Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Aditya Latief
"Gas Serpih dianggap sebagai salah satu sumber energi yang paling menjanjikan untuk menopang kebutuhan energi dunia. Meskipun begitu, eksplorasi terhadap gas serpih di beberapa negara dinilai masih kurang bekembang dimana hasl ini disinyalir disebabkan karena kurangnya metode dan implementasi teknologi dibandingkan dengan eksplorasi hidrokarbon konvensional. Selain itu, teknologi, metode, dan data yang tersedia di berbagai perusahaan migas saat ini masih terkonsentrasi pada eksplorasi hidrokarbon konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengusulkan metode yang berbeda dalam eksplorasi gas serpih dengan memanfaatkan data eksplorasi hidrokarbon konvensional yang ada menggunakan pendekatan data science dan decision analysis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah K-Mean Clustering untuk mengelompokkan batuan berdasarkan karakterisitik yang serupa (TOC, Porosity, Poisson Ratio dan Water Saturation) kemudian dilanjutkan dengan Multi Criteria Decision Analysis untuk menentukan cluster batuan terbaik untuk eksplorasi gas serpih. penelitian ini mengambil Formasi Serpih Banuwati di Cekungan Asri sebagai studi kasus yang dikenal sebagai salah satu batuan induk yang menjanjikan di Indonesia. Berdasarkan penelitian ini, batuan di daerah penelitian dapat diklasifikasikan menjadi tiga cluster. Cluster 1 ditetapkan sebagai “High Fractability Cluster”, Cluster 2 ditetapkan sebagai “Water Saturated Cluster” dan Cluster 3 ditetapkan sebagai “High Organic Content Cluster” berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Sementara itu, Cluster 3 ditetapkan sebagai cluster terbaik dengan interval kedalaman 10212 ft – 10412 ft (3113 m – 3174 m) yang dinilai sebagai sweet spot untuk eksplorasi Shale Gas berdasarkan hasil Multi Criteria Decision Analysis style

Shale gas has been regarded as one of the most promising energy sources to sustain the world’s energy demand. However, its exploration is still underdeveloped in several countries due to a lack of methods and technology implementation compared to conventional hydrocarbon exploration. In addition, the technology, methods, and data available in various oil and gas companies are currently still concentrated on conventional hydrocarbon exploration. The purpose of this study is to propose a new comprehensive method in shale gas exploration by utilizing the existing conventional hydrocarbon exploration data using data science and decision analysis approaches. The methods used in this study are K-Mean Clustering to cluster the similar rock characters (TOC, Porosity, Water Saturation, and Poisson Ratio) then continued by Multi-Criteria Decision Analysis to determine the best rock cluster for shale gas exploration. The study takes Banuwati Shale Formation in Asri Basin as a case which is well known as one of the promising source rocks in Indonesia. Based on this study, the rocks in the study area can be classified into three clusters. Cluster 1 is determined as “High Fractability Cluster”, Cluster 2 is determined as “Water Saturated Cluster” and Cluster 3 is determined as “High Organic Content Cluster” based on its physical and chemical properties. Meanwhile, Cluster 3 is determined as the best cluster with 10212 ft – 10412 ft (3113 m – 3174 m) depth interval preferred as the sweet spot for Shale Gas exploration based on Multi-Criteria Decision Analysis result."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zahra Wahyunita
"Selisih antara jumlah pasokan dan kebutuhan gas bumi di Indonesia yang semakin meningkat setiap tahunnya diakibatkan jumlah pasokan gas bumi semakin menurun dan kebutuhan akan gas bumi yang semakin meningkat serta kurangnya penemuan cadangan gas terbaru. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia untuk mengembangkan sumber daya gas lainnya seperti shale gas sehingga dapat diproduksi secara komersial. Potensi shale gas Indonesia diperkirakan mencapai 574 TCF yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua. Formasi Meliat yang berada di Cekungan Tarakan memiliki sumber daya shale gas yang bisa dihasilkan secara teknis sebesar 3.8 TCF dari gas-in-place resiko sebesar 25.1 TCF. Tujuan penelitian ini mengkaji skema kontrak gross split terhadap aspek keekonomian dari pengembangan lapangan shale gas di Formasi Meliat, Cekungan Tarakan.
Skenario dasar dalam penelitian ini yaitu membuat tiga profil laju alir yang dikembangkan dengan menggunakan kurva penurunan hiperbolik Arps, antara lain profil produksi rendah dengan laju alir awal (qi) sebesar 50 mmcf/mo, profil produksi sedang qi=125 mmcf/mo dan profil produksi tinggi qi=200 mmcf/mo. Amerika Serikat dan lapangan migas terdekat menjadi benchmarking dalam membuat biaya investasi pengembangan lapangan shale gas di Cekungan Tarakan. Pada kondisi analisis kontrak gross split memiliki NPV>0, IRR>10% pada profil produksi sedang dan tinggi. Analisis sensitivitas dilakukan pada profil produksi, biaya pengeboran dan harga gas. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor yang lebih berpengaruh terhadap peningkatan NPV dalam kontrak gross split adalah profil produksi. NPV positif dicapai ketika gas bumi dijual pada $9.24/MMBTU pada profil produksi sedang dan $6.43/MMBTU pada profil produksi tinggi.

The difference between the amount of supply and demand of natural gas in Indonesia is increasing each year year due to the decreasing natural gas supply with increasing demand and the lack of discovery of the latest gas reserves. This encourages the Indonesian government to develop other gas resources such as shale gas so that it can be produced commercially. Shale gas potential in Indonesia was predicted reached 574 TCF which spread in Sumatra, Kalimantan, Java and Papua. Meliat Formation, located in Tarakan Basin has shale gas potential in which 3.8 TCF is technically recoverable with 25.1 TCF risked gas in place. The purpose of this study is to examine the gross split contract scheme on technoeconomic aspect of shale gas field development in Meliat Formation in Tarakan Basin.
The basic scenario in this research is to create three flow rate profiles developed using the Arps hyperbolic decline curves, consist a low production profile with initial production (qi) of 50 mmcf / mo, medium production profile qi = 125 mmcf / mo and high production profile qi = 200 mmcf / mo. The The United States and the nearest oil and gas field in Tarakan Basin have become a benchmark in making investment costs for the development of this shale gas field. In the analysis condition, gross split contracts have NPV> 0, IRR> 10% on medium and high production profiles. Sensitivity analysis is carried out on the production profile, drilling costs and wellhead gas price. The analysis shows that the factor that has more affected on the increase in NPV in gross split contract is the production profile. A positive NPV is reached when gas price is $ 9.24 / MMBTU at medium production profile and $ 6.43 / MMBTU at high production profile.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T55066
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrian Ardiyanto
"Kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat dan cadangan gas alam semakin menipis. Indonesia memiliki potensi shale gas yang besar dan perlu di kembangkan. Pada tesis ini dibahas perbandingkan karakteristik shale gas di Amerika dan Indonesia. Perbandingan perkembangan shale gas antara lain data eksplorasi, teknologi, infrastruktur dan sistem kontrak. Perbandingan karakteristik shale gas dari umur batuan, tipe endapan dan properti batuan menentukan kesuksesan hydraulic fracturing. Studi shale gas dilakukan di Cekungan Bintuni yang memiliki potensi Risked GIP 114,3 TCF dan TRR 28,6 TCF. Profil produksi shale gas menggunakan metode penurunan hiperbolik dan perkiraan biaya investasi berdasarkan data di Amerika dan Indonesia. Analisa keekonomian shale gas di Cekungan Bintuni menunjukkan sistem konsesi lebih menarik dibanding sistem PSC bagi perusahaan. Nilai IRR maksimal sistem konsesi sebesar 16,57% sedangkan IRR maksimal sistem PSC dengan porsi bagi hasil 55%:45% sebesar 15,8%. Pemberian insentif Tax Holiday selama 5 tahun pada sistem PSC porsi bagi hasil 55%:45% pada tipe sumur penurunan sedang memberikan IRR 14,04% dan pemasukan bagi negara $720 juta selama 20 tahun masa produksi.

Indonesia's energy demand increases otherwise natural gas resources diminish. Indonesia has big shale gas resources and need to be developed. This thesis compares shale gas in America and Indonesia. Comparation of shale gas development includes exploration data, technology, infrastructure and contract system. Comparation of shale gas characteristic such as source rock age, depositional type and property of rock determine hydraulic fracturing successes. Shale gas study performed in Bintuni basin with 114,3 TCF Risked GIP and TRR 28,6 TCF. Production profile shale gas using hyperbolic decline curve method and investment cost based on America and Indonesia data. Economic analysis of shale gas in Bintuni basin shows that concession system more attractive than PSC for company. The best IRR concession system was 16,57% and PSC system was 15,8% on 55%:45% profit split. The present of tax holiday incentive for 5 years using 55%:45% profit split on medium decline rate wells results IRR 14,04% and $720 million for Government of Indonesia during 20 year production lifetime.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T44502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wike Widyanita
"Jumlah pasokan dan kebutuhan gas bumi di Indonesia masih dalam kondisi defisit yang diakibatkan jumlah pasokan gas bumi semakin menurun dan kebutuhan akan gas bumi yang semakin meningkat setiap tahunnya. Namun, defisit antara pasokan dan kebutuhan dapat diperkecil seiring penemuan cadangan gas bumi konvensional yang baru atau dengan mengembangkan lapangan gas nonkonvensional seperti shale gas. Potensi shale gas Indonesia diperkirakan mencapai 574 TCF yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua. Formasi Naintupo yang berada di Cekungan Tarakan memiliki sumber daya shale gas yang bisa dihasilkan secara teknis sebesar 5 TCF dari gas-in-place resiko sebesar 35 TCF. Penelitian ini akan membahas mengenai aspek teknoekonomi dari pengembangan lapangan shale gas di Formasi Naintupo, Cekungan Tarakan dengan menggunakan skema Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dan skema kontrak gross split.
Tiga profil laju alir akan dikembangkan dengan menggunakan kurva penurunan hiperbolik Arps, yaitu profil produksi rendah dengan laju alir awal (qi) sebesar 150 mmcf/mo, profil produksi sedang (qi=250 mmcf/mo) dan profil produksi tinggi (qi=350 mmcf/mo). Perkiraaan biaya investasi berdasarkan benchmarking biaya pengembangan lapangan shale gas di Amerika Serikat dan pengembangan lapangan migas di Cekungan Tarakan. Pada kondisi analisis kontrak bagi hasil dan kontrak gross split memiliki NPV>0, IRR>10% pada profil produksi sedang dan tinggi. Bagi kontraktor, kontrak bagi hasil akan lebih menguntungkan pada profil produksi rendah dan kontrak gross split lebih menguntungkan pada profil produksi tinggi.
Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa faktor yang lebih berpengaruh terhadap peningkatan NPV dalam kontrak bagi hasil adalah harga gas dan dalam kontrak gross split adalah profil produksi. Untuk mendapatkan nilai NPV yang positif pada Kontrak Bagi Hasil, gas bumi harus dijual pada harga $12,05/MMBTU pada profil produksi rendah, $7,88/MMBTU pada profil produksi sedang dan $6,03 pada profil laju alir tinggi. Pada kontrak gross split, NPV yang positif dicapai ketika gas bumi dijual pada $8,42/MMBTU pada profil produksi sedang dan $6,52/MMBTU pada profil produksi tinggi.

The amount of supply and demand of natural gas in Indonesia is still in deficit condition due to the decreasing supply with increasing demand each year. This deficit of supply and demand could be minimized by new reserve discovery of conventional natural gas or by developing unconventional gas field like shale gas. Shale gas potential in Indonesia was predicted reached 574 TCF which spread in Sumatra, Kalimantan, Java and Papua. Naintupo Formation, located in Tarakan Basin has shale gas potential in which 5 TCF is technically recoverable with 35 TCF risked gas in place. This study will discuss technoeconomic aspect of shale gas field development in Naintupo Formation in Tarakan Basin by using production sharing contract scheme and gross split contract scheme.
Three flow profiles would be developed by using Arps hyperbolic decline curves, consist of low production profile with initial production (qi) of 150 mmcf/mo, medium production profile (qi = 250 mmcf/mo) and high production profile (qi = 350 mmcf/mo). Costs estimation were based on benchmarking cost of developed shale gas field in United States and nearby oil/gas field development in Tarakan Basin. On the base case, production sharing contract and gross split contract gave NPV>0, IRR>10% on middle and high production profile. For contractor, production sharing contract was more profitable in low production profile and gross split contract was more profitable on high production profile.
Sensitivity analysis showed that the NPV increase was more affected by gas price in production sharing contract and production profile was more influential in gross split contract. To develop positive NPV in production sharing contract, gas price should be $12.05/MMBTU in low production profile, $7.88/MMBTU in middle production profile and $6.03 in high production profile. In gross split contract, positive NPV was reached when gas price was $8.42/MMBTU in middle production profile and $6.52/MMBTU in high production profile.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T50082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library