Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulkifli Hamid
"Kawasan Pasifik Selatan didiami oleh tiga budaya besar, yaitu Melanesia, Polinesia dan Mikronesia. Masing-masing budaya memberikan pengaruh tertentu pada negara atau masyarakat yang bersentuhan antara wilayah kawasan secara geografis dengan wilayah budaya. Budaya Melanesia merupakan budaya yang cukup kuat diantara ketiganya. Budaya ini mempengaruhi tingah laku dan sikap tindak dari negara atau masyarakat yang berada dalam lingkup budaya tersebut. Pengaruh budaya Melanesia terlihat dalam hubungan antara budaya dan kepemimpinan, konstitusi, dan pemerintahan, dan juga hubungan internasional. Hal-hal ini diperkuat lagi dalam kegiatan atau aktivitas yang diperlihatkan dari beberapa organisasi regional dan kepentingan-kepentingan tertentu dalam kerjasama regional ataupun dalam interaksi dengan negara/bangsa lainnya."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Sadariah
"Tesis ini mengangkat masalah maraknya kasus unjuk rasa para pekerja pabrik di kawasan industri Tangerang. Pembahasan aksi unjuk rasa para pekerja pabrik tersebut di analisa dengan pendekatan ilmu Politik. Melalui metode kwantitatif, penelitian ini mencoba mengukur tingkat pengetahuan dan kesadaran para pekerja pabrik dengan menggunakan konsep Budaya Politik dari Rossenbaum dan Partisipasi Politik dari Sammuel Huntington.
Permasalahan yang diangkat adakah seberapa tinggi tingkat pengetahuan dan kesadaran politik (Budaya Politik) para pekerja pabrik khususnya yang berkaitan dengan kepentingan mereka sebagai pekerja; seberapa tinggi tingkat partisipasi politik pekerja khususnya dalam kasus unjuk rasa; adakah hubungan antara tingkat Budaya Politik dengan tingkat Partisipasi Politik tersebut.
Dari hail penelitian di lapangan maka dapat diketahui ternyata pengetahuan dan kesadaran para pekerja pabrik yang terlibat aktif dalam aksi unjuk rasa di lingkungan pabrik ditempat mereka bekerja ternyata adalah para pekerja yang memiliki tingkat pengetahuan dan keaadaran politik yang tinggi dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan pekerja pabrik.
Mayoritas responden dalam penelitian ini adalah para pekerja yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam arti mereka terlibat dalam rangkaian aksi unjuk rasa dari mulai menyebarkan issue, mengajak dan menghimbau sesama rekan pekerja, mengadakan rapat pertemuan; memberi bantuan dana maupun pemikiran, sampai pada aksi unjuk rasa itu sendiri. Mereka yang aktif tersebut diikuti dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran politik yang tinggi dalam hal yang berkaitan dengan kepentingan pekerja seperti pahamnya mereka mengenai besarnya tingkat upah dan berbagai insentif lainnya, Cara menyalurkan aspirasi mereka termasuk menempuh cara nonkonvensional ketika mereka mengalami jalan buntu dalam menempuh jalur formal.
Dari pengujian statistik diketahui terdapat hubungan yang kuat den signifikan antara tingkat Budaya Politik dengan tingkat Partisipasi Politik sebesar 0,99. Hal ini bermakna semakin tinggi tingkat Budaya Politik maka semakin tinggi pula tingkat Partisipasi Politiknya. Atau semakin baik kesadaran dan pengetahuan pekerja pabrik mengenai hakhaknya maka semakin aktif mereka dalam menuntut hak-hak baik dengan cara konvensional maupun non konvensional. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Fawzia Arifin S.
"Keterbatasan sumber daya di perkotaan dihadapi masyarakatnya dengan mengorganisasikan diri dalam bentuk formal maupun informal. Kelebihan pengorganisasian diri secara informal dibanding formal adalah; dapat digunakannya mekanisme budaya, pertemanan, ritus-ritus, upacara-upacara dan kegiatan-kegiatan simbolik untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi lainnya seperti ekonomi dan politik, selain tujuan budaya. HKMN Suryasumirat merupakan salah satu bentuk organisasi informal yang menghimpun keturunan para Adipati kepala Kadipaten Mangkunagaran dan Punggawa baku. Dua kelompok keturunan ini sebenarnya memiliki juga organisasi kekerabatan masing-masing. Trah Mangkunegaran untuk keturunan para Adipati Mangkunegaran dan Paguyuban Tri Darmo untuk keturunan Punggawa Baku. Sebagai organisasi kekerabatan Elite Tradisional Jawa, HKMN Suryasumirat memiliki fasilitas-fasilitas untuk mencapai tujuannya walaupun untuk memperolehnya tidak selalu mendapat jalan mulus.
Penelitian memperlihatkan adanya kaitan-kaitan hubungan antara keberadaan HKMN Suryasumirat, keterbatasan sumber daya, lingkungan sosial politik yang melatar belakangi, dengan upaya peningkatan peran dengan jalan merebut sumberdaya sekaligus mempertahankannya melalui serangkaian proses politik.
Dihapuskannya sistem Swapraja di masa Republik, membawa Mangkunegaran pada situasi dan posisi yang tidak menguntungkan, HKMN diharapkan mampu mengangkat kembali citra dan prestise Mangkunegaran. Upaya menguasai ketiga unsur sumber daya mulai dilakukan. Dana Hak Milik Mangkunegaran yang disita oleh pemerintah Republik, potensi kerabat yang ada dimanfaatkan agar masuk dalam pemerintahan baru, rekrutmen sumber daya manusia dapat dilakukan antara lain melalaui perkawinan dan pengangkatan tokoh-tokoh nasional sebagai kerabat Mangkunegaran.
Perubahan sistem politik nasional dari rezim Orde lama ke Orde baru, menciptakan situasi yang menguntungkan Mangkunegaran dan kerabat. Presiden Soeharto dan ibu Tien sebagai kerabat Mangkunegaran membuka akses kearah penguasaan sumber daya dan peningkatan peran HKMN Suryasumirat, sehingga menimbulkan perubahan yang cepat dalam tubuh organisasi HKMN.
Perubahan yang terhitung cepat ini tidak dapat diterima oleh semua pihak. Masuknya nilai-nilai baru (struktur organisasi modern) yang menggeser nilai-nilai lama yang menempatkan Mangkunagoro pada posisi sentral sebagai pusat kekuasaan dan kewenangan (dalam struktur organisasi lama), mengakibatkan terjadinya benturan diantara kerabat. Akibat konflik yang terjadi ini peran HKMN Suryasumirat dalam reorganisasi Mangkunegaran belum dapat terwujud.
Walaupun usaha-usaha kearah itu terus dilakukan. Namun peningkatan peran Organisasi kerabat ini diluar reorganisasi yang diwujudkan melalui serangkaian proses politik dalam ruang lingkup sistem politik nasional kiranya sudah berhasil diwujudkan. Sebab setiap peran dan peningkatannya senantiasa memperoleh dukungan pemerintah, baik pada masa Swapraja maupun masa Republik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengolahan Data dan Informasi Sekjen DPR RI, 2007
306.2 KOM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bridges, Thomas
Washington : The council for research in values and philosophy , 1997
320.51 BRI c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"The life of the Indonesian community that was plural and heterogeneous could cause and have an impact the view emergence that was positive or the negative towards that. The plurality and heterogeneity preferably should be not seen as two different poles but preferably that was responded to with the wise attitude. The phenomenon of Indonesia culture that was bipolar could be responded to with the human attitude through the studying process in understanding multiculturalism and education for the younger generation. Through multiculturalism and ethics consciousness, the person could learn to minimise the conflict that happened in Indonesia."
JUETIKA
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Faisal
"Fokus penelitian ini adalah melihat bagaimana gambaran budaya politik kontemporer Makassar di era liberalisasi pasar, yang terwujud dalam ruang publik kontemporer ala warung kopi yaitu ruang publik Phoenam. Dengan mengambil ruang publik Phoenam Makassar sebagai objek pembahasan, penelitian ini menguraikan bagaimana hubungan-hubungan kekuasaan (pertarungan ideologis) berlangsung dalam ruang publik Phoenam Makassar, yang pada akhirnya akan mengungkap derajat kepublikan ruang publik Phoenam tersebut. Derajat kepublikan tersebut dilihat dari wacana yang berkembang dan akses yang diberikan kepada publik dalam ruang publik Phoenam, dengan kondisi demokrasi maksimal sebagai parameternya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi lapangan, dan studi pustaka. Sementara analisis data digunakan pendekatan kajian budaya (cultural studies).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai trendsetter dan representasi ruang publik kontemporer Makassar, ruang publik Phoenam telah memediasi berbagai pertarungan kepentingan yang terlibat di dalamnya seperti radio Mercurius, harian Fajar, Phoenam, tokoh-tokoh publik, dan pengunjung/komunitas Phoenam. Tiap-tiap elemen publik ini secara politis dan ideologis berusaha mengooptasi dan mengomodifikasi ruang publik Phoenam dengan cara melakukan 'perang posisi' (war of position) untuk memperjuangkan kepentingan masing-masing menuju hegemoni, yang pada akhirnya mendefinisikan ruang publik Phoenam Makassar sebagai ruang publik tidak otentik.
Pertarungan ideologis tersebut di ruang publik Phoenam berimplikasi terhadap tersingkirnya kearifan lokal ruang kultural tudang sipulung dalam budaya politik tradisional Bugis Makassar yang disinyalir sebagai ruang demokratis yang pernah dialami masyarakat Bugis Makassar sebagai tradisi berdemokrasi pada masa lampau.

The focus of this research is to see how the image of Makassar's contemporary political culture in the ere of market liberalization, which takes coffee house as a form of public sphere, namely Phoenam's public sphere. Taking Makassar Phoenam's public sphere as object analyzed, this research describes how power relations (ideological struggle) take place in Phoenam's publis sphere, and finally, reveal the publicity degree of the Phoenam's public sphere. The publicity degree is seen from public discourses and acces given to the public in Phoenam's public sphere, with ideal democracy as its parameter. Interview, observation, and bibliographical research are used to collect the data, and cultural studies (kajian budaya) for analyzing the data.
The result of this research shows that as trendsetter and representation of Makassar's public sphere, Phoenam's public sphere has mediated the struggle of ideological interests of the public, that is, Mercurius radio station, Phoenam's owner, Fajar newspaper, public figures, and Phoenam's visitors/community. Each of these public elements politically and ideologically, tries to cooptate and to commodificate Phoenam's public sphere by taking a 'war of position' (perang posisi) to fight their own interests towards hegemony.
The ideological struggle finally defines Phoenam's public sphere as a non authentic public sphere. The struggle in Phoenam's public sphere implicate to the marginalization of local wisdom of the cultural sphere 'tudang sipulung' in Bugis Makassar's traditional political culture, which signaled as a democratic sphere, that has been experimented by the Bugis Makassar's people as tradition in experimenting democracy in the past."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T23398
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsudin
Malang: UIN-Maliki Press, 2012
306.4 SYA i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>