Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dela Eviharisa
"Tesis ini membahas mengenai sanksi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Terhadap Notaris yang Tidak Memenuhi Ketentuan Mengenai Kewajiban Pembacaan Akta, dengan permasalahan mengenai pelaksanaan pasal 16 ayat (1) huruf l dan pasal 16 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengenai pembacaan akta, akibat jika akta Notaris tidak dibacakan, serta sanksi bagi Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap pasal 16 ayat (1) huruf l dan pasal 16 ayat (7) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian normatif dengan tipe penelitian evaluatif, kemudian dilakukan pengolahan data secara kualitatif, serta pengambilan kesimpulan secara induktif. Pelaksanaan pembacaan akta yang diatur dalam pasal 16 ayat (1) huruf l dan pasal 16 ayat (7) UUJN bersifat kewajiban dengan pengecualian, artinya Notaris wajib membacakan akta di hadapan Penghadap sebagaimana yang diatur dalam pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN, kecuali jika Penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena telah membaca sendiri, mengetahui, serta memahami isi akta, dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 16 ayat (7) UUJN, namun jika Penghadap tidak menghendaki agar akta tidak dibacakan maka Notaris tetap berkewajiban untuk membacakan akta. Akta Notaris yang tidak dibacakan bukan hanya berakibat akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, tetapi juga menimbulkan kerugian kepada pihak yang merasa dirugikan, dan merusak kepercayaan masyarakat kepada lembaga Notaris, serta Notaris yang melakukan pelanggaran dapat dikenai sanksi. UUJN tidak mengatur secara tegas mengenai sanksi terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pembacaan akta, selain itu sanksi yang diatur dalam UUJN kurang sistematis, jadi sanksi terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap pasal 16 ayat (1) huruf l dan pasal 16 ayat (7) UUJN diatur secara implisit dalam pasal 9 ayat (1) huruf d dan pasal 12 huruf d UUJN yang berturut-turut mengatur mengenai pemberhentian sementara dan pemberhentian dengan tidak hormat. UUJN harus mengatur secara tegas mengenai sanksi yang dikenakan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pembacaan akta, mengingat banyaknya akibat yang dapat ditimbulkan karena tidak dibacakannya akta Notaris, selain itu diharapkan agar ketentuan sanksi yang diatur dalam UUJN tersusun secara sistematis.

This thesis discusses about the Sanctions that regulated in Act Number 30 of 2004 Concerning Notary to the Notary Who Does Not Fulfill Obligations Regarding the reading of the Deed, with the subjects matter : how is the implementation of article 16 paragraph (1) letter l and article 16 paragraph (7) Act Number 30 of 2004 concerning Notary on the reading of Notary deed , what is the effect if the Notary deed does not read, and sanctions provided for in Law Number 30 Year 2004 concerning Notary to Notary who do not comply with the reading of the deed. To answer the problem, we conducted normative research with type of evaluative research, and then conducted a qualitative data processing, as well as inductive inference making. Implementation of the reading of the deed provided for in Article 16 paragraph (1) letter l and article 16 paragraph (7) Act Number 30 of 2004 concerning Notary are liabilities with the exception, which the meaning Notary shall read out the deed in the presence of the party as provided in Article 16 paragraph (1) letter l UUJN, except if person would that not be read because the deed had been read on their own, know and understand the contents of the deed, with the provisions of Article 16, paragraph (7) UUJN, but if the party does not want to read the deed, Notary is still obliged to read out the deed. The effect if the Notary deed does not read not only will have the force of evidence as a deed under the hand, but also great harm to those who feel aggrieved, and undermine public confidence in the institutions Notary, and Notary Public who commits an offense can be punishable. Act Number 30 of 2004 concerning Notary does not expressly set of sanctions against to the notary who violates the provisions of the reading of the deed, in addition to sanctions provided for in Act Number 30 of 2004 concerning Notary less systematic, so sanctions against the Notary who violates section 16 paragraph (1) letter l and article 16 paragraph (7) Act Number 30 of 2004 concerning Notary implicitly regulated in Article 9 paragraph (1) letter d and Article 12 letter d UUJN successive set of suspension and dismissal with dishonor. Act Number 30 of 2004 concerning Notary must be set firmly on the sanctions imposed against Notary who violates the provisions of the reading of the deed, considering the number of consequences that can result from not recited Notary deed, but it is expected that the penalty provisions set forth in Act Number 30 of 2004 concerning Notary arranged in a systematic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31880
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Niyla Abidah
"Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab notaris terhadap akta relaas yang cacat, siapa yang bertanggung jawab terhadap akta relaas yang cacat serta bagaimana bentuk dari pertanggungjawaban terhadap akta relaas tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif. Disebut juga sebagai penelitian doctrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis oleh hakim melalui proses pengadilan (Law it is devided by the judge through judicial process). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis yang bertujuan untuk menjelaskan bagaimana suatu akta yang dibuat oleh Notaris dapat dibatalkan oleh pengadilan sehingga membawa implikasi terhadap pihak-pihak yang berkepentingan maupun terhadap Notaris itu sendiri.
Berdasarkan penelitian dari analisa hukum ditemukan bahwa peranan Notaris dalam pembuatan akta relaas memegang peranan yang penting, dimana Notaris selaku pejabat umum berwenang untuk membuat akta otentik atas permintaan para pihak yang berkepentingan, Akta Notaris dibuat dengan tidak mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Apabila akta tersebut dibuat dengan tidak mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka akta tersebut menjadi cacat dan Notaris yang bersangkutan dapat diminta pertanggungjawaban Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya haruslah menerapkan prinsip kehati-hatian dan secara seksama memahami ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, tidak saja terbatas pada Undang-undang Jabatan Notaris tetapi juga kepada peraturan perundang-undang lainnya.

This thesis deals with the role and the role notary against Relaas deed which is flawed, who is responsible for the deed and find out what form of accountability to the relaas deed. The methods used in this research is that research is both the juridical normative. Also known as doctrinal research (doctrinal research) which is a study that analyzed the law either written by the judge through the court proceedings (Law it is devided by the judge through the judicial process). This research is descriptive research analysis aims to explain how a deed made by a notary may be cancelled by the Court so that it carries implications for the parties concerned as well as against a notary itself.
Based on the research of legal analysis found that the role of the notary in making a relaas deed made an important role where a notary as a public official authorized to make authentic deed at the request of the interested parties, the notary deed made by not heeding the prevailing laws and regulations. If the certificate is created by not heeding the applicable legislation then the deed became disabled and Notary in question can be asked of notary public accountability in carrying out tasks in Office shall apply the principles of prudence and thoroughly understand the terms set by the legislation, not just limited to the Notary Office of legislation but also the regulation militate in other laws.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T31339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bunga Sukma Nandita
"Kode Etik Notaris merupakan seluruh kaedah moral yang menjadi pedoman dalam menjalankan jabatan Notaris. Ruang lingkup Kode Etik Notaris berlaku bagi seluruh anggota perkumpulan organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI). Ikatan Notaris Indonesia berperan penting dalam penegakan pelaksanaan Kode Etik Notaris, melalui Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris selalu berkaitan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris karena keduanya merupakan suatu kesatuan yang dijadikan pedoman bagi para Notaris dalam menjalankan jabatannya. Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris dan Undang-Undang Jabatan Notaris akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Salah satu pelanggaran yang dilakukan Notaris dalam menjalankan jabatannya adalah pelanggaran dalam hal pembuatan akta, diantaranya adalah membuat akta-akta yang memuat keterangan palsu di dalamnya. Pelanggaran seperti itu dapat dilihat dalam kasus pelanggaran Kode Etik dan Undang-Undang Jabatan Notaris yang dilakukan oleh Notaris "R.S.B", di Kota Depok, yang mana atas pelanggaran yang dilakukannya tersebut Notaris "R.S.B". dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Kode Etik Notaris dan Undang-Undang Jabatan Notaris sebagaimana ternyata dalam Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris tanggal 03 Juni 2009 Nomor 06/B/Mj.PPN/2009. Akan tetapi penulis berpendapat bahwa penerapan sanksi yang di berikan Majelis Pengawas Pusat tidaklah sebanding dengan kerugian yang diderita oleh pihak pelapor, seharusnya Majelis Pengawas Pusat menjatuhkan sanksi yang lebih tegas yakni pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan Notaris kepada Notaris "R.S.B", sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, agar membuat Notaris lain menjadi jera dan tidak melakukan pelanggaran yang serupa.

Code of Ethic Notary is all method of moral becoming guidance in running Notary occupation. Scope Code of Ethic Notary apply for all member bevy of Ikatan Notaris Indonesia organization (INI). Ikatan Notaris Indonesia play important role in straightening of execution of Code of Ethic Notary, passing Honorary Council which have duty do observation of execution of Code of Ethic Notary. Code of Ethic Notary always relate to Law Occupation Notary because both is an unity taken as guidance to all Notaries in running his occupation. Notary conducting collision to Code of Ethic Notary and Law Occupation Notary will be sanctioned pursuant to which have been specified. One of the conducted by collision is Notary in running the occupation of is collision in the case of making of act, among others is to make act loading spurious description in it. Collision like that can be seen in case collision of Code of Ethic and Law Occupation Notary conducted by Notary "R.S.B", in Town of Depok, which of collision which the was conducting of Notary "R.S.B" sanctioned as according to provisions in Code of Ethic Notary and Law Occupation Notary as in the reality in Decision Ceremony Supervisor Center Notary of 03 June 2009 Number 06/B/Mj.PPN/2009. However writer have a notion that applying of sanction which in giving Ceremony Supervisor Center proportional is not with loss suffered by rapporteur side, ceremony Supervisor of Center Ought to drop more coherent sanction namely cessation disrespectfully from Notary occupation to Notary "R.S.B" as according to provisions in Law Occupation Notary."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T28025
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Benedict Borhos
"ABSTRAK
Isu kejahatan seksual menjadi isu yang hangat dan menarik di Indonesia tahun terakhir. Setelah terjadinya beberapa kasus kejahatan seksual yang mengejutkan masyarakat Indonesia pada tahun 2016, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu No.1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang kemudian diundangkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. Undang-undang ini mengundang perdebatan karena mengatur sanksi pidana criminal
ekstrim bagi pelaku kejahatan seksual seperti hukuman mati dan kebiri
kimia. Banyak ahli menyatakan bahwa sanksi pidana saja tidak akan menyelesaikan masalah masalah kejahatan seksual, karena tidak menyentuh aspek seksualitas dan psikologi yang menyebabkan kejahatan itu. Dalam penelitian ini, penulis mengusulkan usulan sanksi bagi pelaku kejahatan seksual bernama terbeschikkingstelling (TBS), sanksi tindakan dalam sistem pidana Belanda yang berhasil menekan residivisme kejahatan seksual di Belanda. Sebagai bagian dari sistem
Hukuman Belanda berupa sistem jalur ganda, TBS memberikan aksi
kesehatan jiwa bagi pelaku kejahatan seksual yang dilakukan di panti asuhan; rehabilitasi setelah pelaku menjalani pidananya. Penelitian selesai dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan perundang-undangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana TBS bekerja dalam sistem sistem pidana Belanda dan kemungkinan penerapannya dalam sistem pidana Indonesia. Di akhir penelitian, penulis menyimpulkan bahwa TBS memiliki alasan kuat untuk dipertimbangkan sebagai alternatif sanksi bagi pelaku perpetrator kejahatan seksual di Indonesia.
ABSTRACT
The issue of sexual crimes has become a hot and interesting issue in Indonesia in recent years. After the occurrence of several cases of sexual crimes that shocked the Indonesian people in 2016, President Joko Widodo issued Perppu No. 1 of 2016 concerning the Second Amendment to Law No. 23 of 2002 concerning Child Protection, which was later promulgated by the House of Representatives of the Republic of Indonesia. became law with Law Number 17 of 2016. This law invites debate because it regulates criminal sanctions
extreme for perpetrators of sexual crimes such as the death penalty and castration
chemistry. Many experts state that criminal sanctions alone will not solve the problem of sexual crimes, because they do not touch the aspects of sexuality and psychology that cause the crime. In this study, the authors propose a proposed sanction for perpetrators of sexual crimes named terbeschikkingstelling (TBS), an action sanction in the Dutch criminal system that has succeeded in suppressing recidivism of sexual crimes in the Netherlands. As part of the system
Dutch punishment in the form of a double track system, TBS provides action
mental health for perpetrators of sexual crimes committed in orphanages; rehabilitation after the perpetrator has served his sentence. The research was completed with data collection techniques through literature and legislation studies. The results of this study show how TBS works in the Dutch criminal system and its possible application in the Indonesian criminal system. At the end of the study, the authors conclude that TBS has strong reasons to be considered as an alternative to sanctions for perpetrators of sexual crimes in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library