Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jefri Adriansyah
Abstrak :
Di Indonesia, program reforma agraria telah diselenggarakan sejak tahun 1960 melalui Undang-Undang Pokok Agraria. Meski demikian, gerakan reforma agraria terlihat semakin masif sejak 2015 setelah pemerintah mengeluarkan program pendaftaran tanah sistematis lengkap. Studi ini mengkaji pengaruh perubahan status kepemilikan tanah terhadap produktivitas rumah tangga usaha tani padi di Indonesia, meskipun pengamatan terkait hak atas tanah dilakukan sebelum adanya program reforma agraria secara masif pada tahun 2015. Menggunakan metode two periode difference-in-differences (DID), penelitian ini menganalisis status kepemilikan tanah 686 rumah tangga usaha tani padi dalam survei longitudinal IFLS gelombang keempat (2007) dan kelima (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam produktivitas usaha tani padi akibat perubahan status kepemilikan lahan dari weak land ownership menjadi strong land ownership atau legal pada rumah tangga petani padi di Indonesia. Setidaknya ada empat alasan yang diindikasikan menjadi penjelasan, pertama, kurang berkembangnya pasar tenaga kerja pertanian di Indonesia; kedua, pasar kredit usaha tani padi rendah; ketiga, lambatnya mekanisasi pertanian padi di Indonesia; dan keempat, transferabilitas aset tanah. Oleh karena itu, pemerintah setidaknya perlu meningkatkan aksesibilitas kredit formal dan mengintervensi langsung faktor produksi pertanian dengan memberikan hibah dan subsidi berupa bibit padi berkualitas, mekanisasi alat pertanian, dan perbaikan sarana irigasi. ......In Indonesia, the agrarian reform program has been organized since 1960 through Basic Agrarian Law Act. Nonetheless, agrarian reform movement looks more massive since 2015 after the government issue a complete systematic land registration program. This study examines the effect of changes in land ownership status on household productivity of rice farming in Indonesia, although the observations regarding land titling were held prior to the existence of the massive program of agrarian reform in 2015. Using the two-period difference-difference (DiD), this study analyzed the land ownership status of 686 rice farming households in the IFLS longitudinal survey in the fourth (2007) and fifth (2014) waves. The results show that there is no significant difference in the productivity of rice farming due to changes in land ownership status from weak land ownerhisp to strong or legal land ownership in rice farming households in Indonesia. There are at least four reasons that are indicated to be explanations, first, the underdeveloped agricultural labor market in Indonesia; second, the credit market for rice farming is low; third, the slow mechanization of paddy farming in Indonesia; and fourth, transferability of land assets. Therefore, the government at least needs to increase the accessibility of formal credit access and intervene directly in agricultural production factors by providing grants and subsidies in the form of quality rice seeds, agricultural mechanization tools, and improving irrigation facilities.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Safanah
Abstrak :
[Owa kalimantan (Hylobates albibarbis) merupakan spesies owa endemik yang hanya dapat ditemukan di wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Populasi H. albibarbis termasuk ke dalam kategori Endangered (terancam) menurut IUCN dan terus mengalami penurunan akibat degradasi dan fragmentasi habitat, perdagangan ilegal dan perburuan liar, serta perubahan iklim. Penelitian mengenai distribusi H. albibarbis telah dilakukan di kawasan restorasi lahan gambut bagian selatan, Katingan Mentaya Project, Kalimantan Tengah. Penelitian bertujuan untuk menghasilkan peta distribusi H. albibarbis dan memperoleh data estimasi jumlah kelompok H. albibarbis yang berada di kawasan tersebut. Pengambilan data dilakukan 5 hari sepekan selama 7 pekan dari bulan Maret hingga Juni 2022. Metode yang digunakan adalah triangulasi (auditory sampling) dan ground survey. Triangulasi dilakukan di 4 lokasi dengan jumlah pengulangan sebanyak 3 kali di setiap lokasi. Selama 12 hari pengambilan sampel suara, tercatat sebanyak 124 suara vokalisasi H. albibarbis. Hasil metode triangulasi menunjukkan bahwa 11 kelompok H. albibarbis terdistribusi di hutan gambut wilayah selatan pada jenis vegetasi hutan rawa gambut campuran. Selama periode penelitian, terjadi perjumpaan langsung dengan H. albibarbis sebanyak 8 kali. Hasil metode ground survey menunjukkan bahwa terdapat 20 spesies pohon pakan dan 10 spesies pohon tidur yang berada di sekitar wilayah distribusi dan titik perjumpaan dengan H. albibarbis. Hasil tersebut menunjukkan bahwa wilayah hutan yang dihuni oleh H. albibarbis masih mampu mendukung pergerakan dan menyediakan sumber daya bagi H. albibarbis, meskipun kebakaran pernah terjadi di bagian hutan tersebut. ......Hylobates albibarbis is an endemic gibbon species that can only be found in Central Kalimantan and West Kalimantan. This species is included in the Endangered category according to the IUCN and the population continues to decline due to habitat degradation and fragmentation, illegal trade, and poaching. Research on the distribution of H. albibarbis has been conducted in the southern peatland restoration area, Katingan Mentaya Project, Central Kalimantan. The aim of the study was to produce distribution map and obtain estimation data for the number of H. albibarbis groups. Data collection was carried out 5 days a week for 7 weeks from March to June 2022. The methods used were triangulation and ground survey. Triangulation was carried out at 4 locations with 3 repetitions at each location. The results of triangulation method showed that 11 groups of H. albibarbis were distributed in mixed peat swamp forest vegetation. The results of ground survey method showed that there were 20 species of feeding trees and 10 species of sleeping trees around the distribution area and encounter points. Therefore, forest areas inhabited by H. albibarbis are still able to support movement and provide resources for H. albibarbis, although fires have occurred in the forest.,

Seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Permasalahan tersebut menjadi penyebab terjadinya perubahan fungsi lahan menjadi permukiman atau lahan terbangun untuk kebutuhan bertempat tinggal dan ekonomi. Perubahan tersebut umumnya terjadi pada lahan pertanian sehingga mengancam ketahanan pangan di masa yang akan datang. Kecamatan Cilaku sebagai salah satu lumbung padi di Kabupaten Cianjur bagian utara terus mengalami penurunan luas lahan sawah akibat konversi lahan menjadi lahan terbangun. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan dan membatasi perubahan lahan sawah menjadi non sawah yaitu dengan menetapkan lahan sawah berkelanjutan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi perubahan lahan sawah dengan kriteria keberlanjutan akibat perluasan permukiman di Kecamatan Cilaku tahun 2032. Prediksi ini menggunakan model Artificial Neural Network (ANN) dan Cellular Automata (CA) dengan 2 skenario. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah citra Sentinel-2B tahun 2022, citra Landsat 7 tahun 2002 dan 2012, serta data hasil wawancara dengan petani di Kecamatan Cilaku. Hasil penelitiian menunjukkan bahwa prediksi lahan sawah berkelanjutan beserta cadangannya pada tahun 2032 mengalami penyusutan luas akibat pertumbuhan permukiman.


Over time, the population in Indonesia is increasing every year. These problems are the cause of changes in land use into settlements or built-up land for housing and economic needs. These changes generally occur in agricultural land that threatens food security in the future. Cilaku District as one of the rice barns in the northern part of Cianjur Regency continues to experience a decrease in the area of ​​rice fields due to land conversion into built-up land. One such effort that can be done to limit the conversion of rice fields into non-rice fields is to stipulate sustainable rice fields in order to achieve national food security. This study aims to predict changes in rice fields with sustainability criteria due to the expansion of settlements in Cilaku District in 2032. This prediction uses Artificial Neural Network and Cellular Automata models with 2 scenarios. The data used in this study are Sentinel-2B images in 2022, Landsat 7 images in 2002 and 2012, and also data from interviews with farmers in Cilaku District. The results of the study indicate that the prediction of sustainable rice fields and their reserves in 2032 will decrease in the area due to the growth of settlements.

]
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, [2022, ]
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Reynaldo Angga
Abstrak :
ABSTRAK

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi nilai cost effeciency dari produksi padi di Indonesia dengan menggunakan model cost frontier dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan nilai efesiensi biaya dari petani padi. Studi ini menggunakan data cross section pada tahun 2010 dan tahun 2016. Didapat biaya irigasi, pupuk dan tenaga kerja berkontribusi secara signifikan pada cost effeciency dari petani padi. Rata-rata cost effeciency dari produksi padi di tahun 2016 adalah 83 percent, dimana lebih tinggi dibandingkan dengan 2010. Ini mengindikasi  adanya potensial untuk meningkatkan output pado sekitar 17 persen dengan teknologi yang ada. Model menyatakan bahwa lahan yang lebih kecil,  mempunyai jumlah plot yang lebih banyak di lahan, penanaman tiga kali dalam setahun, dan diversifikasi secara signifikan berkontribusi pada cost effeciency di dalam produksi lahan.


ABSTRACT


The main objectives of the study are to estimate the farm specific cost efficiency of rice production in Indonesia using Cost Frontier model and to identify and measure the impacts of different factors associated with cost efficiency of rice farmers. The study employed farm level cross sectional data for the years 2010 and 2016. Cost of Irrigation, Fertilizer and labor were found to contribute significantly in the cost efficiency of rice farmers. The average cost efficiency of rice production in 2016 is 83 percent, this result is more higher than 2010. This indicates a good potential for increasing rice output by 17 percent with the existing technology. The model claims that smaller land, have more plot in the land, three time crop planting a year, and diversification significantly contribute to cost effeciency in farm production. 

2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library