Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natasha
"Studi ini mempelajari tentang hubungan kausalitas antara koalisi mayoritas dan batu bara. Guna mendapatkan gambaran secara menyeluruh, kami melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan text mining dan kuantitatif. Dalam hal ini, penggunaan metode text mining diperlukan guna menjelaskan fenomena pada metode kuantitatif. Perlakuan ini kami uji coba pada dua data set, yaitu data set ringkasan rapat DPR RI pada media daring (WikiDPR, Parlementaria Terkini, dan Tempo.co) dan data set ekspor batu bara dan koalisi mayoritas pada tingkatan DPRD RI (Data Bea Cukai Kemenkeu RI, Pemilu 2014-2019, dan BPS). Hipotesis yang kami bangun adalah penurunan volume ekspor batu bara ketika koalisi terbentuk. Studi ini berangkat dengan motivasi tunnelling effect (deduktif – induktif), yaitu pengukuran dampak dari kebijakan yang dihasilkan secara nasional (DPR RI) pada implementasi di tingkat provinsi (DPRD RI). Kami menggunakan metode Text Mining, Sentiment Analysis, dan Discourse Network Analysis untuk pendekatan text mining. Sementara itu, kami menggunakan Regression Discontinuity Design pada pendekatan kuantitatif. Studi ini menemukan adanya hubungan negatif, yaitu koalisi mayoritas tingkat DPRD RI tidak menurunkan volume ekspor batu bara. Temuan ini sejalan dengan hasil yang didapatkan pada pendekatan text mining, yaitu intensi yang dibangun oleh legislator di DPR RI yang mengerucut pada isu-isu perluasan lahan tambang pada tingkat daerah

This study investigates the causal relationship between majority coalition and coal. To obtain a complete picture, we conducted an analysis using both text mining and quantitative approaches. In this stance, the usage of text mining analysis is to explain pattern or phenomenon resulting in quantitative analysis. We use the method onto two datasets: published and open-source meeting summary text data from DPR RI on online media from 2014 to 2020 (WikiDPR, Parlementaria Terkini, and Tempo.co) also the coal export and coalition datasets of the DPRD RI from 2015 to 2021 (Customs Data of the Ministry of Finance of the Republic of Indonesia, General Commission of Election, and Statistics Indonesia). According to our hypothesis, when a coalition is formed, the volume of coal exported decreases. This study begins with the motivation of tunneling effects (deductive – inductive) on economic policy utilization, with the goal of determining the impact of national-level policies (DPR RI) to its provincial implementation (DPRD RI). We employ Text Mining, Sentiment Analysis, and Discourse Network Analysis in our text mining methods. Furthermore, we employ the Regression Discontinuity Design on a quantitative level. According to the findings of this study, the majority coalition in DPRD RI did not reduce the volume of coal exports. This finding is consistent with the findings of the text mining approach, in which we discovered that the type of discussion or conversation built by the legislator in the DPR RI was focused on the expansion of mining/smelter development also augmentation of production-distribution chain in the local area"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syihabuddin
"Penelitian ini berfokus pada Dinamika HIPMI Pasca Orde Baru. Sebagai wadah belajar dan kaderisasi pengusaha muda yang telah berpengalaman dalam mencetak kader-kader pengusaha-politisi di Era Orde Baru melalui partai Golkar yang menjadi induk politiknya, HIPMI sedikit banyak terkena imbas dari reformasi 1998. Sistem politik berubah dan mengikis jaringan sentral HIPMI selama ini dibirokrasi, partai politik, dan militer. Karenanya, menghadapi liberalisasi ekonomi dan politik pasca Orde Baru, HIPMI dituntut oleh keadaan untuk melakukan transformasi diri.
Transformasi ini ditandai dengan indepensi HIPMI dihadapan partai politik manapun, meskipun secara tradisi dan jaringan masih cukup kuat mengandalkan jaringan lama yang tertanam kuat di partai Golkar. Transformasi selanjutnya adalah corak bisnis yang digeluti oleh para pengusaha muda yang, seiring dengan liberalisasi ekonomi pasca Orde Baru, tidak hanya bisa mengandalkan proyek dari pemerintah semata, meski sebagai pendatang baru dalam dunia bisnis, mengerjakan proyek pemerintah berbasis ABPN/APBN masih menjadi pintu masuk ke dunia bisnis yang lebih luas. Modal ekonomi, intelektualitas, dan jaringan menjadi kunci bagi pengautan kaderisasi di HIPMI pasca Orde Baru. Dan HIPMI pasca Orde Baru selalu menuntut dirinya untuk membibitkan kader-kader pengusaha muda yang mandiri di hadapan negara.
Berpijak pada teori ekonomi politik relasi bisnis dan kekuasaan, teori modal sosial, dan kelas menengah, amatan terhadap kelembagaan dan perilaku anggota HIPMI dilakukan dan dikemukakan bahwa meski orde Politik telah berubah, namun peran tradisional HIPMI dalam politik Indonesia tetap sama: selain menjadi unit kaderisasi pengusaha pemula, HIPMI juga memerankan diri sebagai wadah kaderisasi politik sekaligus. Hal ini bukan persoalan salah atau benar dalam melihat perilaku kelembagaan HIPMI. Namun transformasi kelembagaan HIPMI yang telah kian matang, dengan perubahan perilaku bisnis yang beranjak menjauh dari negara, masih diikuti oleh tuntutan kesejarahan HIPMI: selain menyiapkan diri menjadi pengusaha yang sukses, HIPMI juga dituntut untuk siap menjadi pemimpin-pemimpin bangsa melalui jalur politik.
Demokrasi Indonesia yang masih mencari bentuknya yang ideal juga menyajikan dilemma dalam hubungan bisnis dan politik. Partai-partai politik semakin pragmatis dalam rekrutmen politiknya karena menghadapi ongkos politik yang mahal. Bagi HIPMI ini adalah peluang sekaligus tantangan dalam perannya sebagai kelas menengah di Indonesia. Di satu sisi, idealitas pembangunan kelas menengah berbasis komunitas bisnis yang kuat dan mandiri di hadapan negara menjadi tanggung jawab mereka, namun di sisi lain, ongkos politik yang begitu mahal memberi tawaran yang begitu besar bagi kelompok pengusaha untuk masuk dan bermain di dalamnya. Kaderisasi politik yang ramah terhadap kalangan usahawan ini mengidap hampir semua partai politik dan seolah menjadi tren dalam pentas politik Indonesia, sehingga membuka ruang yang begitu besar bagi organisasi yang bermotto “pengusaha pejuang, pejuang pengusaha ini”

This research is mainly focused on the post-New Order dynamism of the Indonesian Young Entrepreneurs Association (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia/HIPMI). As an organization which has a long experience on educating young generations of businessman-politicians through its political patron, Golongan Karya (Golkar), HIPMI has been to some extent affected by the 1998 reform. The changing political system erodes HIPMI’s central networking in bureaucracy, political parties, and military. As a consequence, HIPMI must adjust by transforming itself in view of the post-New Order political and economic liberalization.
HIPMI’s independence from any political party, albeit its ongoing dependence on its old tradition and networking both of which are deeply rooted in Golkar, marks this transformation. Another transformation is manifested in HIPMI’s type of business which, in line with the post-New Order economic liberalization, no longer depends solely on the government’s projects. However, the national budget (APBN)-based government’s projects remain the main entrance for the business new-comers to explore broader business opportunities. Economic capital, intellectuality, and networking play important role in strengthening the regeneration process of the post-New Order HIPMI which always urges itself to produce new, young entrepreneurs who are independent of the government.
Using business-power relation theory of political economy, social capital theory, and middle class theory to analyze the institutional and behavioral aspects of HIPMI members, this theses argues that although the political order has changed, and some of HIPMI’s members’ business role and networking have accordingly changed, the traditional role of HIPMI in Indonesian politic remains unchanged. In addition to its role as a medium for regeneration of new entrepreneurs, HIPMI plays another role as a medium for political regeneration. This does not have anything to do with right or wrong in analyzing HIPMI’s institutional behavior. HIPMI’s maturing transformation marked by its increasing distance from the government remains connected to its historical call: producing successful entrepreneurs as well as political leaders.
Indonesian democracy which is still in search for its ideal format poses a dilemma on business-politic relations. Political parties become more pragmatic in their political recruitment due to expensive political costs. This is an opportunity as well as challenge for HIPMI in its role as an Indonesian middle class. On one hand, the responsibility of building the middle class based on a strong and independent business free of the government’s influence lays on their shoulder. On the other hand, the expensive political costs pave their way to enter into politic. This businessmen-friendly climate of political regeneration is present in all political parties and apparently becomes a trend in Indonesian political contestation, providing a vast arena for HIPMI whose motto is “heroic entrepreneurs, entrepreneurial hero.”
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Subhan Asra
"Imperialisme platform sesungguhnya menjadi isu ekonomi politik di era globalisasi. Melalui teknologi platform digital Line Webtoon Indonesia dan platform webtoon global lainnya tidak hanya memiliki akses ke pasar konsumen saja namun juga pasar tenaga kerjanya. Penelitian ini menggabungkan hasil wawancara, pengalaman participant observer, dan sumber sekunder untuk membangun data dasar yang menggambarkan realita lapangan daripada sistem produksi komik Indonesia terkini. Teori ekonomi politik kemudian digunakan untuk menganalisis realita historical situatedness industri komik Indonesia yang diperkuat dengan analisis base-superstructure atas webtoon itu sendiri sebagai format maupun platform. Analisis menunjukkan bagaimana kelimpahan komikus Indonesia dimanfaatkan platform webtoon untuk memenuhi tuntutan arus konten deras yang diharuskan berdasarkan metode bisnisnya. Hubungan antara platform asing dan komikus Indonesia tersebut menciptakan relasi eksploitasi antarbangsa yang tercipta bukan karena desain melainkan karena kelalaian dari sisi bangsa Indonesia.

Platform imperialism is actually a political economy issue in the era of globalization. Through digital platform technology Line Webtoon Indonesia and other global webtoon platforms have access not only to the consumer market but also to the labor market. This research combines interviews, participant observer experiences, and secondary sources to build a baseline that describes the ground realities of the current Indonesian comic production system. Political economy theory is then used to analyze the historical situatedness of the Indonesian comic industry, which is reinforced by a base-superstructure analysis of the webtoon itself as a format and platform. The analysis shows how the abundance of Indonesian comic artists is utilized by webtoon platforms to meet the demands of heavy content flow required by their business methods. The relationship between foreign platforms and Indonesian comic artists creates a relation of exploitation between nations that is created not by design but by negligence on the part of the Indonesian nation."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library