Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadzira Boenjamin
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai akibat hukum dari perjanjian pinjam-meminjam yang batal demi hukum karena melanggar ketentuan Pasal 31 Undang-undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan terhadap pihak yang sudah berprestasi, berdasarkan Putusan 451 / PDT.G / 2013 / PN.JKT.BRT. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia dalam perjanjian sebagaimana diatur Pasal 31 UU Bahasa merupakan ketentuan formil perjanjian yang apabila dilanggar mengakibatkan batal demi hukum dan bagaimana efek batal demi hukum tersebut terhadap pihak yang sudah berprestasi dalam perjanjian. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian hukum yuridis-normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pasal 31 UU Bahasa merupakan ketentuan formal yang bila dilanggar mengakibatkan batal demi hukum dan efek terhadap pihak yang berprestasi adalah Restitusi pinjaman pokok atas dasar doktrin Unjustified Enrichment dan 1359(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
The focus of this undergraduate thesis to discuss regarding the legal effect of nullity on loan agreement due to violation of Article 31 of Law No. 24 of 2009 regarding Flag, Language, State Symbol and National Anthem towards performing party based on Case Decision No. 451 / PDT.G / 2013 / PN.JKT.BRT. The objective of this research is to know whether or not an obligation to use Indonesian Language in Agreements as stipulated by Article 31 of Language Law is a formal requirement that would result in nullity if violated and the effect of nullity towards the performing party. This research is a qualitative research in a form of juridical normative. The result of this research shows that Article 31 of Language Law is a formal requirement that would result in nullity if violated and the effect towards the performing party is restitution of the outstanding loan based on the doctrine of Unjustified Enrichment and 1359(1) of the Civil Code of Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Andyara Milono
Abstrak :
Anak korban memiliki beberapa hak, salah satunya adalah hak untuk mendapatkan restitusi. Restitusi ditinjau dari viktimologi merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaku atas penderitaan yang diakibatkan terhadap korban. Akan tetapi, kedudukan restitusi dalam sistem pemidanaan di Indonesia belum diatur secara jelas. Restitusi pada praktik telah beberapa kali diberikan kepada anak korban, di antaranya dalam Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 86/PID.SUS/2022/PT BDG dengan terdakwa Herry Wirawan dan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 297/Pid.B/2023/PN.Jkt.Sel dengan terdakwa Mario Dandy. Namun di antara kedua kasus tersebut terdapat perbedaan yang signifikan terkait dengan besaran restitusi bagi anak korban, sehingga pertimbangan majelis hakim dalam menentukan besaran restitusi pada kedua kasus tersebut perlu dianalisis. Berdasarkan beberapa persoalan tersebut, penelitian ini akan membahas mengenai pandangan viktimologi terhadap anak korban, kedudukan restitusi dalam sistem pemidanaan di Indonesia, dan pertimbangan hakim dalam menentukan besaran restitusi pada perkara yang melibatkan anak sebagai korban tindak pidana. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal dengan menggunakan bahan hukum sebagai sumber utama dari data yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa anak korban memiliki karakteristik khusus yang membuat mereka rentan menjadi korban tindak pidana, lalu penelitian ini juga menyimpulkan bahwa restitusi di Indonesia merupakan pidana tambahan. Terkait dengan kasus yang dianalisis, penelitian ini menemukan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung telah mempertimbangkan kerugian para anak korban dan kemampuan pelaku dengan baik dalam menentukan besaran restitusi pada kasus dengan terdakwa Herry Wirawan, sedangkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mempertimbangkan kerugian anak korban dengan baik namun belum mempertimbangkan dengan baik kemampuan pelaku dalam membayar restitusi dalam kasus dengan terdakwa Mario Dandy. ......Child victims have several rights, one of them is the right to get restitution. Restitution according to victimology is a form of responsibility of the perpetrator for the suffering caused to the victim. However, the position of restitution in penal system in Indonesia hasn’t been clearly regulated. In practice, restitution has been given several times to child victims, like in Bandung High Court Decision Number 86/PID.SUS/2022/PT BDG with the Herry Wirawan as the defendant and in South Jakarta District Court Decision Number 297/Pid.B/2023/PN.Jkt.Sel with Mario Dandy as the defendant. However, there are significant difference regarding the amount of restitution for child victims between the two cases, so judge's considerations in determining the amount of restitution in both cases need to be analyzed. Based on those several issues, this research will discuss the victimology view of child victims, the position of restitution in the criminal system in Indonesia, and judge's considerations in determining the amount of restitution in cases involving children as victims of crime. This research is a doctrinal research that uses legal materials as its main source of data that used in this research. This research concluded that child victims have special characteristics that make them vulnerable to become crime victim, this research also concluded that restitution in Indonesia is an additional punishment. Regarding the cases that have been analyzed, this research found that the Judges at the Bandung High Court had properly consider the losses of the child victims and the perpetrator's ability to pay in determining the amount of restitution in the case with Herry Wirawan as the defendant, whereas Judges at the South Jakarta District Court had properly considered the losses to the child victim but haven’t properly consider the perpetrator's ability to pay restitution in the case with Mario Dandy as the defendant.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nervilia Puspa Nagari
Abstrak :
Penelitian ini berisi mengenai perbandingan restitution di berbagai negara.Restitution merupakan salah satu bentuk pemulihan atau pertanggungjawaban sama seperti ganti kerugian atau kompensasi. Di Indonesia istilah restitution belum dikenal dan digunakan secara tegas dalam bidang Hukum Perdata, oleh karena itu penelitian ini berniat untuk menggambarkan bagaimana pengaturan restitution di negara-negara lain. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis-Normatif, Perbandingan Hukum. Berdasarkan hasil penelitian, Indonesia tidak mengenal istilah restitution dalam Bidang Hukum perdata namun terdapat beberapa aturan yang sejatinya adalah restitution. Selain itu, penggunaan restitution di Indonesia belum terlalu berkembang dibandingkan dengan negara-negara lainnya. ......This study is about a comparition of restitution in a few countries. Restitution is one of the remedies or liability just like compensation. In Indonesia restitution is not yet known is private law, thus this study aims to describe how restitution is regulated in another countries. Comparative method is used in this study. The results of this research is Indonesia doesn rsquo t use the term restitution in private law sector but there is some regulations that substantially similar to restitution. Also,the term restitution is not much used yet in Indonesia compared to another countries.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahriza Mutiara Adhyaksa
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan dengan melihat ditemukan banyak putusan pengadilan yang menolak permohonan restitusi korban tindak pidana perdagangan orang. Tidak ada standar baku mengenai penghitungan penilaian ganti kerugian untuk restitusi. Penuntut umum juga tidak memiliki keseragaman cara pandang dalam pengajuan restitusiyang akan dimasukkan dalam surat tuntutan. Dengan melihat keadaan tersebut, penelitian ini membahas mengenaipertimbangan hakim dalam menentukan permohonan restitusi yang diajukan oleh penuntut umum ditinjau dari pemenuhan hak korban tindak pidana perdagangan orang dengan studi putusan pengadilan. Penelitian inimerupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan ditunjang dengan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diketahui bahwa penuntutumum memiliki kewenangan mengajukan permohonan restitusi dengan melampirkan penghitungan restitusi dalamtuntutan pidananya. Namun dalam praktiknya, putusan perkara tindak pidana perdagangan orang jarangmengabulkan restitusi. Hal ini dipengaruhi oleh kurang maksimalnya pembuktian yang dilakukan penuntut umum terhadap kerugian korban tindak pidana perdagangan orang sehingga tidak menimbulkan keyakinanhakim. Tidak ada pedoman penghitungan restitusi yang baku. Faktor lainnya yaitu belum jelasnya prosedurpengajuan restitusi bagi korban tindak pidana perdagangan orang. Diperlukan upaya pembentukan pedomanpelaksana mengenai prosedur pengajuan restitusi oleh masing- masing lembaga penegak hukum, pembuatan pengaturan penilaian terkait penghitungan restitusi, peningkatan kesadaran aparat penegak hukum, dan evaluasi terhadap putusan pengadilan yang menangani perkara tindak pidana perdagangan orang yang disertai denganpermohonan restitusi. Maka, diharapkan tuntutan restitusi semakin banyak dikabulkan dengan mekanisme dan pengaturan yang seragam. ......This research was conducted by observing that there were many court decisions that rejected requests for restitution for victims of trafficking in persons. There is no standard standard regarding the calculation of theassessment of compensation for restitution. Public prosecutors also do not have a uniform viewpoint in filing forrestitution that will be included in the lawsuit. By looking at these circumstances, this study discusses the considerations of judges in determining requests for restitution submitted by public prosecutors in terms offulfilling the rights of victims of the crime of trafficking in persons with a study of court decisions. This research is a normative juridical research using data collection techniques in the form of literature studies and supported by interviews. Based on the results of research and discussion, it is known that public prosecutors have the authority to submit requests for restitution by attaching restitution calculations to their criminal charges. However, inpractice, decisions on cases of trafficking in persons rarely grant restitution. This is influenced by the lack of maximum evidence by the public prosecutor against the loss of victims of the crime of trafficking in persons so that it does not give rise to the judge's conviction. There are no standard guidelines for calculating restitution.Another factor is the unclear procedure for filing restitution for victims of the crime of trafficking in persons.Efforts are needed to establish implementing guidelines regarding procedures for filing restitution by each law enforcement agency, making assessment arrangements related to calculating restitution, increasing awareness of law enforcement officials, and evaluating court decisions handling cases of criminal acts of trafficking in persons accompanied by requests for restitution. Thus, it is hoped that more and more demands for restitution will begranted with a uniform mechanism and arrangement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moudy Rachim Kusuma
Abstrak :

Skripsi ini membahas mengenai restitusi sebagai salah satu hak korban tindak pidana. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah peraturan-peraturan mengenai hak atas restitusi bagi korban tindak pidana di Indonesia; penerapan pemberian restitusi bagi korban tindak pidana khususnya terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana penganiayaan, dan perkara yang melibatkan anak ditinjau dari putusan pengadilan; dan peran dan tantangan LPSK dalam pemenuhan hak atas restitusi bagi korban tindak pidana. Penelitian ini menggunakan metode normatif yang pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan didukung dengan wawancara sebagai pelengkap atas data yang telah diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidakharmonisan dalam menguraikan pengertian restitusi di antara peraturan perundang-undangan yang ada sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda di antara para penegak hukum dan kurangnya ketentuan subsider dalam UU No. 31 Tahun 2014, sebagai ketentuan yang mengubah UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, beserta peraturan pelaksananya sehingga menjadi kurang efektif apabila pelaku ternyata tidak dapat membayar restitusi. Penguatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban RI juga sangat diperlukan karena temuan dalam penelitian memperlihatkan bahwa dalam tiga tahun terakhir terjadi penurunan performa dari LPSK dengan tidak membantu fasilitasi restitusi bagi korban tindak pidana umum seperti yang telah dilakukan sebelumnya.


This research discusses about restitution as one of the rights of the victim of crime. The aims of this research are first, to show the critical analysis of the regulation of victims rights to receive restitution in Indonesia; second, to analyze the implementation of giving restitution to victim of crime precisely on human trafficking, battery, and relating to child abuse cases by reviewing criminal court decisions; and last but not least, to describe the role and obstacle of which LPSK has in fulfilling victims right to seek restitution. This research used normative methodology based on literature study and interview to support the existing data. The research founds that there is a slight disharmony in describing the definition of restitution between the laws, which affects the law enforcement officers especially judges to have different perceptions of the terminology; the lack of subsidiary provision in Law No. 31 of 2014 and its implementing regulations that causes ineffective protections of the victims if the perpetrator apparently unable to pay the restitution. On the other hand, in the last three years there has been a slight decline in performance of LPSK without facilitating victim(s) of crime to accomplish the restitution order.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library