Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krista Ekaputri
"Praktik injeksi silikon atau parafin cair untuk memperbaiki penampilan pada hidung masih marak. Di lain pihak, rekonstruksi hidung parafinoma untuk mengembalikan ke bentuk normal sulit dicapai. Data objektif mengenai karakter distorsi pada hidung parafinoma dapat berguna untuk menjadi data awal sebagai pembanding untuk evaluasi hasil rekonstruksi hidung parafinoma. Studi ini memanfaatkan Mirror Stand MirS untuk mengambil foto wajah 30 subjek dengan parafinoma hidung. Ukuran fotogrametrik dikonversi menjadi ukuran morfometrik. Hasil pengukuran kemudian dianalisis untuk mendapatkan ciri distorsi dari hidung parafinoma. Ukuran meliputi intercanthal width, nasal root width, alar width, two tip defining points distance, nasofrontal angle, length of the nose radix to pronasion, nasofacial angle, nasion projection, pronasion projection, tip angle, nasolabial angle, columella length, the extend of extended columella danbase of the nose width. Hidung parafinoma memiliki ciri sebagai berikut; nasal root yang lebar (2.70 ± 0.30 cm); jarak two-tip defining pointsyang lebar (2.09 ± 0.22 cm), nasion projectionyang lebar (0.64 ± 0.36 cm), nasolabial angleyang sempit (78.81 ± 15.93), kolumela yang menggantung (0.47 ± 0.31 cm) dan porsi lobular dari tip hidung yang panjang (1.12 ± 0.20 cm).

The practice of injecting liquid silicone or paraffin at the nose for aesthetic purposes still continues today. On the other hand, normal apearance after reconstruction in nose paraffinoma is very difficult to achieve. The objective data regarding distortion characteristic in nose paraffinoma could be use as basic data to assess outcome of reconstruction in paraffinoma nose.Portable Mirror Stand MirS device is used to take standardized facial photographs of 30 patients with paraffinoma of the nose. Photogrammetrics measurements were then converted to morphometric measurement. The result was then analyzed to formulate the distortion characteristic of nose paraffinoma. Basic measurements included intercanthal width, nasal root width, alar width, two tip defining points distance, nasofrontal angle, length of the nose radix to pronasion, nasofacial angle, nasion projection, pronasion projection, tip angle, nasolabial angle, columella length, the extend of extended columella and base of the nose width. Paraffinoma nose has the following characteristics; wide nasal root base (2.70 ± 0.30 cm); wide two-tip defining point rsquo;s distance (2.09 ± 0.22 cm); wide nasion projection (0.64 ± 0.36 cm), acute nasolabial angle (78.81 ± 15.93 cm) hanging columella (0.47 ± 0.31 cm) and long lobular portion of the tip (1.12 ± 0.20 cm). "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Adla Runisa
"

atar Belakang: Silikonoma penis merupakan suatu proses inflamasi yang menyebabkan deformitas pada penis, yang disebabkan oleh penyuntikan substansi non-biologis pada penis, dan menyebabkan kerusakan yang hebat. Tata laksana berupa eksisi radikal kadang menjadi satu-satunya pilihan, dengan penutupan defek menggunakan tandur kulit. Namun, tandur kulit menyebabkan kontraktur sekunder dan terputusnya ujung saraf dari kulit, sehingga berpotensi menyebabkan disfungsi seksual. Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi pasien tersebut dengan menggunakan IIEF-5.

Metode: Studi ini merupakan studi cross sectional retrograde yang melibatkan pasien silikonoma penis yang di rekonstruksi menggunakan tandur kulit di Rumah Sakit Hasan Sadikin dan Cipto Mangunkusumo dari januari 2015 ke juli 2019. Pasien yang bersedia mengikuti penelitian ini akan dievaluasi fungsi seksualnya menggunakan kuesioner IIEF-5.

Hasil: Terdapat total 36 pasien silikonoma penis yang direkonstruksi dengan tandur kulit, dan 19 pasien bersedia untuk ikut serta pada penelitian ini. Dari total pasien, 16 (84,2%) pasien memiliki fungsi seksual yang normal, 2 (10,5%) mengalami disfungsi ereksi ringan dan 1 (5,3) mengalami disfungsi ereksi ringan-sedang.

Kesimpulan: Pasien dengan silikonoma penis yang mendapatkan rekonstruksi dengan penutupan defek menggunakan tandur kulit memiliki fungsi seksual jangka panjang yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai opsi penutupan defek.


Background: The necessity for penile augmentation has been present throughout history, using non-biological high viscosity substances resulting in detrimental damages, leading to siliconoma. Surgical management with radical excision with choices of split thickness skin graft as defect closure option for resurfacing. Nevertheless, the presence of secondary contracture and sensation diminution of the graft might interfere with sexual function. The aim of this study is to evaluate sexual function in penile siliconoma patient post skin graft reconstruction, using Simplified International Index of Erectile Function (IIEF-5).

Methods: This is a retrograde cross-sectional study involving penile siliconoma patients receiving reconstruction using split thickness skin graft at Hasan Sadikin and Cipto Mangunkusumo General Hospital from January 2015 to July 2019. All patients willing to enroll in this study were given the IIEF-5 questionnaire for sexual function evaluation.

Result: A total patient of 36 people was detected through medical record in both centers, and 19 were willing to be enrolled in this study. Among the patients, 16 (84.2%) had normal sexual function and 2(10.5%) Mild and 1(5.3%) had mild to moderate erectile disfunction.

Conclusion: Penile siliconoma patients receiving radical excision and resurfacing using skin graft has a good sexual function, and could be used as a resurfacing option in the treatment of penile siliconoma.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library