Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dennis Oh
"Latar Belakang: Prevalensi keterlambatan tumbuh kembang di Indonesia masih cukup tinggi. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan merupakan alat skrining yang digunakan untuk mendeteksi dini gangguan tumbuh kembang anak. Sensitifitas KPSP adalah 60%, yang merupakan nilai yang cukup rendah. Maka dari itu, alat skrining lain diperlukan untuk mencegah tidak terdeteksi anak yang mengalami keterlambatan tumbuh kembang.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian diagnostik potong lintang 101 anak sehat usia 0-5 tahun yang memenuhi kriteria inklusi di Kampung Lio, Kampung Gangsang, Kampung Tapos dan mal di Jakarta.
Hasil: Hasil menunjukkan bahwa KPSP dan BDI-2 ST tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p=0.078). Sensitifitas dan Spesifisitas BDI-2 ST masing-masing adalah 34.78% dan 92.31%. Umur dan jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0.05) bagi nilai KPSP maupun BDI-2 ST. Pendidikan anak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0.05) untuk nilai KPSP tetapi tidak dengan nilai BDI-2 ST. Sebagian anak dengan KPSP skor pass tetap memiliki gangguan di 1 atau lebih domain BDI-2 ST (39.7%).
Konklusi: Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dari nilai KPSP dan BDI-2 ST. Sensitifitas BDI-2 ST yang rendah diakibatkan oleh pemeriksaan yang hanya membandingkan skor total sedangkan seharusnya disertakan skor domain. Penggunaan KPSP sebagai reference test juga kurang memadai. Anak yang sudah melakukan skrining menggunakan KPSP sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan skrining dengan BDI-2 screening test untuk mendeteksi gangguan di area perkembangan tertentu.

Background: The prevalence of developmental delays in Indonesia is still high. Kuesioner Pra Screening Perkembangan is a questionnaire used to screen for developmental delays. The sensitivity of Kuesioner Pra Screening Perkembangan is 60%, which is still considered low. Therefore, different screening tests are required to prevent under-detection.
Methods: A diagnostic cross-sectional study of 101 healthy children aged 0-5 years old was done at Kampung Lio, Kampung Gangsang, Kampung Tapos, and malls in Jakarta.
Results: KPSP and BDI-2 ST does not have a significant difference (p=0.078). The sensitivity and specificity of BDI-2 ST is 34.78% and 92.31% respectively. Age and gender both do not show a significant correlation (p>0.05) with both KPSP and BDI-2 ST scores. Education, however, shows a significant correlation (p<0.05) with KPSP scores while not with BDI-2 ST scores. Some children with KPSP score pass still had at least 1 domain in BDI-2 ST that is refer (39.7%).
Conclusion: There is no significant difference between the scores of KPSP and BDI-2 ST. The low sensitivity of BDI-2 ST was caused by the assessment which compares only the total score when the domain scores needed to be taken into account. Usage of KPSP as a reference test also lacks in reliability. Subjects who have undergone KPSP screening should not stop there, and is recommended to continue with a BDI-2 screening test to detect developmental delays in specific areas.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anika Kunthi Hutami
"Computed tomography dosis rendah telah menjadi pilihan yang efektif untuk skrining lesi kanker pada populasi berisiko tinggi. Namun, kekurangan dari dosis rendah CT menghasilkan noise pada gambar. Solusi yang diperkenalkan, seperti penggunaan tipe rekonstruksi, cenderung kurang efisien dalam waktu, rumit dan membutuhkan biaya tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimalisasi dengan membandingkan kemampuan deteksi lesi pada dosis standar dan dosis rendah menggunakan alat bantu fantom in-house yang dirancang khusus untuk mensimulasi lesi paru. Fantom in-house dibuat dari material ekuivalen organ atau jaringan, serta dilengkapi berbagai variasi nilai hounsfield unit (-500, -400, -300 dan -200 HU) dan ukuran diameter objek ( 2, 4, 6 dan 8 mm). Variasi tersebut diperoleh berdasarkan analisis 73 data pasien kontras untuk mendukung evaluasi performa pencitraan. Pemindaian dilakukan pada fantom in-house dengan menggunakan parameter protokol dosis standar (200 mAs) dan dosis rendah (10 mAs, 30 mAs, dan 50 mAs). Hasil penelitian menunjukkan bahwa protokol dosis rendah dengan arus tabung 10 mAs mampu mengurangi dosis radiasi hingga 95% dan mampu mendeteksi lesi kecil berdiameter kurang dari 3 mm dengan nilai Hounsfield Unit rendah pada tingkat radiasi yang lebih rendah. Pada computed tomography dosis rendah (10 mAs), hasil yang memuaskan ditunjukkan dengan signal difference to noise (≥5) diberbagai variasi lesi. Selain itu, optimalisasi kualitas gambar melalui figure of merit yang konsisten tinggi ditunjukkan.

Low dose computed tomography has become an effective option for screening cancerous lesions in high-risk populations. However, the drawback of low-dose CT is that it generates noise in the images. Solutions introduced, such as the use of reconstruction techniques, tend to be time-inefficient, complex, and costly. This study aims to optimize and compare the lesion detection capability between standard dose and low dose CT using an in-house phantom specifically designed to simulate lung lesions. The in-house phantom was constructed from organ or tissue-equivalent materials and equipped with various Hounsfield Unit values (-500, -400, -300, and -200 HU) and object diameters (2 mm, 4 mm, 6 mm, and 8 mm). These variations were derived based on an analysis of 73 contrast-enhanced patient data to support imaging performance evaluation. Scanning was performed on the in-house phantom using standard-dose protocol parameters (200 mAs) and low-dose protocols (10 mAs, 30 mAs, and 50 mAs). The results showed that the low-dose protocol with a tube current of 10 mAs was able to reduce radiation exposure by up to 95% while still detecting small lesions with diameters of less than 3 mm and low Hounsfield Unit values at reduced radiation levels. In low-dose CT (10 mAs), satisfactory results were demonstrated with a signal difference to noise (≥5) across various lesion types. Additionally, optimization of image quality through consistently high figure-of-merit values was achieved."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library