Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adam Priambodo
"Asteraceae adalah famili tumbuhan dengan 1.900 genus dan 32.000 spesies. Asteraceae mudah tumbuh di berbagai habitat seperti tanah lapang, taman, dan sisi jalan raya. Pemetaan jenis Asteraceae di Kampus Universitas Indonesia telah dilakukan oleh Oktarina & Salamah (2017:243), dan morfologi polen beberapa Asteraceae di lingkungan kampus juga telah diteliti (Salamah dkk. 2019:154). Sementara itu, struktur komunitas beberapa Asteraceae di kampus sudah dikaji oleh Agassi (2017), tetapi viabilitas polen Asteraceae di lingkungan Kampus Universitas Indonesia belum diteliti. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi viabilitas polen beberapa spesies Asteraceae di Kampus Universitas Indonesia. Delapan spesies Asteraceae dari 6 tribes diamati melalui metode in vitro dengan tiga tipe medium dan pewarnaan menggunakan pewarna safranin 2%. Hasil viabilitas metode germinasi in vitro menunjukkan bahwa Synedrella nodiflora, Spaghneticola trilobata, dan Youngia japonica memiliki viabilitas polen tertinggi pada ketiga tipe medium, sementara Tridax procumbens dan Mikania micrantha memiliki viabilitas polen terendah. Selain itu, tidak terdapat perbedaan signifikan pada viabilitas polen masing-masing spesies dengan ketiga tipe medium, tetapi terdapat perbedaan signifikan pada viabilitas polen masing-masing spesies di setiap medium. Metode pewarnaan menunjukkan hasil yang berbeda dengan metode germinasi in vitro, namun sejalan dengan studi struktur komunitas Asteraceae yang telah dilakukan.

Asteraceae is a diverse plant family comprising 1,900 genera and 32,000 species, welladapted to various habitats, including open fields, gardens, and roadside areas. Mapping of Asteraceae species on the University of Indonesia campus has been conducted Oktarina & Salamah (2017:243). Salamah et al. (2019:154) explored the pollen morphology of several Asteraceae species within the same environment. Meanwhile, Agassi (2017) studied the community structure of various Asteraceae species on the campus. Research on the pollen viability of Asteraceae in the same setting has not been explored. This study aim to determine the pollen viability of several Asteraceae species in the University of Indonesia campus environment. The pollen viability of eight Asteraceae species from six tribes was observed using in vitro germination method with three types of medium and staining method with safranin 2%. The results of the in vitro germination method showed that Synedrella nodiflora, Spaghneticola trilobata, and Youngia japonica had the highest pollen viability on all three types of medium, while Tridax procumbens and Mikania micrantha had the lowest pollen viability. Moreover, there were no significant differences in the pollen viability of each species among the three types of medium, but there were significant differences in the pollen viability of each species within each medium. The staining method yielded different results compared to the in vitro germination method, but was consistent with the community structure study of Asteraceae."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yusriady
"

 

ABSTRAK

 

Nama              : Muhammad Yusriady

Program Studi : S1 Geologi

Judul               : Analisis Lingkungan Pengendapan dan Pola Sedimentasi Mengggunakan Fosil Polen dan Spora pada Formasi Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten

Pembimbing    : Rezky Aditiyo M.T

Dedy Kurniadi S.Si., M.T

Penelitian ini dilakukan pada Formasi Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan lingkungan pengendapan dan pola sedimentasi berdasarkan data palinologi dan data pengukuran penampang stratigrafi. Sebanyak dua belas sampel singkapan dengan litofasies berupa batuserpih hitam, batulempung, dan batu bara digunakan untuk analisis polen dan spora. Hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk menentukan jenis lingkungan pengendapan pada Formasi Bayah yang didasarkan dari asosiasi fosil berupa Proxapertites operculatus, Verrucatosporites usmensis, Floschuetzia trilobata, Palmaepollenites kitchensis, dan Dicopopollis sp. Fosil tersebut dapat menjelaskan lingkungan pengendapan berupa rawa air tawar. Analisis polen dan spora juga digunakan untuk menentukan umur dari Formasi Bayah dengan fosil indeks berupa Proxapertites operculatus dan Verrucatosporites usmensis. Selanjutnya berdasarkan karakteristik litofasies dan asosiasi fasies terdapat lima asosiasi fasies yang ditemukan pada daerah penelitian diantaranya berupa sungai, overbank, rawa, tepi pantai, dan lepas pantai transisi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Formasi Bayah memiliki lingkungan pengendapan berupa sungai, delta, dan laut dengan umur berupa Eosen Tengah hingga Eosen Akhir.

Kata kunci: Polen, Spora, Palinologi, Pola Sedimentasi, Asosiasi Fasies, Formasi Bayah

 


ABSTRACT

 

Name              : Muhammad Yusriady

Study program : Bachelor Degree of Geology

Title                : Analysis of Depositional Environment and Sedimentation Patterns Using Pollen and Spore Fossils in Bayah Formation, Lebak Regency, Banten Province

Consellor        : Rezky Aditiyo M.T

Dedy Kurniadi S.Si., M.T

This research was conducted in the Bayah Formation, Lebak Regency, Banten Province. The purpose of this study is to determine the depositional environment and sedimentation patterns based on palynological data and stratigraphic cross-section measurement data. Twelve outcrop samples with lithofacies of black shale, claystone, and coal were used for pollen and spore analysis.The results of this analysis can be used to determine the type of depositional environment in the Bayah Formation based on fossil associations such as Proxapertites operculatus, Verrucatosporites usmensis, Floschuetzia trilobata, Palmaepollenites kitchensis, and Dicopopollis sp. These fossils can explain the depositional environment include freshwater swamps. Pollen and spore analysis are also used to determine the age of the Bayah Formation with index fossils contain Proxapertites operculatus and Verrucatosporites usmensis. Furthermore, based on the characteristics of lithofacies and facies associations, there are five facies associations found in the study area including rivers, over banks, swamps, coastal areas, and offshore transitions. So it can be concluded that the Bayah Formation has a depositional environment consists of rivers, deltas, and marines with ages ranging from Middle Eocene to Late Eocene.

Keywords: Pollen, Spore, Palynology, Sedimentation Pattern, Facies Association, Bayah Formation

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ericco Siauwanda
"Lebah yang tidak menyengat adalah lebah sosial yang termasuk dalam keluarga Apidae yang memiliki kasta dan peran yang berbeda dalam koloni mereka. Lebah yang tidak berdaya memanfaatkan nektar dan serbuk sari sebagai sumber makanan mereka, dan mengumpulkan resin dari tanaman untuk membangun sarang mereka dan mempertahankan koloni mereka dari pemangsa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya dengan aktivitas mencari makan Tetragonula aff. minor menggunakan Spearman Correlation, dan menganalisis aktivitas puncak harian Tetragonula aff. minor di Universitas Indonesia, Depok. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman serbuk sari yang dikumpulkan oleh Tetragonula aff. minor di Universitas Indonesia, Depok. Penelitian dimulai dengan pengumpulan data faktor lingkungan dan aktivitas lebah yang tidak disengat yang diidentifikasi sebagai Tetragonula aff. minor, dan kemudian melanjutkan dengan mengidentifikasi keragaman serbuk sari yang dikumpulkan oleh Tetragonula aff. minor menggunakan metode acetolysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas Tetragonula aff. minor memiliki korelasi dengan suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya. Aktivitas mencari makan puncak spesies ini adalah 12: 30-13: 30. Berdasarkan identifikasi serbuk sari, Tetragonula aff. minor mengumpulkan serbuk sari dari kelapa (Cocos nucifera), mangga (Mangifera indica), pepaya (Carica papaya), noni (Morinda citrifolia), myrtle kain sutera raksasa (Lagerstroemia speciosa), pohon koral cockspur (Erythrina crystal-galli), pucuk merah (Syzigium oleina), pohon karet (Hevea brasiliensis), dan keluarga rumput (Poaceae).

Non-stinging bees are social bees that belong to the Apidae family who have different castes and roles in their colonies. The helpless bees utilize nectar and pollen as their food sources, and collect resin from plants to build their nests and defend their colonies from predators. The purpose of this study was to study the relationship between temperature, humidity, and light intensity with foraging activity Tetragonula aff. minor uses the Spearman Correlation, and analyzes the daily peak activity of Tetragonula aff. minor at the University of Indonesia, Depok. This study also aims to identify the diversity of pollen collected by Tetragonula aff. minor at the University of Indonesia, Depok. The study began with data collection on environmental factors and the activity of non-sting bees identified as Tetragonula aff. minor, and then goes on to identify the diversity of pollen collected by Tetragonula aff. minor using the acetolysis method. The results showed that the activity of Tetragonula aff. minor has a correlation with temperature, humidity, and light intensity. The peak foraging activity of this species is 12: 30-13: 30. Based on pollen identification, Tetragonula aff. minor collects pollen from coconut (Cocos nucifera), mango (Mangifera indica), papaya (Carica papaya), noni (Morinda citrifolia), giant silk cloth myrtle (Lagerstroemia speciosa), cockspur coral tree (Erythrina crystal-galli), red shoots (Syzigium oleina), rubber tree (Hevea brasiliensis), and grass family (Poaceae)."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Kamelia Loeis
"Salah satu jenis lebah tidak bersengat yang dapat dijumpai di kampus Universitas Indonesia adalah Tetragonula aff. minor. Penelitian mengenai lebah tersebut perlu dilakukan untuk menunjang upaya konservasi. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman polen yang menjadi pakan leba Tetragonula aff. minor yang dibiakkan di kampus Universitas Indonesia, Depok. Proses pengambilan sampel dilakukan pada bulan November 2019 pukul 09.30--13.30. Sampel polen dikoleksi dari korbikula lebah yang sedang melakukan perjalanan kembali ke sarang. Preparasi sediaan polen dilakukan dengan metode asetolisis. Sediaan polen kemudian diamati dan dihitung di bawah mikroskop cahaya pada perbesararan 10x10 dan 10x40. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebah Tetragonula aff. minor mengoleksi polen dari 10 jenis kelompok tumbuhan yaitu Asystasia gangetica (rumput israel), Caesalpinia pucherrima (kembang merak), Carica papaya (Pepaya), Cocos nucifera (kelapa), Dendrophthoe pentandra (benalu), Mimosa sp. (putri malu), Morinda citrifolia (mengkudu), Lagestroemia sp. (bungur), famili Cyperaceae, dan famili Poaceae. Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener adalah 1,431 dan nilai kemerataan 62,1%, menunjukkan keanekaragaman dan kemerataan sedang. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa lebah Tetragonula aff. minor memiliki spektrum diet polilekti dan menunjukkan perilaku konsisten dalam pemilihan bunga selama satu kali perjalanan pencarian makan.

One of stingless bee that can be found in University of Indonesia campus is Tetragonula aff. minor. Therefore, research about T. aff. minor has to be done to support conservation action. Research conducted to gather information about the diversity of pollen that collected by T. aff. minor in University of Indonesia, campus Depok area. Sample collected in November 2019 at 09:30--13:30. Pollen samples collected from the corbicula of stingless bee that traveling back to the hives. Pollen preparation has done by acetolysis method. After preparation, pollens are observed and counted under light microscope in 100x and 400x magnifications. Result shows that T. aff. minor collected pollens from 10 kind of plants; Asystasia gangetica (chinese violet), Caesalpinia pulcherrima (peacock flower), Carica papaya (papaya), Cocos nucifera (coconut), Dendrophthoe pentandra (mistletoe), Mimosa sp. (mimosa), Morinda citrifolia (noni), Lagerstroemia sp. (crape-myrtle), family of Cyperaceae, and Poaceae. Shannon-Wiener diversity index value is 1,431 and evenness value is 62,1%, classified as moderate diversity and evenness. Based on this research, it is known that T. aff. minor has polilecty diet spectrum and show individual floral constancy during a foraging trip."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristina Hersandi
"Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh pemberian Pollen Substitute (PS) dan Nectar Substitute (NS) terhadap produktivitas Apis cerana, dan menganalisis kualitas madu sesuai Standar Nasional Indonesia. Pemberian PS dan NS berfungsi sebagai pengganti pakan alami lebah madu, yaitu pollen dan nectar. Pollen Substitute dibuat dari biomassa basah khamir Saccharomyces cerevisiae dan NS dari sirup nanas. Pakan diberikan dengan cara mencampurkan 2 gr PS dan 50 ml NS. Pada penelitian digunakan 10 koloni lebah madu: lima koloni sebagai kontrol dan lima koloni untuk perlakuan, seluruh koloni dibiarkan tetap mencari pakan alaminya. Pollen substitute dan NS diberikan setiap hari selama 2 periode (6 minggu per periode). Produktivitas lebah madu diamati setiap periode. Analisis kualitas madu dilakukan setelah 6 minggu. Hasil pengamatan pada dua periode menunjukkan penambahan keliling sisir madu dan jumlah sisir madu pada koloni perlakuan lebih besar dibandingkan kontrol. Meskipun demikian hasil uji T menunjukkan pemberian perlakuan tidak berbeda nyata terhadap kontrol (P>0,05). Rerata kenaikan keliling sisir madu dan jumlah sisir madu berturut–turut pada koloni kontrol sebesar 37 ± 23,42 cm dan 0,75 ± 0,95 buah (periode 1); 172,5 ± 79,65 cm dan 3,5 ± 1,73 buah (periode 2). Sedangkan pada koloni yang diberi PS dan NS sebesar 52 ± 55,37 cm dan 1,25 ± 1,5 (periode I); 199,5 ± 79,41 cm dan 5 ± 2,16 buah (periode 2). Volume madu yang dihasilkan koloni perlakuan lebih banyak dibandingkan kontrol, baik pada periode 1 maupun periode 2. Hasil analisis kualitas madu kontrol dan yang diberi PS dan NS sesuai dengan SNI 8664:2018. Pemberian PS dan NS mampu mempertahankan dan meningkatkan produktivitas koloni A. cerana yaitu pada keliling sisir, jumlah sisir, volume madu, dan kekuatan koloni.

The aims of this study were to examine the effect of pollen substitute (PS) and nectar substitute (NS) on the productivity of Apis cerana colonies and the quality of honey according to Indonesian National Standard for honey. Provision of PS and NS serves as a substitute for natural pollen and nectar. Pollen Substitute was prepared from wet biomass of yeast Saccharomyces cerevisiae and NS from pineapple syrup. The feed were given to the colony by mixing 2 g of PS and 50 ml of NS. Ten honeybee colonies were used in this study, five colonies were used as feeding trials and five colonies as control, and they were allowed to forage on flowers. Pollen substitute and nectar substitute were provided to the colonies every day for two periods (total 12 weeks, six weeks per period). Honey quality analysis was performed after six weeks. The results of provision of PS and NS in two periods to the colonies showed the greater than the control in their increasing of honeycomb circumference and the number of honeycombs. However, the results of the T test showed that the provision of PS and NS was not significantly different from the control (P>0,05). The average increase in the honeycomb circumference and the number of honeycombs in control colonies were 37 ± 23.42 cm and 0.75 ± 0.95 pieces (period 1); 172.5 ± 79.65 cm and 3.5 ± 1.73 pieces (period 2). Meanwhile, the colonies fed on PS and NS were 52 ± 55.37 cm and 1.25 ± 1.5 (period 1); 199.5 ± 79.41 cm and 5 ± 2.16 pieces (period 2). The yield of honey produced from colonies fed on PS and NS was higher than control colonies, both in periods 1 and 2. The quality of honey produced by the colony fed on PS and NS met the criteria of the Indonesian National Standard for honey SNI 8664:2018. This study revealed that the provision of PS and NS was able to maintain and increased the productivity of A. cerana colonies, in terms of honeycomb circumference, number of honeycombs, honey yield, and colony strength.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah Anisya Cahyanikartika
"Rekonstruksi kondisi geologi pada masa lampau dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Salah satu hasil dari rekonstruksi tersebut adalah determinasi lingkungan pengendapan. Determinasi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan fosil polen dan spora. Polen dan spora termasuk ke dalam material palinomorf yang merupakan objek dari studi palinologi. Penelitian ini berfokus pada analisis lingkungan pengendapan berdasarkan fosil polen dan spora pada Sumur A, Formasi Talang Akar, Cekungan Sumatera Selatan, yang termasuk ke dalam Wilayah Kerja PT. Odira Energy Karang Agung. Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 10 preparat palinologi dengan dua ukuran saringan berbeda (5 Mikron dan 10 Mikron) dari lima kedalaman berbeda, yaitu 1368-1370 m, 1374-1376 m, 1384-1386 m, 1400-1402 m, dan 1402-1404 m. Setelah preparat dianalisis, dilakukan deskripsi dan perhitungan jumlah individu palinomorf yang ditemukan pada seluruh sampel, kemudian dikelompokkan berdasarkan habitat ekologinya. Interpretasi lingkungan pengendapan masa lampau dapat ditentukan berdasarkan asosiasi kumpulan tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan Formasi Talang Akar pada Sumur A berkisar antara back mangrove hingga mangrove. Selain itu, umur relatif Formasi Talang Akar pada Sumur A juga dapat dideterminasi dari takson fosil yang ditemukan pada sampel yang dianalisis. Berdasarkan fosil yang ditemukan, umur Formasi Talang Akar berkisar antara Oligosen yang ditandai takson Meyeripollis naharkotensis hingga Miosen awal yang ditandai takson Florschuetzia trilobata.

Reconstruction of geological conditions in the past can be done with various approaches. One of the results from the reconstruction is the determination of the depositional environment. The determination can be done by using pollen and spore fossil data. Pollen and spores are classified as palynomorph material, which is the object of palynology study. This study focused on the analysis of depositional environment in Well A, Talang Akar Formation, South Sumatra Basin, which is included in the Working Area of PT. Odira Energy Karang Agung. The data that were used in this study consists of 10 palynological slides with two different filter sizes (5 Micron and 10 Micron) from five different depths, namely 1368-1370 m, 1374-1376 m, 1384-1386 m, 1400-1402 m, and 1402-1404 m. The palynomorphs found in all samples are being described and counted, then grouped according to their ecological habitat. The depositional environment can be determined based on the association of the groups. The result of the analysis shows that the depositional environment of the Talang Akar Formation in Well A ranges from back mangrove to mangrove. In addition, the relative age of the Talang Akar Formation in Well A can be determined from the fossil taxa that are found in the samples. Based on the fossils that were found, the age of Talang Akar Formation is Oligocene, marked by Meyeripollis naharkotensis, until early Miocene, marked by Florschuetzia trilobata taxon."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rizkia Nabhani
"Dalam ranah ilmu geologi, kandungan polen dalam sedimen dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh aktivitas manusia terhadap lingkungan. Hal ini dilakukan dengan merekonstruksi ulang perubahan bentang vegetasi berdasarkan kandungan polen dan spora yang ada di dalam sedimen. Kehadiran charcoal dalam sedimen khususnya yang diambil dari wilayah tropis juga dapat mengindikasikan budaya masyarakat yang berkaitan dengan pembukaan lahan. Umumnya pembukaan lahan di Indonesia dilakukan dengan cara membakar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi perubahan bentang vegetasi dan sejarah api yang terjadi pada Kala Antroposen di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan analisis terhadap data palinologi, charcoal, dan umur absolut berdasarkan metode 210Pb. Terdapat dua belas perconto dengan panjang 110 cm dan interval 10 cm. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, sedimen yang diambil dari Teluk Balikpapan diendapkan pada lingkungan hutan bakau yang ditunjukkan oleh kelimpahan Rhizophoraceae dengan frekuensi yang sangat tinggi. Perubahan bentang vegetasi yang terjadi pada tiap zonasi polen berkaitan dengan aktivitas manusia seperti pembangunan kilang minyak, pertambangan batu bara, pembangunan kota, dan eksploitasi hutan. Sementara sejarah api menunjukkan bahwa penggunaan api di sekitar Teluk Balikpapan sudah cukup intensif sekitar 100 tahun yang lalu yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang berkaitan dengan peristiwa ENSO (El Niño-Southern Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole), dan Proyek Sawah Sejuta Hektar. Intensitas api yang tinggi berkaitan dengan periode ENSO kuat. Berdasarkan data palinologi dan data charcoal, dapat disimpulkan bahwa perubahan bentang vegetasi dan sejarah api tidak memiliki kaitan.

In the realm of geology, the pollen content in sediments can be used to determine the effect of human activities on the environment. This is done by reconstructing changes in the vegetation landscape based on the pollen and spore content in the sediment. The presence of charcoal in sediments, especially those extracted from tropical areas, can also indicate community culture related to land clearing. Generally, land clearing in Indonesia is carried out by burning forests. This study aims to reconstruct changes in vegetation landscape and fire history that occurred during the Anthropocene in Balikpapan Bay, East Kalimantan. The approach taken in this study is to analyze data on palynology, charcoal, and absolute age based on the 210Pb method. There were twelve samples with a length of 110 cm and 10 cm intervals. Based on the analysis that has been done, sediments taken from Balikpapan Bay were deposited in the mangrove forest environment shown by the extremely high abundance of Rhizophoraceae. Changes in the vegetation landscape that occur in each pollen zone are related to human activities such as the oil refinery construction, coal mining, urban development, and forest exploitation. Meanwhile, the history of fire shows that the use of fire around Balikpapan Bay was quite intensive about 100 years ago which was influenced by weather conditions related to the events of ENSO (El Niño-Southern Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole), and the Million Hectare Rice Project. High fire intensity is associated with periods of strong ENSO. Based on palynological and charcoal data, it can be inferred that there is no connection between changes in vegetation landscape and fire history."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library