Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 299 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
New Jersey: Prentice-Hall, 1981
305.3 MEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth Edith
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Patri Hartanti
"Individu dalam kehidupan bermasyarakat memiliki peran-peran tertentu yang disandangnya. Salah satu yang saat ini sedang marak dibicarakan adalah peran suami istri yang sama-sama bekerja. Pria dan wanita yang telah memasuki masa dewasa dan menikah, diharapkan memenuhi harapan peran masing-masing aebagai pasangan. Sebagaimana dijelaskan dalam peran jenis kelamin, pria maupun wanita juga mempunyai peran-peran yang harus dipenuhi oleh diri sendiri dan berhak meminta pasangannya melakukan kewajiban perannya. Peran jenis kelamin tradisional yang selama ini ditanamkan adalah bahwa pria sebagai suami diharapkan untuk mencari keluarga sementara peran wanita adalah sebagai pengelola rumah tangga dan anak-anak. Bagaimana dengan keberadaan pria dan wanita yang suami istri bekerja? Fenomena pria dan wanita yang suami istri bekerja saat ini banyak terjadi. Banyak alasan mengapa pria dan wanita menikah memutuskan untuk sama-sama bekerja, diantaranya mencari tambahan penghasilan meningkatkan taraf hidup, merasa kesepian dan terasing di rumah dan sebagainya. Keputusan pria dan wanita menikah untuk sama-sama bekerja ini menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, yang salah satunya adalah berkuranggnya waktu bagi keluarga, terutama bagi pengelolaan rumah tangga dan merawat anak~anak.
Penelitian ini menitikberatkan pada pembagian peran antara pria dan wanita yang suami istri bekerja, khususnya dalam melaksanakan tugas rumah tangga dan tugas perawatan anak. Mengapa hal ini menarik diteliti disebabkan oleh beberapa sumber yang menyatakan bahwa masalah yang seringkali terjadi pada pasangan suami istri bekerja adalah pada pembagian waktu untuk keluarga dan pekerjaan. Adapun masalah umum yang diajukan dalam penelitian adalah; Bagaimana harapan dan kenyataan atas partisipasi diri dan pasangannya dalam pelaksanaan tugas rumh tangga dan tugas perawatan anak pada pria dan wanita yang suami istri bekerja? Adanya ketidakseimbangan partisipasi antara, pria, dan wanita dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut menarik peneliti untuk menjawab masalah ini.
Subyek penelitian ini adalah pria dan wanita yang suami istri bekerja, memiliki anak usia balita dan berpendidikan minimal SLTA. Alat ukur utama yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara sebagai alat tambahan untuk memperkaya analisa data dari kuesioner. Kuesioner terdiri dari 34 item (11 item tugas rumah tangga dan sisanya item tugas perawatan anak). Kepada responden ditanyakan bagaimana harapan serta kenyataan pada tiap item tugas, sehingga analisa dilakukan pada masing-masing item tugas pula (survey opini). Harapan dan kenyataan dilihat melalui derajat tanggung jawab antara pria dan wanita yang suami istri bekerja. Caranya, dengan melingkari salah satu angka yang terentang dari angka 5 (bertanggungjawab penuh) sampai angka 1 (tidak ikut bertanggungjawab).
Hasilnya, wanita mengharap dirinya (sebagai istri) sedikit dibantu dalam pelaksanaan tugas perawatan anak, tapi mengharap berbagi tanggung jawab dengan suami daiam melaksanakan tugas rumah tangga. Harapan pria (sebagai suami), istri tetap bertanggung jawab lebih besar dari dirinya pada pelaksanaan tugas perawatan anak. Dengan demikian, ada kesesuaian harapan pria dan wanita dalam hal Ketidaksesuaian kenyataan yang dipersepsi oleh pria atas tanggungjawab istri rata-rata terjadi di mana kenyataan partisipasi istri dipersepsi lebih kecil dari harapannya. Sedangkan pada wanita, ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan atas partisipasi dirinya terjadi di mana partisipasi istri dipersepsi lebih besar dari kenyataannya.
Di samping pria dan wanita menyatakan harapan atas partisipasi istri, kedua kelompok responden juga diminta menyatakan harapan dan mempersepsi kenyataan partisipasi suami dalam rumah tangga. Tugas yang paling banyak diharapkan wanita dari suami untuk sama-sama bertanggung jawab lebih cenderung pada tugas praktis perawatan anak, seperti membuatkan susu botol, memakaikan popok dan sebagainya. Pada sendiri sebagai suami mengharap dirinya hanya membantu untuk sebagian besar tugas rumah tangga. Perbedaan harapan antara pria dan wanita adalah pada tugas mengatur keuangan rumah tangga dan membuatkan susu botol balita. Pria mengharap partisipasi dirinya lebih sedikit dibanding partisipasi istri.
Ketidaksesuaian harapan pria atas partisipasi dirinya dengan kenyataan yang dipersepsinya lebih kepada tugas perawatan anak, di mana ketidaksesuaian tersebut terjadi karena kenyataan partisipasi suami yang dipersepsi pria lebih kecil dari harapannya. Sedangkan ketidaksesuaian harapan wanita atas partisipasi suaminya dengan kenyataan yang dipersepsi wanita lebih kepada tugas perawatan anak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Lusi Anggari
"Perubahan dan paradox sudah menjadi ciri khas bangsa Amerika. Hal ini terjadi di berbagai aspek kehidupan baik dalam level individu, masyarakat, maupun pemerintah. Ketiganya merupakan sebuah kesatuan sistem yang saling terkait, sehingga perubahan di dalam salah satu variabel sistem tersebut akan merembet pada variabel lainnya. Peran dan identitas laki-laki merupakan satu titik dalam aspek sosial kebudayaan Amerika yang masuk dalam arus perubahan tersebut. Hal ini akan membawa pengaruh penting pada masyarakat karena keluarga merupakan lembaga yang berisikan nilai dan norma budaya yang membentuk nilai dan norma budaya kelompok ataupun lapisan sosial masyarakat tertentu secara keseluruhan.
Selama ini berbagai bahasan tentang jender lebih banyak fokus pada perempuan dan umumnya dari perspektif perempuan Dan sungguh merupakan sesuatu yang menarik ketika Mrs. Doubt Fire dan Junior menampilkan hal yang berbeda yakni permasalahan laki-laki dan dari sudut pandang laki-laki.
Tesis ini menunjukkan bahwa di era 1990an terjadi perubahan peran laki-laki dalam keluarga dari breadwinner menjadi caregiver. Perubahan peran ini disokong oleh perubahan identitasnya sebagai sensitive men dan involved father atau sebutan lain yang senada yang pada dasarnya mengangkat dan menekankan pada aspek kepekaan emosi sebagai karakter yang ideal di masa itu menggantikan aspek materiil. Faktor ekonomi dan liberasi perempuan ternyata menjadi penyebab dan pendorong perubahan peran laki-laki ini. Media massa, dalam hal ini film menampilkan stereotip laki-laki baru ini sebagai figur ideal era 1990an, namun perubahan ini terhambat oleh ambivalensi perempuan dan pemerintah yang bisa dilihat sebagai sebuah paradoks demokrasi Amerika.
Rangkaian dari perubahan ini adalah redefinisi "motherhood" yang menekankan pada aspek financial support, dan keluarga yang lebih fokus pada fungsi daripada bentuk.

Changes and paradox always go hand in hand. They are present in all three levels in society i.e. individual, community, and state. The relation of those three aspects then marks the American core values. Changes themselves do not stand-alone and are believed to generate further changes in related areas.
The prevalent phenomenon in the life of the American white, middle class men in 1990s was the degrading trend of the breadwinning role due to both economic as well as social factors. As a result, fathers entering the private sphere increase from time to time. Men's new role in domestic area is well supported by their newly defined identity as new men, sensitive men, involved father and the lie which put a greater emphasis on emotional rather than material aspect as the determining factor of happiness and success in life. Media, especially films, play the role as the "major socializing influence" which is also the case with Mrs. Doubt fire and Junior.
Despite the fact that more and more men have trudge into the domestic area, the problems remain. Ambivalence in the part of women and institution are the major cause. The push and pull over women's striving for equality and preserving their "motherhood" on one side, and the shift in the ruling power from conservatives to liberal represented by the Democratic party on the other one impede men's equality with women in the private sphere. Then, it can be said that ambivalence is a paradox to.
Finally, men's changing role requires a change in women's in the form of redefined motherhood. This time, women's new role will consider putting emphasis on financial support for the dependants. As for family, focus will be directed towards function than forms.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Dasril
"Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kemayoran Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat tentang Prasangka dalam hubungan sosial dan implikasinya dalam proses asimilasi sosial. Kita menyadari bahwa hubungan sosial antara etnik di Indonesia khususnya antara etnik Cina dengan pribumi yang menjadi obyek penelitian ini kurang berjalan dengan normal. Dengan kata lain hubungan antara kedua kelompok masyarakat ini kurang serasi bila dibandingkan dengan yang lainnya.
Penelitian ini ingin mengungkapkan bahwa adanya prasangka sosial dalam hubungan antara kelompok akan mempengaruhi proses asimilasi sosial di antara kelompok itu. Semakin tinggi prasangka sosial antara kelompok kemungkinan terjadinya asimilasi sosial semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah prasangka sosial di antara kelompok etnik, kemungkinan terjadinya proses asimilasi sosial semakin tinggi. Di dalam penelitian ni terungkap bahwa hubungan sosial di antara etnik Cina dan pribumi diwarnai dengan prasangka-prasangka. Dengan menggunakan metode kualitatif penelitian ini menitik beratkan pada wawancara yang luas terhadap 40 informan yang diambil dari kelompok etnik Cina totok 10 orang, etnik Cina peranakan dan pribumi masing-masing 15 orang. Untuk melengkapi wawancara terhadap anggota masyarakat dari ketiga kelompok tersebut penulis juga mewawancarai tokohtokoh dari masing-masing kelompok itu disamping tokoh-tokoh pemimpin formal dan informal.
Penelitian menemukan beberapa hal antara lain sebagai berikut. Pertama, karena adanya prasangka di antara kelompok etnik ini, maka hubungan sosial menjadi tidak harmonis. Kedua, karena adanya prasangka, maka mereka kurang dapat membina hubungan sosial secara normal. Ketiga, kendatipun demikian, masih ada orang dari masing-masing kelompok yang berpikiran positip tentang etnik lain yang berbeda."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunda Sri Sugiri
"Pada tanggal 22 Desember 1995, Presiden Republik Indonesia mencanangkan kemitrasejajaran wanita dan pria sebagai suatu Gerakan Nasional. Dikatakan bahwa: dengan kemitrasejajaran pria dan wanita yang harmonis, kita bangun bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera lahir dan batin. Wanita sebagai warga negara mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang. Namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan ketidak sejajaran antara wanita dan pria. Kemitrasejajaran pria dan wanita masih perlu disosialisasikan, dimulai dari keluarga sebagai pranata sosial terkecil sampai pranata yang terluas, yaitu masyarakat. Penelitian ini menitikberatkan pada relasi jender suami istri di dalam keluarga. Selain itu juga ingin diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi seorang individu (informan) terhadap pandangan dan sikap serta prilakunya tentang kemitrasejajaran wanita dan pria. Untuk melihat apakah posisi suami istri setara dalam relasi perkawinannya, pembagian kerja di dalam rumah tangga dan proses pengambilan keputusan serta posisi tawar (bargaining position) istri dalam proses tersebut, menjadi perhatian dalam penelitian ini. Empat (4) orang informan dipilih dengan kriteria sudah menikah, dalam kelompok usia dewasa muda, dan mahasiswa Universitas Indonesia.
Untuk memahami informan dan dalam menganalisis temuan lapangan, dipakai teori Sistem Ekologi, teori Sistem Keluarga dan teori Belajar Sosial. Dari keempat informan, tampaknya pembagian kerja tidak terlalu kaku dalam pelaksanaannya, dalam artian sebagai suami istri pembagian kerja di dalam keluarga tidak lagi berdasarkan jender, tetapi berdasarkan kesepakatan dan melihat situasi serta kondisi pasangannya masing-masing. Sedang posisi tawar istri oleh keempat informan dirasakan setara, karena mereka diikut sertakan pada proses pengambilan keputusan, di dengar pendapatnya dan memutuskan segala hal di dalam keluarga bersama-sama. Mereka merasa di hargai walaupun tidak mempunyai penghasilan sendiri.
Keluarga orientasi, orang tua, pendidikan, media komunikasi dan pasangan hidup beserta keluarganya merupakan faktor yang mempengaruhi pandangan dan sikap informan terhadap konsep kemitrasejajaran. Konsep kemitrasejajaran pria dan wanita sebagai suami istri yang saling menghargai, saling membantu dengan menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya masing-masing, sudah mulai diterima, dipahami dan diwujudkan, tetapi masih berada dalam proses transisi. Artinya masih dengan batasan-batasan tertentu, sesuai dengan tatanan keluarganya masing-masing."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trulyanti Sri Hastuti Sutrasno
"Pendahuluan
Kemajuan teknologi di negara-negara berkembang pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya diwarnai dengan timbulnya industri-industri yang menerapkan teknologi maju untuk jalannya industri tersebut. Perusahaan/industri merupakan suatu bentuk organisasi formal yang dibentuk dengan adanya landasan serta tujuan tertentu. Tercapai tidaknya tujuan dari industri tersebut ditentukan oleh bermacam-macam faktor dan sumber daya yang tersedia. Selain mesin-mesin atau peralatan yang menunjang jalannya pencapaian tujuan organisasi, sumber daya manusia juga merupakan sumber daya yang potensiil dan utama.
Di dalam suatu organisasi industri terdapat sejumlah manusia yang tergabung bersama-lama dalam rangka pencapaian tujuan yang telah digariskan oleh organisasi tersebut. Pada mulanya Schein (1980) memberi batasan bahwa suatu organisasi adalah koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud atau tujuan bersama melalui pembagian tugas dan fungsi serta melalui serangkaian wewenang dan tanggung jawab. Satu hal penting yang belum dibahas dalam batasan ini ialah bahwa obyek dari organisasi, terutama adalah kegiatan, bukan orang. Yang dikoordinasi adalah kegiatan dari banyak individu (bukan orangnya) yaitu koordinasi usaha untuk sating membantu. Agar koordinasi itu bertnanfaat, maka harus ada tujuan yang hendak dicapai dan harus ada kata sepakat tentang tujuan itu. Dengan demikian dasar suatu organisasi adalah mencapai tujuan dan maksud bersama melalui koordinasi kegiatan tersebut.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh banyak ahli teori organisasi khususnya Chester Barnard (1939), hanya kegiatan oranglah yang berkaitan dengan usaha pencapaian tujuan organisasi. Sesungguhnya seseorang dapat menjadi anggota beberapa organisasi lain, karena dalam masing-masing organisasi hanya beberapa saja dari kegiatannya yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dari sudut pandangan organisasi cukuplah jika diuraikan kegiatan atau peran yang harus dipenuhi individu yang bersangkutan untuk mencapai tujuan organisasi. Jika kegiatan atau peran yang diharapkan dicatat dalam dokumen atau diingat oleh para manajer, maka organisasi akan berlangsung terus dari generasi kegenerasi dengan anggota - anggota baru yang memenuhi peran tersebut. Manusia manusia didalam organisasi menjalankan tugas atau rangkaian kegiatan masing-masing sesuai dengan gambaran yang telah digariskan untuk mencapai tujuan organisasi? "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hukom, Grace A.D.
"Dampak Program JPS bagi proses pemberdayaan perempuan diangkat sebagai masalah utama tesis ini karena banyak fakta menunjukkan bahwa situasi krisis sangat berisiko bagi perempuan dan anak-anak, sementara intervensi JPS hanya menjadikan perempuan sebagai objek dari distribusi bantuan. Penelitian ini merupakan studi kasus tentang masyarakat penerima manfaat pada Program JPS yang dilakukan World Vision dengan dukungan CIDA yang dilakukan di wilayah Kelurahan Cilincing dan Kalibaru. Analisis kasus dilakukan dengan menelusuri siklus manajemen proyek dan berbagai dokumen. Analisis jender yang dilakukan pada kelompok masyarakat penerima manfaat bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data mengenai peran jender yang melekat pada laki-laki dan perempuan dalam kelompok masyarakat di wilayah Cilincing dan Kalibaru.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa Program JPS yang merupakan pendekatan sosial untuk memberdayakan masyarakat yang terkena dampak krisis dilakukan dalam jangka waktu pendek dan lebih menjawab kebutuhan pangan dan kesehatan masyarakat penerima manfaat saja. Dengan kata lain, program itu hanya menjawab kebutuhan praktis jender seperti makanan, gizi ibu dan anak, sanitasi lingkungan. Penelitian ini juga menemukan bahwa pola bantuan JPS yang berjangka pendek dan menggunakan pendekatan dari atas ke bawah membuat pelaksana program JPS tidak peka lagi terhadap strategi pemenuhan kebutuhan yang telah dimiliki setiap individu. Pendekatan itu tidak lagi mengkategorikan mereka yang paling terkena dampak krisis, tetapi memberi bantuan kepada keluarga. Pelaksana JPS tidak menyadari bahwa dalam keluarga telah terjadi pembagian kerja sesuai dengan peran masing-masing, akses dan kontrol pada sumber daya yang ada. Akibatnya, intervensi bantuan justru menambah beban peran perempuan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T14625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irzanti Sutanto
"Verba-verba berkata dasar sama yang mendapat gabungan afiks meN-i atau meN-kan tidak selalu memperlihatkan perbedaan makna yang jelas sehingga timbul pertanyaan: Apakah pasangan verba semacam itu bemakna sama atau berbeda? Kriteria apa yang menentukan persamaan atau perbedaannya? Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kriteria tersebut yang kemudian digunakan untuk mengelompokkan pasangan verba tersebut. Penelitian ini bersifat kualitatif. Objek penelitian adalah pasangan verba berafiks meN-i dan meN-kan, sedangkan unit analisis adalah kalimat. Analisis dilandaskan pada peran semantis (benefaktif, sasaran, lokatif, alat) dan struktur sintak-tis. Sumber data penelitian adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa verba berkata dasar sama yang berfiks meN-i atau meN-kan dapat diklasifikasi sebagai berikut: (A) bermakna sama, (B) bermakna berbeda karena sifat polisemis verba, (C) bermakna berbeda karena perbedaan makna afiks, (D) bermakna sama dengan perbedaan sintaktis dan peran semantis, (E) bermakna sama dengan perbedaan hal luar bahasa: bergerak atau tidak bergeraknya acuan yang menjadi objek, (F) bermakna berbeda karena terbentuknya makna spesifik, (G) bermakna berbeda karena perbedaan etimologi kata dasar. Pada kelompok (A) afiks meN-i atau meN-kan kehilangan maknanya.

The verbs with same basic word (stem) which are affixed with meN-i or meN-kan do not always show clear different meaning. This problem give rise to an important question: is that kind of pair of verbs have the same or different meaning? What are the criteria in defining the sam or the different meaning? The aim of this research is to identify these criteria that can be applied to classify the verbs with meN-i or meN-kan. This study is qualitative research. The objects of research are the pair of verbs with meN-i or meN-kan. Meanwhile, the units of analysis are sentences. This analysis is based on semantic role (beneficiary, objective, locative and instrument0 and syntactic structures. The corpus in this research is Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999).
The result shows that the pair of verbs can be divided to several categories. The first category consist of verbs with the sam meaning. The second includes the pair of verbs that have different meaning due to polysemi. The third category consist of the pair of verbs having the same meaning due to the different meaning of affixes. The fourth category shows the same meaning but different in syntactic structure and semantic role. The fifth category involves the pair of verbs having the same meaning, but different in extra-linguistic characteristic. The sixth category consist of pair of verbs with different specific meaning. The seventh category includes the pair of verbs with different meaning due to etimology characteristic of the stem. In the first category, meN-i or meN-kan looses its basic meaning."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>