Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nirmala Rosa
"Perlindungan hukum bagi pembeli yang tidak mengetahui adanya sewa menyewa atas tanah objek jual beli merupakan suatu hal yang bersifat fundamental, khususnya dalam hal penguasaan dan penggunaan tanah oleh pembeli. Pada perkara sebagaimana Putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 65/PDT/2021/PT.MTR, terdapat kendala dalam pemberian perlindungan hukum bagi pembeli, di mana hak-hak pembeli atas tanahnya tidak sepenuhnya terlindungi. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertimbangan hakim dalam memberikan perlindungan hukum bagi pembeli yang tidak mengetahui adanya perjanjian sewa menyewa atas tanah objek jual beli berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya dituliskan sebagai KUHPerdata), serta peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya dituliskan sebagai PPAT) dalam memastikan perlindungan hukum bagi pembeli dalam hal adanya sewa menyewa atas tanah objek jual beli berdasarkan hukum tanah nasional. Bentuk penelitian hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal dengan tipe penelitian preskriptif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam memberikan perlindungan hukum bagi pembeli yang tidak mengetahui adanya perjanjian sewa menyewa atas tanah objek jual beli belum mencerminkan keadilan bagi pembeli karena pembeli tidak memperoleh hakhaknya secara utuh sebagai pemegang hak atas tanah yang baru. Bentuk perlindungan hukum bagi pembeli untuk mempertahankan hak-haknya di antaranya adalah dengan mengajukan gugatan pembatalan akta jual beli atau gugatan perbuatan melawan hukum terhadap penjual. Kemudian, peran PPAT dalam memastikan perlindungan hukum bagi pembeli dalam hal adanya perjanjian sewa menyewa atas objek jual beli dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap sertipikat tanah objek jual beli sekaligus catatan mengenai status tanah objek jual beli yang terdaftar di Kantor Pertanahan, mengajukan permohonan SKPT ke Kantor Pertanahan, melakukan verifikasi terhadap dokumen yang diajukan oleh penjual, serta melakukan konfirmasi kepada penjual untuk memastikan tidak ada informasi yang tidak disampaikan pada saat dilaksanakan jual beli di hadapan PPAT, termasuk adanya perjanjian sewa menyewa.

Legal protection for buyers in land transactions involving undisclosed lease agreements is a fundamental issue, particularly in terms of land ownership and use by the buyer. In the case referenced in the Mataram High Court Decision No. 65/PDT/2021/PT.MTR, challenges arose in providing legal protection for the buyer, whose rights to the land were not fully protected. This research addresses the judicial considerations in providing legal protection to buyers unaware of lease agreements on the purchased land, based on the Indonesian Civil Code, as well as the role of Land Deed Officials (PPAT) in ensuring legal protection for buyers in cases of lease agreements on the purchased land under national land law. This legal research adopts a doctrinal approach with a prescriptive type of study. Secondary data is analyzed qualitatively. The results indicate that the judicial considerations in providing legal protection for buyers in land transactions involving undisclosed lease agreements do not reflect fairness for the buyers, as their rights as new land titleholders are not fully realized. Forms of legal protection for buyers to defend their rights include filing breach of contract lawsuits or tort claims against the seller. Furthermore, the role of the PPAT in ensuring legal protection for buyers in cases involving undisclosed lease agreements on the purchased land includes checking the land title certificate and its status recorded at the Land Office, submitting a SKPT (Land Registration Certificate) request to the Land Office, verifying documents submitted by the seller, and confirming with the seller to ensure that no information, including lease agreements, is omitted during the sale and purchase process."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Indri Maruddani
"Dalam prakteknya tidak jarang PPAT melakukan pelanggaran sehingga dapat dikenai sanksi atas perbuatannya. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana pertimbangan hakim atas penjatuhan sanksi perbuatan melawan hukum dalam Putusan Nomor 254/ Pdt. G/ 2018/ PN. Cbi jo. Putusan Nomor 139/PDT/2020/PT BDGberdasarkan norma hukum adat dan (2) Bagaimana tanggung jawab PPAT atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya di dalam Putusan Nomor 254/ Pdt. G/ 2018/ PN. Cbi jo. Putusan Nomor 139/PDT/2020/PT BDG ditinjau dari peraturan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan bentuk yuridis normatif, tipologi eksplanatoris-preskriptif, jenis data sekunder, bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder studi pustaka dan hasil wawancara,bahan hukum tersier yakni kamus-kamus. Dengan metode analisis kualitatif dan bentuk hasil penelitian evaluatif-perspektif. Hasil dari penelitian ini adalah putusan hakim telah sesuai dengan norma hukum adat karena pembayaran menggunakan cek tertanggal mundur tidak dapat digunakan dalam AJB karena tidak memenuhi syarat tunai. PPAT dapat dikenai pelanggaran administratif atas penandatanganan akta jual beli tanpa melampirkan bukti pajak penghasilan atas tanah dengan sanksi teguran tertulis karena keabsahan akta jual beli tidak berpengaruh dengan terlanggarnya kewajiban mengenai pajak tersebut, pelanggaran perdata sanksi ganti atas perbuatan melawan hukum dengan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dan pelanggaran pidana dengan sanksi penjara paling lama 8 tahun penjara atas tuduhan pemalsuan surat dengan dasar Pasal 263 dan 264 KUHP. Jika seluruh pelanggaran tersebut telah terbukti maka dapat dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat sesuai dengan Pasal 13 huruf d Permen ATR Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

In practice, it is not uncommon for the land deed maker to commit violations so that they can be subject to sanctions for their actions. The main problems in this study are (1) How is the judge's consideration of the imposition of sanctions for unlawful acts in Decision Number 254/Pdt. G/2018/ PN. Cbi jo. Decision Number 139/PDT/2020/PT BDG is based on customary law norms and (2) What is the land deed maker responsibility for the violations it has committed in Decision Number 254/Pdt. G/2018/ PN. Cbi jo. Decision Number 139/PDT/2020/PT BDG is reviewed from the applicable regulations. This study uses research methods with normative juridical forms, explanatory-prescriptive typology, secondary data types, primary legal materials namely legislation, secondary legal materials from literature studies and interviews, tertiary legal materials namely dictionaries. With qualitative analysis methods and form of evaluative-perspective research results. The result of this research is that the judge's decision is in accordance with customary law norms because payments using a check dated back cannot be used in the land sale and purchase deed because they do not meet the cash requirements. the land deed maker can be subject to administrative violations for signing the deed of sale and purchase without attaching proof of income tax on land with a written warning sanction because the validity of the deed of sale and purchase does not affect the violation of the obligation regarding the tax, civil violation sanctions compensation for unlawful acts by not applying the precautionary principle and a criminal offense with a maximum imprisonment of 8 years on charges of forgery of letters on the basis of Articles 263 and 264 of the Criminal Code. If all of these violations have been proven, they can be subject to dishonorable dismissal in accordance with Article 13 letter d of Regulation of the minister of agrarian and spatial planning Number 2 of 2018 concerning the Guidance and Supervision of Land Deed Maker Officials."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afra Fathina Azzahra
"Penelitian ini membahas mengenai dampak pembuatan akta pengikatan jual beli yang dilakukan tanpa sepengetahuan ahli waris yang lain. Pembuatan akta pengikatan jual beli yang dilakukan di hadapan Notaris sebagai pejabat umum harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Notaris dalam menjalankan jabatannya harus menerapkan prinsip kehati-hatian, bertindak secara cermat, teliti, dan seksama agar terhindar dari pertanggungjawaban atas akta yang telah dibuatnya. Perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian obligatoir yang dijelaskan sebagai perjanjian yang baru meletakan hak dan kewajiban masing-masing untuk menentukan kedudukan masing-masing pihak. Pengikatan Jual Beli yang merupakan perjanjian bantuan, dengan adanya Pengikatan Jual Beli belum menjadi bukti untuk peralihan hak kepada orang lain. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum terhadap pembuatan akta pengikatan jual beli yang dibuat di hadapan Notaris tanpa sepengetahuan ahli waris lain terhadap tanah waris; dan, akibat hukum dan tanggung jawab Notaris terhadap pembuatan surat keterangan waris tanpa menyebutkan ahli waris lain. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Analisis didasarkan pada norma-norma dan/atau asas-asas hukum tertulis yang dikaitkan dengan akta pengikatan jual beli dan surat keterangan waris yang tidak lengkap menyebutkan ahli warisnya. Hasil analisa adalah bahwa perjanjian pengikatan jual beli ini didasari oleh Surat Keterangan Waris yang cacat hukum dengan tidak memasukan ahli waris lain yang masih hidup di dalamnya yang mengakibatkan batal demi hukum. Jika Notaris melakukan pelanggaran dalam menjalankan jabatannya dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara perdata, administrasi ataupun pidana.

This research discusses the impact of the making sale and purchase agreement deed carried out without the knowledge of other heirs. The sale and purchase agreement deed made before a Notary as a general official must meet the requirements as regulated in the law. In carrying out their position, a Notary must apply the principle of prudence, act carefully, thoroughly, and conscientious in order to avoid being responsible for the deed there has made. The sale and purchase agreement is an obligatory agreement that is described as a new agreement that stipulates the rights and obligations of each party to determine the position of each party. The Sale and Purchase Agreement is an assistance agreement, the existence of the Sale and Purchase Agreement itself cannot immediately apply as evidence for the transfer of rights to another person. The problems raised in this research are regarding the legal consequences of making a sale and purchase agreement deed before a Notary without the knowledge of other heirs on the inheritance land; and, the legal consequences and responsibilities of a Notary for making a certificate of inheritance without mentioning other heirs. To answer these problems, The method used in this research is juridical normative with analytical descriptive typology sourced from primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The analysis is based on written legal norms or principles associated with the binding of sale and purchase deed agreement and incomplete inheritance certificates mentioning the heirs. The result the analysis is The sale and purchase agreement is based on a legally flawed Inheritance Certificate with no other surviving heirs in it which resulted in null and void. If a Notary commits a violation in carrying out their positions, the civil, administrative or criminal liabilities can be held."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library