Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Abstrak :
Dalam memutus suatu perkara pidana pada sidang pengadilan, yang terpenting adalah adanya alat bukti. Diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Ini sesuai dengan pasal 183 Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Keyakinan hakim mengenai alat bukti dapat diperoleh dengan bantuan barang bukti. Oleh karena itu, dalam kasus-kasus sulit dimana tidak terdapat saksi, seperti dalam kasus perkosaan, maka barang bukti bisa jadi merupakan satu-satunya sarana dalam pengungkapan suatu kasus tindak pidana. Dengan demikian, tindakan polisi untuk segera mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) memang sangat diperlukan. Apa yang ditemukan di TKP dapat menunjukkan adanya hubungan antara korban, pelaku dan barang bukti. Untuk kepentingan peradilan, sesuai pasal 133 ayat (1) KUHAP, maka kepolisian (dalam hal ini penyidik) dapat meminta kepada seorang ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya untuk melakukan pemeriksaan atas tubuh manusia yang mengalami luka, keracunan ataupun yang sudah mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, sebagai barang bukti. Hasil dari pemeriksaan atas tubuh manusia tersebut disampaikan dalam bentuk keterangan ahli atau dalam bentuk alat bukti surat Visum et Repertum. Selain tubuh manusia sebagai barang bukti, sesuai dengan pasal 120 ayat (1) KUHAP, jika terdapat keragu-raguan mengenai barang bukti lainnya yang ditemukan di TKP, penyidik juga dapat meminta seorang ahli yang memiliki keahlian khusus untuk melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti tersebut. Terutama barang bukti yang berupa bagian-bagian tubuh manusia (seperti sidik jari, darah, DNA, jaringan tubuh, air mani, rambut dan tulang-tulang) yang ditemukan di TKP, jika nantinya barang bukti tersebut diajukan dalam sidang pengadilan, maka akan sulit untuk disangkal oleh pelaku kejahatan karena berasal dari bagian tubuh mereka sendiri ataupun korban. Barang bukti seperti ini yang seringkali menjadi kunci keberhasilan dalam pengungkapan suatu kasus pidana.
[Universitas Indonesia, ], 2006
S22127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Hanareswari Sukarno
Abstrak :
Tindak pidana perkosaan merupakan suatu hal yang sering terjadi di Indonesia ini, namun keterlibatan anak sebagai korban perkosaan dalam hubungan pacaran menjadi suatu permasalahan tersendiri di masyarakat. Anak yang seharusnya ada dalam perlindungan dan pengawasan orang tua serta negara, haknya dicederai oleh tindak perkosaan yang dilakukan oleh seseorang yang ia percayai secara intim berkedok hubungan pacaran. Hak anak tersebut kembali dicederai dengan adanya putusan pengadilan yang tidak berpihak kepada anak sebagai korban dan menjadikan hubungan pacaran yang terjadi antara korban anak dan pelaku dewasa sebagai alasan peringan pidana. Lewat studi terhadap putusan-putusan kasus perkosaan anak dalam hubungan pacaran pada tingkat pengadilan negeri dalam lima tahun terakhir dan membandingkannya dengan putusan perkosaan anak biasa (non-hubungan pacaran) serta pengkajian literatur, penulis menemukan bahwa hubungan pacaran dalam kasus perkosaan anak berdampak pada penjatuhan hukuman bagi pelaku. Hakim cenderung memutus hukuman yang lebih rendah bagi pelaku perkosaan anak dalam hubungan pacaran jika dibandingkan dengan hukuman bagi pelaku perkosaan anak biasa. Kecenderungan tersebutlah yang menjadikan adanya suatu disparitas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pada kasus-kasus perkosaan anak.
Sexual Abuse is a common thing to happen in Indonesia, but the involvement of children as victims is a problem itself in the society. Children, whose rights are meant to be protected by the state and its own parents, were wounded by the act of rape perpetrated by someone whom they trust intimately masked by such dating relationship. Their rights were wounded once more when criminal justice courts would eventually not side with the victims and choses to use the existence of dating relationship between the victim and its perpetrator as a reason to lighten the sentence. Through studies of similar cases from the last five years and comparing it with other cases of rape towards children (non-dating relationship) and also literature studies, the writer has found that there is a connection between the existence of dating relationship and the punishment given by the judges sentence. The trend is that judges would sentence a lighter punishment towards a child rape perpetrator in dating relationship cases than those towards ordinary child rape perpetrator. This trend itself is a form of unwarranted disparity in the cases of rape towards children.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mien Rukmini
Jakarta: Departemen Kehakiman, 2004
342.084 MIE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Leden
Jakarta: Sinar Grafika, 1996
364.17 MAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library