Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laode Harjudin
Abstrak :
Upaya memahami realitas kekuasaan telah melahirkan beragam konsep yang cukup memperkaya khasanah teori poiitik. Teori dan analisis politik pun berkembang bersamaan dengan perubahan pola dan realitas kekuasaan. Sebagian besar analisis lebih banyak memahami fenomena kekuasaan pada level permukaan dari struktur kekuasaan. Padahal pemapanan dan perubahan kekuasaan tidak terbatas pada upaya kontroi mekanisme teknis-struktural, tetapi tak kalah hebatnya pengendaiian terhadap wacana sosial dan kultural yang mewujud dalam konstruksi bahasa yang ditanamkan secara ideologis.

Berangkat dan pemahaman di atas, Studi ini berusaha menjelaskan proses pengokohan hegemoni kekuasaan melalui konstruksi dan pengendalian wacana poiitik pada masa Orde Baru dengan memilih rentang waktu menjelang SU MPR 1998 hingga munculnya Era Reformasi 1998. Karena itu, Studi ini berupaya menjelaskan 'bagaimana proses konstruksi bahasa politik dalam memperkokoh hegemoni kekuasaan? Sedangkan manfaat penelilian : secara teoritis, penelitian ini, diharapkan mampu memperkaya keberagaman wawasan tentang kajian poliiik dari perspektif analisis wacana kritis (critical discourse analysis), dan secara praktis dapat memberikan konstribusi terhadap usaha memahami mekanisme penguasa dalam memperkokoh hegemoninya.

Analisis kajian ini lebih banyak menekankan perspektif interpretatif dalam paradigma kritik. Perspektif yang cukup memberi nuansa kritis adalah analisis wawna kritis yang dikembangkan Nomian Fairclough. Perspektif ini berusaha menemukan makna dari suatu teks dan berusaha menjelaskan proses produksi wacana dalam konteks sosial. Interpretasi dan makna teks dan, Iebih luas, wacana menghendaki kehadiran hermeneutik yang dielaborasi oleh Gadamer dan Heidegger, sebagai sebuah metode penafsiran. Sinergi dua perspektiftersebut bisa mampu mengungkapkan makna dari permainan wacana yang implisit. Sehingga maksud-maksud terselubung pun terdeteksi. Bahasa sebagai unit analisa dilihat dari kaca mata genealogis, Foucault. Dari sini, bahasa tidak dilihat sekedar sebagai perkara gramatik, tetapi Iebih merupakan ajang perlarungan kekuasaan. Ruang (space) tempat konflik berbagai kepentingan polilik, kekuasaan, dan hegemoni tergelar.

Pada talaran yang Iebih konseptual, studi ini menemukan wujudnya pada pemikiran Antonio Gramsci Dalam memandang kekuasaan, Gramsci Iebih mengedepankan penekanan kultural-ideologis yang sekaligus, konsep ini, menandai perpisahannya dengan konsep Manda yang economic determinant Gramsci mengembangkan istilah hegemoni yang berarli konstruksi ideologi oleh pihak yang dominan untuk mencapai konsensus dari pihak yang dikuasai melalui penggunaan kepemimpinan moral, intelekual dan politik yang menjelmakan diri dalam bentuk monopoli teks dan tafsirnya. Proses ke arah pencapaian dan restrukturisasi hegemoni ditempuh dengan 'teknologisasi wacana'. Proses ini merupakan bagian dari stiategi dominasi sosial kelompok yang dominan untuk memantapkan eksistensinya secara hegemonik lewat kontrol praktek wacana (discursive practice).

Di masa kekuasaan rezim Orde Baru berlangsung, proses-proses seperti dijelaskan itu telah memgroleh peneguhan selama Iebih kurang 32 tahun. Wacana politik berhasil dikontrol dalam koridor negara Pancasila dengan mempropagandakan kata ?pembangunan" dan ?stabilitasi". Di atas dan dengan kedua kata inilah berlangsung pengoperasian ideologi yang menyamar dalam kemasan-kemasan wacana polilik. Setiap bahasa politik yang mewujud dalam pemyataan-pernyataan elite di tingkat negara selalu mencerminkan bias pro hegemoni negara. Argumen ?untuk kepentingan bersama' tidak Iebih dari sebuah kalimat yang sarat muatan ideologi. Tujuannya untuk merangkul keterlibatan banyak orang agar kekuasaan letap legitimate. Cara itu merupakan penggiringan kesadaran sehingga masyarakat, secara perlahan-lahan terhegemoni, dan kekuasaan tetap Iestari dalam genggaman tangan penguasa. Kecuali ketika rakyat terbangun dari ketidaksadaran dan mulai menggugat berbagai hal, maka bangunan kekuasaan mengalami keruntuhan. Tamatlah Orde Baru.
2001
T2506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Laela
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis strategi komunikasi politik DPD Partai Golkar Kabupaten Bogor pada Pemilu Legislatif 2019 di Kabupaten Bogor yang menggunakan konektivitas kampanye dengan pola komunikasi top down dan bottom up kepada konsstituen dan masyarakat di dapilnya masing-masing, serta strategi komunikasi politik yang digunakan meliputi : program partai, komunikator dan komunikan, relasi dan koordinasi agenda partai, mobilisasi pendukung, taktik, dan posisi/kedudukan organisasi. Penelitian ini mengadaptasi teori komunikasi politik Pippa Norris (2001), dengan kerangka penjelasan dari Stromback dan Kiousis (2012) dan Robinson (2011) untuk menganalisis strategi komunikasi politik yang dilakukan DPD Partai Golkar Kabupaten Bogor pada pemilu legislatif 2019 di Kabupaten Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan sumber data primer berdasarkan wawancara yang dilengkapi dengan data sekunder. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan konektivitas kampanye yag dilakukan Partai Golkar di Kabupaten Bogor dengan pola komunikasi top down dan bottom up mengarah pada sustainable role yang lebih menekankan pada keberlangsungan komunikasi politik partai dalam jangka panjang. Serta strategi komunikasi politik yang digunakan dan dirumuskan Partai Golkar di Kabupaten Bogor yang meliputi program partai, komunikator dan komunikan, relasi dan koordinasi agenda partai, mobilisasi pendukung, taktik, dan posisi/kedudukan organisasi diwujudkan dengan melakukan pranata kelembagaan untuk menyukseskan konsolidasi dan penguatan sistem struktural Partai Golkar dan membentuk Badan Pemenangan Pemilu untuk meningkatkan perolehan suara partai pada pemilu legisltaif 2019 di Kabupaten Bogor. ......This study analyzes the political communication strategy of the DPD Golkar Party in Bogor Regency in the 2019 Legislative Election in Bogor Regency which uses campaign connectivity with top down and bottom up communication patterns to constituents and the people in their respective electoral districts, as well as the political communication strategies used include: party programs , communicators and communicants, relations and coordination of party agendas, mobilization of supporters, tactics, and organizational positions/positions. This research adapts Pippa Norris' political communication theory (2001), with the explanatory framework from Stromback and Kiousis (2012) and Robinson (2011) to analyze the political communication strategy carried out by the Golkar Party DPD Bogor Regency in the 2019 legislative elections in Bogor Regency. The research method used is qualitative with primary data sources based on interviews supplemented by secondary data. The findings in this study show that the campaign connectivity carried out by the Golkar Party in Bogor Regency with top-down and bottom-up communication patterns leads to a sustainable role that places more emphasis on the long-term sustainability of party political communication. As well as the political communication strategy used and formulated by the Golkar Party in Bogor Regency which includes party programs, communicators and communicants, relations and coordination of party agendas, mobilization of supporters, tactics, and organizational positions/positions realized by carrying out institutional institutions to succeed in consolidating and strengthening the structural system Golkar Party and formed the Election Winning Board to increase the party's vote acquisition in the 2019 legislative elections in Bogor Regency.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kencana Ariestyani Suryadi
Abstrak :
Tesis ini membahas komunikasi politik memanfaatkan Facebook yang dilakukan calon presiden muda melalui konvensi nasional Dewan Integritas Bangsa, Yuddy Chrisnandi, dengan melihat strategi komunikasi politik Yuddy dalam Facebook dan optimalisasi Facebook sebagai medium kampanye politik. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukan strategi komunikasi politik dalam Facebook lebih banyak berkaitan dengan metode penyusunan dan penyampaian pesan. Sedangkan fitur-fitur dalam Facebook belum sepenuhnya dioptimalkan oleh Yuddy sebagai medium kampanye politik. ......The focus of this study is political communication using Facebook which is utilized by Yuddy Chrisnandi as a young president candidate from National Convention of “Dewan Integritas Bangsa”. The purpose of this study is to understand how Yuddy Chrisnandi uses Facebook as medium for political campaign. This research is qualitative descriptive. The data were collected by means of deep interview with Yuddy Chrisnandi and observation to the substance of his Facebook. The researcher suggests that Yuddy Chrisnandi should improve his political communication strategy when communicate to the audiences through Facebook.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33973
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Zulkifli
Abstrak :
Golongan menengah memi1iki peran yang besar saat kita menganalisis struktur masyarakat. Unfuk konteks Indonesia peran golongan ini mengalami pasang naik dan surut seiring perubahan sistem politik yang berlaku di Ind onesia : sistem demokrasi parementer. Demokrasi terpimpin dan orde baru. Pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an terjadi sejumlah perubahan pada situasi politik Indonesia. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana peran golongan menengah Indonesia itu yang dalam konteks penelitian ini adalah bagaimana isi komunikas politiknya terhadap suatu peristiwa demokratisasi di Indonesia kini. Sebagai kasus demokratisasi dipilih kasus Kongres Luar Biasa Partai Demokrasi Indonesia (KLB-PDI). Sedangkan kelompok yang diidentifikasikan sebagai golongan menengah adalah intelektual, mahasiswa kelompok profesional, pemimpin suratkabar dan pengusaha/pedagang Penguktiran isi komunikasi politik ini dilakukan dengan metodologi analisa ini kualit.aUf terhadap seluruh pernyataan kclima kelompok yang .diteliti yang terdapat pada suratkabar Kompas dan Media Indonesia pada periode 2-13 Desember 1993. Dari konseptualisasi yang dilakukan terhadap pernyataan kelima kelompok yang diteliti terhadap isu KLB PDI diperoleh 2 isu utama KLB POI: isu independensi partai dan isu kepemimpinan. Terhadap isu independensi partai, kelima kelompok masyarakat yang diteliti umumnya tidak sepenuhnya menolak intervensi eks ternal terhadap POI. Artinya intervensi itu dipahami Sebagai sesuatu yang ada dalam kon teks kehidupan partai politik di Indonesia yang memungkinkan peran negara sebagai ekuatan eksternal. Apa yang kelima Kelompok masyarakat anggap penting adalah bagaimana mengurangi peran kekuatan eksternal tersebut dan bukan menghi langkannya sama sekali. Sebagai catatan , kekuatan eksternal yang dimaksudkan oleh kelima kelompok masyarakat yang diteliti adalah negara. Terhadap isu epemimpinan, yang lebih dipilih umumnya adalah tipe kepemimpinan figuritas taripada ipe kepemimpinan kelembagaan. Tipe kepemimpinan yang pertama lebih menyangkut figur tokoh itu dengan mitos-mitos yang melekat padanya -- dan tipe yang kedua lebih mengacu pada kemampuan diri tokoh tersebut dalam menyelesaikan persoalan-persoalan di dalam organisasi yang dipimpinnya
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S4116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyiddin Azhar
Abstrak :
Pemilihan umum (pemilu) seringkali tidak mencerminkan murni keputusan rasional individual pemilih. Salah satu faktor yang mempengaruhi prilaku pemilih adalah komunikasi politik yang tidak terlepas dari bingkai konstruksi sosial pada skala lokal. Konstruksi sosial pada skala lokal inilah yang dimaksudkan dengan place. Penelitian ini berfokus meneliti variasi karakteristik place pada wilayah pengaruh politik lokal, dan pengaruhnya terhadap komunikasi politik kandidat pada pemilu legislatif Kecamatan Sukmajaya Kota Depok 2014. Metode analisa yang digunakan adalah analisa spasial deskriptif dengan mengamati fenomena komunikasi politik kandidat pada setiap variasi place yang terkonstruksi pada setiap wilayah politik lokal. Hasil yang diperoleh adalah karakteristik place terbagi atas tiga tipe, yaitu place dengan tipe hirarkis, egaliter dan hirarkis-egaliter. Pada tipe hirarkis, keberhasilan komunikasi politik kandidat ditentukan oleh kekuatan relasi antara kandidat/kader dengan tokoh-tokoh lokal di lingkungan. Pada place tipe egaliter, keberhasilan komunikasi politik kandidat ditentukan oleh kekuatan relasi antara kandidat/kader dengan konstituen baik melalui komunikasi massa ataupun secara interpersonal. Sementara pada place tipe hirarkis-egaliter, keberhasilan komunikasi politik kandidat ditentukan oleh kekuatan relasi antara kandidat/kader dengan segmen tokoh lokal baik simbolik atau organisasi yang dominan pada suatu wilayah politik lokal.
Elections often do not reflect real rational voter decisions. One of the factors that influence the behavior of voters is a political communication that can not be separated from the social construction of the frame on a scale of local community. This local scale is called a place. The study focuses on examining the variety of place characteristics on the territory of local political influence, and influence on political communication candidates in legislative elections Sukmajaya District of Depok 2014. The analytical methods used are descriptive spatial analysis by observing the phenomena of candidates of political communication at any place constructed variations on each local political territory. The characteristic place is divided into three types, namely the type of place with hierarchical, egalitarian and hierarchical-egalitarian. In the hierarchical place, the success of candidates of political communication is determined by the strength of the relationship between candidates / caders with local figures in the neighborhood. In the type of egalitarian place, the success of candidates of political communication is determined by the strength of the relationship between candidates / caders with constituents through mass communication or interpersonal. While the hierarchical type-egalitarian place, the success of candidates of political communication is determined by the strength of the relationship between candidates / caders with local leaders segment either symbolic or dominant organization on an area of local politics.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S60625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akyas
Abstrak :
Penelitian dengan judul “Geografi Komunikasi Politik pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2020 di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Ciputat” dilatarbelakangi oleh teori bahwa setiap tempat, sebagai suatu titik tertentu di permukaan bumi, memiliki perbedaan situasi nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya. Dalam konteks Pilkada, setiap kandidat memiliki wilayah-wilayah dimana ia bisa menang dengan mutlak. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi menangnya kandidat di suatu wilayah, dua diantaranya yaitu faktor geografis dan faktor komunikasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kaitan karakteristik tempat dan komunikasi politik kandidat Pilkada Tangerang Selatan 2020. Pengumpulan data primer yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara mendalam. Sampling bertujuan (purposive sampling) digunakan untuk menentukan informan yang akan diwawancarai yaitu pejabat RT/RW (Ketua, Sekretaris, atau Bendahara) di wilayah suara. Hal yang diwawancarai adalah tentang karakteristik tempat serta tentang komunikasi politik di wilayah suara. Sedangkan pengumpulan data sekunder yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengunjungi situs Geoportal Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk mendapatkan Peta Administrasi Kelurahan Cipayung dan mengunjungi situs Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang Selatan untuk mendapatkan data perolehan suara Pilkada Tangsel 2020 dan data lokasi TPS Pilkada Tangsel 2020. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif keruangan. Dengan metode tersebut dapat dilakukan penggambaran karakteristik tempat di wilayah suara setiap kandidat Pilkada Tangerang Selatan 2020. Dengan metode tersebut juga dapat dilakukan penggambaran fenomena komunikasi politik dalam konteks Pilkada di wilayah suara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Kelurahan Cipayung, setiap Kandidat Pilkada Kota Tangerang Selatan 2020 berhasil membentuk wilayah kemenangan di tempat dengan karakteristik struktur sosial yang serupa, yaitu tempat dengan dominasi warga asli yang bermukin di permukiman tidak teratur, namun dengan komunikasi politik yang berbeda. Kandidat 1 berhasil memperoleh wilayah kemenangan di tempat dimana ia melakukan komunikasi massa. Sedangkan Kandidat 2 berhasil memperoleh wilayah kemenangan di tempat dimana ia melakukan komunikasi massa dan pembangunan melalui kegiatan santunan warga. Terakhir, Kandidat 3 berhasil memperoleh wilayah kemenangan dimana ia melakukan komunikasi interpersonal. ......The research with the title "Geography of Political Communication in the 2020 South Tangerang City Regional Head Election in Cipayung Village, Ciputat District" is motivated by the theory that every place, as a certain point on the earth's surface, has a different situation of human values ​​in it. In the context of Pilkada (Local Leaders Election), each candidate has areas where he can win with absolute certainty. There are several factors that influence the winning of candidates in a region, two of which are geographical factors and communication factors. Based on this background, the purpose of this study is to determine the relationship between the characteristics of the place and political communication of the 2020 South Tangerang Pilkada candidates. The primary data collection carried out in this study was observation and in-depth interviews. Purposive sampling is used to determine the informants to be interviewed, namely Rukun Tetangga (neighbourhood) or Rukun Warga(hamlet) officials (Chairman, Secretary, or Treasurer) in the voting area. The things that were interviewed were about the characteristics of the place as well as about political communication in the voice area. While the secondary data collection carried out in this study was to visit the Geoportal site of the South Tangerang City Government to get the Cipayung Urban Village Administration Map and visit the South Tangerang City General Election Commission site to get data on the 2020 South Tangerang Pilkada vote acquisition and 2020 South Tangerang Election Tempa Pemungutan Suara (voting place) location data. The data used in this study is a spatial descriptive method. With this method, it is possible to describe the characteristics of the place in the voting area of ​​each candidate for the 2020 South Tangerang Pilkada. With this method, it is also possible to describe the phenomenon of political communication in the context of the Pilkada in the voting area. The results of this study indicate that in Cipayung Village, every 2020 South Tangerang City Election Candidate has succeeded in forming a winning area in a place with similar social structure characteristics, namely a place with the dominance of indigenous people who live in irregular settlements, but with different political communication. Candidate 1 managed to get the winning area in the place where he did mass communication. While Candidate 2 managed to get a winning area in a place where he carried out mass communication and development through community compensation activities. Finally, Candidate 3 managed to get a winning area where he did interpersonal communication.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Fadhillah
Abstrak :
Konstitusi Jepang yang disahkan pada tahun 1947 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama Pasal 9 yang bernuansa pasifisme. Beberapa yang menolak mengatakan bahwa pasal tersebut menghalangi Jepang sebagai negara normal sedangkan yang mendukung beralasan bahwa pasal tersebut melindungi Jepang dari perang selama tujuh puluh tahun terakhir. Shinzo Abe, Perdana Menteri terlama Jepang sekaligus termasuk yang kontra Pasal 9, mempunyai ambisi untuk melakukan amendemen konstitusi di periode terakhir dia menjabat. Namun, langkah tersebut tidak mudah karena terhalang oleh ideologi pasifisme yang kuat, persyaratan amendemen yang berat di parlemen, dan pandemi yang melanda. Untuk melewati halangan itu, Abe melakukan komunikasi politik yang bernada persuasif agar masyarakat mendukungnya. Sayangnya, komunikasi yang dilakukan Abe saat masa pandemi sering ditanggapi negatif. Hingga akhir masa jabatannya, Konstitusi Jepang masih tetap utuh. Penelitian ini akan membahas komunikasi politik yang Abe gunakan dalam periode terakhirnya, tantangan yang menyebabkan sulitnya terjadi amendemen, dan dampak dari komunikasi politik yang Abe lakukan. Penulis menggunakan metode penelitian sejarah dalam menganalisis masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat masalah amendemen konstitusi dari sudut pandang para pendukung amendemen. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan, upaya komunikasi politik yang dilakukan Abe masih kurang maksimal. ......The Japanese constitution, which was passed in 1947, raised pros and cons in society, especially Article 9 which has a pacifist nuance. Some objected to saying that the article precluded Japan from being a normal country. While those who support it argue that the article protects Japan from war for the last seventy years. Shinzo Abe, Japan's longest-serving prime minister and one of those against Article 9, has ambitions to amend the constitution in his last term in office. However, the move was not easy because it was hindered by a strong pacifist ideology, heavy amendment requirements in parliament, and the pandemic that hit. To overcome this obstacle, Abe carried out persuasive political communications so that the public would support him. Unfortunately, the communication that Abe made during the pandemic was often received negatively. Until the end of his term, the Constitution of Japan remained intact. This study will discuss the political communication that Abe used in his last period, the challenges that made the amendments difficult, and the impact of Abe's political communication. The author uses historical research methods in analyzing this problem. This study aims to look at the issue of constitutional amendments from the point of view of the proponents of the amendments. The results of this study reveal that Abe's political communication efforts are still not optimal.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
McNair, Brian
London: Routledge, 1995
320.014 MCN i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajar Fadhillah Yasid
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji hiperrealitas citra yang dilakukan oleh Joko Widodo dalam posisinya sebagai presiden Republik Indonesia yang kembali menjadi kandidat presiden untuk periode berikutnya, Pemilihan Presiden 2019. Melalui deretan busana yang ia gunakan di berbagai aktivitas, yang kemudian secara visual ia tampilkan melalui media sosial, Joko Widodo membentuk citra tertentu. Untuk mengidentifikasi realitas yang coba diciptakan oleh Joko Widodo, peneliti menggunakan konsep hiperrealitas dari Jean Baudrillard. Hiperrealitas memisahkan realitas yang terlihat oleh publik dari realitas yang sesgungguhnya. Realitas baru dibentuk dan membuat realitas yang sesungguhnya tidak lagi menjadi akar referensi publik dalam mellihat dan menilai seseorang. Penelitian ini mengurai proses hiperrealitas dengan konsep pemasaran politik melalui media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi hiperrealitas pada Joko Widodo, yang dibentuk dari cara berbusananya. Gaya berbusana Joko Widodo secara kolektif membangun citra-citra terentu, yang di antaranya adalah citra anak muda, citra pekerja, citra netral, dan citra sederhana. ...... This study examined hyperreality of Joko Widodo`s image regarding his position of President of Republic of Indonesia and his candidacy for next period in 2019 Presidential Election. Joko Widodo is constructing certain image through his sets of fashion during several activities which are shown visually on social media. This study used the concept of hyperreality coined by Jean Baudrillard to identify realities created by Joko Widodo. Hyperreality is separated reality which is seen by public from the original reality. New reality is constructed and it made original reality not seen as public standard reference in seeing and judging people. This study specifically entangled the process of hyperreality in its relation with the concept of political marketing through social media. The result of this study showed that hyperreality has been constructed by Joko Widodo through his sets of clothing and fashion style. Joko Widodo`s style of fashion is collectively constructed certain images, which are youth, working class, neutrality, and simplicity.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fajrul Rahman
Abstrak :
Banyak studi telah dilakukan untuk menjelaskan proses demokratisasi yang dialami Indonesia pasca-Reformasi 1998, khususnya melalui penyelidikan mendalam terhadap pemilihan umum yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali sejak 1999. Dari segi objek kajian, penelitian komunikasi politik terkait perilaku memilih berdasarkan kelas sosial masih relatif pinggiran dibandingkan beberapa objek kajian lain, seperti sistem kepartaian yang banyak ditulis dalam berbagai studi selama dekade pertama tahun 2000-an, maupun politik identitas dan gender yang menjadi sorotan pada dekade berikutnya. Dari segi kerangka teoretis, teori kelas sosial jarang digunakan, setelah selama lebih dari tiga dekade kekuasaan Orde Baru, teori ini relatif tidak berkembang dalam ilmu sosial di Indonesia. Disertasi ini mencoba mempertemukan pendekatan komunikasi politik dan kelas sosial dengan mempergunakan teori kelas sosial baru berdasarkan pendekatan strukturalisme genetik Pierre Bourdieu sebagai pisau analitis untuk menjelaskan perilaku memilih berbasis kelas sosial di Indonesia. Khususnya pemrosesan informasi oleh pemilih berbasis kelas sosial untuk memproduksi opini politik dan pilihan politik pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019. Metode yang digunakan adalah convergent parallel mixed method—pendekatan kuantitatif dengan analisis kluster digunakan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan kelas-kelas sosial di Indonesia, sementara pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dengan para informan kunci digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang habitus kelas dan modus produksi opini politik masing-masing kelas sosial dengan menggunakan the modes of production of opinion Bourdieu. Hasil analisis kuantitatif dan kualitatif dengan interpretative phenomenological analysis berhasil mengidentifikasi empat kelas sosial di Indonesia lengkap dengan habitus kelas masing-masing, yakni kelas elite, kelas menengah profesional, kelas menengah tradisional, dan kelas marhaen. Tiap-tiap kelas sosial memiliki jumlah dan komposisi kapital ekonomi, budaya, dan sosial yang berbeda, serta habitus kelas yang berbeda pula dan memiliki modus produksi opini politik yang juga menunjukkan perbedaan (distinction). Perbedaan modus produksi opini politik berhubungan langsung dengan perbedaan habitus kelas masing-masing kelas sosial. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa modus produksi opini politik dan pilihan politik tersebut terkondisikan secara sosial. Kelas elite dan kelas menengah profesional mengalami modus produksi opini dan pilihan politik berdasarkan etos kelas atau produksi orang-pertama, sementara kelas menengah tradisional dan kelas marhaen mengalami modus produksi opini dan pilihan politik berdasarkan production by proxy. Akibatnya, kelas menengah tradisional dan kelas marhaen rentan terhadap doxa, propaganda dan kekerasan simbolik. ......Much have been written about the democratization process experienced by Indonesia after the 1998 Reformation, especially through in-depth investigations into general elections, which have been held every five years since 1999. In terms of the object of study, studies on political communication related to voting behavior based on social class are relatively marginalized compared to other objects, such as the party system, which has been widely studied in the firstdecade of the 2000s, as well as politics of identity and gender, which became the spotlighted topic in the following decade. In terms of the theoretical framework, social class theory has been rarely used, and after more than three decades of New Order rule, this theory remains relatively underdeveloped in social sciences in Indonesia. This dissertation attempts to reconcile political communication and social class approaches, by using a new social class theory based on Pierre Bourdieu's genetic structuralism approach as an analytical tool to explain social class-based voting behavior in Indonesia, particularly the processing of information by social class-based voters in producing political opinions and political choices in the presidential and vice presidential elections of April 17, 2019. The method used is the convergent parallel mixed method - a quantitative approach using cluster analysis is used to identify and describe social classes in Indonesia, while a qualitative approach through in-depth interviews with key informants is used to get an understanding of the class habitus and the mode of production of political opinion of each social class, using Bourdieu’s concept of mode of production of opinion. The results of the quantitative and qualitative analysis, using interpretative phenomenological analysis, have succeeded in identifying four social classes in Indonesia, complete with their respective class habitus, namely the elite class, the professional middle class, the traditional middle class, and the marhaen class. Each social class has a different number and composition of economic, cultural and social capital, as well as a different class habitus and distinctive mode of production of political opinion. The different modes of production of political opinion are directly related to differences in the class habitus of each social class. This research also shows that the mode of production of political opinion and political choice is socially conditioned. The elite and professional middle classes experience a mode of production of opinion and political choice based on a class ethos, or first-person production; while the traditional middle and marhaen classes experience a mode of production of opinion and political choice based on production by proxy. As a result, the traditional middle class and the marhaen class are vulnerable to doxa, propaganda and symbolic violence.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>