Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Rossa Amanda Santika
"Penelitian ini membahas tentang pertanggungjawaban yang dapat dimintakan kepada negara Myanmar atas pelanggaran berat hak asasi manusia yang dialami oleh etnis Rohingya berdasarkan doctrine of imputability, dan tindakan yang harus dilakukan negara Myanmar berdasarkan prinsip pertanggungjawaban negara. Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis melalui pendekatan kasus, dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Kesimpulan penelitian ini bahwa Negara Myanmar dapat dimintakan pertanggungjawaban atas perlakuan dan tindakan terhadap etnis Rohingya karena melanggar ketentuan yang diatur dalam ketentuan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional. Bentuk pertanggungjawaban atas pelanggaran berat hak asasi manusia yang dialami oleh etnis Rohingya berdasarkan doctrine of imputability bahwa tindakan pelanggaran hak asasi manusia dilakukan oleh Junta Militer Myanmar dan pembiarannya dilakukan oleh Pemerintah Sipil, sehingga kejahatan yang dilakukan oleh Pemerintahan negaranya, baik militer maupun sipil yang merupakan organ negara, dimana atas tindakan pelanggaran atas genosida tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban negara. Myanmar harus melakukan reparasi berupa restitusi dengan menstabilkan keadaan politik dan ekonomi negara serta memberikan pernyataan sah tentang keberlakuan status kewarganegaraan melalui pengakuan eksistensi etnis Rohingya di Myanmar, serta wajib memberikan ganti kerugian atas kerusakan yang dilakukan terhadap fasilitas etnis Rohingya dengan melakukan pemberlakuan aturan tentang wilayah tempat tinggal yang sah serta memfasilitasi sekolah untuk pendidikan serta fasilitas kesehatan yang layak bagi etnis Rohingya. Myanmar juga harus memberikan kepuasan atau satisfaction dengan mengakui adanya pelanggaran berat hak asasi manusia kepada etnis Rohingya yang tindakannya dilakukan oleh Junta Militer Myanmar dan juga pengakuan atas pembiaran oleh Pemerintah Sipil serta memberikan permintaan maaf terbuka dan disuarakan di hadapan Internasional.
This study discusses the accountability that can be asked to the state of Myanmar for the gross violations of human rights experienced by the Rohingya ethnic based on the doctrine of imputability, and the actions that the state must take based on the principle of state responsibility. This study uses a normative research method with descriptive analytical research characteristics through a case approach, with data collection techniques through library research. The conclusion of this study is that the State of Myanmar can be held accountable for the treatment and actions of the Rohingya because it violates the provisions stipulated in the provisions of Human Rights in International Law. The form of accountability for gross violations of human rights experienced by the Rohingya ethnicity is based on the doctrine of imputability that acts of human rights violations are carried out by the Myanmar Military Junta and the omission is carried out by the Civilian Government, so that the crimes committed by the government of the country, both military and civilian, are organs. the state, where the act of violating the genocide can be held accountable for the state. Myanmar must make reparations in the form of restitution by stabilizing the country's political and economic conditions and provide a valid statement of the validity of citizenship status through recognition of the existence of the Rohingya ethnicity in Myanmar, and must provide compensation for damage done to Rohingya ethnic facilities by enforcing rules regarding the area of ​​residence. and facilitate schools for proper education and health facilities for the Rohingya. Myanmar must also give satisfaction or satisfaction by acknowledging the existence of gross violations of human rights against the Rohingya ethnic whose actions were carried out by the Myanmar Military Junta and also acknowledging the omission by the Civilian Government and providing an open and voiced apology before the international for gross violations of human rights and omissions that have been committed. carried out by the state of Myanmar against the Rohingya ethnic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Marieta Nurnissa
"Hak asasi manusia dianggap sebagai hak yang inheren dan tidak dapat diambil secara sewenang-wenang. Namun, kenyataannya seringkali hak tersebut dirampas dari mereka yang tidak dianggap sebagai warga negara di suatu negara. Stateless persons sebagai sekumpulan individu yang tidak diakui oleh negara manapun seringkali mengalami pelanggaran atas hak asasi manusianya serta tidak mendapatkan perlindungan dari negara tempat mereka tinggal. Salah satu contoh stateless persons ialah kaum etnis Rohingya yang dianggap sebagai the most persecuted ethnic minority in the world. Skripsi ini menganalisis berbagai hak asasi manusia bagi stateless persons, khususnya kaum Rohingya; seperti hak untuk memiliki kewarganegaraan; serta tanggapan dari pemerintah Myanmar dan masyarakat internasional atas krisis tersebut. Kesimpulan yang diperoleh ialah hak asasi manusia yang paling utama bagi kaum etnis Rohingya ialah hak untuk memiliki kewarganegaraan sebagai the right to have rights. Namun, terlepas dari tidak adanya status warga negara tersebut, penegakan atas hak asasi manusia bagi kaum etnis Rohingya sebagai hak yang inheren tetap harus dijalankan.
Human rights are considered inherent and cannot be arbitrarily deprived from one individual. However, the fact shows that many individuals are still arbitrarily deprived from their rights. Stateless persons, as certain individuals who are not considered as a citizen by the country they currently residing in, often experience the violation of their human rights and are not bound to any protection. One of the examples is the ethnic community of Rohingya whom UN considered as the most persecuted minority ethnic in the world. This thesis addresses the problem of human rights of stateless persons, especially the Rohingyas such as the right to nationality also, responses from the Myanmar government and the international community. The conclusion of the thesis is that the main right that should be given to the Rohingyas is the right to nationality, as the right to have rights. Nevertheless, despite of their status as stateless persons, their inherent human rights as human beings should still be enforced. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library