Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Brigida Yuliana
"Perhutanan sosial diharapkan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam
menciptakan nilai tambah ekonomi yang nantinya akan mempengaruhi kinerja pembangunan desa secara umum. Indonesia telah menjanjikan target yang cukup besar
pada program perhutanan sosial tetapi evaluasi bagaimana program tersebut mempengaruhi kesejahteraan masyarakat pedesaan secara umum jarang dibahas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak program perhutanan sosial dengan indikator pembangunan desa yang diwakili oleh Indeks Desa Membangun (IDM). Untuk mengurangi bias seleksi dalam pengambilan sampel, penelitian ini menggunakan metode Propensity Score Matching (PSM) dengan membuat sampel perlakuan (desa yang mendapatkan program perhutanan sosial) dan sampel yang cocok atau
counterfactual (desa yang tidak mendapatkan program). Hasil yang ditunjukkan oleh perbedaan rata-rata dari kedua sampel menunjukkan bahwa program perhutanan sosial
berdampak positif pada skor IDM serta semua dimensi dalam IDM (indikator sosial, ekonomi dan lingkungan).
......Social forestry is expected to increase rural community capacity in creating economic value added which will later affect village development performance in general. Indonesia has pledged quite massive target on social forestry program but the evaluation how the program affect rural community's welfare in general is rarely discussed. This study aims to examine the impact of social forestry program with village development
indicators represented by Indeks Desa Membangun (IDM). To reduce selection bias in sampling, this study uses Propensity Score Matching (PSM) method to create treatment sample (villages who get the social forestry program) and its matched sample or counterfactual (villages who do not get the program). The result represented by the mean difference of the two samples shows that social forestry program has positive
impact on IDM score as well as all dimensions in IDM (social, economic and environment indicators)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yetry Fasawal
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Implementasi Program Sosial Forestri dalam studi kasus
pengembangan petani madu hutan di Kabupaten Kapuas Hulu, yang dilakukan oleh
beberapa pihak yaitu pemerintah, petani madu hutan dan LSM/ pelaku usaha. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa proses pengembangan kelembagaan petani madu
hutan di Kabupaten Kapuas Hulu masih terdapat beberapa kendala dan hambatan
yang dihadapi dari berbagai pihak. Seperti perencanaan pengembangan asosiasi yang
belum dikaji secara komprehensif, pelaksanaan pungutan retribusi hasil hutan ikutan,
koordinasi belum optimal dari masing-masing instansi teknis di lapangan,
permasalahan permodalan, dan banjir yang menjadi tantangan utama kegagalan panen
madu hutan di Kabupaten Kapuas Hulu.

ABSTRACT
This thesis discussed about the Implementation of Social Forestry Program in the
case study of forest honey farmers development in Kapuas Hulu Regency, which is
conducted by several parties, namely government, farmers of forest honey and NGO/
entrepreneurs. The result of this research showed that there are still some obstacles
and challenges faced by each party this development program. They were such as the
development planning of farmers associations that have not been studied
comprehensively, the retribution charges implementation of non-timber forest
product, the coordination has not been optimal from each technical agency in the
field, asset problem, and floods which are the main challanges of forest honey crop
failure in Kapuas Hulu Regency., This thesis discussed about the Implementation of Social Forestry Program in the
case study of forest honey farmers development in Kapuas Hulu Regency, which is
conducted by several parties, namely government, farmers of forest honey and NGO/
entrepreneurs. The result of this research showed that there are still some obstacles
and challenges faced by each party this development program. They were such as the
development planning of farmers associations that have not been studied
comprehensively, the retribution charges implementation of non-timber forest
product, the coordination has not been optimal from each technical agency in the
field, asset problem, and floods which are the main challanges of forest honey crop
failure in Kapuas Hulu Regency.]"
2015
T44704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Abetnego Panca Putra
"Program perhutanan sosial adalah salah satu program unggulan pemerintah Indonesia di sektor kehutanan. Salah satu skema perhutanan sosial adalah hutan desa yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Rumit dan panjangnya proses mendapatkan ijin hutan desa serta tanggungjawab yang besar telah mengindikasikan adanya ketergantungan LPHD kepada lembaga swadaya masyarakat atau lembaga pemerintah dalam mengelola hutan desa. Kondisi ini berpotensi menciptakan LPHD yang tidak berkelanjutan dan berkonsekuensi gagalnya pengeloaan hutan desa. Masalah ini menjadi latar belakang riset di sepuluh hutan desa yang terletak di bentang alam pesisir Padang Tikar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Riset ini adalah riset kualitatif dengan tujuannya menilai kinerja LPHD pada bidang ekonomi, sosial dan kelembagaan, menganalisis perubahan tutupan lahan dan merumuskan strategi keberlanjutan LPHD dalam mengelola HD. Hasil riset menunjukkan bahwa kinerja LPHD efektif pada perbaikan kondisi ekonomi dan sosial, namun masih terdapat kesenjangan akses terhadap hutan dan program ekonomi, ketidakstabilan harga serta beberapa konflik kepentingan pemanfaatan hutan. Kinerja kelembagaan dinilai telah efektif namun masalah terbesar adalah kapasitas untuk mengelola organisasi. Terjadi perbaikan tutupan hutan tetapi masih terjadi perubahan tutupan hutan untuk untuk kepentingan lain. Strategi yang sesuai adalah mobilisasi capaian kinerja LPHD untuk menyelesaikan masalah ekonomi, sosial dan kelembagaan serta mengurangi luasan alih fungsi lahan.

The social forestry program is one of the flagship programs of the Indonesian government in the forestry sector. One of the social forestry schemes is village forest which is managed by the Village Forest Management Institution (LPHD). The complexity and length of the process of obtaining village forest permit and the enormous responsibility have indicated the LPHD's dependence on non-governmental organizations or government agencies in managing village forests. This condition has the potential to create unsustainable LPHD and consequently fail in village forest management. This problem is the background for research in ten village forests located in the coastal landscape of Padang Tikar, Kubu Raya Regency, West Kalimantan. This is a qualitative research with the aim of assessing the performance of LPHD in the economic, social and institutional, analyzing changes in land cover and formulating a sustainability strategy for LPHD in managing village forest. The results showed that LPHD's performance was effective in improving economic and social conditions, but there were still gaps in access to forests and economic programs, price volatility and several conflicts of interest in forest use. Institutional performance of LPHD is considered to have been effective, but the biggest problem is the capacity to manage the organization. There is an improvement in forest cover but there is still change in forest cover for other purposes. An appropriate strategy is to mobilize LPHD performance achievements to address social, economic and institutional problems and reduce land use change."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinulingga, Efendi
"Sumberdaya hutan memiliki peranan yang strategis dalam memberikan kontribusi yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat. Dalam mengatasi kerusakan hutan dan berbagai konflik yang terjadi sejak tahun 1990 sampai dengan Tahun 2004 berbagai peraturan perundang-undangan telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat untuk pengelolaan sumber daya hutan yang menjadikan hutan berfungsi secara ekologis, sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah SK Menteri Kehutanan Nomor 1 31/Kpts-11/2001 yang menetapkan bahwa pengelolaan hutan dilakukan dengan pola Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang berbasis kepada pemberdayaan masyarakat. Dari kebijakan HKm ini berkembang wacana kebijakan Social Forestry yang dicanangkan oleh Presiden Megawati Soekarnopoetri pada bulan Juli 2003 di Kelurahan Petuk Bukit. Kebijakan Social Forestry dimaksudkan untuk mengelola sumberdaya hutan pada Areal Kerja Social Forestry (AKSF)
dengan melibatkan masyarakat setempat sebagai pelaku dan mitra datam pengelolaan hutan.
Pengelolaan AKSF seluas 3.450 hektar di Kelurahan Petuk Bukit sebagai wilayah pengembangan Social Forestry pertama di Indonesia dirumuskan dalam Rancangan Teknis Social Forestry (RTSF) oleh masyarakat sekitar hutan sebagai pelaku dan mitra didampingi oleh fasilitator untuk mewujudkan sistim usaha kehutanan yang berdaya saing dengan prinsip-prinsip, rambu-rambu dengan strategi kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha.
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Sociai Forestry dilaksanakan di Keturahan Petuk Bukit yang dilihat dari tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan kegiatan. Dalam pelaksanaan penetitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif untuk menggambarkan keadaan riil di Iapangan berdasarkan dukungan fakta dan informasi yang diperoleh melalui teknik pengumpuian data studi dokumentasi, observasi, dan wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling dengan cara snowball. Informan yang ditetapkan dalam penelitian ini melibatkan aparat dari dinas/ instansi terkait, fasilitator, LSM dan KUP.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan persiapan Program Social Forestry di Kelurahan Petuk Bukit tetah dilakukan sejak tahun 2002 yang diinisiasi oleh Yayasan Padi didukung oleh pemerinlah daerah dan pemerintah pusat. Penentuan Iokasi AKSF tersebut ternyata tidak didahului dengan menyusun rencana teknik inventarisasi dan penatagunaan Iahan (zonasi) terlebih dahulu, yang kemudian baru diusulkan oleh masyarakat setempat. Sedangkan untuk mengatasi dampak dari penentuan lokasi AKSF tersebut yaitu adanya ketidakjelasan Program Social Forestry di Iapangan, Pokja Social Forestry telah mengadakan pendekatan dengan berbagai pihak, yaitu Yayasan Padi, masyarakat dan aparat pemerintah setempat.
Untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka implementasi kebijakan Social Forestry di lapangan, telah diselenggarakan pelatihan fasilitator di Kelurahan Petuk Bukit. Pelatihan yang dilaksanakan dalam suasana kampung dimaksudkan agar peserta pelatihan tersebut dapat bersentuhan langsung dengan kehidupan nyata masyarakat sekitar hutan serta diharapkan dapat terbangunnya komunikasi yang baik antara birokrasi pemerintah dan masyarakat sekitar hutan.
Dari kelola kawasan hasil transect AKSF, jenis usaha yang cocok adalah Hutan Rakyat, Kebun Rakyat, Agroforestry, Silvofishery, dan Siivopasture. Sementara dalam pelaksanaan RTSF yang tertuang dalam Rencana Kerja Kelompok (RKK). diprioritaskan pada kegiatan kelola kelembagaan meliputi kegiatan pendampingan, studi banding, pendidikan dan latihan, serta kelola usaha dengan melakukan pembukaan Iahan. Di dalam kelola kelembagaan, pembentukan KUP di Kelurahan Petuk Bukit berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat sekitar hutan. Sementara kegiatan pendampingan kepada KUP dilakukan pada penanaman Aloe Vera, pendidikan dan latihan, dan studi banding ke Iuar daerah. Sedangkan kelola usaha dalam bentuk pembukaan lahan berupa pembangunan areal percontohan (demplot) seluas 60 ha di Kelurahan Petuk Bukit, ternyata belum dapat terealisasi. Kegiatan lain yang ada di kawasan AKSF Kelurahan Petuk Bukit adalah pembangunan demplot seluas 10 ha yang merupakan budidaya tanaman nilam dan karet yang masih dalam tahap pembersihan Iahan.
Dari hasil analisis pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan kegiatan, implementasi kebijakan Social Forestry di Keiurahan Petuk Bukit mendekati Model lmplementasi Kebijakan Van Meter dan Van Hom- Sementara beberapa kendala yang dihadapi dalam implementasi kebijakan Social Forestryntersebut antara lain belum adanya kebijakan yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah sebagai pedoman dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, kurangnya koordinasi antara dinas/ instansi terkait, sikap dan perilaku masyarakat yang belum menunjukkan perubahan ke arah kemandirian, kurangnya konsistensi dari petugas Iapangan dalam menindaklanjuti hasit kegiatan yang sudah direncanakan atau dijalankan sebelumnya.Beberapa saran yang dikemukakan untuk mengatasi kendala yang dihadapi antara Iain perlu keterbukaan antara aparat pemerintah di Iapangan dengan warga masyarakat, adanya konsistensi langkah dan tindakan yang diambil oieh aparat di Iapangan, perlu melakukan sosialisasi secara intensif dan terus-menerus kepada anggota KUP maupun masyarakat lainnya yang ada di sekitar AKSF dengan menggunakan metode penyampaian pesan yang sesuai dengan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah serta memberikan motivasi kepada anggota Pokja untuk mengalokasikan dana pelaksanaan kegiatan Social Forestry di Petuk Bukit."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatma Djuwita
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Amirul Subekan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memahami aspek ekonomi politik dalam pelaksanaan reforma agraria dan perhutanan sosial di Indonesia secara kualitatif dengan metode deskriptif-analisis, tinjauan literatur dan didukung dengan wawancara intensif. Reforma agraria merupakan agenda penting di masa pemerintahan Joko Widodo karena tercantum dalam Nawacita, untuk mencapai pemerataan ekonomi. Akan tetapi pasang surut dalam proses pelaksanaanya membuat program ini menjadi terhambat terlebih konflik agraria yang seharusnya berkurang dengan adanya reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS ini justru semakin bertambah setiap tahunnya. Tujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi ini dihambat dai faktor internal para pelaksana reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS. Lemahnya koordinasi dan perbedaan tingkat kepentingan antara tujuan negara dengan para pelaku pelaksanaan reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS membuat program ini berjalan masih jauh dari harapan meskipun sudah menunjukkan progress yang cukup baik. Warisan buruk pemerintahan sebelum-sebelumnya juga berpengaruh dalam pelaksanaan saat ini. Dalam Penelitian, penulis membahas sisi sejarah dan ekonomi politik reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS dari pasca kemerdekaan hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo 2014-2019.

ABSTRACT
The purpose of this study is to understand the political economics of Indonesian agrarian reform and social forestry. Analysis was conducted qualitatively with descriptive analytic method, literature review, and supported with intensive interview. Agrarian reform is an important agenda of Joko Widodo rsquo s administration as it is included in Nawacita with the purpose to achieve equality in economic development. However, the ebbs and flows in its implementation process undermine the program. Moreover, the agrarian conflict ndash which is supposed to be decreasing as a result of implementing agrarian and social forestry reform RAPS ndash is increasing annually. The process in achieving the goal of achieving equality in the economic development has been furthermore undermined by internal factors of those in charge of implementing the agrarian and social forestry reform RAPS. Despite of having showed good progress, weak coordination and different interests between the state and the actors involved in the RAPS continue to be the core problems that undermine the success of the program. Inheritances of bad practices from previous governments also play a role in present day implementation. In this study, the writer analyzes the historical and political economy side of the RAPS from the post independence era to the era of Joko Widodos administration 2014 2019. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library