Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noorviana Farmawati
Abstrak :
ABSTRACT
Serum merupakan sediaan gel dengan tingkat viskositas yang lebih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sediaan serum yang mengandung ekstrak biji lengkeng sebagai penghambat tirosinase dalam bentuk fitosom dengan eksipien koproses kasein dan xanthan gum sebagai basis. Koproses eksipien yang digunakan adalah kasein dan xanthan gum dengan perbandingan 5:1 yang bertujuan untuk memperoleh viskositas serum yang diinginkan. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH dan uji penghambatan aktivitas tirosinase untuk mengetahui nilai IC50 dari ekstrak biji lengkeng. Nilai IC50 dari ekstrak biji lengkeng sebagai antioksidan adalah 6,566 µg/mL dan sebagai penghambat tirosinase adalah 1777,373 µg/mL. Ekstrak biji lengkeng diinkorporasikan dalam bentuk fitosom dan dihasilkan fitosom dengan nilai efisiensi penjerapan sebesar 65,54% serta ukuran diameter partikel yaitu 382,59 nm. Fitosom yang telah terbentuk lalu diformulasikan dalam sediaan serum yang mengandung eksipien koproses kasein dan xanthan gum. Koproses kasein – xanthan gum memiliki kemampuan mengembang yang cukup baik dengan viskositas yang tidak terlalu kental. Sediaan serum diformulasikan menggunakan eksipien koproses kasein – xanthan gum dengan konsentrasi 3% lalu diuji stabilitas fisik serta cycling test dan terbukti stabil. Dapat disimpulkan bahwa sediaan serum dengan koproses kasein dan xanthan gum sebagai eksipien yang mengandung fitosom ekstrak biji lengkeng merupakan sediaan yang dapat digunakan sebagai kosmetik.
ABSTRACT
Serum is a gel with lower viscosity. This study was intended to formulate serum containing phytosome of longan seed extract as tyrosinase inhibitor using coprocessed casein and xanthan gum as a base. Coprocessed of casein and xanthan gum with ratio of 5:1 was chosen to obtain viscosity of serum as desired. Radical scavenging DPPH and tyrosinase inhibitor activity was used to determine IC50 value from longan seed extract. IC50 value of longan seed extract as antioxidant is 6.566 µg/mL dan as tyrosinase inhibitor is 1777.373 µg/mL. Longan seed extract was incorporated into phytosome and the entrapment efficiency is 65.54% with diameter particle size 382.59 nm. Phytosome was formulated into serum containing coprocessed of casein and xanthan gum as excipient. Coprocessed casein – xanthan gum had good enough swelling index with low viscosity. Serum as formulated using 3% of coprocessed casein – xanthan gum and showed stable condition after physical stability test and cycling test. Therefore, the conclusion is the serum using coprocessed of casein and xanthan gum as excipient and containing phytosome of longan seed extract had good characteristic to be applied as cosmetic.
2014
S56011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johnny Rompis
Abstrak :
Tesis ini membahas perubahan kadar serum gamma glutamil transpeptidase GGT pada bayi dengan sepsis neonatorum. Penelitian ini merupakan suatu penelitian prospektif, yang dilakukan di ruang perawatan intensif bayi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pada hasil penelitian didapatkan bahwa kadar serum GGT tidak mempengaruhi luaran bayi dengan sepsis. Simpulan penelitian ini bahwa kadar GGT yang diambil pada bayi dengan sepsis, baik saat awal terdiagnosis sepsis sampai hari ketujuh, tidak mempengaruhi luaran baik dan buruk bayi. Kadar leukosit, trombosit, CRP dan bilirubin direk mempengaruhi luaran bayi dengan sepsis. ......This study discusses changes in serum levels of Gamma Glutamyl Transpeptidase GGT in infants with neonatal sepsis. This study is a prospective study, conducted in theNeonatal Intensive Care Unit NICU at Cipto Mangunkusumo Hospital. The resultsshowed that serum levels of GGT did not affect the outcome of infants with neonatalsepsis.The conclusion of this study is that the serum levels of GGT taken from infants with sepsisboth initially after the diagnosis of sepsis is established or until the seventh day, did notaffect the outcomes of neonatal sepsis. White blood cells, platelet, CRP and directbilirubin levels affect the outcome of infants with sepsis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Qamariah
Abstrak :
Kulit buah delima (Punica granatum Linn) mengandung senyawa asam elagat yang potensial sebagai SERMs alami. Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian fraksi air kulit buah delima (FA) bermanfaat sebagai terapi hormonal pada defisiensi estrogen, dibandingkan dengan obat standar 17- estradiol dan tamoxifen. Metode ovariektomi digunakan untuk mewakili kondisi hipoestrogen menggunakan 42 tikus betina galur Sprague Dawley usia 50 hari yang diinduksi osteoporosis selama 21 hari (kecuali sham), dibagi menjadi 7 kelompok: sham; OVX; OVX-estradiol (0,1 mg/kg BB, p.o.); OVX-tamoxifen (10 mg/kg BB p.o.); OVX-FA dengan variasi dosis 50; 100; dan 200 mg/kg BB, p.o). Perlakuan diberikan setiap hari selama 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan kelompok OVX, kelompok FA dosis 200 mg/kg BB mengalami peningkatan rerata kadar hormon estradiol darah (pg/ml) dari 46,11 + 3,301 menjadi 91,78 + 18,382 (p<0,05), peningkatan rerata kadar kalsium darah (mg/dl) dari 379,38 + 55,684 menjadi 475,43 + 38,321 (p<0,05), peningkatan rerata kadar fosfor darah (mg/dl) dari 30,74 + 21,697 menjadi 74,96 + 8,413 (p<0,05) dan rerata penambahan bobot badan tikus (gram) berkurang, dari 77,28 + 22,979 menjadi 32,55 + 18,408 (p<0,05). Sedangkan rerata kadar kolesterol total darah (mg/dl) kelompok FA dosis 50 mg/kg BB mengalami penurunan (p<0,05) (79,66 + 10,936) dibandingkan kelompok OVX (102,82 + 5,761). Disimpulkan bahwa pemberian FA mampu meningkatkan kadar estradiol darah yang berefek pada penurunan kadar kolesterol total darah dan mengurangi penambahan bobot badan pada tikus ovariektomi serta berefek pada parameter yang terkait bone remodelling yaitu mampu meningkatkan kadar kalsium darah dan mempertahankan homeostatis kadar fosfor dalam darah.
Pomegranate pericarp contain ellagic acid which potential as natural SERMs. This study aim to determine whether administration of pomegranate pericarp water fraction (FA) useful as hormonal therapy for estrogen deficiency, compare to 17-estradiol and tamoxifen, with forty-two-50-days-old female, 21 days-induced osteoporosis (except sham), assigned into 7 groups: SHAM; OVX; OVX-estradiol (0,1 mg/kgBW); OVX-tamoxifen (10 mg/kgBW); OVX-FA (50; 100 ; and 200 mg/kgBW). Treatment was given for 28 days. The results showed, compared to OVX, administration of FA 200 mg/kgBW increased blood estradiol hormones levels (pg/ml) from 46,11 + 3,301 to 91,78 + 18,382 (p<0,05), increased blood calcium levels (mg/dl) from 379,38 + 55,684 to 475,43 + 38,321 (p <0,05), increased blood phosphorus levels (mg/dl) from 30,74 + 21,697 to 74,96 + 8,413 (p <0,05) and reduced body weight gain (gr) from 77,28 + 22,979 to 32,55 + 18,408 (p<0,05). While at FA 50 mg/kgBW, blood total cholesterol levels (mg/dl) is decreased (p<0,05) (79,66 + 10,936) compare to OVX (102,82 + 5,761). Administration of FA increase blood estradiol levels, decrease blood total cholesterol levels, reduce body weight gain of ovariectomized rats, and on parameters related to bone remodeling it can increase blood calcium levels and maintain homeostatic of blood phosphorus levels.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T42077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Kirana Andranilla
Abstrak :
Pengembangan terapi berbasis protein meningkat signifikan selama 30 tahun terakhir untuk penyembuhan berbagai penyakit. Namun, sifat alami protein seperti berat molekul yang besar dan permeabilitas membran yang buruk menyebabkan terapi diberikan secara injeksi. Pemberian ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien dan limbah jarum, sehingga diperlukan sistem penghantaran baru yaitu dissolving microneedles (DMN). DMN dibuat dengan cara two-step casting micromolding yang melokalisasi bahan aktif untuk berada di bagian jarum. Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai model protein, diformulasikan ke dalam DMN dengan polimer poli(vinil alkohol) (PVA) 1,25-5% dan poli(vinil pirolidon) (PVP) 30-40%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh dan mengevaluasi formula DMN yang mengandung BSA (DMN-BSA) dengan metode pembuatan two-step casting micromolding. Evaluasi sediaan DMN-BSA meliputi morfologis, kekuatan mekanis dan insersi, uji pelarutan dan insersi dalam kulit, pengukuran kadar BSA, uji pelepasan in vitro, serta uji iritasi secara in vivo. Berdasarkan keseluruhan evaluasi yang telah dilakukan, formula F15 dengan polimer kombinasi PVP 30% dan PVA 1,25% merupakan formula yang paling berpotensi untuk formulasi BSA ke dalam DMN. F15 memiliki morfologi yang baik, hasil penurunan tinggi jarum yang rendah dengan nilai 13,53 ± 0,03%, dan dapat masuk hingga lapisan keempat pada Parafilm M®. Selain itu, F15 dapat menembus ke dalam kulit dan memiliki kadar BSA yang tinggi setelah proses pembuatan, yaitu 91,91 ± 1,05 %. DMN-BSA dengan formula ini dapat menghantarkan BSA hingga 93,31 ± 5,49% dan tidak menimbulkan iritasi setelah diaplikasikan pada kulit tikus selama 24 jam. Sehingga, DMN dengan kombinasi polimer PVP-PVA berpotensi untuk menghantarkan BSA secara transdermal dan tidak menimbulkan iritasi. ......Over the last 30 years, there has been a significant increase in the development of protein-based therapies for the treatment of various diseases. However, due to the nature of the protein, such as its high molecular weight and poor membrane permeability, therapy must be administered via injection. This administration can be uncomfortable for the patient and generate waste needles, therefore a new delivery system, namely dissolving microneedles (DMN), is required. DMN is made using a two-step casting micromolding process that concentrates the active ingredient in the needle. As a protein model, bovine serum albumin (BSA) was formulated into DMN with poly(vinyl alcohol) (PVA) 1.25-5% and poly(vinyl pyrrolidone) (PVP) 30-40%. The goal of this study was to obtain and evaluate the DMN-BSA formula using the two-step casting micromolding method. Morphology, mechanical strength and insertion, dissolution and skin insertion tests, BSA level measurement, in vitro permeation tests, and in vivo irritation tests were all used to evaluate DMN-BSA preparations. Based on the evaluations, the F15 formula with a combination of 30% PVP and 1.25% PVA had the greatest potential for BSA formulation into DMN. F15 had good morphology, a low needles height reduction of 13.5±0.03%, and penetrated up to the fourth layer of Parafilm M®. Furthermore, F15 penetrated the skin and had a high BSA level after the manufacturing process of 91.91±1.05%. This formula of DMN-BSA delivered up to 93.31±5.49% BSA and did not cause irritation after 24 hours administered on rat skin. As a result, DMN with a PVP-PVA polymer combination had the potential to deliver BSA transdermally while causing no irritation.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bororing, Martine Lucianne
Abstrak :
Tujuan penelitian adalah diketahuinya kolerasi antara IMT dan kadar kolesterol LDL serum pada subyek dengan hiperkolesterolemia Penelitian ini menggunakan disain pre post test, pada penderita hiperkolesterolemia yang mernenuhi kriteria penerimaan dan tidak memenuhi kriteria penolakan, Serta telah mengikuti penelitian yang telah diselenggarakan di Departernen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia satu tahun lalu yang beijudul ?Pengaruh Pemberian Fitosterol dan Serat terhadap Profil Lipid dan [3 Karoten pada usia 20 tahun atau lebih?. Data yang diambil meliputi, karaktcristik demografi, asupan makanan., aktivitas fisik, IMT, dan kadar kolesterol LDL serum. Jumlah subyek adalah 38 orang berusia rata-rata 43,26 ;l: 8,08 tahun dan 68,42% subyek adalah perempuan dan 44,'74% berpendidikan tinggi. Rerata pola asupan: pola asupan kalori 1388,ll i- 274,08 kkal; pola asupan 1-carbohidrat 166,13 =I= 41,39 g, pola asupan lcmak 61,76 i 17,76 g; pola asupan kolestcrol 169,31 i 71,83 mg dan pola asupan serat 7,5 i 2,22 g; Rerata asupan: asupan kalori l4l3,07 i 482,71 kkal atau 77,30 i 28,00% KKT; asupan karbohidrat 182,01 J; 67,87 g atau 34,93 4: l0,34% KKT; asupan lernak 51,58 i 26,36 g atau 17,15 3; 8,64% KKT; asupan kolesterol 145,86 i 120,44 mg dan asupan serat 16,82 t 11,38 g. Rerata Indeks aktivitas fisik 8,05 i 1,12 dan 100% subyek penelitian memiliki aktivitas tergolong scdang dan tinggi. Rerata IMT 26,84 i 4,84 kg/m2 dengan 89,5% tergolong obes sekarang. Rerata kadar kolesterol LDL 160,24 4; 27,06 mg/dL dengan 4'/,37% memiliki kadar kolesterol LDL tinggi dan sangat tinggi sekarang. Tidak terdapat korelasi antara IMT dan kadar kolesterol LDL serum.
To determine the correlation of BMI and LDL Cholesterol Serum in hypercholesterolemia subject Research with pre post rest design in hypercholesterolernia subject that fulfill the inclusion criteria and not in exclusion criteria, and has joined last year research executed by Department of Nutrition of Medical Faculty, University of Indonesia with title ? The Effect of Phytosterol and Fibre toward Lipid Profile and [3 Karoten at the age of 20 years old or upper ?. Data taken include demographic characteristic, nutrition intake, physical activity, BMI, and LDL cholesterol scrum level. Number of subject is 38 people within average of 43,26 i 8,08 years old, 68,42% are women and 44,74% are graduated. The average intake pattern : calory intake l388,ll i 274,08 kkal; carbohydrate intake 166,13 i 41,39 g, fat intake 61,76 i 17,76 g; cholesterol intake 169,31 i 71,83 mg and fibre intake 7,5 1 2,22 g. Intake average 1 calory intake 1413,ov e 422,71 mal or 77,30 1 28,00% KKT; carbohydrate intake 182,01 :te 67,87 g or 34,93 :iz l0,34% KKT; fat intake 51,58 i 26,36 g or 17,15 :t 8,64% KKT; cholesterol intake l45,86 i 120,44 mg and fibre intake 16,82 i 11,38 g. Average of the physical activity index 8,05 i 1,12 and l00%. Research subject have middle and high activities. Average BMI 26,84 i 4,84 kg/m2 with 89,5% in obese. The average of LDL cholesterol serum 160,24 i 27,06 mg/dL with 47,37% have high and highest LDL cholesterol level. There is no correlation between BMI and LDL cholesterol serum.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T32855
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rasjad Indra
Abstrak :
Salah satu mekanisme terjadinya resistemi leptin pada obesitas adalah kelainan reseptor leptin (Ob-R). Beberapa penelitian membuklikan bahwa aktifitas ikatan leptin di serum manusia berhubungan dengan reseptor leptin terlarut (soluble leptin receptor) dan restriksi asupan energi menyebabkan penurunan kadar leptin darah. Penelitian ini adalah untuk mengetahui beda kadar reseptor leptin terlarut serum dan densitas reseptor leptin dijaringan lemak adventitial aorta setelah dilakukan restriksi diet selama 4 minggu. Kadar reseptor leptin terlarut diukur dengan ELISA dan densitas reseptor leptin di jaringan lemak dengan irnunohistokimia. Kadar reseptor leptin terlarut pada kelompok perlakuan 40% diet normal lebih rendah dibanding kontrol (p=0,02). Tidak didapaikan perbedaan reseptor leptin terlarut yang bermakna antara kelompok perlakuan 40% diet normal, 1 hari puasa-1 hari makan normal dan 1 hari pitasa-2 hari makan normal. Di sisi lain, densitas reseplor leptin dijaringan lemak advenlitia aorta justru lebih tinggi pada kelompok restriksi 40% daripada kontrol. Restriksi diet 40% kalori normal harian menurunkan kadar reseptor leptin terlarut di serum, tetapi meningkatkan densitas reseptor leptin dijaringan lemak advential aorta tikus. Perubahan ini mungkin merupakan akibat mekanisme up regulation dalani mempertahankan homeostasis. (Med J Indones 2006; 15:145-50)
One of the five possible mechanisms of leptin resistance in human obesity is the defect in the leptin receptor (Ob-R). Evidence has accumulated that leptin-binding activity in human serum is related to a soluble form of the leptin receptor, and restriction of energy intake resulted a decrease in circulating leptin levels. Aim of this study is to examine the difference of serum soluble leptin receptor level and ieplin receptor density in rat adipose tissue of adventitial aorta after four weeks treated with different restricted diets. Soluble leptin receptor level was measured by ELISA and leptin receptor density by using immuno-hisfochemistry. The soluble leptin receptor in group treated with 40% of normal daily calori diet was found significantly lower than control (p = 0.02). There were no any significant differences among group treated with 40 % of normal daily calori diet, "I day fast-] day eat", and "ldayfaxt-2 days eat" groups, and among I day fast-1 day eat", "day fast - 2 days eat" and control groups as well. On the other hand, leptin receptor density in adipose tissues was higher in restricted diet group than control. Diet of 40 % normal daily calorie for 4 weeks decreased soluble leptin receptor level, but increased adipocyte leptin receptor density of the adipose tissue of rat adventitial aorta. These changes may be resulted from an up regulation mechanism in relation with homeostatic maintenance. (Med J Indones 2006; 15:145-50)
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-3-JulySept2006-145
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Faroland Dedy Koswara Debataradja
Abstrak :
ABSTRAK
Pasien rawat inap dengan malnutrisi dapat mengalami kehilangan albumin melalui saluran cerna yang ditandai dengan penurunan albumin serum dan peningkatan kadar AAT tinja. Tujuan penelitian ini untuk menilai kehilangan protein melalui saluran cerna pada pasien di ruang rawat inap RSCM. Penelitian menggunakan rancangan potong lintang dengan uji deskriptif analitik, dengan menilai kadar AAT tinja dan albumin serum penderita rawat inap. Hasil penelitian pada 41 subjek malnutrisi dan 33 subjek tidak malnutrisi mendapatkan nilai median AAT tinja pada kelompok malnutrisi sebesar 86,9 mg/dL dengan rentang 26,3 - 310,3 mg/dL. Pada kelompok tidak malnutrisi didapat median nilai AAT tinja 12,2 mg/dL dengan rentang 1,4 - 25,6 mg/dL. Rerata albumin serum pada kelompok malnutrisi adalah 2,6 ± 0,4 g/dL sedangkan pada kelompok tidak malnutrisi 4,0 ± 0,4 g/dL. Terdapat korelasi kuat yang berlawanan arah antara kadar AAT tinja dan kadar albumin serum yang berarti terjadi kebocoran albumin serum melalui saluran cerna akibat gangguan integritas usus terutama pada pasien yang mengalami malnutrisi.
ABSTRACT
Hospitalized patients with malnutrition can have albumin loss through gastrointestinal tract characterized by the decreased of serum albumin and the increased levels of fecal AAT. The purpose of this study was to assess the loss of protein through the gastrointestinal tract in hospitalized patients at RSCM hospital. The study was a cross-sectional study with descriptive analytic approach, assessing the levels of fecal AAT and serum albumin from 41 malnourish and 33 non malnourish subject. Fecal AAT median scores among the malnourished group was 86.9 mg/dL with a range from 26.3 to 310.3 mg/dL. In the non malnourished group fecal AAT median value was 12.2 mg / dL with a range from 1.4 to 25.6 mg/dL. The mean serum albumin in malnourished group was 2.6 ± 0.4 g/dL, while in the non malnourished group was 4.0 ± 0.4 g/dL. There is a strong negative correlation between fecal AAT levels and serum albumin, which indicates that serum albumin leakage through the gastrointestinal tract was due to impaired intestinal integrity especially in malnourished patients.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintuuran, Rivo Mario Warouw
Abstrak :
Latar Belakang: Belum ada hubungan konsisten antara kadar seng dalam serum dengan gangguan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan rerata kadar seng dalam serum pada anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, tanpa gangguan fungsi eksekutif and anak non GPPH, dan korelasi antara kadar seng dalam serum dengan fungsi eksekutif pada anak GPPH. Metode: Penelitian ini adalah studi potong-lintang dengan kontrol. Sembilan puluh anak dari dua Sekolah Dasar di Jakarta diambil secara acak sebagai subjek penelitian yang dibagi dalam 30 anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, 30 anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif, dan 30 anak non GPPH. Kadar seng dalam serum diperiksa dengan metode Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrophotometry. Fungsi eksekutif didapatkan melalui pemeriksaan BRIEF versi bahasa Indonesia. Analisis data menggunakan SPPS for Windows versi 20. Hasil: Dari seluruh subjek penelitian, 75% mengalami defisiensi seng. Ditemukan 60% anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif memiliki kadar seng tidak normal. Rerata serum seng pada anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif adalah 59.40 g/dL, pada anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif adalah 55.36 g/dL, dan pada anak non GPPH adalah 52.93 g/dL. Tidak ada perbedaan bermakna pada rerata serum seng antara tiga kelompok (p = 0.119). Korelasi antara kadar seng pada anak GPPH dengan fungsi eksekutif adalah r=0.128. Kesimpulan: Kadar seng dalam serum tidak berhubungan secara langsung dengan gangguan fungsi eksekutif, namun diduga berhubungan dengan gejala klinis GPPH. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih jelas hubungan antara seng dalam serum dengan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH. ...... Background: It was assumed that there might be association between serum zinc level and executive function in children with ADHD. This study aimed to identify mean differences between serum zinc in ADHD children with executive dysfunction, without executive dysfunction, and non ADHD children, and to find correlation between serum zinc level and executive function in children with ADHD. Method: This was a cross-sectional study with control group. Ninety children from two elementary schools in Jakarta were randomly selected as research subjects. They were categorized into ADHD children with executive dysfunction (n=30), ADHD children without executive dysfunction (n=30), and non ADHD children (n=30). Serum zinc was analyzed using Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrophotometry method. Executive function was examined using BRIEF-Indonesian version. Data was analyzed using SPSS 20 for Windows. Result: Seventy five percent of research subjects experinced zinc deficiency. Meanwhile, 60% of children with ADHD suffered from zinc deficiency. There was no significant difference in mean serum zinc between ADHD children with executive dysfunction, without executive dysfunction, and non ADHD children (59.40 g/dL vs. 55.36 g/dL vs. 52.93 g/dL, p=0.119). The coefficient correlation between serum zinc level and executive function in ADHD children was 0,128. Conclusion: Serum zinc level might not associate directly with executive dysfunction, however it might link with clinical symptoms of ADHD. Further study needs to be done in order to obtain a more clear understanding of serum zinc and executive function in children with ADHD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Betti Danil
Abstrak :
Latar belakang. Kelebihan zat besi akibat transfusi rutin pada penderita thalassemia mayor menyebabkan timbunan zat besi yang akan membuat kerusakan signifikan pada banyak organ, seperti hati dan kelenjar paratiroid, sehingga dapat mengganggu metabolisme vitamin D dan kalsium. Tujuan. Mengetahui hubungan antara kadar feritin serum dengan kadar 25 (OH)D dan kalsium ion pada anak thalassemia mayor. Metode. Penelitian ini adalah studi potong lintang yang dilakukan pada 64 anak thalassemia mayor usia 7-12 tahun dari bulan November hingga Desember 2020 di RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Feritin serum dan kalsium ion diperiksa di laboratorium patologi klinik RSCM. Pemeriksaan kadar vitamin D 25 (OH)D dengan metode Enzyme-Linked Fluorescent Assay (ELFA) dilakukan di Laboratorium Kalgen Innolab Jakarta. Hasil. Dari 64 subjek, rerata feritin serum (SB) 5537.85 (2976.17) ng/mL, rerata serum vitamin D 25 (OH)D (SB) 15,556 (5,825) ng/mL dan rerata kalsium ion (SB) 1,144 (0,079) nmol/L. Sebanyak 6,3% subjek mengalami hipokalsemia. Defisiensi vitamin D ditemukan pada 34,4% subyek dan insufisiensi pada 45,3% subyek. Koefisien korelasi Pearson antara feritin serum dan vitamin D (r = -0,020, p = 0,873), dan untuk kalsium ion (r = 0,01, p = 0,938). Kesimpulan. Hubungan antara feritin serum terhadap vitamin D dan kalsium ion tidak menunjukkan korelasi. Tingginya prevalens defisiensi vitamin D pada anak thalassemia mayor membutuhkan penanganan lebih komprehensif untuk meningkatkan kesehatan tulang, mencegah patah tulang dan potensi komplikasi terkait lainnya. .....Background. Iron overload due to routine transfusions in thalassemia major children causes iron deposits that will make significant damage to many organs, such as the liver and parathyroid glands, so that can disrupting the vitamin D and calcium metabolism. Objective. To determine the correlation between serum ferritin levels with 25 (OH)D levels and ionized calcium in thalassemia major children. Methods. This study was a cross sectional study was conducted on 64 children with thalassemia major, aged 7-12 years, from November to December 2020 at Dr. Cipto Mangunkusumo (CMH). Serum ferritin and ionized calcium patients were examined in the laboratory of Dr. Cipto Mangunkusumo. Serum 25 (OH)D examination using the Enzyme-Linked Fluorescent Assay (ELFA) method was carried out at the Kalgen Innolab Jakarta Laboratory. Results. From 64 subjects, mean serum ferritin (SD) 5537.85 (2976.17) ng/mL, mean serum vitamin D 25 (OH)D (SD) 15.556 (5.825) ng/mL and mean ionized calcium (SD) 1.144 (0.079) nmol/L. A total of 6.3% of subjects experienced hypocalcemia. Vitamin D deficiency was present in 34.4% of subjects and insufficiency in 45.3% of subjects. Pearson’s correlation coefficient between serum ferritin and vitamin D (r = -0.020, p = 0.873), and for ionized calcium (r = 0.01, p = 0.938). Conclusions. The association between serum ferritin and vitamin D and calcium ions showed no correlation. The high prevalence of 25 (OH)D deficiency in thalassemia major children requires further management to improve bone health, prevent fracture and other related potential complications.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadril Busudin
Abstrak :
Telah diteliti 67 penderita Strok dan 56 penderita Non-Strok sebagai kontrol. Dengan CT. Scan. kepala terbukti terdapat 31 pende~ita Strok Hemoragik dan 36 Strok NonHemoragik. Dist~ibusi menurut jenis kelamin dan menurut golongan umur antara jenis Strok dengan Non-Strok tidak terdapat perbedaan bermakna ( p > 0,05). Hasil analisa data tentang kadar kolesterol serum dalam hubungannya dengan Strok menunjukan bahwa : 1.Tak terdapat kolesterol antara 0,05 ). perbedaan yang bermakna rerata Strok Hemoragik dan Non-Hemoragik kadar p > 2.Terdapat perbedaan yang bermakna rerata kadar kolesterol antara Strok dengan Non-Strok ( p < 0,01 ). 3.Terdapat kolesterol 0,03 - 0,3. hubungan yang negatif tak bermakna antara serum rendah dengan Strok. DR = 0,1 95% CI = 4.Terdapat hubungan positif lemah dan tak bermakna antara kolesterol serum tinggi (hiperkolesterolemia) dengan Strok. OR = 1,2 ; 95% CI = 0,2 - 6,6. 5.Terdapat hubungan negatif - bermakna antara serum yang rendah dengan Strok Hemoragik. OR = 0,1 0,02 - 0,3. kolesterol 95% CI = 6.Terdapat hubungan positif yang kuat namun tidak bermakna antara kolesterol tinggi dengan Strok Non-Hemoragik. OR = 2,5 95% CI = 0,3 14,8 (lebar sekali).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>