Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ibnu Chuldun
Abstrak :
Tujuan pemidanaan dalam Sistem Pemasyarakatan adalah mengembalikan narapidana ke tengah masyarakat agar menjadi warga negara yang baik, berguna dan bertanggung jawab. Tujuan pembinaan tersebut sejalan dengan kebijakan penghukuman yang disebut sebagai reintegrasi. Pembinaan yang dipilih sesuai dengan kebijakan penghukuman ini adalah community based corrections/treatment. Community-based treatment adalah segala jenis program treatment (pembinaan) bagi narapidana di mana selagi mereka menjalani sisa pidananya, mereka telah diberi kesempatan untuk kembali ke tengah masyarakat dengan pengawasan atau supervisi tertentu. Community-based treatment mencakup banyak program, salah satunya adalah halfway house. Dalam penelitian ini, Lembaga Pemnasyarakatan (se]anjutnya disebut Lapas) Terbuka Jakarta diidentikkan dengan Halfway house. Lapas Terbuka adalah Lapas tempat membina narapidana yang telah menjalani 1/2 masa pidananya yaitu telah sampai pada tahap asimilasi. Struktur bangunannya terbuka dan tanpa dikelilingi oleh tembok. Struktur bangunan yang demikian menjadikan narapidana dapat lebih banyak dan leluasa berinteraksi dengan masyarakat, dan demikian juga sebaliknya, masyarakat dapat lebih berperan dalam proses pembinaannya. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan operasionalisasi halfway house/Lapas Terbuka adalah pemilihan peserta (target population selection), pemilihan lokasi (location and site selection), petugas dan pelatihannya (personnel and training), pelayanan treatment (treatment service), dan keamanan (security). Berdasar temuan penelitian, dalam operasionalisasi Lapas Terbuka Jakarta, dari kelima aspek tersebut diatas, hanya aspek pemilihan peserta dan pemilihan lokasi khususnya dari bentuk fisik bangunannya yang telah menerapkan atau mencerminkah konsep community-based treatment. Aspek lainnya, yaitu dalam hal pelayanan pembinaan, petugas dan pelatihannya, dan keamanan belum sepenuhnya menerapkan konsep community-based treatment. Belum ada peraturan yang secara spesifik berlaku di Lapas Terbuka Jakarta. Dalam operasionalisasinya, Lapas Terbuka Jakarta masih memakai peraturan yang sama, juga dengan fungsi, sasaran dan tujuan, jenis pembinaan dan struktur organisasi yang sama dengan yang diberlakukan di Lapas biasa/tertutup pada umumnya. Hal tersebut menjadi kendala atau faktor yang menghambat upaya reintegrasi dan penerapan konsep community-based treatment di Lapas Terbuka Jakarta. Hal lain yang juga menjadi faktor penghambat adalah kurangnya sosialisasi program baik kepada narapidana di Lapas tertutup di wilayah Jabotabek maupun kepada pihak ketiga baik perorangan, lembaga swasta maupun pemerintah. Hal tersebut menjadikan keterlibatan masyarakat (community involvement) yang menjadi ciri utama community-based treatment belum begitu terlihat.
The goal of imprisonment in Sistem Pemasyarakatan is to return offenders (narapidana) to his/her community in order to become good citizen and have had good responsibility to the community. The goal of treatment which in line with that policy, is called as reintegration. The treatment according to that policy is community-based correction/treatment. Community-based treatment is the general term used to refer to various types of therapeutic, support and supervision for criminal offenders where whilst they experience the rest of his/her sentence period, they have been given opportunity to return to the community with certain supervision or observation. Community-based treatment includes many programs. One of them is called halfway house. In this research, Jakarta of Open Prison is compared with Halfway house. Open Prison is a place to treat offenders which have experienced 1/2 of his/her sentence period or called as assimilation phase. The building structure of Jakarta of Open Prison is open and without encircled by wall. Such building structure have make offenders can be more free to interaction with community, and so do on the contrary, society can be more playing a part in its treatment process. Issues which must be considered in the planning and operating halfway house is target population selection, location and site selection, personnel and training, treatment services and security. Based on research finding, in Jakarta of Open Prison, from five of the aspect above, only location, site selection and target selection aspect, especially from its physical building form, which have applied or express the concept of community-based treatment. Other aspect, such as treatment service, personnel and training, and security not yet fully applied the concept of community-based treatment. There is not yet regulation that specifically made to be applied in Jakarta of Open Prison. The regulation that used in Jakarta of Open Prison is still same with the regulation that used in Prison. Function, target and objective, treatment type and organization chart which is used in Lapas Terbuka Jakarta has also same as to which is used in ordinary Prison in general. Those problems mentioned above become factor or constraint pursuing effort of reintegration and applying the concept of community-based treatment in Jakarta of Open Prison.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15235
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Arifin
Abstrak :
Secara umum tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang pelaksanaan pembimbingan pemasyarakatan oleh Pembimbing Kemasyarakatan terhadap Klien Terpidana Bersyarat pada Balai Pemasyarakatan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan bimbingan pemasyarakatan bagi terpidana bersyarat di Balai Pemasyarakatan. Proses pembinaan terhadap klien Terpidana Bersyarat pada Balai Pemasyarakatan adalah tidak terlepas dari program pembinaan. Pada tahap pembinaan ini petugas mengadakan penelitian secermat mungkin pada sebab timbulnya masalah, baik menjadi penyebab pokok atau sampingan yang mendukung sebab pokok tersebut. Hasil data tersebut diolah, sehingga akan terlihat faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Agar pembinaan yang dilakukan efektif dan mencapai hasil yang disarankan maka pembimbing kemasyarakatan mengadakan evaluasi pelaksanaan pembinaan sehingga dapat diketahui sampai sejauh mana perkembangan dan hasil yang dicapai dalam pembinaan ini. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembimbingan Klien Terpidana Bersyarat yang dilakukan oleh petugas pembimbing kemasyarakatan (PK) pada Balai Pemasyarakatan adalah meliputi: 1. Faktor internal (keadaan petugas dan sarana prasarana); 2. Faktor eksternal (ldien, masyarakat, peraturan yang mengatur pelaksanaan tugas Bapas, dan koordinasi dengan instansi/pihak luar). Pelaksanaan pembimbingan terhadap klien terpidana bersyarat belumlah sesuai antara teori yang ada dengan praktek lapangan, terutama dalam penerapan metode dan tehnik yang ada, oleh karena itu disarankan dalam pelaksanaan tugasnya, pembimbing kemasyarakatan (PK) harus mampu mengetahui tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan pelaksanaan tugas. Kurangnya partisipasi masyarakat terhadap upaya pembinaan Ianjutan bagi terpidana bersyarat maka disarankan bagi para petugas PK agar mengadakan sosialisasi di lingkungan masyarakat tentang peranan BAPAS dalam membimbing dan membina para klien terpidana bersyarat.
In general the target of this research is to give a descriptions of concerning technique and method used by Counselor of Sociological in execution of Counseling for Conditional Prisoner Client at `Balai Pemasyarakatan' and factors that influence of execution sociological for conditional. Guidance process to client of Conditional Prisoner at Balai Pemasyarakatan' is not quit of guidance program. At this guidance phase, officer perform a research as accurate as possibly in emerge of problems -neither fundamental nor peripheral problem- which supporting fundamental problem. After the data result processed, will seen factors which become the cause. To reach effective guidance and reach good result, Counselor of Sociological perform an evaluation of guidance execution, so that can know until how far reached result and growth in this guidance. The Factors which become problems in execution of counseling of Conditional Prisoner Client which done by officer of Sociological Counselor (Pembimbing Kemasyarakatan) at `Balai Pemasyarakatan' (Bapas) are : 1. Internal factor (officer condition and accomodation); 2. External factor (client, society, regulation arranging execution of duty of `Balai Pemasyarakatan' and coordination with other institutions). Execution of guidance to client of Conditional Prisoner not yet according between existing theory with field practice, especially in applying of method and existing techniques, therefore Counselor of Sociological (PAC) have to know about the theories which bearing of with execution of duty. In the case of lack of society participation to effort continuing guidance for Conditional Prisoner, hence suggested officers at Sociological Counselor are performing a socialization in society environment concerning `Balai Pemasyarakatan' activities in counseling and guiding the Conditional Prisoner Clients.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devy Puji Astuti
Abstrak :
Pemilihan judul peneiitian ini dilatarbelakangi oleh adanya model baru suatu lembaga pemasyarakatan atau yang biasa disingkat dengan lapas. Berbeda dengan kebiasaan yang berlaku selama ini biasanya sebuah lapas identik dengan tembok tinggi dan jeruji besi. Namun pada sebuah lapas yang dimmikan dengan nama Lapas Terbuka Jakarta ini, tidak dijumpai suatu tembok tinggi. Lapas ini juga dikenal dengan sebutan Kampung Si Doel yang merupakan singkatan dari Kampung Asimilasi Gandul yang memang terletak di wilayah kelurahan Gandul, Kecamatan Limo, Kota Depok. Narapidana yang menghuni Lapas Terbuka Jakarta adalah narapidana yang telah menjalani minimal separuh masa pidananya dimana pada masa tersebut pendekatan pengamanan yang dibenkan adalah minimum security. Pada masa ini pula seorang narapidana berhak untuk mendapatkan pembinaan berupa asimilasi dalam kerangka integrasi sosial. Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dalam kehidupan masyarakat Sedangkan integrasi adalah pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti tentang pembinaan narapidana melalul Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta dafam menyiapkan narapidana kembali ke masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali secara mendalam tentang pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyanakatan Terbuka Jakarta. Analisis dilakukan daiam kerangka teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, Soslologi, dan peraturan perundang-undangan di bidang Pemasyarakatan. Data diperoleh dari wawancara terhadap petugas dan narapidana yang kemudian dianalisis dengan kerangka teori yang ada. Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta bertujuan untuk menyiapkan narapidana kembali ke masyarakat. Untuk dapat kembaii ke masyarakat, seorang narapidana harus mampu memulihkan hubungan hidup (hubungan antara manusia dan Sang Pencipta), kehidupan (hubungan antara manusia dan manusia) serta penghldupan (hubungan antara manusia dengan mata pencahauiannya). Hubungan hidup dapat diperbaiki melalui pembinaan mental spiritual yang memang telah diprogramkan pada setiap lapas. Hubungan kehidupan berusaha dipulihkan melalui program asimilasi. Sedangkan hubungan penghidupan diupayakan melalui pemberian ketrampilan yang diharapkan dapat dijadikan bekal untuk mencari naikah seteiah narapidana bebas nanti. Penelitian di sini menemukan fakta bahwa untuk memenuhi tujuan yang pertama, yakni mengenai hubungan hidup, pembinaan mental spiritual telah diberikan semenjak di Iembaga pemasyarakatan tertutup. Pencapaian tujuan kedua mengenai hubungan kehidupan telah cukup berhasil dengan Iebih mudahnya bagi narapidana unluk menyasuaikan diri dengan kehidupan masyarakat. Namun untuk tujuan ketiga, narapidana merasakan kurang berhasilnya pembinaan yang diberikan karena bidang-bidang kegiatan kerja yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka belum mernenuhi kebutuhan pasar tenaga ke|ja dan kurang sesuai dengan kondisi Ietak Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta yang beracla di daerah perkotaan. Hasil penelitian ini memberikan infonnasi mengenai bagaimana pembinaan narapidana yang berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta. Dari hasil analisis diperoleh altematif pembinaan, khususnya di bidang kegiatan kerja agar tujuan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta dapat tercapai. Misalnya kegiatan kerja yang Iebih produktif dan menghasilkan sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi nampidana dan petugas. Atupun pembinaan yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk mencari nafkah bagi narapidana setelah bebas nanti.
The background of the decision of the title of the research is an existence of a new model of detention center or Lapas. It is different with the usual detention center which is identical with high wall and iron bats. The new model of detention center is known a Lapas Terbuka (Open Detention Center) in Jakarta. There is no high wall in it. This Lapas is also known as Kampong Si Doel which is taken from Kampung Asimilasi Gandul (Gandul Assimilation Kampong) and it takes place in Gandul regency, Limo, Depok. The prisoners who live in the Open Detention are prisoners who have spent half of their sentence period and in the next period tl1e security approach is minimal. In this period, a prisoner has a right to get probation of assimilation to integrate with the society assimilation is a process of prisoner?s probation which blends them in the social activity. Integration is renewal of their social life relation. The aim of the research is to explore on the probation of the prisoners through Jakarta Open Detention Center in order to arrange them back to the society. This research uses qualitative approach to explore deeply on probation of the prisoners in the Center. Analysis is done in t.he theoretical framework of Human Resource Development, Sociology, and tl1e regulation of social rehabilitation. Data is collected from the officers and prisoners and then it will be analyzed in the theoretical framework. Probation in the Center aims to prepare the prisoners to integrate with the society. To do that, a prisoner must recover their life (relation of human being with God), being (interhuman relation), and living (relation of human and their work life). Life can be fixed through mental education or training which has been programmed by the Center. Being can be recovered through assimilation programme. Meanwhile, living is arranged through skill training which can be used to find jobs after they are free. The research finds out the tact that to fulfil the tirst objective, mental training has been given from the standard detention center. The tiilfilment of the second objective has been done successfully that the prisoners can easily integrate with the society. However, for the third objective, prisoners feel that the programme is not successful because the skills which are given in the center are not suitable with the labour market and the location of the center in the urban area. The result ofthe research gives infomation on how probation of the prisoners which is done in the center. From tl1e analysis, there is an altemative of probation, especially in the field of skill training in order to tilliil the objective of the center. For example, the prisoners need labour training activities which are more productive to cam money so that it can give benefit after they are free.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21946
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Rosarina Sagita
Abstrak :
Proses pemasyarakatan mengedepankan proses integrasi sosial bagi para narapidana agar mereka dapat kembali bersatu dengan masyarakat dan lingkungannya. Untuk itu diperlukan pembinaan yang mengarah kepada hal tersebut. Selain pembinaan yang dilakukan didalam lapas, juga dilakukan diluar lapas. Untuk itu permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimanakah kapasitas pembimbing dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat di Bapas Klas I Bandung. Teori yang diguinakan dalam tulisan ini adalah tentang comunity based treatment dan konsep pembimbingan. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah deskriptif kualitatif; Dengan pengambilan data menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam. Pelaksanaan pembimbingan di Bapas Bandung dilakukan dengan cara wajib lapor secara berkala dari klien kepada petugas Pk yang membimbing. Selain itu juga pernah dilakukan pemberian keterampilan dalam bentuk pelatihan, namun itu tidak dilakukan secara berkala, melainkan secara insidentil. Pelaksanaan pembimbingan dengan Cara pelaporan atau pembimbingan perorangan merupakan salah satu metode pembimbingan. Hal ini tidak bisa dilihat tingkat keberhasilannya untuk itu diperlukan metode home visit dengan mengunjungi keluarga dan lingkungan sehingga dapat dinilai tingkat pembimbingan yang dilakukan. Kapasitas pembimbing dalam melakukan pembimbingan terhadap klien tidak tergantung dari tingkat pendidikan petugas PK. Sumber daya manusia hanya sebagain faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pembimbingan ada faktor lain yang juga mempengaruhi antara lain adalah anggaran dari pemerintah untuk pelaksanaan pembimbingan.
The rehabilitation process put forward prisoner's social integration process in order they can join again with their respective community and environment. Therefore, it is required for a building process directed to this intent. Besides building process conducted within corrective institution, it is demanded building out of it. Therefore, issue to be made into surface in this presentation is how is the counselor capacity in implementation of conditional liberation at Class I Corrective Institution, Bandung. Theories used in this writing is talking about the community-based treatment and counseling concept. Meanwhile, research methodology used in this writing is a qualitative descriptive method. And its data collection uses observatory method and in depth interview. The implementation of counseling at Bandung's Corrective Institution is carried out by periodical obligatory report from client to related counseling officer. In addition, it had also ever been given various know-how training; however they are not given in periodic, but incidentally. The implementation of counseling by reporting ways or individual counseling is one of counseling methods. This instance cannot be seen its successful level, thus it is also required a home visit method by visiting client's family and environment in order to appraise counseling successful level. The counselor capacity in execution of counseling process toward clients is not dependent on corrective institution's officer education level. A human resource factor is one of factors affecting such counseling successful level because there are some other factors affect it, among other, budget from government for this counseling implementation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library