Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yarianto Sugeng Budi Susilo
Abstrak :
Dalam rencana pembangunan PLTN di Ujung Lemahabang, Kabupaten Jepara. Jawa Tengah, perlu dilakukan kajian yang mendalam dari aspek keselamatan baik faktor internal maupun faktor eksternal. Kondisi meteorologi merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keselamatan penduduk di sekilar PLTN dari bahaya radiologik akibat emisi efluen radioaktif dari PLTN ke udara Kondisi meteorologi di sekitar PLTN akan mempengaruhi perjalanan efluen radioaklif di atmosfir dan merupakan parameter yang sangat penting bagi lepasan radioaktif dari PLTN ke lingkungan dan juga ke manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pola sebaran efluen radioaktif yang diemisikan PLTN melalui media udara berdasarkan kondisi atmosfir di sekitar Ujung Lemahabang. Selain itu tujuan penelitian ini adalah menentukan wilayah kritrs sebaran zat radioaktif di sekitar calon lokasi PLTN. Dalam penelitian ini data meteorologi yang digunakan adalah data sekunder hasil I Pemantauan Newjec Inc. dari bulan Agustus 1994 sampai bulan Juli 1995. Data meteorologi diperoleh melalui pemantauan secara langsung dan kontinyu. Data tersebut meliputi data suhu, kecepatan dan arah angin. serta curah hujan. Variabel lain adalah stabilitas udara, yang tidak dipantau secara langsung tetapi dapat dihitung melalui lapse rate suhu. Masing-masing variabel diklasifikasikan dalam kisaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan International Atomic Energy Agency (IAEA) dan dihitung frekuensi kejadiannya dalam setahun pengukuran. Penelitian mengenai pola sebaran efluen radioaktif di sekitar PLTN akan dilakukan dalam radius sampai 10 km, dan wilayah yang dikaji dibagi dalam ring dan sektor. Setiap ring mempunyai pertambahan radius (increment) sebesar 100 m dari titik lepasan efluen. Wilayah kajian juga dibagi dalam 16 sektor, dengan sudut masing-masrng sektor sebesar 22,5°. Perhitungan sebaran efluen menggunakan metode Gaussian dan konsentrasi terintegrasi waktu (Time Integrated Consentration=TIC). Perhitungan dilakukan secara serempak dengan menggunakan pemodelan dan simulasi komputer berdasarkarl data stalistik meteorologi. Verifikasi program dilakukan dengan uji keluaran, yaitu hasil eksekusi program dibandingkan dengan perhitungan secara manual dengan nengambil beberapa sampel. Hasil verifikasi menunjukkan kesesuaian untuk sernua program. Karena hasil eksekusi program menunjukkan hasil yang sama dengan perhitungan secara manual (sesuai dengan yang diharapkan). Hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut. Pola disperse di Ujung Lemahabang digambarkan dalam bentuk kurva 2 dimensi dengan sumbu horisontal menyatakan jarak dan sumbu vertikal menyatakan konsentrasi terintegrasi waktu per laju emisi. Perilaku kurva menunjukkan mula-mula terjadi kenaikan konsentrasi terhadap jarak untuk semua arah sektor dengan puncak TIC/Q berada pada radius sekitar 200-300 meter dan kemudian rnengalami penurunan secara asimtotis. Nilai TIC/Q untuk I-131 terbesar terjadi pada sektor NNW dengan jarak 220 meter dan TIC/Q adalah 52.92 detik/m2. Efluen radroaktif lebih terdispersi ke bagian udara dari tapak Ujung Lemahabang yaitu ke arah pantai dan laut. Arah dan kecepatan angin serta stabilitas udara berpengaruh terhadap pola sebaran efluen. Transformasi radioaktivitas tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai TIC/Q. Dilihat dari faktor kekritisan individual, sebaran efluen radioaktif yang relatif paling kritis adalah ke arah sektor SSW, S, dan WSW pada radius 1-2 km. Dalam radius 0-1 km tak ada penduduk yang menetap sehingga bukan merupakan daerah kritis baik individual maupun kolektif. Dilihat dan faktor kekritisan kolektif, maka wilayah pada ring 5-10 km sektor SSW dart S adalah yang paling besar nilainya yang disebabkan jumlah populasi yang sangat besar, kemudian diikuti wilayah pada ring 1-2 km dengan sektor SSW. Wilayah pada ring antara 2-5 km sektor S dan pada ring 1-2 km sektor S. Sebagian besar wilayah path ring 5-10 km mempunyai faktor kekritisan kulektil yang relatif kecil kecuali pada sektor S dan SSW. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah (1) konsentrasi radioaktif mula-mula bertambah dan mencapai nilai maksimum pada jarak sekitar 200-300 meter, dan kemudian turun secara asimptotis: (2) variabel atmosfir berpengaruh terhadap sebaran efluen radioaktif: (3) Waktu paro radionuklida tidak begilu berpengaruh terhadap pola sebaran efluen; (4) pada umumnya dengan pertambahan jarak maka faktor kekritisan individual semakin kecil; (5) dosis ekivalen efektil terbesar melalui jalur inhalasi secara langsung untuk 1-131 dari lepasan PWR 1000 adalah sebesar 1,7.10-' mSv/tahun. dan masih jauh di bawah ketentuan BATAN yaitu 5 mSv/tahun. ...... The Planning of Nuclear Power Plants (NPP) Development that will be built at Ujung Lemahabang, Jepara Regency. Jawa Tengah Province, needs deep and comprehensive assessment from both internal and external safety aspect. Meteorological condition is one of external factors affecting population safety at _ the vicinity of Nuclear Power Plants from radiological impact caused by emission of radioactive effluent released by Nuclear Power Plants into the atmosphere. Meteorological condition in NPPs vicinity affect radioactive effluent fate in the atmosphere_ The meteorological parameters are very important in affecting the transport of radioactive releases from NPP to the environment and thereby to man. The objectives of the research are (1) establishment of dispersion pattern of radioactive effluent discharge into the atmosphere released by NPP at the vicinity of Ujung Lemahabang site (2) identification of critical areas of radioactive dispersion at the vicinity of Ujung Lemahabang site. The meteorological data cover temperature, wind direction, wind speed and rainfall, The meteorological data used in the research are the secondary data resulted from monitoring in 1 year duration started from August 1994 up to July 1995 conducted by Newjec inc. These data were obtained by continuous and direct monitoring. Other variable affecting the fate of radioactive effluent at atmosphere is atmospheric stability. This variable is not monitored directly. but it can be calculated based on temperature lapse rate_ Each variable is classified according to International Atomic Energy Agency (iAEA) guidance Assessment of dispersion pattern of radioactive effluent in the NPP site and its vicinity is conducted in the area within 10 km radius. The Area is divided into 100 rings and 16 sectors. Distance between rings is 100 m starting from release point. The angular width of each sector is equal to 11/8 radians (22.5°). Calculations of effluent dispersion employ Gaussian and Time integrated Concentration (TIC) method. Calculations are executed simultaneously by computer modeling and simulation based on meteorological statistic data. Verification of computer programme is conducted by output test The results of programme execution are compared with manual calculation at some sample points. The results for all programmes execution match with the results of manual calculation. Pattern of radioactivity dispersion at Ujung Lernahabang site and its vicinity iie distance from release point and the vertical axis represents TICIQ value. TICIQ increases with radii for all sectors and reach its peak value at about 200-300 meter from release point. TICIQ then go down and curves will reach some asymptotes. The highest TICIQ value of 52.92 s2/m' occurred at NNW sector and 220 meters radius from release point. Radioactive effluent is more dispersed to Northern sectors that are occupied mostly by sea. Wind direction, atmospheric stability, and wind velocity influence the pattern of effluent dispersion. Radioactivity transformation does not significantly influence pattern of dispersion of radioactive effluent. All of the SSW, S, and WSW sectors in the region within 1-2 km radii have the highest value of individual criticality factor compared to other cells. In the 0-1 km radii there is no permanent population. therefore this region does not both individually and collectively critical. The regions within 5-10 km ring and SSW and S sectors have the highest value of collective criticality factor compared to other cells because these cells have the highest number of population. The above collective criticality factor then are followed by regions that occupied by 1-2 km ring and SSW sector, 2-5 km ring and S sector and 1-2 km ring and S sector in descending order. Generally, most of the regions within 5-10 km ring have low collective criticality factor, except for S and SSW sectors. The conclusions of the research are (1) concentration of radioactive increase with increasing radius and reach maximum value at about 200-300 meters from release point and then go down asymptotically: (2) atmospheric variables significantly influence the pattern of radioactive effluent dispersion: (3) the half life of radionuclide do not significantly influence pattern of dispersion of radioactive effluent; (4) generally, the further the distance of a certain point from the release point. the less critical the area will be; (5) the highest of effective dose equivalent of direct inhalation for 1-131 released by PWR 1000 is 1.7.10'' mSv/year. This value does not exceed the annual dose limits recognized by BATAN of 5 m5v/year.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Erwansyah
Abstrak :
ABSTRAK Batas Pelepasan (BP) tiap zat radioaktif ke atmosfir untuk tiap instalasi nuklir BATAN di Serpong telah dianalisis. Tujuan dari analisis adalah untuk memperoleh batas aktivitas tertinggi tiap zat radioaktif yang dapat terlepaskan ke atmosfir pada operasi normal dimana dosis yang diterima oleh perorangan (a member of public) yang tinggal di sekitar instalasi nuklir tidak melampaui batasan dosis radiasi yang diperkenankan. Analisis dilakukan berdasarkan batasan dosis yang direkomendasikan oleh BATAN untuk perorangan dengan menggunakan metode factor pemekatan (concentration factor method). Dalam analisis besaran-besaran spesifik dengan keadaan lingkungan setempat diikutsertakan dalam perhitungan, sehingga nilai BP ini hanya berlaku untuk kawasan BATAN di Serpong. Besaran yang belum tersedia diadopsi dari berbagai pustaka, dalam hal ini nilai maksimal yang digunakan sehingga hasil perkiraan yang diperoleh cukup konservatif. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh selanjutnya diturunkan Batasan Normal Operasi (BNO), Batasan Administrasi (BA) dan Batasan Peringatan Dini (BPD). Batasan-batasan ini harus dioperasionalkan sebagai tolok-ukur dalam pemantauan pelepasan zat radioaktif ke atmosfir di tiap instalasi nuklir BATAN di Serpong, sehingga bila terjadi pelepasan yang menjurus abnormal dengan segera dapat diketahui. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan penghentian operasi ataupun penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui kelainan operasi yang terjadi. Maka dengan mengoperasionalkan BNO, BA dan BPD ini keselamatan masyarakat dan lingkungan di sekitar instalasi nuklir BATAN dapat ditingkatkan. Pelepasan rat radioaktif ke atmosfir rata-rata per tahun dari tiap instalasi nuklir BATAN di Serpong berdasarkan desain-dasar telah dibandingkan dengan hasil analisis. Hasil yang diperoleh menuniukkan bahwa pelepasan berdasarkan desain-dasar adalah relafif lebih rendah. Hal ini memberikan infomnasi bahwa desain-dasar tiap instalasi nuklir BATAN tidak melampaui kapasitas radiologi lingkungan dari kawasan Serpong.
ABSTRACT Derived Release Limits (DRL) Of Each Radio nuclide Into The Atmosphere For Each Batan Nuclear Installation In Serpong, West JavaDerived release limits (DRL) of each radionuclide into the atmosphere for each BATAN nuclear installation were analyzed. The objective of the analysis is to find the limit values for each radionuclide, which can be released into the atmosphere during normal operation. The radiation doses received by a member of the public must not exceed the limit values. In this analysis, the DRL were calculated based on the dose limit values for a member of the public as recommended by BATAN. The method used in this analysis was concentration factor method. The site parameters were taken into account, but some parameters, which were not -available from these sites, were adopted from literatures. In order to estimate the maximum values of ORL, conservative estimation has been considered in the analysis. The results were then used to derive some other limit values, such as Normal Operation Level (NOL), Administration Level (AL) and Early Warning Level (EWL). These limit values can be used as a reference in monitoring the release of radionuclides in each installation so that abnormal release can be identified earlier, and hence an investigation or emergency stop are possible before nuclear accident happens. The application of the NOL, AL and EWL are useful to increase the safety of the public living in surrounding area of BATAN nuclear installations in Serpong. The annual release rate of each radionuclide from each BATAN nuclear installation based or. The basic design was compared with the analysis results. The results showed that the release rate is relatively lower indicating that the radiological capacity of Serpong site is not exceeded.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlan Martono
Abstrak :
Gelas borosilikat digunakan sebagai perangkap limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) yang berasal dari proses olah ulang bahan bakar bekas. Kandungan LCAT dalam gelas adalah 20 % dan 30 % berat yang disebut gelas-limbah WL 20 dan WL 30. Radiasi gamma yang dipancarkan oleh hasil belah menimbulkan temperatur yang tinggi sehingga terjadi kristalisasi dalam gelas-limbah yang disebut devitrifikasi. Untuk mempelajari kristalisasi, gelas limbah simulasi dipanaskan pada temperatur antara 650 - 1100 °C dengan variasi waktu. Contoh yang diperoleh dianalisis menggunakan difraktometer sinar-X. Dari hasil percobaan diperoleh daerah kristalisasi dalam diagram TTT (Time-Temperature-Transformation) dari kristal Si yang terjadi, pengaruh waktu pemanasan terhadap derajat kristalisasi sebanding dengan atn (0,3The borosilicate glass was used for immobilization of high-level liquid waste (HLLW), which was generated from the reprocessing plant of the spent fuel. The waste-glasses of the WL 20 and WL 30 contained HLLW 20 and 30-weight %, respectively. Gamma radiation was emitted from the fission product will give high temperature to the waste-glass so that crystallization was occurred and this phenomena known as devitrification. Simulated waste-glasses were heated at temperature between 650 - 1100 °C with various heating time in order to observe the crystallization. The samples of waste glasses were analyzed by X-ray diffractometer. The results of the experiments were obtained as the following : the crystallization area of the Si crystal was indicated in the TTT (Time-Temperature-Transformation) diagram, the influence of heating time towards crystallization grade is proportional to atn (0,3
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T4128
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Di Cape Town, Afrika Selatan tepatnya di sekitar College of the Western Cape ,berdiri sebuah stasiun radio. Tempatnya berada di area yang jauh dari keramaian dan penuh perdu dan semak belukar (bush). Maka wajar saja kampus itu lebih populer disebut Bush College, dan stasiun radionya pun ikut di sebut Bush Radio. Ia mengudara pada frekuensi 89,5 FM.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ariono Verdianto
Abstrak :
Dosimeter luminisensi LiF:Mg,Ti (TLD-100) merupakan detektor yang memiliki densitas material hampir ekivalen dengan jaringan tubuh manusia dan merupakan pilihan detektor yang terbaik untuk pengukuran dosis radiasi in vivo. Selain itu, TLD-100 memiliki kelemahan seperti ketidakseragaman respon, efek fading, dan ketergantungan respon energi. Keberadaan fading dan variasi sensitivitas sangat mempengaruhi respon TLD. Detektor TL memiliki respon yang bersifat tidak linier dari rentang dosis rendah sampai dosis tinggi. Keakurasian dalam estimasi dosis sangat penting dalam melakukan audit dosimetri. Dalam penelitian ini dilakukan usaha peningkatan akurasi proses bacaan TLD melalui pengurangan variasi respon TLD dengan memperkecil rentang rata-rata respon pada nilai ±3%, penentuan faktor koreksi fading berdasarkan variasi respon TLD 0.05%, mencari respon TLD terhadap perubahan energi pada rentang RQR dan Cobalt 60. Selain itu dilakukan juga evaluasi penggunaan metode bacaan menggunakan kondisi TTP dosis rendah dan TTP dosis tinggi. Berdasarkan pengelompokan TLD dengan variasi respon 0.05%, diperoleh koreksi fading y = 122.962 x-0.049, fungsi ini dapat digunakan untuk mengkoreksi bacaan TLD jika pembacaan dilakukan pada hari yang berbeda. Dengan menggunakan variasi respon TLD 3% diperoleh respon TLD yang menurun pada RQR4-RQR7, dan menaik pada RQR8-RQR15. Diketahui pengaruh pengaturan TTP memberikan perbedaan rasio bacaan dosis rendah terhadap dosis tinggi pada TLD yang berdampak nilai faktor kalibrasi TLD berubah sebesar 1.05, 1.03, dan 1.05 berturut dengan tegangan tabung 40, 70 dan 150 kV, sedangkan untuk cobalt 60 dengan variasi dosis 2, 1, dan 0.1 Gy perbandingannya sebesar 0.95, 0.96, dan 1.00. Estimasi ketidakpastian gabungan tipe A dan tipe B diperoleh rata-rata adalah sebesar 5.77% dengan batas tingkat kepercayaan 95%, dua standar deviasi. ......Luminiscent dosemeters LiF: Mg, Ti (TLD-100) is detector that has an equivalent density material compare to human tissue and the best choice for in-vivo radiation dose measurement. On the other hand, TLD-100 has some weaknesses such as the ununiform responses, fading effects, and energy response dependent. The presence of fading and variations of sensitivity are greatly affect to the response of TLD. The response of detector TL is not linear from low dose up to high dose. Accuracy in dose estimation is essential in performing dosimetry audit. This study aim to increase the accuracy of TLD reading process by reducing the variation response of TLD with minimizing the response range within ± 3%, measuring of the fading correction factor using TLD with response variation ±0.05%, determining TLD response dependency in energy RQR range and Cobalt 60. In addition, this work also evaluate the reading method using low and high dose TTP setting. Based on ±0.05% TLD response variation grouping, fading correction function is y = 122.962 x-0.049, this function can be used to correct the TLD readings when readings performed on different day. By using a variation of TLD response ±3%, it is found there is a decreased response in TLD, over RQR4-RQR7, and an increased over RQR8-RQR15. It is found that different setting of TTP will affects readings result low dose ratio with the high dose will change on TLD of calibration factor value 1.05, 1.03, and 1.05 respectively with a tube voltage of 40, 70 and 150 kV, while for cobalt 60 with variation of doses around 2, 1, and 0.1 Gy the value of ratio around 1.05, 1.04, and 1.00. Estimation uncertainty both of type A and type B are obtained on the average of 5.77% with a limit of level confidence 95%, two standard deviations.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1646
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara dini kemungkinan adanya pelepasan polutan supaya tidak mencemari lingkungan. Kualitas air di sekitar kolam limbah PPGN dapat diketahui dengan menganalisis contoh dari 4 buah sumur kontrol sedalam 20 meter terletak pada keempat sisi kolam dan 2 (dua) buah sumur pembanding dengan jarak 50 meter dan 100 meter dari kolam limbah. Metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air di sekitar kolam limbah adalah metode spektrofotometri. Pengukuran kandungan kimia air sumur kontrol dan air sumur pembanding dilakukan dengan Spektrophotometer Serapan Atom (AAS), kandungan U dengan UV-VIS Spektrophotometer, sedangkan pengukuran radioaktivitas dengan detektor a SPA-1 Eberline yang dihubungkan dengan alat pencacah Scaler Ludlum Model 1000. Hasil pengukuran tahun 2010 diperoleh: kandungan kimia pada sumur kontrol Ca (2.31-2.91) mg/l, Mg (0.22-0.34) mg/l, Fe (0.024-0.033) mg/l Ni (0.0028-0.030) mg/l, Zn (0.0019-0.025) mg/l, Cu (0.038-0.060) mg/l, Pb (0.003-0.041) mg/l, Mn (0.004-0.005) mg/l, U (0.03-0.04) Bq/l x 10-3. Pada sumur pembanding kandungan Ca (2.31-2.33) mg/l, Mg (0.25-0.27) mg/l, Fe (0.051-0.298) mg/l, Ni (0.003-0.004) mg/l, Zn (0.03-0.04) mg/l, Cu (0.004-0.004) mg/l, Pb (0.003-0.003) mg/l, Mn (0.005-0.021), U (0.025-0.028) Bq/l x 10-3 . Kandungan radioaktivitas sumur kontrol pada triwulan I (2.321-2.635).10-2 Bq/l, triwulan II (2.162-2.823).10-2 Bq/l, triwulan III . (2.424-2.931).10-2 Bq/l, triwulan IV (2.283-2.643).10-2 Bq/l. Sedangkan kandungan radioaktivitas sumur pembanding pada triwulan I (2.931-2.931).10-2 Bq/l, triwulan II (2.162-2.550).10-2 Bq/l, triwulan III. (2.931-2.931).10-2 Bq/l, triwulan IV (2.450-2.632).10-2 Bq/l. Dari data pengukuran menunjukkan tidak ada pelepasan polutan ke lingkungan. Berdasarkan evaluasi data di atas dengan menggunakan metoda Storet dan US-EPA [Environmental Protection] Agency maka kualitas air di sekitar kolam limbah PPGN–BATAN dinyatakan sebagai klasifikasi Kelas A [memenuhi baku mutu].
620 EKSPLOR 32:155 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Cahyo Dwi Aryanto
Abstrak :
Intensitas pancaran unsur radioaktif berdasarkan data aktivitas batuan dan aktivitas pancaran ß serbuk di Pantai Sedau dilakukan menggunakan metode analisis Spektrometer Gamma dan alat cacah ß terhadap sembilan contoh sedimen dan batuan. Intensitas radioaktif batuan memperlihatkan kisaran U238 dari 0,1202 ± 0,008 Bq/25gr hingga 0,4348 ± 0,005 Bq/25gr; Th232 0,0768 ± 0,005 Bq/25gr hingga 0,4812 ± 0,015 Bq/25gr; sedangkan intensitas gross gammanya berkisar dari 1,0503 ± 0,029 Bq/25gr hingga 5,6433 ± 0,273 Bq/25gr. Semua contoh yang memiliki intensitas unsur radioaktif untuk aktivitas batuan tinggi berasal dari batuan yang sama (monzogranit), yaitu di lokasi SKP08-04. Hasil yang sama pada pancaran ß serbuknya yang memperlihatkan aktivitas ß gross tertinggi juga terjadi di lokasi SKP08-04 pada batuan monzogranit dengan intensitas paparan 0,370 ± 0,025 Bq/25gr. Berdasarkan pengamatan petrografi, monzogranit di SKP08-04 memperlihatkan pelimpahan feldspar dengan kondisi yang relatif belum teralterasi sedangkan berdasarkan analisis geokimia memperlihatkan afinitas berupa seri kalk-alkali yang tinggi potasium.
660 EKSPLOR 36:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Beer, Jurg
Abstrak :
In this book how cosmogenic radionuclides can be used to trace and to reconstruct the history of a large variety of processes. They discuss the way in which cosmogenic radionuclides can assist in the quantification of complex processes in the present-day environment.
Heidelberg : Springer, 2012
e20401972
eBooks  Universitas Indonesia Library