Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jajang Subagja
"Instalasi Radioterapi dan Radiodiagnostik menggunakan teknologi radiasi untuk pengobatan (terapi) dan pemeriksaan (diagnostik). Penggunaan teknologi radiasi di RSKD berdasarkan data bulan Maret-Mei 2006 intensitasnya cukup tinggi 51 pasien/ hari (Linac) dan jumlah kunjungan pasien ke instalasi Radioterapi rata-rata sebanyak 1.977 orang per bulan sedangkan jumlah kunjungan ke instalasi Radiodiagnostik rata-rata sebanyak 1.031 orang per bulan.
Penggunaan teknologi radiasi tersebut bila tidak secara dini diperhatikan dan dipelihara dengan baik akan menimbulkan risiko dan bahaya seperti kecelakaan radiasi, kebocoran pesawat radiasi, kecelakaan kontaminasi, kebakaran, dan sebagainya. Faktor utama terjadinya kecelakaan radiasi adalah faktor manusia, peralatan, dan lingkungan kerja. Kecelakaan tersebut sewaktu-waktu dapat terjadi dikarenakan perilaku yang tak aman dari pekerja.
Perilaku yang tak aman tersebut dapat disebabkan oleh persepsi yang salah dalam memahami risiko dan bahaya tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi pekerja tentang risiko bahaya radiasi dan faktor apa yang paling dominan dalam hubungan tersebut, selain itu jugs ingin mengetahui gambaran sistem manajemen keselamatan radiasi.
Janis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Data yang diperoleh akan dilakukan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Instalasi Radioterapi dan Radiodiagnostik RSKD kecuali dokter. Data yang dikumpulkan berasal dari data primer dengan cara wawancara/ kuesioner dan data sekunder baik berupa data kuantitatif maupun kualitatif yang berkaitan dengan penelitian. Kemudian data tersebut diolah secara univariat (distribusi frekuensi), bivariat (analisis chi square), dan multivariat (analisis regresi logistik).
Dalam penelitian ini didapatkan hasil, sistem manajemen keselamatan radiasi di Rumah Sakit Kanker Dharmais sudah baik. Hal tersebut terlihat dari pemenuhan oleh pengusaha instalasi hal-hal yang terdapat dalam peraturan pemerintah (PP 63 tahun 2000). Persepsi pekerja tentang risiko bahaya radiasi adalah baik (57,1%). Sebagian besar pekerja memiliki persepsi yang baik terhadap kebijakan K3 (74,1%), program K3 (67,7%), kondisi peralatan (54,8%), dan media komunikasi (69,0%).
Faktor-faktor internal pekerja yang berhubungan dengan persepsi pekerja tentang risiko bahaya radiasi adalah pengetahuan dan jenis pekerjaan dan yang paling dominan berhubungan adalah jenis pekerjaan. Sedangkan faktor-faktor eksternal pekerja yang berhubungan dengan persepsi pekerja tentang risiko bahaya radiasi adalah kebijakan K3, program K3 dan media komunikasi (p value < 0,05) dan yang paling dominan berhubungan adalah kebijakan K3.
Dengan demikian, perlu adanya peningkatan kuantitas dan kualitas pelaksanaan program dan monitoring dengan melakukan penjadwalan program secara rutin, seperti promosi kesehatan pekerja, pendidikan dan pelatihan, pemeriksaan kesehatan, pengukuran dan pemantauan radiasi. Perlunya peran serta pekerja dalam setiap pelaksanaan program proteksi radiasi serta kepatuhan dan kesadaran pekerja urituk menggunakan alat pemantau radiasi perorangan.

Radiotherapy and Radiodiagnostic installation uses radiation technology for therapy and diagnostic. Utilization of radiation technology in RSKD was quite highly around 15 patientlday during March-May 2006. Number of patient visit to radiotherapy installation is 1.977 patients per month, while number of visit to Radiodiagnostic installation is 1.031 patients per month.
We need to put well attention toward utilization of those radiation technologies and maintain it to minimize risk and hazard radiation such as radiation accident, radiation equipment leak, contamination accident, burned. Main factors of radiation accidents occurrence are human, equipment, and working environment. Those accidents could occur at any times because of unsafe behavior from workers.
Those unsafe behaviors could be caused by wrong perception in understanding those risk and hazards. This research aim is to know factors that related with worker perception toward radiation risk and to assess a dominant factor in those relations as well as to know the portrait of radiation safety management system.
This research was an analytic descriptive research using cross sectional research design. Gathered data were analyzed using qualitative and quantitative approach.
Population study was all employees at Radiotherapy and Radiodiagnostic Installation of RSKD except doctor. Data were collected using questionnaire and observation of documents related.
This study found radiation safety management system in Dharmais Cancer Hospital is good enough based on fulfillment the government regulation (PP 63 Year 2003) by entrepreneur of installation. Proportion of workers who have good perception on radiation hazard risk is 57.1%. Most workers have good perception toward OSH (occupational safety and health) policy (74,1%), condition of equipment (54,8%), and communication media (69,0%),
Internal factors of workers that related to worker perception toward radiation hazard risk are knowledge and work type. The most dominant factor is work type. Meanwhile, external factors of workers that related to working perception toward radiation risk is OSH policy, OSH program, and communication media. The most dominant of external factor is perception on OSH policy.
Therefore, RSKD should improve whether quantity or quality of program such as worker health promotion, education and training, health screening, measuring and monitoring of radiation. RSKD also should monitor those programs routinely. Workers should involve in radiation protection program as well as comply to use personal radiation monitoring device.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Dewi Rahmayanti
"ABSTRAK
Kemoterapi sebagai terapi pengobatan kanker diyakini efektif dalam menghambat
pertumbuhan sel kanker. Namun terapi ini juga menimbulkan efek samping bagi
penderita kanker, salah satunya yaitu gangguan pemenuhan kebutuhan tidur.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang gambaran kualitas
tidur pada anak usia sekolah yang sedang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit
Kanker Dharmais. Penelitian ini bersifat cross-sectional dengan melibatkan 40
responden yang diambil dengan teknik total sampling. Responden mengisi
kuesioner berupa data demografi dan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index
(PSQI). Penelitian ini dianalisis menggunakan uji univariat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rerata skor PSQI 7 dari maksimal 21 (95% CI, 6,24;7,76)
yang berarti responden memiliki kualitas tidur buruk. Tenaga kesehatan
(khususnya perawat) diharapkan dapat melakukan monitoring untuk evaluasi
pemenuhan kebutuhan tidur anak kanker.

ABSTRACT
Chemotherapy as a cancer treatment is believed to be effective in inhibiting
cancer cell’s growth. However, this therapy has side effects for cancer patients,
one of them is sleeping needs disturbance. This study aims to get information
about the status of sleep quality in school-age children whom are undergoing
chemotherapy at “Dharmais” Cancer Hospital, Jakarta. This study used cross
sectional with 40 participants using total sampling technique. Participants filled
out questionnaire consisting of demographic data and the Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI). This study was analyzed using univariate test. The result showed
that participants have quality sleep index with average score 7 from total 21 (95%
CI, 6,24;7,76). It’s indicated that participants have poor sleep quality. Health
provider (especially nurse) are expected to conduct monitoring to evaluate sleep
quality in children with cancer."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindi Fantika
"Pemilihan dan manajemen pemasok menjadi salah satu aspek kritis dalam proses pembuatan obat agar dapat memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan dalam CPOB di mana industri farmasi dapat menjamin keamaan pasien, memberikan produk yang bermutu dan efektif, serta dapat memenuhi permintaan persediaan obat oleh konsumen. Setiap permintaan akan material atau layanan dari pemasok perlu dilakukan proses seleksi dan kualifikasi terhadap pemasok. Dalam melakukan proses seleksi kualifikasi pemasok perlu juga dilakukan proses penilaian risiko (risk assessment). Risk assessment menyeluruh diperlukan untuk memastikan pengendalian risiko yang efektif. Laporan tugas khusus ini memaparkan proses pengimplementasian supplier risk assessment terhadap vendor-vendor yang telah disetujui di PT. Takeda Indonesia berdasarkan pedoman pada SOP (Standard Operating Procedure) yang masih efektif di PT. Takeda Indonesia Bekasi tentang manajemen kualitas untuk pemasok yag berperan dalam proses CPOB dan CDOB. Dari total 106 vendor yang ada di Approved Vendor List dan Approved Vendor List for Non Raw Material-related vendor diperoleh sebanyak 6 vendor termasuk ke dalam kategori risiko 1, 30 vendor merupakan kategori risiko 2, 44 vendor tergolong kategori risiko 3, dan sejumlah 26 vendor adalah kategori risiko 4.

Supplier selection and management is one of the critical aspects in the drug manufacturing process so that it can meet the quality standards set in GMP where the pharmaceutical industry can guarantee patient safety, provide quality and effective products, and be able to meet consumer demand for drug supplies. Every request for materials or services from a supplier requires a selection and qualification process for the supplier. In carrying out the supplier qualification selection process, it is also necessary to carry out a risk assessment process. A thorough risk assessment is required to ensure effective risk control. This report described the supplier risk assessment implementation process for approved vendors at PT. Takeda Indonesia based on the guidelines on SOP (Standard Operating Procedure) which was effective at PT. Takeda Indonesia Bekasi regarding quality management for suppliers in GMP and GDP processes. From a total of 106 vendors on the Approved Vendor List and Approved Vendor List for Non Raw Material-related vendors, 6 vendors were included in risk category 1, 30 vendors were in risk category 2, 44 vendors were in risk category 3, and a total of 26 vendors is risk category 4."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Indah Pratiwi
"Polifarmasi merupakan penggunaan bersamaan enam obat atau lebih oleh seorang pasien. Semakin banyak obat yang digunakan maka semakin tinggi potensi interaksi yang terjadi dan dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui resiko efek samping dan potensi interaksi obat pada resep polifarmasi nonracikan. Identifikasi terkait potensi efek samping dan interaksi obat dinilai berdasarkan database dari Medscape Drug Interaction Checker, RxList Drug Interaction Checker, drugs.com Drug Interaction Checker, dan WebMD Drug Interaction Checker. Pada resep polifarmasi nonracik pertama ditemukan potensi efek samping berupa ketidakseimbangan elektrolit, hipotensi, hiperurisemia, asam urat, sakit kepala, dan mual/muntah serta terdapat dua potensi interaksi major dan empat potensi interaksi moderate. Sementara pada resep polifarmasi nonracik kedua ditemukan potensi efek samping berupa pencernaan yang terganggu, mengantuk, tremor otot rangka, peningkatan BUN atau kreatinin, dan bronkospasme serta terdapat lima potensi interaksi moderate. Berdasarkan mekansimenya, mayoritas potensi interaksi obat yang ditemukan adalah interaksi farmakodinamik (45.4%). Sementara berdasarkan tingkatannya, mayoritas potensi interaksi obat yang ditemukan adalah interaksi moderate (81.8%).

Polypharmacy is the concomitant use of six or more drugs by a patient. The more drugs used, the higher the potential for interactions that occur and can cause dangerous side effects. The purpose of this study was to determine the risk of side effects and potential drug interactions in nonconcocted polypharmacy prescriptions. Identification of potential side effects and drug interactions is assessed based on databases from Medscape Drug Interaction Checker, RxList Drug Interaction Checker, drugs.com Drug Interaction Checker, and WebMD Drug Interaction Checker. In the first non-mixed polypharmacy prescription, potential side effects were found in the form of electrolyte imbalance, hypotension, hyperuricemia, gout, headache, nausea, and vomiting, and there were two potential major interactions and four potential moderate interactions. While the second non-mixed polypharmaceutical prescription found potential side effects in the form of disturbed digestion, drowsiness, skeletal muscle tremors, increased BUN or creatinine, and bronchospasm, there were five potential moderate interactions. Based on the mechanism, the majority of potential drug interactions found were pharmacodynamic interactions (45.4%). Based on the level, the majority of potential drug interactions found were moderate (81.8%)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mellynia Tri Sugiarti
"
Dalam meningkatkan mutu maupun cakupan pelayanan kefarmasian yang baik di apotek, standar pelayanan kefarmasian perlu diperhatikan agar sesuai dengan protokol untuk pelayanan pelanggan di apotek tersebut. Bentuk pelayanan resep, mulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, hingga penyerahan obat pada pasien perlu disertai pemberian informasi yang tepat pada pasien. Hal tersebut agar pengobatan yang diberikan pada pasien tepat dan sesuai harapan terapi yang diinginkan. Pada setiap tahap alur pelayanan resep juga perlu dipastikan sebagai upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error), salah satunya terjadinya interaksi obat maupun efek samping yang tidak diinginkan. Pengamatan terkait efek samping dan interaksi obat pada obat-obatan yang diresepkan pasien dilakukan pada lima resep polifarmasi racikan yang diberikan per Januari 2023. Obat-obatan yang diresepkan tersebut biasanya terdiri atas lima atau lebih kandungan zat aktif obat yang dilakukan peracikan untuk dijadikan bentuk sediaan lain yang lebih praktis digunakan pasien. Beberapa resep obat racikan polifarmasi yang telah diamati dapat berpotensi menimbulkan interaksi obat, baik interaksi dalam level menengah (intermediate) maupun level mayor serta beberapa efek samping tidak diinginkan dapat timbul dari penggunaan obat, baik sebagai akibat dari penggunaan bersamaan dengan obat lain maupun akibat penggunaan jangka panjang.

In improving the quality and scope of good pharmaceutical services in pharmacies, it is necessary to pay attention to pharmaceutical service standards in accordance with the protocols for customer service in these pharmacies. The form of prescription services, starting from reception, checking availability, preparation of pharmaceutical preparations, medical devices and consumable medical materials including dispensing drugs, examinations, to dispensing drugs to patients needs to be accompanied by providing appropriate information to patients. This is so that the treatment given to the patient is appropriate and according to the expectations of the desired therapy. At each stage of the prescription service flows it is also necessary to ensure as an effort to prevent medication errors, one of which is the occurrence of drug interactions and unwanted side effects. Observations related to side effects and drug interactions for medicines prescribed by patients were carried out on five concoction polypharmacy prescriptions given as of January 2023. The prescribed medicines usually consist of five or more active ingredients of the drug which are compounded to be made into other dosage forms which is more practical for patients to use. Several prescriptions for polypharmacy concoctions that have been observed have the potential to cause drug interactions, both interactions at the intermediate level and major level and some unwanted side effects can arise from drug use, either as a result of concomitant use with other drugs or as a result of long- term use."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Maulana
"Limfoma non-Hodgkin (LNH) merupakan salah satu jenis limfoma yang ditandai dengan keberadaan sel Reed-Sternberg. Regimen kemoterapi yang paling sering digunakan pada pengobatan LNH adalah kombinasi Rituximab, Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, dan Prednisone atau disebut juga regimen R-CHOP atau regimen kemoterapi tanpa Rituximab (regimen CHOP). Penggunaan kombinasi obat ini dapat menyebabkan risiko efek samping pada pasien. Laporan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh regimen pengobatan LNH terhadap efek samping yang terjadi. Metode yang digunakan yaitu observasi dan wawancara secara prospektif ke pasien LNH di RSUP Fatmawati periode bulan Februari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dosis pengobatan pasien LNH belum sepenuhnya sesuai dengan protokol pengobatan LNH menggunakan regimen R-CHOP/CHOP karena 4 dari 8 (50 %) pasien yang didata belum mendapatkan regimen lengkap R-CHOP/CHOP. Di sisi lain pengobatan kanker LNH dengan kombinasi R-CHOP memberikan hasil pengobatan yang cukup baik kepada pasien yang dapat ditunjukkan dengan benjolan yang berkurang di tiap siklusnya dan minimum efek samping yang terjadi.

Non-Hodgkin Lymphoma (NHL) is a type of lymphoma characterized by the presence of Reed-Sternberg cells. The chemotherapy regimen most often used in the treatment of NHL is a combination of Rituximab, Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, and Prednisone or also called the R-CHOP regimen or chemotherapy regimen without Rituximab (CHOP regimen). The use of this drug combination can cause a risk of side effects in patients. This report aims to determine the effect of the NHL treatment regimen on the side effect that occurs. The method used was observation and prospective interviews with NHL patients at RSUP Fatmawati for the period of February. Based on the research conducted, it can be concluded that the treatment dose for NHL patients is not fully in accordance with the NHL treatment protocol using the R-CHOP/CHOP regimen because 4 out of 8 (50%) patients who were recorded did not receive the complete R-CHOP/CHOP regimen. On the other hand, the treatment of NHL cancer with the combination of R-CHOP provides quite good treatment results for patients which can be shown by the reduced lumps in each cycle and the minimum side effects that occur."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riezki Tri Wahyuni
"Antikoagulan merupakan zat yang digunakan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah atau koagulasi dengan cara menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Dalam penggunaannya, antikoagulan memerlukan pemantauan secara berkala karena risiko perdarahan yang muncul, baik ringan maupun berat. Terkait dengan terapi tersebut, apoteker, berperan penting dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan di rumah sakit untuk mencegah terjadinya risiko yang ditimbulkan. Dalam pelaksanaannya apoteker akan melakukan kegiatan pelayanan farmasi klinis yaitu Monitoring Efek Samping Obat atau MESO. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk dapat mengidentifikasi masalah terkait obat antikoagulan melakukan Monitoring Efek Samping Obat antikoagulan pada pasien rawat inap Rumah Sakit Universitas Indonesia. Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 03 Mei – 30 Juni 2023 di Rumah Sakit Universitas Indonesia Pengkajian dilakukan dengan memantau dan mengamati karakteristik dan kesehatan pasien selama rentang periode tertentu dengan menggunakan metode . Hasil penelitian menunjukkan bawa terapi obat antikoagulan pada 5 pasien sudah sesuai dengan indikasi tetapi setiap penggunaan obat antikoagulan tetap harus dilakukan pemantauan ketat terkait efek samping obat lalu untuk pelaksanaan MESO di RS UI belum dilakukan secara maksimal karena masih ada beberapa komponen yang belum dilaksanakan jika terjadinya efek samping pada saat penggunaan obat.

Anticoagulants are substances used to prevent blood clotting or coagulation by inhibiting the function of several blood clotting factors. When used, anticoagulants require regular monitoring because of the risk of bleeding, whether light or heavy. Regarding this therapy, pharmacists play an important role and are responsible for implementing services in hospitals to prevent the risks that arise. In its implementation, pharmacists will carry out clinical pharmacy service activities, namely Monitoring Drug Side Effects or MESO. The aim of this research was to identify problems related to anticoagulant drugs by monitoring the side effects of anticoagulant drugs in inpatients at the University of Indonesia Hospital. Data collection was carried out on 03 May – 30 June 2023 at the University of Indonesia Hospital. The study was carried out by monitoring and observing the characteristics and health of patients over a certain period using a prospective-retrospective method. The results of the study showed that anticoagulant drug therapy in 5 patients was in accordance with the indications, however, every time anticoagulant drugs are used, strict monitoring must be carried out regarding the side effects of the drug, so the implementation of MESO at UI Hospital has not been carried out optimally because there are still several components that have not been implemented if an effect occurs side effects when using the drug.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marchella Immanuel Heriyanto
"Latar Belakang
Efek samping obat merupakan efek merugikan dan tidak diinginkan yang berhubungan dengan obat. Hal ini dapat menjadi beban kesehatan yang dapat menyebabkan kurangnya kepatuhan pasien dan kualitas hidup pasien hingga kematian. Pengetahuan dan perilaku pasien mengenai efek samping obat merupakan komponen penting untuk mencegah dan menangani kejadian efek samping obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan dan hubungannya dengan perilaku masyarakat DKI Jakarta mengenai efek samping obat serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan subjek penelitian adalah masyarakat DKI Jakarta berusia 18 tahun ke atas. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner daring berupa Google Form yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis hubungan dilakukan dengan uji Chi-Square atau uji Fisher Exact jika syarat Chi-Square tidak terpenuhi. Hasil dikatakan signifikan jika nilai p<0.05. Hasil
Responden mayoritas berusia 46-55 tahun, perempuan, berpendidikan terakhir perguruan tinggi, berprofesi non-kesehatan, dan berdomisili di Jakarta Barat. Sebagian besar masyarakat DKI Jakarta memiliki pengetahuan baik (68%) dan perilaku baik (74%) mengenai efek samping obat. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara pengetahuan dengan perilaku mengenai efek samping obat (p=0.497). Tidak ada faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan pengetahuan. Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan perilaku adalah usia (p=0.045).
Kesimpulan
Pengetahuan dan perilaku dari sebagian besar masyarakat DKI Jakarta mengenai efek samping obat sudah baik. Usia memiliki hubungan bermakna dengan perilaku masyarakat DKI Jakarta mengenai efek samping obat.

Introduction
Drug side effect is a harmful and undesirable effect of a drug. It can cause burden on health and lead to patient non-compliance, reduced quality of life, or death. Patients’ knowledge and behavior regarding drug side effects are crucial in preventing and managing drug side effects. This study aims to evaluate the people of DKI Jakarta’s knowledge and its relationship with their behavior regarding drug side effects and the factors influencing them.
Method
This is a cross-sectional study involving residents of DKI Jakarta aged 18 years old and older. This study used an online questionnaire via Google Forms that was tested for its validity and reliability. The relationship between variables were analized using the Chi- Square test or Fisher Exact test if the conditions for Chi-Square test were not met. Results were considered significant if the p-value was <0.05.
Results
The majority of respondents were aged 46-55 years old, female, had university as their last level of education, had non-health professions, and resided in West Jakarta. Most people of DKI Jakarta had good knowledge (68%) and good behavior (74%) regarding drug side effects. No significant relationship was found between knowledge and behavior (p=0.497). No factors were significantly associated with knowledge. The factor that was significantly associated with behavior was age (p=0.045).
Conclusion
The knowledge and behavior of most residents of DKI Jakarta regarding drug side effects were good. Age was significantly associated with behavior regarding drug side effects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Stefanus Imanuel Setiawan
"Tuberkulosis TB merupakan salah satu penyakit pembunuh yang kerap menjadi masalah besar di dunia dan diperburuk oleh masalah efek samping obat yang berdampak pada terhentinya pengobatan pasien TB. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara efek samping OAT dengan keberlanjutan pengobatan TB. Studi ini dilakukan dengan desain penelitian analitik menggunakan studi cross-sectional dengan melibatkan 172 data rekam medis penderita TB paru dewasa yang diobati dan mendapatkan efek samping di RSCM selama tahun 2014.
Pada penelitian ini didapatkan 73,8 pasien mendapatkan efek samping minor dan 26,2 mengalami efek samping minor. Jenis efek samping minor yang muncul didominasi oleh gangguan gastrointestinal 34 dan jenis efek samping mayor didominasi hepatitis yang diinduksi oleh obat 60 . Penelitian ini menunjukkan terdapatnya hubungan yang bermakna antara variabel jenis efek samping dengan keberlanjutan terapi OR, 9,33; 95 CI, 4,20-20,72.

Tuberculosis TB is one of top infectious diseases killer and remains as a major health problem worldwide. Moreover, the TB treatment adverse effects are able to escalate the treatment default. This study aimed to evaluate the correlation between anti TB drug adverse reactions and treatment default. A cross sectional study was performed with a total of 172 medical record data of adult pulmonary TB patients who were treated with first line anti TB drugs in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital during 2014 and experienced adverse reaction.
127 patients 73.8 were experiencing minor adverse reaction and 45 patients 26.2 were experiencing mayor adverse reaction. The adverse reaction was dominated by gastrointestinal disorders 34 and drug induced hepatitis 60. There was a significant correlation between adverse reactions of anti TB drug and the treatment default cases OR, 9.33 95 CI, 4.20 20.72 p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>