Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diva Azahro Rahmani
"Rasisme terhadap orang Cina di Prancis bukanlah hal yang baru. Namun, dengan disinyalir penemuan kasus Covid-19 pertama di Cina yang menjalar dan melanda pandemi di seluruh dunia, rasisme terhadap orang Cina di Prancis bertambah dalam bentuk ujaran kebencian secara daring. Hal ini seiring dengan adanya peningkatan tinggi dalam penggunaan media sosial Twitter selama pandemi di Prancis. Artikel ini bertujuan untuk meneliti siapa, mengapa dan bagaimana ujaran kebencian terhadap orang Cina di Prancis berlangsung dalam media sosial Twitter. Dengan metodologi kualitatif, teori Analisis Wacana Kritis dan konsep us versus them oleh Van Dijk, korpus yang diteliti adalah tiga cuitan dari tiga akun yang berbeda dan dipilih atas dasar kandungan kata kunci serta jumlah retweets atau pengulangan dan likes terbanyak. Hasil dari penelitian menemukan bahwa walaupun dilanda krisis kesehatan, ujaran kebencian anti-Cina tahun 2020 tidak didasari oleh masalah kesehatan, melainkan efek samping dari pandemi. Mereka yang menyebar ujaran kebencian adalah akun-akun anonim yang didorong oleh xenophobia dan terganggunya kegiatan yang mereka gemari, khususnya sepak bola. Selain itu, ujaran kebencian juga dilakukan untuk mempertahankan keaslian, keberlangsungan dan hak asasi ingroup masing-masing. Ujaran kebencian tersebut diekspresikan dalam bentuk majas hiperbola, sarkasme, ancaman, serta penggunaan foto reaction meme.

Anti-Chinese racism in France is not a new phenomenon. However, with the emergence of Covid-19 in China, which eventually spread and caused a worldwide pandemic, racism against Chinese people in France has increased rapidly in the form of online hate speech. Such an increase is simultaneous with the spurge in the use of social media Twitter during the 2020 pandemic in France. This article aims to examine who, why and how hate speech against Chinese people in France takes place on Twitter. Using a qualitative research methodology, the theory of Critical Discourse Analysis and the Us versus Them concept by Van Dijk, the corpus used in this paper are three different tweets from three different accounts, and were selected based on keywords and highest number of retweets and likes. The results of the study found that despite the health crisis, hate speech was never really rooted from health-related issues, but rather from the side-effects of the pandemic. Those who spread hate speech were all anonymous accounts, and were driven by xenophobia and the pause of activities which users are passionate about, such as football. Moreover, hate speech is also expressed to maintain the authenticity, continuity and rights of attackers’ respective ingroups. Hate speech online is expressed through the use of hyperboles, sarcasm, threats and the use of reaction meme pictures.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tazkia Maula Azzari
"Prancis memiliki angka populasi imigran yang besar di antara negara-negara Eropa dan banyaknya imigran di Prancis berpotensi menimbulkan konflik yang berkaitan dengan masalah integrasi. Dalam menghindari munculnya konflik ini, Prancis menuntut para imigrannya untuk berintegrasi sebagai masyarakat Prancis semaksimal mungkin. Akan tetapi, tuntutan ini seakan-akan membatasi para imigran dalam mengekspresikan identitas budaya negara asal mereka. Benturan budaya juga sering menjadi sebab permasalahan integrasi di Prancis. Tidak jarang mereka berperilaku seperti stereotip kelompok mereka yang sering dikaitkan dengan kriminalitas. Sebagai respon, sebagian masyarakat lain memperlakukan mereka dengan rasis. Ironisnya, mereka dianggap sebagai sebuah ancaman bagi ketertiban lingkungan, tetapi rasisme sendiri pun merupakan sebuah ancaman bagi eksistensi mereka. Ancaman dari tindakan yang sudah menjadi sebuah habitus ini dapat dilihat dalam film Les Misérables. Ditemukan bahwa salah satu tokoh polisi hitam, Gwada, menghadapi rasisme yang terinternalisasi sebagai bentuk habitus yang ada di departement Seine-Saint-Denis. Metode yang digunakan untuk menganalisis masalah ini adalah dengan menggunakan kajian film Boggs dan Petrie (2008), teori mengenai habitus milik Bourdieu (1994) yang digunakan untuk menganalisis bagaimana rasisme dapat terinternalisasi dalam diri tokoh, dan konsep rasisme terinternalisasi milik Pyke (2010). Hasil analisis menemukan bahwa institusi kepolisian memiliki peran besar dalam membentuk dan mempertahankan habitus yang sudah ada di lingkungan masyarakat. Ditemukan juga bagaimana institusi tersebut mempengaruhi tokoh lain untuk memiliki rasisme yang terinternalisasi dalam dirinya.

France has the biggest population of immigrants among European countries and the bigger the numbers, the bigger the chances of creating integration issues. As an effort to avoid conflicts, France demands their immigrants to fully integrate as French citizens as much as they possibly can. However, this demand limits immigrants in expressing the cultures that come from their homeland. Cultures clashing often becomes the reason that they’re having problems integrating. It is also not rare to find them behaving like their group’s stereotypes that are often associated with criminality. As a response, immigrants would be treated in a racist way by some people. Ironically, they would also be treated as a threat to society, but racism itself is a threat to their existence. The threat of this action that has become a habitus can be seen in the film Les Misérables (2019). It is found that one of the policemen, Gwada who is a black man, is facing internalized racism as a form of habitus that can be found in Seine-Saint-Denis. In this article, Boggs and Petrie’s (2008) film theory, Bourdieu’s (1994) habitus theory, and the Pyke’s (2010) concept of internalized racism were used to help with analyzing how racism can be internalized in one of the characters. As a result of the analysis, it is found that the police institution has a big role in creating and maintaining a habitus in society. It is also found how that institution can influence other characters into having internalized racism in himself."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library