Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farisatul Amanah
"Proses pengomposan aerobic dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah frekuensi pengadukan dan komposisi bahan kompos. Pengadukan dilakukan untuk memberikan suplai udara bagi aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Sedangkan bahan kompos memiliki kandungan C/N yang berbeda-beda sehingga mempunyai kemampuan dekomposisi yang berbeda.
Lumpur tinja merupakan bahan kompos dengan kandungan nitrogen yang tinggi. Oleh karenanya, pencampuran lumpur tinja dengan bahan lain yang memiliki kadar karbon yang tinggi dapat menghasilkan kualitas kompos yang lebih baik seperti sampah pasar dan sekam. Variasi pengadukan dan komposisi bahan kompos pada penelitian ini adalah campuran lumpur tinja dan sampah pasar dengan frekuensi pengadukan dua hari sekali (composter 1), campuran lumpur tinja dan sampah pasar dengan frekuensi pengadukan empat hari sekali (composter 2), campuran lumpur tinja dan sekam dengan frekuensi pengadukan dua hari sekali (composter 3), dan campuran lumpur tinja dan sekam dengan frekuensi pengadukan empat hari sekali (composter 4).
Setelah proses pengomposan selama 45 hari, kadar air pada semua composter belum mencapai kadar air yang disyaratkan pada SNI 19-7030-2004 yakni di bawah 50%. Oleh karenanya, proses pengomposan dilengkapi dengan proses pengeringan dengan cara pembuatan gundukan yang lebih kecil yakni dengan tinggi 10 cm agar uap air dapat teruapkan selama 2 hari. Setelah proses pengeringan, maka kompos yang memiliki kualitas paling baik sesuai dengan SNI 19-7030-2004 adalah kompos dengan campuran feedstock lumpur tinja dan sampah pasar dengan pengadukan 4 hari sekali dengan rasio C/N 10,56:1; pH 7,72; daya ikat air 68%; kadar air 31,13%; dan mempunyai tekstur seperti tanah berwarna coklat.
......Turning period and feedstock affect aerobic composting process. Air for microorganism?s activities is supplied by turning. On the other hand, every feedstock has different C/N ratio and degree of decomposition.
Septage has high nitrogen content whereas it has low C/N ratio. It can produce good quality compost if it is mixed with high-carbon content feedstock such as organic solid waste and rice hulls. This open-windrow composting consists of four treatments being: (1) septage:organic solid waste with every 2 days-turning, (2) septage:organic solid waste with every 4 days-turning, (3) septage:rice hulls with every 2 days-turning; (4) septage:rice hulls with every 4 days-turning.
After 45 days of composting, the moisture content of all composters do not reach the standard so that the drying process by making a small pile with 10 cm-height must be followed to dry the moisture content. After the drying process, composter 2 has a very good compost quality based on the SNI 19-7030-2004. It has C/N ratio 10.56 to 1, pH 7,72, water holding capacity 68%, and moisture content 31,13%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42611
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Shara
"Anaerobic digester merupakan unit limbah menjadi energi yang dapat mengurangi masalah limbah organik dan menghasilkan energi berupa biogas namun membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan produksi biogas yang kurang optimal. Oleh karenanya dilakukan prapengolahan untuk mengatasinya. Pengujian BMP dilakukan selama 39 hari pada suhu 35±1°C untuk melihat pengaruh prapengolahan kimiawi dengan penambahan 0,1mol/L dan 0,04mol/L NaOH terhadap produksi biogas dan biodegradibilitas lumpur tinja. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa NaOH sebagai alkali dalam prapengolahan kimiawi tidak menunjukkan kinerja yang optimal jika diterapkan pada lumpur tinja. Penambahan NaOH tidak mengoptimalkan pembentukan biogas dan metana kumulatif. Produksi biogas dari sampel tanpa prapengolahan sebesar 5,99 ml sedangkan untuk dosis 0,1 mol/L dan 0,04 mol/L masing-masing memproduksi 5,01 dan 2,06 ml biogas selama 39 hari. Produksi kumulatif metana tanpa prapengolahan sebesar 11,79 mlCH4/gVS dan untuk penambahan 0,1mol/L dan 0,04mol/L masing-masingnya 11,36 dan 6 mlCH4/gVS. Namun, prapengolahan dapat meningkatkan biodegradibilitas dengan meningkatkan efisiensi pengurangan VS dan COD sebesar 76,76% dan 40,91% untuk dosis 0,1 mol/L dan 48,72% dan 75,45% untuk dosis 0,04mol/L. Persentase pengurangan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan lumpur tinja tanpa prapengolahan dengan persen pengurangan untuk VS dan COD sebesar 40,91% dan 66,67%.
......
Anaerobic digester is waste to energy unit that not only overcome organic waste problem but also produce energy in the form of biogas. However, anaerobic digestion process need a long retention time and biogas produced is not optimal so pretreatment prior to anaerobic process is necessary. BMP assay conducted in 39 days at 35±1°C to investigate effects of chemical pretreatment on biogas production and biodegradability of faecal sludge. Results shows that NaOH as alkali reagen in chemical pretreatment did not give an optimal results. Unpretreated sludge produce 5,99 ml biogas and addition of 0,1mol/L and 0,04mol/L NaOH produce 5,01 ml and 2,06 respectively. Chemical pretreatment also can not increase the cumulative methane yield (CMY). CMY of unpretreated sludge is 11,79 mlCH4/gVS and for pretreated sludge of 0,1mol/L and 0,04 mol/L are 11,36 dan 6 ml CH4/gVS respectively. Although chemical pretreatment can not increase biogas production and CMY, it can inrease the biodegradability of faecal sludge. Efficiency of VS and COD reduction of 0,1 mol/L are 76,76% and 40,91%; and for 0,04 mol/L are 48,72% and 75,45%. Meanwhile the reduction of VS and COD of unpretreated faecal sludge are 40,91% and 66,67% which less than the pretreated faecal sludge."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library