Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Antari Ayuning Arsi
"ABSTRAK
Tesis ini berfokus pada strategi perempuan bekerja yang tinggal terpisah dari
keluarga dalam menghadapi konflik peran mereka. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian kualitatif dengan perspektif gender. Teknik mengumpulan data
menggunakan in-depth interview. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan
strategi menghadapi koflik peran oleh perempuan bekerja yang tinggal terpisah dari
keluarga. Penelitian ini menemukan bahwa dalam konteks keluarga Indonesia yang
bersifat komunal, pengaturan tempat tinggal yang melibatkan social support adalah
strategi yang bisa mereduksi konflik peran yang dihadapi perempuan bekerja yang
tinggal terpisah dari keluarga, sedangkan dalam konteks nuclear family, strategi
tersebut adalah structural role redefinition. Dukungan suami merupakan salah satu
strategi perempuan mengatasi konflik peran mereka dan partisipasi suami dalam
pelaksanaan pekerjaan domestik mengurangi konflik peran yang dihadapi perempuan
yang meninggalkan keluarga. Sementara itu, kuatnya pengaruh ideologi familialisme
dalam masyarakat menjadi penghalang partisipasi laki-laki dalam pekerjaan
domestik. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan pelaksanaan amandemen
terhadap UUP tahun 1974 terhadap pasal-pasal yang bias gender untuk mendorong
peran aktif laki-laki dalam pekerjaan domestik.
ABSTRACT
This thesis focuses on the coping strategies for role conflicts in working women who
live apart from their family. Qualitative method with a gender perspective was used
in this research. Techniques of gathering data using in-depth. The purpose of this
study is to describe the coping strategies of working women who live apart from
their family to face their role conflicts. This study found that in the context of
Indonesian family with its communal characteristic, living arrangement involving
social support is the best strategy that could reduce the role conflict faced by working
women who live apart from their family, compared with the structural role
redefinition strategy in the context of nuclear family. Husband's participation in
domestic work reduces role conflict faced by women who live apart from their family,
while strong influence of the ideology of familialism in society is a barrier on male
participation in domestic work. Therefore, this study recommends to amend the UUP
1974 on the gendered bias articles to encourage the participation of men in domestic
work."
2013
T38670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Cecylia Mauri
"Tingginya role stress dan rendahnya resources sebagai bentuk dari job characteristics merupakan hal yang umum terjadi di lingkungan pekerjaan dan dapat memberikan pengaruh pada tingkat emotional exhaustion karyawan, termasuk karyawan KAP. Tidak hanya dari job characteristics-nya, karyawan juga mengalami emotional exhaustion akibat dari metode kerja bekerja di rumah (WFH) pada masa pandemi COVID-19 yang berasal dari adanya work-family conflict yang dialami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh role conflict dan job resources, antara lain job autonomy dan social support, terhadap emotional exhaustion, melalui work-family conflict sebagai variabel mediator. Penelitian ini dilakukan terhadap karyawan KAP DKI Jakarta yang bekerja sebagai auditor atau konsultan, saat ini tinggal bersama keluarga dan/atau pasangan, serta baru pertama kali merasakan metode kerja WFH (N=179). Penelitian ini diuji dengan menggunakan CFA dan SEM agar peneliti dapat secara jelas melihat pengaruh setiap variabelnya. Hasil yang didapatkan melalui penelitian ini menunjukkan bahwa role conflict dan job resources memiliki pengaruh terhadap work-family conflict, namun tidak terhadap emotional exhaustion. Selain itu, work-family conflict tidak hanya memiliki pengaruh pada emotional exhaustion, namun dapat menjadi mediator antara role conflict dan job resources pada emotional exhaustion.
......
In the work environment, job characteristics such as high roles tress and low resources have an impact on employee’s emotional exhaustion, including employee who works at Public Accountant firm. During COVID-19 pandemic, employees should change their work method to working from home (WFH) which can give an impact to their emotional exhaustion due to the work-family conflict happened by this method. The main focus on this study is to see the relationship between role conflict on work, job autonomy and social support as a part of job resources, to emotional exhaustion with work-family conflict as the mediator variable. Data were collected from Public Accountant workers (N=179) who work from home in DKI Jakarta, lived with their partner and/or family, and work with WFH method for the first time during COVID - 19 pandemic. This study was analysed with CFA and SEM to see the effect of role conflict and job resources to emotional exhaustion through work-family conflict. The result shows that role conflict and job resources has an impact on work-family conflict, but not to emotional exhaustion. Work-family conflict in the other hand, is not only has an impact on emotional exhaustion, but also mediated between role conflict and job resources to emotional exhaustion."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
M. Taufiq
"Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi. Hal ini tercantum dalam UUD 1945. Karena jumlah penduduk yang besar, wilayah negara yang luas, dan bentuk permasalahan yang kompleks membuat Indonesia menganut demokrasi perwakilan, yaitu rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan memperjuangkan aspirasi dan harapan rakyat. Akan tetapi, dalam perjalanannya ternyata anggota legislatif yang memiliki peran sebagai wakil rakyat sekaligus anggota partai yang telah mencalonkannya dalam pemilu tidak menjalankan tugasnya seperti yang diharapkan. Gejala yang banyak terjadi adalah seringnya anggota legislatif lebih mementingkan perannya sebagai anggota partai dibanding memenuhi kewajiban sebagai wakil rakyat. Kondisi ini bahkan lebih terlihat pada anggota legislatif yang berada di pusat atau DPR.
Dua peran yang dimiliki oleh anggota legislatif yaitu sebagai wakil rakyat dan anggota partai dapat menimbulkan konflik bagi anggota legislatif saat kedua peran tersebut memiliki harapan yang saling bertentangan. Konflik peran sebagai hasil interaksi dengan rakyat dan partai dalam rangka menunaikan tugas dapat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anggota legislatif. Hal ini dikarenakan interaksi dengan lingkungan sekitar membentuk konsep diri individu (Wrightsman, 1993). Pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimanakah konsep diri anggota legislatif? Dengan berbagai gejala sosial yang melatarbelakangi, bagaimanakah gambaran diskrepansi diri real-ideal dan diskrepansi diri real-sosial? Kemudian bagaimanakah gambaran konflik peran yang dialami oleh anggota legislatif? Seberapa besar pengaruh konflik peran terhadap diskepansi konsep diri anggota legislatif?
Dalam menjawab rumusan permasalahan tersebut, penelitian ini memakai teori komponen konsep diri Baron (1997), diskrepansi konsep diri Higgins (dalam Bracken, 1996), social self dari Fromm (1961), akibat-akibat diskrepansi dari Rogers, Fromm dan Higgins, konflik antar-peran dari Shaw dan Constanzo (1985). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan analisa kualitatif sebagai penunjang. Subyek penelitian adalah anggota legislatif pusat atau DPR. Penghitungan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pengukuran rata-rata, standar deviasi, dan pengukuran regresi serta coding effect pada regresi berganda.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa diri ideal merupakan diri yang paling menonjol dalam menggambarkan diri anggota legislatif dibanding diri yang sesungguhnya dan diri yang ditampilkan di lingkungan. Diskrepansi konsep diri real-ideal anggota legislatif tergolong rendah, sedangkan diskrepansi konsep diri real-sosial mereka termasuk sangat rendah. Rendahnya diskrepansi konsep diri melalui analisa kualitatif disebabkan oleh kemampuan anggota legislatif untuk memenuhi harapan dari lingkungan. Konflik peran yang dialami anggota legislatif tergolong agak rendah dengan kecenderungan untuk mengakomodasi harapan partai. Sumbangan konflik peran terhadap diskrepansi konsep diri ternyata tidak berarti dan lebih disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Dari hasil penelitian tambahan ditemukan bahwa afiliasi politik anggota legislatif dengan orang tuanya memberikan hasil yang berbeda dalam diskrepansi konsep diri real-sosial. Selain itu, hasil penelitian lainnya adalah bahwa jenjang pendidikan anggota legislatif menentukan tinggi konflik peran yang dirasakan. Kedua temuan ini patut mendapat perhatian dalam melakukan penelitian lanjutan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth Edith
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Widjayanto
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemala Siregar
"Fenomena sosial yang terjadi sekarang ini semakin marak saja Salah satunya adalah fenomena pekerja seks laki-laki yang lebih dikenal dengan sebutan gigolo. Ketika seorang laki-laki memilih pekerjaan yang bersifat feminin, misalnya sebagai pekerja seks, maka di dalam diri kemungkinan timbul perasaan konflik antara peran-peran yang dijalaninya. Di satu sisi sebagai seorang laki-laki dengan segala stereotipe masyarakat yang melekat pada dirinya, dan sisi lain sebagai pekerja seks yang sifatnya cenderung lebih feminin, misalnya, seperti karakteristik feminin menurut Bem (dalam Baron & Byme, 1997), melayani. Dalam hal ini, seorang pekerja seks harus memberikan pelayanan kepada pelanggan yang memakai jasanya. Salah satu akibat yang ditimbulkan konflik antar peran yang dialami seseorang adalah ketidaksesuaian konsep diri pada orang tersebut.
Terkadang, ada perbedaan yang jelas atau terjadi ketidaksesuaian di antara diri yang diinginkan atau diri yang ditampilkan di lingkungan dengan diri yang sesungguhnya. Peristiwa itulah yang dikenal dengan diskrepansi diri. (Higgins dalam Fiske & Taylor, 1991). Untuk mendapatkan data mengenai konsep diri, konflik antar peran dan juga diskrepansi diri yang terjadi pada pekerja seks laki-laki, maka metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif sebagai data pelengkap. Metode kuantitatif berupa kuesioner konsep diri dan konflik antar peran.
Kuesioner konsep diri dibagi ke dalam tiga komponen yaitu, penampilan fisik, sifat utama, serta motif dan tujuan utama. Sedangkan kuesioner konflik antar peran mengukur kecenderungan ciri maskulin atau feminin dan tinggi rendah konflik yang timbul akibat penampilan ciri tersebut Untuk metode kualitatif sebagai data tambahan digunakan pendekatan wawancara mendalam. Subyek penelitian ini adalah 30 orang pekerja seks laki yang mengisi kuesioner, satu orang subyek diwawancara untuk mendapatkan data pelengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian konsep diri sesungguhnya pada pekerja seks laki-laki adalah cukup tinggi. Sedangkan penilaian untuk konsep diri yang diinginkan dan yang ditampilkan di lingkungan adalah tinggi.
Diantara ketiga ranah konsep diri tersebut, ketidaksesuaian yang teijadi tidak terlalu berarti. Untuk kecenderungan ciri yang ditampilkan pada rata-rata sampel ketika bekeija sebagai pekeija seks, adalah ciri-ciri yang cenderung agak feminin, dan ketika menampilkan kecenderungan sifat yang agak feminin itu konflik yang timbul rata-rata adalah agak tinggi. Antara diskrepansi diri sesungguhnya dan konsep diri ideal maupun konsep diri sosial dengan konflik antar peran yang dijalani oleh pekeija seks laki-laki, tidak ditemukan adanya hubungan yang berarti, dan variasi konflik peran tidak dapat digunakan untuk memprediksi variasi diskrepansi diri.
Untuk subyek yang diwawancarai terlihat adanya diskrepansi diri atau ketidaksesuaian baik antara diri sesungguhnya dengan diri ideal, maupun antara diri sesungguhnya dengan diri yang ditampilkan di lingkungan. Subyek juga merasakan adanya konflik ketika harus bekeija melayani orang lain. Dapat dilihat juga salah satu bentuk pelarian (escape) yang teijadi pada subyek, dimana subyek merasa pasrah dan menceburkan diri pada pihak otoritas, dalam hal ini agama. Subyek sangat percaya bahwa apa yang dialami olehnya adalah merupakan takdir dari Tuhan, dan hanya takdir Tuhan jugalah yang dapat mengubah apa yang sudah dijalaninya dalam hidup."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nieke Hediyanti Moertono
"
ABSTRAK
Wanita berperan ganda memiliki peran dalam dua lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan pekerjaan dan lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga, wanita dituntut mampu memenuhi harapan akan perannya sebagai istri, ibu dan pengurus rumah tangga. Sedangkan dalam lingkungan pekerjaan, sebagai seorang pegawai / karyawati suatu perusahaan, wanita dituntut mampu melakukan tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban kerjanya dengan baik. Adanya tuntutan dari masing-masing peran tersebut menimbulkan suatu masalah dan konflik dalam dirl wanita, yang disebut sebagai konflik pekerjaan-keluarga. Konflik pekerjaan-keluarga merupakan suatu bentuk konflik antar peran yang dialami wanita berperan ganda dalam usahanya menyelmbangkan tuntutan dari kedua peran yang dimilikinya. Adanya konflik pekerjaan-keluarga menyebabkan wanita mengalami tekanan dan beban yang berlebihan sehingga menimbulkan akibat-akibat yang negatif. Dalam hal ini konflik pekerjaan-keluarga dikatakan sebagai sumber stres bagi wanita berperan ganda.
Dalam konflik pekerjaan-keluarga, yang seringkali terjadi adalah peran individu dalam pekerjaan kemudian akan mengganggu perannya dalam keluarga. Oleh karena itu adanya dukungan sosial dari lingkungan tempat kerja akan sangat bermanfaat bagi wanita dalam meredakan ataupun mengatasi konflik pekerjaan keluarga. Dukungan sosial berfungsi dalam melindungi individu terhadap akibat akibat negatif yang ditimbulkan oleh stres. Daiam hal ini diasumsikan bahwa wanita yang menerima dukungan sosial yang tinggi dari tempat kerjanya akan mengalami konfiik pekerjaa tv keluarga yang rendah. Sebaliknya wanita yang menerima dukungan sosial yang rendah darl tempat kerjanya akan mengalami konflik pekerjaan-keiuarga yang tinggi. Dengan demlkian yang menjadi permasalahan dalam penetitian adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dari tempat kerja dengan konfiik pekerjaan-keiuarga pada wanita berperan ganda ?
Penelitian dilakukan terhadap 88 wanita berperan ganda yang bekerja sebagai karyawati pada Kanlor Pusat PT. Bank "X" di Jakarta. Subyek penelitian yang dipilih adalah karyawati dengan pendidikan minimal SLTA, memiiiki suami yang juga bekerja dan masih memiiiki anak yang berusla 0 sampai 18 tahun. Pengukuran terhadap variabel-variabel yang hendak diteliti dilakukan dengan menggunakan kuesioner, yaitu kuesioner yang mengukur dukungan sosial dari empat kerja dengan kuesioner yang mengukur konflik pekerjaan-keiuarga. Hasil yang diperoleh dalam penelitian adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dari tempat kerja dengan konfiik pekerjaan-keiuarga pada wanita berperan ganda. Hasil lain yang diperoleh daiam penelitian adalah ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial darl atasan dengan konfiik pekerjaan-keiuarga pada wanita berperan ganda serta ada hubungan yang signifikan antara dukungan jaringan sosial dari tempat kerja dengan konflik pekerjaan-keluarga pada wanita berperan ganda.
"
1997
S2561
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Patri Hartanti
"Individu dalam kehidupan bermasyarakat memiliki peran-peran tertentu yang disandangnya. Salah satu yang saat ini sedang marak dibicarakan adalah peran suami istri yang sama-sama bekerja. Pria dan wanita yang telah memasuki masa dewasa dan menikah, diharapkan memenuhi harapan peran masing-masing aebagai pasangan. Sebagaimana dijelaskan dalam peran jenis kelamin, pria maupun wanita juga mempunyai peran-peran yang harus dipenuhi oleh diri sendiri dan berhak meminta pasangannya melakukan kewajiban perannya. Peran jenis kelamin tradisional yang selama ini ditanamkan adalah bahwa pria sebagai suami diharapkan untuk mencari keluarga sementara peran wanita adalah sebagai pengelola rumah tangga dan anak-anak. Bagaimana dengan keberadaan pria dan wanita yang suami istri bekerja? Fenomena pria dan wanita yang suami istri bekerja saat ini banyak terjadi. Banyak alasan mengapa pria dan wanita menikah memutuskan untuk sama-sama bekerja, diantaranya mencari tambahan penghasilan meningkatkan taraf hidup, merasa kesepian dan terasing di rumah dan sebagainya. Keputusan pria dan wanita menikah untuk sama-sama bekerja ini menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, yang salah satunya adalah berkuranggnya waktu bagi keluarga, terutama bagi pengelolaan rumah tangga dan merawat anak~anak.
Penelitian ini menitikberatkan pada pembagian peran antara pria dan wanita yang suami istri bekerja, khususnya dalam melaksanakan tugas rumah tangga dan tugas perawatan anak. Mengapa hal ini menarik diteliti disebabkan oleh beberapa sumber yang menyatakan bahwa masalah yang seringkali terjadi pada pasangan suami istri bekerja adalah pada pembagian waktu untuk keluarga dan pekerjaan. Adapun masalah umum yang diajukan dalam penelitian adalah; Bagaimana harapan dan kenyataan atas partisipasi diri dan pasangannya dalam pelaksanaan tugas rumh tangga dan tugas perawatan anak pada pria dan wanita yang suami istri bekerja? Adanya ketidakseimbangan partisipasi antara, pria, dan wanita dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut menarik peneliti untuk menjawab masalah ini.
Subyek penelitian ini adalah pria dan wanita yang suami istri bekerja, memiliki anak usia balita dan berpendidikan minimal SLTA. Alat ukur utama yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara sebagai alat tambahan untuk memperkaya analisa data dari kuesioner. Kuesioner terdiri dari 34 item (11 item tugas rumah tangga dan sisanya item tugas perawatan anak). Kepada responden ditanyakan bagaimana harapan serta kenyataan pada tiap item tugas, sehingga analisa dilakukan pada masing-masing item tugas pula (survey opini). Harapan dan kenyataan dilihat melalui derajat tanggung jawab antara pria dan wanita yang suami istri bekerja. Caranya, dengan melingkari salah satu angka yang terentang dari angka 5 (bertanggungjawab penuh) sampai angka 1 (tidak ikut bertanggungjawab).
Hasilnya, wanita mengharap dirinya (sebagai istri) sedikit dibantu dalam pelaksanaan tugas perawatan anak, tapi mengharap berbagi tanggung jawab dengan suami daiam melaksanakan tugas rumah tangga. Harapan pria (sebagai suami), istri tetap bertanggung jawab lebih besar dari dirinya pada pelaksanaan tugas perawatan anak. Dengan demikian, ada kesesuaian harapan pria dan wanita dalam hal Ketidaksesuaian kenyataan yang dipersepsi oleh pria atas tanggungjawab istri rata-rata terjadi di mana kenyataan partisipasi istri dipersepsi lebih kecil dari harapannya. Sedangkan pada wanita, ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan atas partisipasi dirinya terjadi di mana partisipasi istri dipersepsi lebih besar dari kenyataannya.
Di samping pria dan wanita menyatakan harapan atas partisipasi istri, kedua kelompok responden juga diminta menyatakan harapan dan mempersepsi kenyataan partisipasi suami dalam rumah tangga. Tugas yang paling banyak diharapkan wanita dari suami untuk sama-sama bertanggung jawab lebih cenderung pada tugas praktis perawatan anak, seperti membuatkan susu botol, memakaikan popok dan sebagainya. Pada sendiri sebagai suami mengharap dirinya hanya membantu untuk sebagian besar tugas rumah tangga. Perbedaan harapan antara pria dan wanita adalah pada tugas mengatur keuangan rumah tangga dan membuatkan susu botol balita. Pria mengharap partisipasi dirinya lebih sedikit dibanding partisipasi istri.
Ketidaksesuaian harapan pria atas partisipasi dirinya dengan kenyataan yang dipersepsinya lebih kepada tugas perawatan anak, di mana ketidaksesuaian tersebut terjadi karena kenyataan partisipasi suami yang dipersepsi pria lebih kecil dari harapannya. Sedangkan ketidaksesuaian harapan wanita atas partisipasi suaminya dengan kenyataan yang dipersepsi wanita lebih kepada tugas perawatan anak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>