Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Adeline
Abstrak :
Latar belakang: Disfungsi seksual pada perempuan/ female sexual dysfunction (FSD) merupakan komplikasi penting diabetes melitus (DM) yang seringkali diabaikan. Data perihal FSD pada DM tipe 2 di Indonesia masih jarang dan meta-analisis terkait belum ada, padahal Indonesia mempunyai populasi DM terbesar ke-7 di dunia. Tujuan: Menilai prevalensi dan faktor yang memengaruhi FSD penyandang DM tipe 2 di Indonesia. Metode: Telaah sistematis ini disusun berdasarkan standar PRISMA. Pencarian artikel dilakukan di PubMed/Medline®, CINAHL®, Embase®, Proquest®, Scopus®, serta jurnal/ portal lokal di Indonesia. Artikel dicari dengan kata kunci “seksual”, “diabetes”, dan “Indonesia” dengan MesH terms (dalam bahasa Inggris dan Indonesia), yang mencakup studi observasi maupun eksperimental. Pencarian dilakukan tanpa membatasi waktu penelitian dan bahasa. Data dianalisis dengan STATA untuk mencari besar prevalensi FSD dan odd ratio faktor yang berhubungan dengan FSD. Hasil: Sepuluh studi dengan desain potong lintang mencakup 572 perempuan DM tipe 2 di komunitas maupun rumah sakit. Rentang prevalensi pada kesepuluh studi ini adalah 9,8 – 78,2% dengan pooled prevalence 0,52 (IK 95% 0,49 – 0,56; I-squared 93,9%, p = 0,000) dan 0,62 (IK 95% 0,58 – 0,66; I-squared 68,7%, p = 0,001) jika satu studi dikeluarkan dari analisis karena penggunaan skor FSFI yang tidak standar. Usia di atas 45 tahun, menopause, penggunaan obat anti-hipertensi, dan kadar HbA1C berhubungan dengan FSD. Studi ini mempunyai keterbatasan berupa heterogenitas dan risiko bias artikel yang tinggi, luaran yang beragam, serta teks lengkap artikel yang sulit diperoleh. Studi ini juga menunjukkan adanya bias publikasi. Kesimpulan: Disfungsi seksual perempuan DM tipe 2 di Indonesia mempunyai prevalensi yang tinggi dan kemungkinan berhubungan dengan proses penuaan dan metabolik. Implikasi studi ini adalah bahwa perempuan dengan DM tipe 2 dianjurkan untuk evaluasi FSD secara rutin. ......Background: Female sexual dysfunction (FSD) is a neglected major complication of diabetes mellitus (DM). However, there is scarcity of data in Indonesia, which is currently ranked as the 7th in the world for the number of people with DM. Objective: Our study aims to analyze the prevalence and factors of FSD among type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients in Indonesia. Methods: This systematic review was conducted using the PRISMA standard. Literature searching was performed in PubMed/Medline®, CINAHL®, Embase®, Proquest®, Scopus®, Indonesian local journals/ databases, and libraries, by considering human clinical studies. All observational and experimental studies in searching keywords “sexual”, “diabetes”, and “Indonesia” with MeSH terms (in English and Bahasa) were included, without time of study or language restriction. Pooled prevalence and odds ratio of associated factors of FSD were analyzed using STATA. Results: Ten studies with cross-sectional design comprised of 572 females with T2DM, in both community and hospital settings. The prevalence of FSD ranged 9,8 – 78,2% and with random-effect model, it showed pooled prevalence 0,52 (95% CI 0,49-0,56; I-squared 93,9%, p = 0.000). After removing one study that was conducted with unstandardized FSFI cut off value, the prevalence of FSD was 0,62 (95% CI 0,58-0.66; I-squared 68,7%, p = 0.001). Age more than 45 years old, menopause, the use of antihypertensives, and HbA1c level were associated with FSD. Limitations of this article were its publication bias, in addition to its high heterogeneity and risk of bias among studies. Conclusions: FSD was prevalent among T2DM patients in Indonesia and might associated with aging and metabolic factors. This conclusion implicated that females with T2DM need to be routinely evaluated for FSD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Duhita Ayuningtyas W
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk membuktikan kesahihan dan keandalan FFMQ-S versi bahasa Indonesia untuk menilai disfungsi seksual pada perempuan di Indonesia. Uji kesahihan konstruksi dilakukan dengan uji korelasi Pearson, sedangkan uji keandalan menggunakan Cronbach’s α untuk konsistensi internal. Pada penelitian ini didapatkan 107 subjek mengisi kuesioner FFMQ-S yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Seluruh butir FFMQ-S versi bahasa Indonesia terbukti sahih dengan rentang nilai 0,221-0,493. Konsistensi internal dari masing-masing facet menunjukkan nilai keandalan yang baik, dengan rentang nilai Cronbach’s α 0.71-0,84. FFMQ-S versi bahasa Indonesia merupakan kuesioner yang sahih dan andal, dapat digunakan sebagai penapisan awal adanya disfungsi seksual pada perempuan.  ......The thesis aims to prove the validity and reliability of the Indonesian version of the FFMQ-S to assess female sexual dysfunction in Indonesia. The construct validity test was conducted using Pearson correlation test, while the reliability test used Cronbach's α for internal consistency. A total of 107 subjects completed the FFMQ-S questionnaire which had been translated into Indonesian. All items of the Indonesian version of the FFMQ-S proved to be valid with a value range of 0.221-0.493. The internal consistency of each facet showed good reliability values, with a range of Cronbach's α values of 0.71-0.84. The Indonesian version of the FFMQ-S is a valid and reliable questionnaire that can be used as an initial screening for sexual dysfunction in women.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Dzakira Edwar
Abstrak :
Disfungsi seksual perempuan merupakan gangguan yang terjadi pada fungsi seksual perempuan sehingga dapat mengganggu kegiatan seksual dan menyebabkan tekanan intrapersonal. Disfungsi seksual perempuan secara umum memiliki prevalensi sebesar 40,9% pada perempuan pre-menopause di dunia. Disfungsi seksual pasca persalinan dapat terjadi setelah proses persalinan dan mengganggu fungsi seksual perempuan serta berdampak pada psikologis dan hubungan dengan pasangan. Disfungsi seksual pasca persalinan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah operasi Caesar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan disfungsi seksual dengan pasca operasi Caesar. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling menggunakan Female Sexual Function Index (FSFI-6) dan pengolahan data dilakukan menggunakan SPSS versi 20. Uji analisis menggunakan uji Chi Square dan Fisher’s exact test. Secara statistik, hubungan disfungsi seksual dengan metode persalinan secara Caesar tidak signifikan (OR=2,750; IK 95%=0,771-9,808; P=0,111). Faktor lain yang diteliti (usia, status pendidikan, dan status pekerjaan) juga secara statistik tidak signifikan (p>0,05). Hubungan disfungsi seksual dengan metode persalinan secara operasi Caesar secara statistik tidak signifikan. Namun, berdasarkan nilai OR operasi Ceasar memiliki risiko 2,750 kali lipat meningkatkan kejadian disfungsi seksual. ......Female sexual dysfunction is a disorder that occurs in a woman's sexual function that can interfere with sexual activity and cause intrapersonal distress. Female Sexual dysfunction has a prevalence of 40.9% in pre-menopausal women in the world. Postpartum sexual dysfunction can occur after childbirth and have an impact on psychological and relationships with partners. Postpartum sexual dysfunction is influenced by many factors, one of which is the Caesarean section. This study aims to identify the relationship between sexual dysfunction and post- Caesarean section. This study uses cross-sectional study design. Sample is obtained by consecutive sampling using Female Sexual Function Index (FSFI-6) questionnaire and the data is processes through SPSS version 20. Statistical analysis test used in this study are Chi Square test and Fisher’s exact test. Statistically the relationship between sexual dysfunction and delivery method by Caesarean isnot significant (OR = 2.750; 95% CI = 0.771-9.808; P = 0.111). Other factors studied (age, educational status, and employment status) are also statistically insignificant (p> 0.05). The relationship between sexual dysfunction and delivery method by caesarean section is not statistically significant. However, based on the OR value, Caesarean surgery has a 2,750-fold risk to increased the accident of female sexual dysfunction.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Magfira
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Penelitian mengenai Disfungsi Seksual pada Wanita (DSW) masih jauh tertinggal dibandingkan pada pria, saat ini hipertensi diketahui mempengaruhi terjadinya disfungsi seksual pada pria. Namun, bagaimana hipertensi mempengarhui kejadian DSW belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hipertensi esensial dengan kejadian DSW. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di Klinik Ikhalas Medika Kota Serang, Banten pada bulan Agustus-September 2019. Seluruh perempuan yang berusia diatas 18 tahun, berpendidikan minimal SD, menikah, melakukan hubungan seksual dalam 4 minggu terakhir, tidak memiliki riwayat diabetes, kemoterapi, radiasi maupun operasi didaerah panggul selain section caesare diikutsertakan dalam penelitian. Fungsi seksual wanita diukur menggunakan Female Sexual Function Index-Indonesia (FSFI-I), subjek dikategorikan memiliki DSW apabila nilai FSFI-I < 26.55. Analisa menggunakan modified Cox-regression digunakan untuk mengetahui hubungan DSW dengan hipertensi esensial yang dinyatakan dalam Rasio Prevalensi (PR) dan Interval Kepercayaan 95% (95%CI). Hasil: Sebanyak 442 wanita diikutsertakan dalam penelitian ini dengan respons rate penelitian sebesar 86.3%. Sebanyak 91.67% wanita dengan hipertensi (121/132) dalam penelitian ini mengalami DSW dan sebanyak 72.9% (226/310) wanita tanpa hipertensi mengalami DSW. Hipertensi diketahui meningkatkan kejadian DSW dengan nilai aPR sebesar 1.76 kali lipat (95%CI: 1.20-2.60). Kesimpulan: DSW merupakan masalah kesehatan yang umum dijumpai dan kejadiannya diketahui meningkat pada wanita dengan hipertensi. Pengelolaan hipertensi dengan pendekatan holistik perlu dilakukan termasuk didalamnya penilaian gangguan fungsi seksual pada wanita dengan hipertensi.
ABSTRACT
Introduction: Comapared to male, the study regarding Female Sexual Dysfunction (FSD) was far left behind. Recent study showed that high blood pressure is a major cause of male sexual dysfunction. However, how hypertension affects women sexual function was not completely understood. This study aims to investigate the relationship between hypertension and FSD. Methods: This is a cross-sectional study conducted in a private primary healthcare clinic, in Serang City, Banten Province Indonesia from August-September 2019. All women aged 18 years or older, at least elementary school graduated, had sexual activities during the last 4 weeks were recruited. Exclusion criteria were pregnant, had history of diabetes, or chemotherapy, radiation, or surgery in the pelvic region except for caesarean section. Patient sexual function was assessed by the Indonesian validated Female Sexual Function Index (FSFI-I). Patients were classified as having sexual dysfunction (SD) if the total FSFI-I score was < 26.55. Modified cox-regression performed to evaluate the association between hypertension and SD and to calculate the Prevalence Ratio (PR) for SD in HT women. Results: A total of 442 women were included in this study with a response rate of 86.3%. A total of 91.67% women with hypertension (121/132) in this study had FSD and a total of 72.9% women without hypertension (226/310) had FSD. Hypertension increased the proportion of FSD with an aPR 1.76 (95% CI: 1.20-2.60). Conclusion: FSD is a common problem and the prevalence increase in women with hypertension. Holistic approach management in hypertension needs to be done including the assessment of sexual function in women with hypertension.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Indah Lestari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Prolaps Organ panggul POP adalah tonjolan atau penonjolan organ panggul dan segmen yang terkait vagina ke dalam atau melalui vagina.1 POP Sering dijumpai pada wanita dewasa dan usia lanjut.1-3 Umumnya wanita yang menderita POP datang dengan keluhan adanya benjolan pada vaginanya.9,10 Gangguan pada fungsi seksual jarang dikeluhkan, namun dari kepustakaan diketahui bahwa pasien prolaps stage 3-4 terkait dengan sulitnya pencapaian orgasme.13 Sedangkan Roovers dkk melaporkan prevalensi disfungsi seksual sebesar 68 pada pasien POP. Sayangnya, Di Indonesia sendiri penelitian mengenai disfungsi seksual pada penderita POP cukup jarang, bahkan peneliti sendiri belum mendapatkan datanya. Oleh karena itu penting dilakukan penelitian mengenai prevalensi disfungsi seksual pada pasien prolaps organ panggul.Tujuan : Mengetahui prevalensi disfungsi seksual pada penderita prolaps organ panggulMetode: Dengan desain potong lintang, di dua rumah sakit pusat rujukan di Jakarta RSUPN Ciptomangunkusumo dan RSUP Fatmawati . Semua pasien POP yang memenuhi kriteria inklusi mengisi kuesioner indeks fungsi seksual FSFI-19 , kemudian dilakukan analisis data univariat untuk karakteristik data subjek, dan bivariat untuk mengetahui hubungan antara variable dependen dan independen.Hasil: Dari 82 data yang dianalisis, prevalensi disfungsi seksual pada pasien POP mencapai 57,3 . Sedangkan sebagian besar pasien POP juga sudah mengalami menopause dengan prevalensi sebesar 76.8 . Prevalensi disfungsi seksual pada pasien POP yang sudah menopause sebesar 66,7 . Dari hasil analisis bivariat, usia, menopause, obesitas dan stadium prolaps adalah faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian disfungsi seksual pada pasien POP. Variabel usia, merokok, menopause, obesitas dan stadium prolaps, memiliki nilai p 60 dengan OR 8 IK95 2,45- 26,12 , dan obesitas IMT 30 kg/m2 dengan OR 0,30 IK 95 0,09-0,98 .Kata kunci : prolapse organ panggul, disfungsi seksual, fungsi seksual, seksual aktif
ABSTRACT
AbstractBackground Pelvic Organ Prolapse POP is a bulge or protrusion of pelvic organs and related segments into or through the vagina vagina.1 POP often be found in adult women and older people.1 3 Generally, women who suffer from POP present with a lump vaginal .9,10 Disturbances in sexual function rarely complained, but from the literature it is known that patients with stage 3 4 prolapse associated with difficulty in achieving a orgasme.13 While Roovers et al reported the prevalence of sexual dysfunction was 68 in patients with POP. Unfortunately, in Indonesia, research on sexual dysfunction in patients with POP quite rare, even the researchers themselves do not get the data. It is therefore important to do research on the prevalence of sexual dysfunction in patients with pelvic organ prolapse and factors associated with sexual dysfungtion among them.Objective To determine the prevalence of sexual dysfunction in patients with pelvic organ prolapse and factors associated with sexual dysfungtion among them.Methods A cross sectional design, in two referral hospitals in Jakarta RSUPN Ciptomangunkusumo and Fatmawati Hospital All patients who met the inclusion criteria POP fill out a questionnaire of sexual function index FSFI 19 , then performed univariate analysis of data on the characteristics of the data subject, bivariate and multivariate analysis to know the relationship between the dependent and independent variablesResults Of the 82 analyzed data, the prevalence of sexual dysfunction in patients with POP reached 57.3 . While most of the patients had experienced menopause POP also with a prevalence of 76.8 The prevalence of sexual dysfunction in patients who are menopausal POP by 66.7 . From the results of the bivariate analysis, age, menopause, obesity and stage of prolapse is a significant risk factor on the incidence of sexual dysfunction in patients with POP. The variables of age, smoking, menopause, obesity and stage of prolapse, p 60 with an OR 8 IK95 2,45 26.12 , and obesity BMI 30 kg m2 with an OR of 0.30 CI 95 0.09 to 0.98 . Keywords pelvic organ prolapse, sexual dysfunction, sexual function, sexually active
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuswinda Kusumawardhani
Abstrak :
Disfungsi seksual merupakan salah satu komplikasi dari penyakit gagal ginjal terminal. Pada pria yang menjalani CAPD, masalah pemenuhan kebutuhan seksual dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor paling dominan yang mempengaruhi disfungsi seksual pria yang menjalani CAPD. Desain penelitian ini adalah analisis cross sectional dengan jumlah sampel 70 pria CAPD melalui teknik pengambilan sampel purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia (p=0,024), ureum (p=0,018), dan albumin (p=0,001) dengan kejadian disfungsi seksual. Faktor yang paling dominan mempengaruhi adalah albumin, dimana pasien yang memiliki kadar albumin < 3,5 g/dL berisiko untuk mengalami disfungsi seksual 9,3 kali lebih besar dibandingkan pasien dengan kadar albumin 3,5-5 g/dL setelah dikontrol oleh variabel usia. Rekomendasi dari penelitian ini adalah asupan protein sebanyak 1,2-1,5 g/kg berat badan setiap hari dengan setidaknya 60% berupa protein dengan nilai biologis tinggi serta evaluasi kemampuan perawatan dan penggantian CAPD di rumah.
Sexual dysfunction is a complication of terminal kidney failure. The problem of fulfilling sexual needs in men undergoing CAPD is influenced by many factors. This study aimed to find out the most dominant factor affecting man sexual dysfunction who undergo CAPD. The design of this study was cross sectional analysis with a sampel of 70 CAPD man using purposive sampling technique. The results showed there was a relationship between age (p=0,0024), urea (p=0,018), and albumin (p=0,001) with the incidence of sexual dysfunction. The most dominant factor affecting is albumin, where patients who have albumin levels < 3.5 g/dL are at risk of experiencing sexual dysfunction 9.3 times greater than patients with albumin levels 3.5-5 g/dL after being controlled by age variables. The recommendation of this study are protein intake of 1.2-1.5 g/kg body weight with at least 60% of protein with high bological value and evaluation of the ability of care and replacement of CAPD at home.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melinda Harini
Abstrak :
LATAR BELAKANG. Disfungsi seksual dan kecemasan sering dialami oleh pasien pasca infark miokard akut (acute myocardial infarct, AMI) dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan fungsi seksual dengan kecemasan pasien pasca AMI. METODE. Desain studi deskriptif analitik dengan disain potong lintang (crosssectional). Responden merupakan pasien rawat jalan Poliklinik Jantung Terpadu RS. Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, bersedia mengikuti program penelitian dan menandatangani surat persetujuan untuk mengikuti penelitian setelah diberikan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat program penelitian. Kemudian responden mengisi formulir International Index of Erectyle Function (IIEF) untuk menilai fungsi seksual dan dilakukan wawancara untuk menilai kecemasan dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A). HASIL. Pasien pasca AMI mengalami disfungsi ereksi (82,5%), disfungsi orgasme (72,5%), disfungsi libido (93,8%). Hampir seluruh responden menyatakan ketidakpuasan dalam hubungan seksual(97,5%) dan ketidakpuasan menyeluruh (90%). Proporsi kecemasan pasca AMI adalah 52,5%. Tidak terdapat hubungan antara fungsi seksual dengan kecemasan pasca AMI. KESIMPULAN. Kecemasan dan disfungsi seksual merupakan masalah yang perlu diperhatikan pada pasien pasca AMI. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan dan disfungsi seksual pasca AMI perlu dieksplorasi lebih lanjut sehingga dapat disusun panduan tatalaksana yang terintegrasi.
BACKGROUND. Sexual dysfunction and anxiety frequently happens by patients after acute myocardial infarction (AMI) and can affect patients quality of life. METHODS. It was analytic descriptive study, cross-sectional design. Respondents are outpatients in Integrated Cardiac Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital that meet the inclusion and exclusion criteria, who were willing to follow the research program and sign an agreement to participate in the study after being given an explanation of the purpose and benefits of the research program. Respondents then completed the International Index of Erectyle Function (IIEF) form to assess sexual function and were interviewed to assess anxiety using the Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A). RESULTS. Post-AMI patients had erectile dysfunction (82.5%), orgasm dysfunction (72.5%), libido dysfunction (93.8%). Almost all respondents expressed sexual intercourse dissatisfaction (97.5%) and overall dissatisfaction (90%). The proportion of post-AMI anxiety was 52.5%. There was no relationship between sexual function after AMI with anxiety. CONCLUSIONS. Anxiety and sexual dysfunction post-AMI is a considerable problem. Factors that affect anxiety and sexual dysfunction after AMI needs to be explored further so that an integrated management guidelines could be proposed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindy Aulia
Abstrak :
Pendahuluan dan tujuan: Meskipun prevalensi disfungsi seksual pada wanita tinggi, masalah seksual jarang menjadi fokus konsultasi klinis karena sifatnya yang intim dan pribadi. Di negara seperti Indonesia, lebih sulit lagi untuk mengatasi masalah ini, mengingat faktor budaya, etnis dan agama. Pengaruh kelelahan kerja di kalangan perawat di seluruh dunia terhadap disfungsi seksual jarang dipelajari. Dengan tingginya prevalensi burnout akibat pekerjaan perawat, disfungsi seksual bisa menjadi masalah signifikan yang dialami oleh perawat di seluruh negeri. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kelelahan kerja dengan disfungsi seksual pada perawat wanita Indonesia. Metode: Sebuah studi cross sectional dilakukan di Rumah Sakit Umum Kardinah, Tegal, Jawa Tengah, Indonesia antara Januari 2022 dan Maret 2022 menggunakan kuesioner online yang dikelola sendiri dan bersifat anonim. Subjek penelitian kami adalah perawat wanita dari klinik rawat jalan, bangsal rawat inap, unit perawatan intensif/tinggi, unit gawat darurat, dan kamar operasi. Kami membagikan kuesioner online kepada perawat wanita yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Burnout pekerjaan di kalangan perawat dinilai menggunakan Copenhagen Burnout Inventory (CBI), sedangkan disfungsi seksual pada wanita dinilai menggunakan Female Sexual Function Index (FSFI). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak IBM SPSS ver 25.0 Hasil: Sebanyak 285 perawat berpartisipasi sebagai sampel penelitian ini, 164 perawat (57,54%) berada pada kelompok beban kerja rendah dan 121 perawat (42,46%) pada kelompok beban kerja tinggi. Prevalensi disfungsi seksual pada perawat wanita dalam penelitian ini mencapai 87,7%, sedangkan kelelahan kerja pada perawat dengan beban kerja tinggi dan rendah dalam penelitian kami masing-masing adalah 42,2% dan 19,5%. Hasil analisis menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara skor CBI, sub skor, dan status burnout terhadap skor FSFI (p < 0,05) meskipun korelasi tersebut lemah. Data kami membuktikan bahwa tidak ada variabel independen yang dapat menjadi variabel predictor skor FSFI. Kesimpulan: Perawat wanita yang sudah menikah memiliki tingkat kelelahan kerja yang relatif tinggi dan rentan terhadap disfungsi seksual. Studi ini menunjukkan korelasi yang signifikan secara statistik tetapi lemah antara kelelahan kerja dengan disfungsi seksual pada perawat wanita yang sudah menikah dari skor total CBI, subskor dan status kelelahan dengan skor total dan subskor FSFI dalam hal lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan nyeri. ......Introduction: Despite the high prevalence of female sexual dysfunction (FSD), sexual problems are rarely a focus of clinical consultation due to their intimate and private nature. In a conservative country like Indonesia, it is even more difficult to address these problems considering the culture, ethnic and religion factors. Therefore, this study aimed to see the correlation between occupational burnout and sexual dysfunction in Indonesian female nurses. Methods: A cross-sectional study was conducted in Kardinah General Hospital, Tegal, Central Java, Indonesia between January and March 2022. We distributed online questionnaires to female nurses who matched our eligibility criteria. Occupational burnouts among nurses were assessed using Copenhagen Burnout Inventory (CBI), while Female sexual dysfunction (FSD) was assessed using Female Sexual Function Index (FSFI). Results: A total of 285 nurses participated as samples of this study, 164 nurses (57,54%) were in the low workload group and 121 nurses (42,46%) in the high workload group. The prevalence of sexual dysfunction in female nurses in this study was as high as 87.7% While occupational burnout in high and low workload nurses in our study was 42.2% and 19.5%, respectively. The analysis shows a significant negative correlation between CBI score, sub scores, and burnout status to FSFI score (p < 0.05). Conclusion: Married female nurses have a relatively high occupational burnout and are prone to sexual dysfunction. This study showed statistically significant but weak correlation between occupational burnout with sexual dysfunction in married female nurses from the CBI total score, subscores and burnout status with FSFI total score and subscores.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deniswari Rahayu
Abstrak :
Latar belakang: Hiperandrogen merupakan fenotip yang seingkali ditemukan pada SOPK memiliki peran terhadap perubahan tampilan fisik (hirsutisme dan obesitas) juga infertilitas. Kondisi ini dilaporkan dapat menyebabkan gangguan citra tubuh, kecemasan hingga depresi sehingga juga dapat berkontribusi terhadap kejadian disfungsi seksual. Gangguan fungsi seksual pada wanita seringkali tidak dilaporkan. Sebagai langkah awal, dengan mengetahui hubungan perubahan fisik akibat hiperandrogen dan obesitas terhadap disfungsi seksual, maka diharapkan penatalaksanaan infertilitas pada kasus SOPK dapat dilakukan lebih komprehensif. Tujuan: Mengetahui hubungan antara hiperandrogenisme, profil antropometri (IMT dan rasio pinggang-pinggul), dan disfungsi seksual pada wanita infertil Indonesia dengan SOPK. Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang (cross sectional). Subjek merupakan 71 wanita infertil dengan SOPK di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia yang berobat pada Desember 2021 – Desember 2022. Hiperandrogenisme biokimiawi dinilai dengan kadar androgen bebas dan rasio LH/FSH sedangkan hiperandrogenisme klinis dinilai menggunakan skor Ferriman-Gallwey dimodifikasi. Profil antropometri dinilai menggunakan IMT dan rasio pinggang-pinggul. Kami menggunakan kuesioner FSFI untuk mengevaluasi disfungsi seksual dan kuesioner HAM-A untuk menilai kecemasan. Hasil: Sebanyak 53,3% subjek mengalami disfungsi seksual, namun tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara hirsutisme, profil antropometri, dan skor disfungsi seksual pada wanita infertil dengan SOPK (p >0,05). Analisis skor keseluruhan domain FSFI menunjukkan bahwa lubrikasi dan kepuasan lebih rendah pada pasien obesitas (p=0,02 dan p=0,03), tetapi ini tidak berkontribusi pada skor disfungsi seksual secara keseluruhan. Selain itu, subjek yang mengalami disfungsi seksual memiliki skor kecemasan yang lebih tinggi (p<0,005), dengan analisis korelasi menunjukkan bahwa skor FG memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap kecemasan. Kesimpulan: Hirsutisme dan profil antropometri tidak terkait dengan disfungsi seksual pada wanita infertil Indonesia dengan SOPK. Namun, hirsutisme dapat berperan dalam menyebabkan kecemasan pada wanita Indonesia dengan SOPK. Penelitian kolaboratif dan kualitatif diperlukan selanjutnya karena fungsi seksual wanita adalah subjek yang kompleks. ......Background: Hyperandrogenism, a phenotype often found in PCOS, plays a role in physical changes (hirsutism and obesity) as well as infertility. This condition is reported to contribute to body image disturbances, anxiety, and even depression, thereby potentially contributing to the occurrence of sexual dysfunction and impacting infertility conditions. Sexual dysfunction in women is often underreported, leading to a lack of in-depth evaluation by clinicians. As a preliminary step, by understanding the relationship between physical changes due to hyperandrogenism and obesity with sexual dysfunction, it is hoped that the management of infertility in PCOS cases in Indonesia can be more comprehensive. Objective: To evaluate the relationship between hiperandrogenism, anthropometric profile (BMI and waist to hip ratio), and sexual dysfunction in infertile Indonesian women with PCOS. Methods: A cross-sectional study was conducted from December 2021 to December 2022 on 71 infertile women with PCOS at Yasmin Clinic, Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta, Indonesia. Biochemical hyperandrogenism was assessed through free androgen levels and the LH/FSH ratio, while clinical hyperandrogenism was evaluated using the modified Ferriman-Gallwey score. The anthropometric profile was assessed using BMI and waist-to-hip ratio. We utilized the FSFI questionnaire to evaluate sexual dysfunction and the HAM-A questionnaire to assess anxiety. Results: In this study, it was discovered that 53.3% of subjects experienced sexual dysfunction. However, there was no statistically significant relationship between hirsutism, anthropometric profile, and sexual dysfunction score in infertile women with PCOS (p >0.05). Analysis of the overall FSFI domain score revealed that lubrication and satisfaction were lower in patients with obesity (p=0.02 and p=0.03), but this did not contribute to an overall sexual dysfunction score. Also, we found that subjects who experienced sexual dysfunction had a higher anxiety score (p<0.005), with correlation analysis showing that FG scores have a significant positive correlation with anxiety. Conclusions: Hirsutism and anthropometric profile are not associated with sexual dysfunction in infertile Indonnesian women with PCOS. However, hirsutism could play a role in causing anxiety in Indonesian PCOS women. Additional qualitative and collaborative investigation is required as female sexual function is a intricate subject.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Thannia
Abstrak :
Gangguan seksualitas merupakan masalah yang sering dialami oleh perempuan yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Di Indonesia membicarakan masalah seksualitas masih dianggap tabu, sehingga tidak banyak informasi yang didapatkan terkait gangguan fungsi seksual perempuan. Penelitian ini dilakukan di Klinik Yasmin RSCM Kencana. Dengan tujuan untuk mengetahui gambaran gangguan fungsi seksual pada perempuan subfertil yang datang pada kunjungan pertama untuk memiliki anak. Rancangan penelitian dengan studi potong lintang menggunakan kuisioner pada perempuan dengan keluhan ingin memiliki anak. Besar sampel 108 orang. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner Female Sexual Function Index (FSFI), Kuisioner Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS), Kuisioner Hamilton Derpression Rating Scale (HDRS), Kuisioner International Index of Erectile Function (IIEF). Analisa data dengan metode Chi Square dan dilanjutkan dengan analisa multivariat Backward Conditional dilanjutkan dengan Regresi Logistik. Didapatkan hasil mayoritas  subjek perempuan berusia 30 tahun sebanyak 11 orang, belum pernah menikah sebanyak 93 (86,10 %), riwayat menggunakan alat kontrasepsi (16.67%), lama menikah kurang dari atau sama dengan 10 tahun (83.30%), Subjek yang bersekolah hingga pendidikan tinggi (93,50 %) dan memiliki pekerjaan (82,40%). Jenis disfungsi seksual pada pasien perempuan subfertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana yaitu gangguan dorongan seksual (79,60%), bangkitan seksual (66.7%), orgasme (50,9%), nyeri (48.1%), lubrikasi  (18,50%) dan kepuasan (34.3%). mengalami depresi sebanyak 46,20% dan mengalami kecemasan 38.00%.

Subjek pria dibawah umur 40 tahun (77,80%), semua bekerja (100,00 %), dan berpendidikan tinggi (88,90 %), Pria yang mengalami depresi 21.30% dan kecemasan 19,49%.

Pada analisa bivariat Frekuensi hubungan seksual memiliki hubungan yang signifikan dengan  disfungsi seksual perempuan pasien subfertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana p = 0.09. ......Sexuality disorders are problems often experienced by women which can be influenced by many factors. Talking about sexuality in Indonesia is still considered taboo, and not much information I available regarding women's sexual dysfunction. This research was conducted at the Yasmin Clinic, RSCM KencaTo know the description of sexual function disorders in subfertile on the first visit wanting to have children. The research design was a cross-sectional study using a questionnaire on women with chief complaints of wanting to have children. The sample size is 108 people. Sampling with consecutive sampling. Interviews and questionnaires were filled in. Female Sexual Function Index (FSFI) Questionnaire, Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) Questionnaire, Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Questionnaire, and International Index of Erectile Function (IIEF) Questionnaire. Data analysis using the Chi-Square method and followed by Backward Conditional multivariate analysis followed by Logistic Regression. The results obtained were that the majority of female subjects were 30 years old as many as 11 people, 93 (86.10%) had never been married, history of using contraception (16.67%), length of marriage less than or equal to 10 years (83.30%), subjects who attended school to higher education (93.50%) and have a job (82.40%). Types of sexual dysfunction in subfertile female patients at the Yasmin Clinic RSCM Kencana are sexual drive disorders (79.60%), sexual arousal (66.7%), orgasm (50.9%), pain (48.1%), lubrication (18.50%) ) and satisfaction (34.3%). experiencing depression at as much as 46.20% and experiencing anxiety at 38.00%. Male subjects under the age of 40 years (77.80%), all working (100.00%), and highly educated (88.90%). Men who experience depression 21.30% and anxiety 19.49%. In bivariate analysis, the frequency of sexual intercourse had a significant relationship with female sexual dysfunction in subfertile patients at the Yasmin Clinic, RSCM Kencana, p = 0.09.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>