Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Eny Rahayu
"Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan pelaksanaan strategi kesantunan oleh tokoh utama wanita melalui kajian pragmatik merupakan hal penting sebagai upaya untuk membangun relasi dengan pihak lain. Dengan menggunakan metode kualitatif, skripsi ini berfokus pada pemilihan tuturan dalam beberapa dialog dari pemeran utama wanita, Elizabeth dalam film Elizabeth: in the Golden Age. Teori FTA (Aksi Pengancaman Muka) dari Brown & Levinson (1987) dengan bentuk strategi kesantunan baik kesantunan positif maupun kesantunan negatif dan konsep power in discourse oleh Fairclough (1989) digunakan untuk membantu menganalisis pemilihan strategi kesantunan dengan tiga hal yang berusaha dijelaskan dalam penelitian ini: (1) penerapan bentuk strategi kesantunan oleh tokoh utama dalam berkomunikasi, (2) bentuk strategi kesantunan yang paling banyak digunakan oleh tokoh utama dalam berkomunikasi dengan tokoh lainnya, (3) faktor dan variabel yang mempengaruhi tokoh utama dalam memilih strategi kesantunan ketika berkomunikasi. Dengan hasil penelitian menunjukkan bentuk strategi kesantunan negatif paling banyak digunakan oleh tokoh utama yang dipengaruhi oleh status, konteks, situasi dan relasi kuasa antar peserta tutur yang terlibat dalam komunikasi.
This research provides that the selections of politeness strategies by the main female character through pragmatics analysis consider as essential points in maintaining the construction of relationship to other parties. Through qualitative method, this paper focuses on utterances’ selection in some conversations of main female character, Elizabeth in the movie Elizabeth: in the Golden Age. Theory of Brown & Levinson (1987) in FTAs (Face Threatening Acts) with the emphasize of positive and negative politeness and the concept of power in discourse by Fairclough (1987) is adopted to analyze the selections of politeness strategies with three major points that attempt to propose in this paper: (1) the implementation politeness strategies by the main female character in communication (2) the most politeness strategy that is used by main female character when communicate to other characters (3) the influences of some factors and variables in selecting politeness strategies in communication. It is concluded that the main female character choose negative politeness under the influences of social status, context, setting and power relation among participants who are involed in communication."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S45319
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adisti Sekar Palupi
"Diskusi politik yang kini bergeser menjadi aktivitas daring menghadapi tantangan berupa polarisasi yang tinggi akibat ketidakadaban dalam konten komentar. Ketidakadaban komentar digunakan sebagai ekspresi emosi negatif dan penolakan keras terhadap pendapat yang berbeda. Studi ini bertujuan untuk menjelaskan peran sensitivitas jijik dan pola pikir militan ekstremis (Militant Extremist Mindset/MEM) sebagai prediktor ketidakadaban komentar opini politik. Desain penelitian eksperimen between subject dengan randomisasi direkrut secara daring menggunakan kuesioner kepada 150 mahasiswa berusia di atas 18 tahun. Manipulasi sensitivitas jijik dilakukan dengan metode recall pengalaman yang menjijikkan. Analisis menggunakan t-test menunjukkan perbedaan skor ketidakadaban komentar pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang menunjukkan adanya pengaruh sensitivitas jijik pada ketidakadaban. Analisis lanjutan menggunakan regresi menunjukkan general MEM tidak berkorelasi dengan ketidakadaban, hanya komponen excuse ditunjukkan berkorelasi secara positif dengan ketidakadaban komentar opini politik. Penelitian ini berkontribusi menjelaskan pengaruh ketidakadaban, khususnya berkaitan dengan ekstremitas sikap pada opini politik pada interaksi daring.
Political discussions that have shifted into online activity face the challenge of high polarization due to comments incivility. Incivility contained comment is used as an expression of negative emotions and a strong rejection of different opinions. The study aims explain the role of disgust sensitivity and Militant Extremist Mindset (MEM) as predictors of commentary incivility. A between subjects 2x1 design experiment with randomization was recruited online through a questionnaire for 150 university students over the age of 18. Disgust sensitivity manipulated by recalling a disgusting experience. T-test analysis shows a significantly different comment incivility scores on experiment and control group which indicate a present effect of disgust sensitivity on incivility. Further analysis using regression showed that general MEM has no correlates with comment incivility, only excuse component that shows significant positive correlation with comment incivility. This research contributed on explaining incivility, especially its relation to extreme attitude on political opinion online."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nezza Nehemiah
"Individu dalam populasi umum yang pernah mengalami gejala psikotik psychotic-like experience memiliki risiko lebih besar untuk mengembangkan berbagai gangguan klinis seperti gangguan psikotik maupun gangguan psikologis berat lain di masamendatang. Oleh sebab itu diperlukan langkah preventif untuk mencegah berkembangnya gangguan pada individu normal. Berbagai penelitian terdahulu telah menggunakan berbagai alat tes skrining dalam upaya mengidetifikasi kelompok-kelompok berisiko, salah satunya adalah kelompok remaja. Akan tetapi, validitas dari alat tes skrining yang ada dan digunakan belum banyak diuji.
Penelitian ini adalah penelitian longitudinal berbasis sekolah yang telah dimulai sejak awal tahun 2017. Dalam penelitian tahap awal telah diperoleh data mengenai fenomena psychotic-like experience dengan menggunakan alat tes skrining Psychotic-Like Experiences PLEs di 5 sekolah di Jakarta. Pada tahap kedua yang saat ini dilaksanakan, peneliti melibatkan 40 orang siswa yang dipilih dengan teknik purposive sampling berdasarkan hasil temuan penelitian tahap awal. 40 orang siswa dilibatkan dalam wawancara diagnostik dengan panduan yang diadaptasi dari The Structured Clinical Interview for DSM-IVAxis I Disorders SCID-IV untuk dijadikan dasar acuan pembanding hasil diagnosis gold standard dari alat tes skrining PLEs. Validitas alat tes skrining diuji dengan melakukan perhitungan sensitivitas, spesifisitas, predictive values, likelihood ratios, beserta nilai cut-off optimum dari alat skrining tes dilakukan dengan menggunakan analisis Cross-tabulation dan analisis Area Under the Receiver Operating Characteristic ROC Curve.
Berdasarkan analisis Area Under the ROC Curvediketahui bahwa alat tes skrining PLEs memiliki sensitivitas 75 dan spesifisitas 87.5 yang baik untuk membedakan individu dengan atau tanpa gejala psikotik. Alattes skrining PLEs juga telah memiliki nilai cut-off yang optimum yaitu sebesar 1 gejala.Terdapat perbedaan cakupan gejala antara alat tes skrining PLEs dan panduanwawancara SCID-IV yang dapat turut mempengaruhi hasil penelitian. Adaptasi lebih lanjut dengan menambah cakupan gejala dirasa dapat meningkatkan sensitivitas dari alattes skrining PLEs di masa mendatang.
Individuals from general population who ever experienced psychotic like experience areat more risk to develop psychotic disorder or other psychological disorders in the future.Therefore, any prevention action is needed to prevent the development of any seriousdisorder in individuals from general population. Previous research had used variousscreening instruments for psychotic experience to identify at risk groups one of them isadolescents. Unfortunately the validity of these screening instruments has not yet beentested.This is a longitudinal school based study which has been conducted since theearly 2017. In the first study, we use the Psychotic Like Experiences PLEs questionnaire to identify at risk individuals from 5 high schools in Jakarta. In this study second study , 40 students are selected by using purposive sampling technique based on the result of our first study. These 40 students then interviewed using The Structured Clinical Interview for DSM IV Axis I Disorders SCID IV to provide the gold standardbases for measuring PLEs questionnaire validity. The sensitivity, specificity, predictive values, likelihood ratios, and optimum cut off score were analyzed by using the Crosstabulation and Area Under the Receiver Operating Characteristic ROC Curve analysis.Based on the analysis, we found that the sensitivity 75 and specificity 87.5 ofPsychotic Like Experiences PLEs questionnaire is good enough to differentiate individuals with or without psychotic experience. The cut off score of PLEs questionnaire is also found to be optimum ge 1 symptom to identify at risk individuals. There are differences in the number of symptoms covered by PLEs questionnaire andSCID IV, which is assumed to affect this study result. Further adaptation by addingmore symptoms covered by PLEs questionnaire are believed to increase its sensitivity infuture studies."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T49073
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library