupan energi harian. Pati adalah salah satu sumber utama karbohidrat berkontribusi sekitar 50-70% dari asupan energi harian dalam makanan manusia. Ubi kayu dapat diolah menjadi pati tapioka dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat mie, Pati tapioka murni ini memiliki kelarutan pati dan daya cerna pati yang tinggi, sehingga perlu dilakukan modifikasi untuk meningkatkan sifat fungsionalnya. Penelitian ini berhasil memodifikasi pati tapioka melalui metode fosfat-ikat silang dan pati tersebut dijadikan bahan pembuatan mie dan diamati pengaruh dari modifikasi tersebut terhadap cooking-loss dan daya cerna pati mie. Keberhasilan dari reaksi ikat silang dilihat dari karakterisasi FTIR dengan adanya penambahan puncak pada sampel pati hasil modifikasi yaitu pada panjang gelombang 1347 cm-1 yaitu merupakan serapan dari ikatan P=O dan pada panjang gelombang 845-725 cm-1 yang menunjukkan ikatan P-O-C. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada pati hasil modifikasi terhadap penurunan %Kelarutan, %Swelling Power, dan %Daya Cerna. Kadar fosfor dan derajat substitusi menunjukkan adanya kenaikan pada pati hasil modifikasi dan kadar tertinggi terdapat pada pati dengan kadar STMP:STPP(99:1) 6% yang menunjukkan reaksi ikat silang terjadi secara optimal pada konsentrasi tersebut. Hasil mie dari pati modifikasi menunjukkan adanya penurunan nilai cooking-loss dan daya cerna mie dibandingkan dengan mie yang terbuat dari pati tanpa modifikasi. ......Processed foods contribute to an important part of daily energy intake. Starch is one of the main sources of carbohydrates contributing about 50-70% of the daily energy intake in the human diet. Cassava can be processed into tapioca starch and can be used as an ingredient for making noodles, native tapioca starch has a high solubility dan digestibility of starch, so it needs to be modified to improve its functional properties. This study succeeded in modifying tapioca starch through the phosphate-crosslink method and the starch was used as an ingredient for making noodles and observed the effect of these modifications on cooking loss and digestibility of noodle starch. The success of the crosslinking reaction was seen from the FTIR characterization with the addition of a peak in the modified starch sample, namely at a wavelength of 1347 cm-1 which is the absorption of P=O bonds and at a wavelength of 845-725 cm-1 which indicates P-O-C bonds. The test results showed that there was a change in the modified starch to decrease in % Solubility, % Swelling Power, and % Digestibility. Phosphorus levels and degrees of substitution showed an increase in the modified starch and the highest levels were found in starch with STMP:STPP(99:1) 6% which indicated the crosslinking reaction occurred optimally at that concentration. The results of noodles from modified starch showed a decrease in cooking-loss value and digestibility of noodles compared to noodles made from starch without modification.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>