Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mallarangan, Hasanuddin
Abstrak :
Pada akhir-akhir ini penggunaan oksida dari bahan refractory semakin meningkat , utamanya pada pemakaian suhu tinggi, sedangkan masalah struktur dan konduktivitas listrik Rhenium belum banyak diketahui. Pelitian tentang struktur oksida dan konduktivitas Rhenium ini, dilakukan dengan cara mengoksidasi sample Rhenium foil yang ukurannya 1 cm x 0,5 cm x 25 μm dalam furnace yang dialiri oksigen dan selanjutnya diperiksa dengan SEM, Metalografi dan konduktivitas listrik. Pada suhu oksidasi 300°C dengan waktu oksidasi 1, 3 dan 5 jam tebal lapisan oksida yang terbentuk adalah 0,55- 5,28 μm dan pada oksida terjadi retakan dengan lebar garis retakan 0,1 - 1,6 μm dan laju pertumbuhan oksida adalah linier. Pada suhu oksidasi 400°C dengan waktu oksidasi 1,3 dan 5 jam tebal lapisan oksida yang terbentuk 1,28 - 2,0 μm, lebar retakan yang terjadi pada lapisan oksida 0,37 - 2,5 μm. Pada suhu oksidasi 500°C waktu oksidasi 1 jam tebal lapisan oksida yang terbentuk adalah 4,28 μm dengan lebar garis retakan adalah 1,65 μm, dan pada waktu oksidasi 3 dan 5 jam sample retak-retak dan habis teroksidasi. Konduktivitas listrik Rhenium standar < dari Rhenium yang dioksidasi, kecuali pada suhu oksidasi 300°C dengan waktu oksidasi 5 jam konduktivitasnya C dari Rhenium standar. Lapisan oksida yang terbentuk adalah Rheniumdioksida(ReOz), yang tidak homogen dan kurang bersifat protektif baik terhadap difusi dan korosi, dan pemanfaatanya perlu dipadu dengan bahan lain untuk memberikan sifat-sifat yang lebih baik sesuai kebutuhan.
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry
Abstrak :
Emboli paru merupakan kondisi dimana gumpalan darah di dalam vena besar pada ekstremitas bawah masuk ke arteri pulmonal sehingga mengganggu aliran darah ke paru-paru. Metode ventilasi-perfusi SPECT/CT yang dikombinasikan dengan agen perunut seperti Technetium-99m (99mTc) dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit emboli paru. Karbon aktif dapat digunakan sebagai adsorben radioaktif 99mTc, namun sifat aerodinamisnya yang buruk menjadi tantangan untuk digunakan secara inhalasi. Kombinasi dengan serbuk pembawa inhalasi diharapkan dapat meningkatkan sifat aerodinamis karbon aktif bertanda 99mTc. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan serbuk inhalasi karbon aktif bertanda 99mTc sehingga dapat diberikan secara inhalasi untuk diagnosis emboli paru. Serbuk pembawa inhalasi dibuat dengan memformulasikan manitol dengan 5–10% b/b leusin; 1,25–2,5% b/b amonium bikarbonat, atau kombinasi keduanya. Serbuk pembawa dibuat dengan metode semprot kering, kemudian dikarakterisasi morfologi, rendemen, kandungan lembab, densitas, ukuran partikel geometris, dan aerodinamis. Setelah itu, serbuk pembawa dengan karakteristik terbaik dicampurkan dengan serbuk karbon aktif bertanda Rhenium (placebo untuk 99mTc karbon) dengan perbandingan 1:1 dan 1:2, kemudian dikarakterisasi kembali. Serbuk pembawa manitol dengan 10% leusin dan 5% amonium bikarbonat (SP5) menunjukkan karakteristik terbaik dengan nilai MMAD, EF, FPF sebesar 6,95 ± 1,29 μm; 62,4 ± 7,92 %; 44,82 ± 9,31 % berturut-turut. Serbuk inhalasi karbon aktif bertanda Rhenium yang dicampur dengan serbuk pembawa 1:2 (F2) menunjukkan peningkatan sifat aerodinamis dan ukuran partikel, dengan nilai MMAD, EF, FPF sebesar 6,62 μm; 76,4%; dan 45,55% berturut-turut. Kombinasi karbon aktif bertanda Rhenium yang dicampur dengan serbuk pembawa 1:2 dianggap sesuai untuk serbuk inhalasi dan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk diagnosis emboli paru. ......Pulmonary embolism is a condition where blood clots in the major veins of the lower extremities enter the pulmonary artery, disrupting blood flow to the lungs. Ventilation-perfusion SPECT/CT method, combined with a tracer agent such as Technetium-99m (99m) can be used to diagnose pulmonary embolism. Activated carbon can be used as a radioactive adsorbent for 99mTc, but its poor aerodynamic properties pose a challenge for inhalation use. Combining it with carrier-based DPI is expected to improve the aerodynamic properties of 99mTc-labelled activated carbon. Therefore, this study aims to develop dry powder inhaler (DPI) of 99mTc-labelled activated carbon for the inhalation-based diagnosis of pulmonary embolism. Carrier-based DPI powders were prepared by formulating mannitol with 5–10% (w/w) leucine, 1,25–2,5% (w/w) ammonium bicarbonate, or a combination of both. The carrier-based DPI powders were produced using the spray-drying method and then characterized for morphology, yield, moisture content, density, geometric and aerodynamic particle size. Subsequently, the carrier-based DPI powder with the best characteristics was mixed with Rhenium-labelled activated carbon powder (placebo for 99m (Tc carbon) at ratios of 1:1 and 1:2, and characterized again. This study showed mannitol carrier-based DPI powder with 10% leucine and 5% ammonium bicarbonate (SP5) exhibited the best characteristics with MMAD, EF, FPF values of 6,95 ± 1,29 μm; 62,4 ± 7,92 %; 44,82 ± 9,31 % respectively. Rhenium-labelled activated carbon inhalable powder mixed with carrier-based DPI powder at a ratio of 1:2 (F2) showed improved aerodynamic properties and particle size, with MMAD, EF, FPF values of 6,62 μm; 76,4%; dan 45,55% respectively. Thus, the combination of Rhenium-labelled activated carbon mixed with carrier-based DPI powder at a ratio of 1:2 is considered suitable for inhalable powder and can be further developed for the diagnosis of pulmonary embolism.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library