Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Lubis, Sri Novita
"Erupsi gunung berapi berdampak pada kualitas hidup kesehatan pada masyarakat yang tinggal di daerah bencana, khususnya remaja. Modal sosial merupakan sumber daya potensial dalam meningkatkan kualitas hidup kesehatan remaja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan modal sosial dengan kualitas hidup kesehatan pada remaja yang terdampak bencana erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian mixed methods dengan embedded sequential design dimana penelitian kualitatif (tahap 1) memberikan peran pendukung sekunder dalam penelitian utama kuantitatif (tahap 2) yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian kualitatif (tahap 3) untuk menjelaskan temuan-temuan pada penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional. Kualitas hidup kesehatan diukur menggunakan kuesioner Pediatric Quality of Life InventoryTM (PedsQLTM) versi 4.0 pada 318 responden berusia 10-18 tahun dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data kuantitatif dianalisis menggunakan Regresi Cox. Penelitian kualitatif dengan desain Rapid Assessment Procedure (RAP). Pengumpulan data kualitatif dengan observasi, diskusi kelompok terarah (DKT) dan wawancara mendalam. Hasil penelitian diperoleh proporsi kualitas hidup kesehatan yang buruk sebesar 45,4%. Proporsi remaja dengan modal sosial individu yang rendah sebesar 69,4% dan modal sosial komunitas yang rendah sebesar 47,4%. Modal sosial individu berhubungan dengan kualitas hidup kesehatan (PR = 2,224; 95% CI 1,424-2,473), sedangkan modal sosial komunitas bukan faktor risiko terhadap kualitas hidup kesehatan (PR = 1,017; 95% CI 0,601-1,721). Temuan kuantitatif ini didukung oleh temuan kualitatif bahwa modal sosial pada level individu yang berperan pada kualitas hidup kesehatan yang buruk pada remaja meliputi belum terpenuhinya rasa aman dari erupsi Gunung Sinabung pada remaja yang tidak di relokasi dan remaja membutuhkan rasa aman dari tindak kejahatan; pengalaman yang kurang menyenangkan selama tinggal di pengungsian sementara; kurang akrabnya hubungan sesama anggota masyarakat semenjak tinggal di relokasi; partisipasi remaja rendah dalam organisasi karena rendahnya aksesibilitas transportasi; dan kewajiban yang menjadi beban bagi remaja terutama remaja yang tidak di relokasi. Meskipun modal sosial komunitas bukan faktor risiko kualitas hidup kesehatan remaja, namun secara kualitatif memiliki peran bagi kualitas hidup kesehatan remaja seperti orang tua memanfaatkan keanggotaan dalam organisasi ekonomi untuk biaya pendidikan remaja dan pemanfaatan ruang publik seperti lapangan olahraga dan jambur oleh remaja di relokasi pemerintah yang memberikan kesempatan kepada remaja untuk berinteraksi sosial dengan teman sebayanya dan masyarakat sekitar. Berdasarkan temuan penelitian ini, hendaknya pemerintah daerah dapat memanfaatkan dan melakukan penguatan modal sosial baik pada level individu dan komunitas untuk meningkatkan kualitas hidup kesehatan remaja yang terdampak bencana dengan mempertimbangkan jenis relokasi dan kelompok umur.
Volcanic eruptions impact the health and quality of life of people living in disaster areas, especially adolescents. Social capital is a potential resource for improving adolescents’s health-related quality of life. This study aimed to determine the relationship between social capital and health-related quality of life among adolescents affected by the eruption of Mount Sinabung, Karo Regency, North Sumatra Province. This study is a mixed-methods study with an embedded sequential design. A qualitative study (phase 1) provides a secondary supporting role in the main quantitative study (phase 2), which is then followed by a qualitative study (phase 3) to explain the findings in the main quantitative research. Quantitative research using a cross-sectional design. Health-related quality of life was measured using the Pediatric Quality of Life InventoryTM (PedsQLTM) version 4.0 questionnaire on 318 respondents aged 10-18 years using a simple random sampling technique. Quantitative data were analyzed using Cox Regression. Qualitative approach using a Rapid Assessment Procedure (RAP) design. Qualitative data were collected through observation, focus group discussions (FGDs), and in-depth interviews. The results showed that the proportion of poor health-related quality of life was 45.4%. The proportion of adolescents with low individual social capital was 69.4% and low community social capital was 47.4%. Individual social capital was associated with health-related quality of life (PR = 2,224; 95% CI 1,424-2,473), while community social capital was not a risk factor for adolescents' health-related quality of life (PR = 1,017; 95% CI 0,601-1,721). This quantitative finding is supported by the qualitative finding that individual-level social capital that contributes to poor quality of life in adolescents includes the unfulfilled sense of security from the eruption of Mount Sinabung in adolescents who are not relocated and adolescents need a sense of protection from crime; unpleasant experiences while living in temporary refugee camps; lack of familiarity with fellow community members since living in relocation; low participation of adolescents in organizations due to low transportation accessibility; and obligations that become a burden for adolescents, especially adolescents who are not relocated. Although community social capital is not a risk factor for adolescents' health quality of life, it qualitatively plays a role in adolescents' health quality of life, such as adolescents' parents utilizing membership in economic organizations for adolescents' education expenses and the use of public spaces such as sports fields and jambur by adolescents in government relocations that provide opportunities for adolescents to interact socially with their peers and the surrounding community. Based on this study's findings, local governments should be able to utilize and strengthen social capital at both the individual and community levels to improve the quality of life of disaster-affected adolescent health by considering the type of relocation and age group."
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Prajna Priyanka
"Penelitian ini membahas bagaimana modal sosial berperan dalam mengurangi konsumsi SSB berlebih pada generasi z. Studi-studi sosial telah menyoroti bahwa konsumsi SSB dapat dikendalikan tergantung dari peran keluarga, keterpaparan kampanye di media, dan pajak yang diberlakukan pada suatu negara. Peneliti setuju dengan gagasan tersebut, namun studi-studi ini cenderung melihat masing-masing agen sosial itu secara independen satu sama lain, padahal interaksi dan cakupan skala dari agen sosial itu turut menentukan. Peneliti berpendapat bahwa modal sosial berdampak pada internalisasi norma kesehatan positif dalam memberikan dukungan untuk mengurangi konsumsi SSB. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berupa wawancara mendalam. Temuan mengindikasikan bahwa modal sosial yang dimiliki oleh generasi z untuk mengurangi konsumsi SSB terbentuk dari berbagai jaringan sosial. Ibu memiliki peran utama dalam mendorong perubahan perilaku konsumsi SSB dengan memberikan edukasi serta mengontrol asupan di rumah. Internet menjadi sumber informasi tambahan dalam membangun kesadaran akan dampak negatif dari konsumsi SSB, namun mereka hanya percaya pada sumber informasi yang dianggap kredibel, yaitu informasi disampaikan oleh ahli kesehatan. Peran pemerintah belum terlihat secara signifikan karena minimnya pengetahuan terhadap program pemerintah dalam mengurangi asupan gula. Penting bagi pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan yang memiliki tekanan untuk mendorong masyarakat mengurangi konsumsi SSB, seperti penerapan pajak dan sistem pelabelan Nutri-Grade.
This study explores how social capital plays a role in reducing excessive consumption of Sugar-Sweetened Beverages (SSB) among generation z. Social studies have highlighted that SSB consumption can be influenced by family roles, exposure to media campaigns, and the implementation of sugar-related taxes in a country. The researcher agrees with these perspectives; however, previous studies tend to view each social agent independently, without considering the interaction and scale of influence among them. This study argues that social capital contributes to the internalization of positive health norms to reduce their SSB intake. This research adopts a qualitative method through in-depth interviews. The findings indicate that the social capital possessed by generation z in reducing SSB consumption is formed through various social networks. Mothers play a significant role in driving behavioral change by providing education and controlling household sugar intake. The internet is trusted only when information comes from credible health professionals. Government influence remains weak, with limited recognition of health campaigns. It’s crucial for the government to implement policies that provide structural pressure to encourage the reduction of SSB intake, such as taxation and the Nutri-Grade labelling system."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library