Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewa Ngurah Yudhi Prasada
Abstrak :
Radioterapi merupakan salah satu modalitas yang digunakan untuk menghancurkan sel tumor/kanker menggunakan radiasi pengion, yang umumnya menggunakan pesawat Linear Accelerator (LINAC) medik. Namun, penggunaan LINAC medik dengan potensial > 10 MV dapat berpotensi menyebabkan adanya kontaminasi neutron. Kontaminasi neutron berpotensi memberikan dosis berlebih yang tidak diperlukan oleh pasien. Pada studi ini, telah dilakukan studi terkait kalkulasi dosis neutron yang dihasilkan dari pesawat LINAC 15 MV. Pengukuran akan dilakukan dengan teknik simulasi Monte Carlo menggunakan program MCNPX, serta pengukuran secara langsung, dengan menggunakan pasangan TLD-600 dan TLD-100 dalam fantom. Hasil kalkulasi MCNPX menunjukkan bahwa fotoneutron yang terbentuk dari pesawat LINAC didominasi oleh neutron cepat. Dosis ekivalen neutron pada fantom air dapat mencapai 14,197 μSv/MU. Hasil pengukuran dengan TLD-600 dan TLD-100 menunjukkan nilai bacaan dosis ekivalen yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil simulasi. Karakteristik TLD-600 sebagai alat ukur dapat mempengaruhi hasil secara cukup signifikan. ......Radiotherapy is basically a cancer treatment using high energy photon radiation, generated by medical linear accelerator (LINAC). Aside from its effectiveness, the utilization of >10 MV LINAC may produce photoneutron contaminations, which lead to excessive equivalent dose to the patients. In this study, the neutron contamination from LINAC head for 15 MV LINAC has been calculated using MCNPX. The secondary data was also measured with TLD-600 and TLD-100 in the slab phantom. The simulation result finds that the neutron contamination was dominated by fast neutron. The neutron equivalent dose may achieve as high as 14.197 μSv/MU. The TLD-600 measurement was underestimating the neutron doses inside the phantom. The significant differences between these results may conclude that TLD-600 measurement method needs other correction factors in neutron measurement.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Ramli
Abstrak :

Respons radiasi kanker serviks diduga dapat ditingkatkan dengan pemilihan waktu radiasi tetap yang berpola sirkadian karena dianggap sesuai dengan fase radiosensitif G2-M sel kanker. Daur sirkadian dan melatonin dianggap berperan dalam radiosensitivitas. Dihipotesiskan respons radiasi pagi hari maupun efek samping radiasi pagi hari akan lebih baik dibanding sore hari.

Penelitian ini merupakan uji klinis dengan perolehan subjek secara berurutan. Alokasi pilihan waktu radiasi pada pagi (06.00–08.00) dan sore (16.00–18.00) hari dengan randomisasi blok tiap enam subjek terpisah antara stadium II dan III. Data diperoleh menggunakan metode open label. Pengukuran data klinis seperti ukuran tumor, respons klinis, dan efek samping dilakukan oleh dua dokter independen yang terlatih. Dilakukan pengukuran kadar melatonin dan fase G2-M siklus sel di institusi resmi. Respons baik dan buruk ditetapkan berdasarkan kriteria WHO sedangkan efek samping ada atau tidak, ditetapkan berdasarkan kiriteria RTOG.

Penyinaran di waktu pagi menunjukkan respons klinis lebih baik dibandingkan sore (p 0,025; 95% IK:1,27–33,08; adj OR: 6,48) untuk respons pascaradiasi maupun 2–4 minggu pascaradiasi (p 0,048; 95% IK 1,02–47,81; adj OR 6,98). Kadar Hb awal dan ukuran klinis tumor berpengaruh secara bermakna terhadap respons baik pascaradiasi maupun respons baik 2–4 minggu pascaradiasi. Dalam hal efek samping, pilihan waktu radiasi tidak menunjukkan hasil yang bermakna, namun kadar melatonin praradiasi berpengaruh, khususnya efek samping kulit (p 0,006; 95% IK 1,66–18,99; adj OR 5,62). Variabel yang bermakna memengaruhi efek samping terapi pada gastrointestinal adalah overall treatment time (p 0,031; 95% IK 1,19–39,93; adj OR 6,89), sedangkan untuk genitourinaria adalah PA diferensiasi (p 0,015; 95% IK 1,51–46,37; adj OR 8,36), penurunan berat badan (p 0,025; 95% IK 1,22–18,30; adj OR 4,72), dan nyeri sebelum radiasi (p 0,017; 95% IK 1,31–15,32; adj OR 4,47).

Simpulan: Respons radiasi kanker serviks uteri yang diradiasi pagi hari lebih baik daripada yang diradiasi sore hari, namun efek samping radiasi pagi hari tidak berbeda bermakna dibandingkan sore hari. Belum dapat dipastikan pengaruh besarnya proporsi fase G2-M terhadap respons klinis radiasi. Ada kecenderungan pengaruh kadar melatonin pagi hari terhadap respons klinis radiasi dan terbukti kadar melatonin berpengaruh pada efek samping kulit.

Kata kunci: kanker serviks, melatonin, radiosensitivitas, siklus sel, sirkadian


The radiation response of cervical cancer can be enhanced by the choice of a fixed radiation time of circadian pattern because it is considered to be in accordance with the radiosensitive phase of G2-M cancer cells. Circadian cycles and melatonin are thought to play a role in radiosensitivity. It is hypothesized that the response and side effects of morning radiation will be better than the afternoon.

This study was an RCT (randomized clinical trials) with consecutive sampling. Treatment allocation for radiation time in the morning (06.00–08.00) and afternoon (16.00–18.00) were determined by block randomization for every six subjects based on the stage (II and III). The data was obtained with an open label method. Measurement of clinical data such as tumor size, clinical response, and side effects were carried out by two-trained independent physicians. Measurement of melatonin levels and G2-M phases of cell cycle were carried out in official institution. Good and poor responses were set based on WHO criteria while the side effects were determined based on the RTOG criteria.

Morning radiation showed a better post-radiation and 2–4 weeks post-radiation clinical response compared with afternoon (p 0.025; 95% CI:1.27–33.08; adj OR: 6.48 and p 0.048; 95%CI 1.02–47.81; adj OR 6.98, respectively). The initial Hb level and clinical size of the tumor had a significant effect on good response both post-radiation and 2-4 weeks post-radiation. In regards to the side effects, radiation time did not show significant results in causing side effects, but pre-radiation melatonin level did on skin (p 0.006; 95%CI 1.66–18.99; adj OR 5.62). The significant variable in influencing gastrointestinal side effects was overall treatment time (p 0.031; 95%CI 1.19–3.93; adj OR 6.89), whereas for genitourinaria were differentiation of histopathology (p 0.015; 95%CI 1.51–46.37; adj OR 8.36), weight loss (p 0.025; 95%CI 1.22–18.30; adj OR 4.72), and presence of pain pre-radiation (p 0.017; 95%CI 1.31–15.32; adj OR 4.47).

Conclusion: The radiation response of irradiated uterine cervical cancer is better in the morning than the afternoon. Nevertheless, the side effects of morning radiation do not differ significantly compared to the afternoon. The influence of the G2-M phase proportion on the clinical response to radiation cannot be ascertained. The level of melatonin in the morning might affect the radiation response and affect the side effects on skin.

Keywords: cell cycle, cervical cancer, circadian, melatonin, radiosensitivity.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Giselvania
Abstrak :
Latar Belakang: Spatially Fractionated Grid Radiotherapy (SFGRT) dilaporkan berperan dalam tatalaksana tumor berukuran besar, termasuk karsinoma sel hati (KSH). Namun, pengetahuan mekanisme kerja SFGRT masih terbatas. Studi hewan coba besar dapat bermanfaat untuk menambah bukti ilmiah, dimana studi ini merupakan studi pertama induksi KSH dengan N-Diethylnitrosamine (DENA) pada babi domestik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pola kematian sel, efek bystander, efek abscopal, serta respons imun dari SFGRT pada hewan coba besar dengan KSH. Metode: Uji eksperimental dilakukan pada 10 babi domestik (Sus scrofa domesticus) yang diinduksi dengan injeksi DENA 15 mg/kgBB dan fenobarbital (PB) 4 mg/kgBB. Subjek dievaluasi secara periodik menggunakan USG, CT scan, analisa darah. Diagnosis KSH ditegakkan dengan pemeriksaan imaging dan histopatologi. Subjek dirandomisasi sebagai kontrol negatif, kontrol positif, penerima intervensi SFGRT1x20 Gy dosis tunggal, atau penerima intervensi radiasi lengkap SFGRT 1x20 Gy + Stereotactic Body Radiotherapy (SBRT) 3x8 Gy. Pemeriksaan flowcytometryAnnexin dilakukan untuk melihat pola kematian sel, dan biomarker TNF-a, IFN-ɣ, FOXP3 untuk melihat respons jaringan tumor dan jaringan hati di dalam dan di luararea radiasi. Hasil: Karsinogenesis berhasil pada seluruh subjek setelah 15-22 bulan induksi, berupa KSH dan angiosarkoma hepatik. Peningkatan FOXP3 diamati pada subjek yang mengalami keganasan dibandingkan kontrol negatif, sementara TNF-a dan IFN-ɣ mengalami penurunan. Pemeriksaan Annexin menunjukkan rendahnya jumlah sel viabel signifikan pada perlakuan radiasi lengkap SFGRT+SBRT (18.65%) dibandingkan grup SFGRT saja (63,13%-89,09%). Sel viabel tumor di luar area radiasi juga terdapat penurunan, menunjukkan kemungkinan efek bystander. EkspresiFOXP3 mengalami penurunan dan terjadi peningkatan %CD8+ pasca perlakuanradiasi. Kesimpulan: Induksi KSH pada babi domestik dapat dilakukan dengan pemberian DENA+PB dengan periode latensi 15-22 bulan. Penurunan jumlah sel viabel secara signifikan tampak pada kelompok perlakuan radiasi lengkap (SFGRT 1x20Gy + SBRT 3x8Gy) dengan jalur apoptosis pada area di dalam dan di luar area radiasi yang menunjukkan peran efek bystander/abscopal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This book summarizes the advances achieved by these research groups after more than ten years of studies on radiation damage in biomolecular systems. An extensive Part I deals with recent experimental and theoretical findings on radiation induced damage at the molecular level. It includes many contributions on electron and positron collisions with biologically relevant molecules. X-ray and ion interactions are also covered. Part II addresses different approaches to radiation damage modelling. In Part III biomedical aspects of radiation effects are treated on different scales. After the physics-oriented focus of the previous parts, there is a gradual transition to biology and medicine with the increasing size of the object studied. Finally, Part IV is dedicated to current trends and novel techniques in radiation reserach and the applications hence arising. It includes new developments in radiotherapy and related cancer therapies, as well as technical optimizations of accelerators and totally new equipment designs, giving a glimpse of the near future of radiation-based medical treatments.
Dordrecht: Springer, 2012
e20424886
eBooks  Universitas Indonesia Library