Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Redfield, Robert
Chicago: The University of Chicago Press, 1963
307.72 RED l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nakane, Chie, 1926-
Berkelay: University of California Press, 1970
301 NAK j
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasha Putri Jasmine
"Seni, baik ide maupun praktik, telah berkembang sendiri untuk mengakomodasi berbagai fungsi komunikasi yang salah satunya adalah pemberdayaan budaya. Tidak ada budaya di muka bumi ini tanpa adanya komunikasi di antara anggota masyarakat pendukung atau pembentuk kebudayaan. Demikian juga tidak ada komunikasi yang lepas dari ikatan atau interaksi sosial antar anggota masyarakat pendukung suatu budaya setempat. Makalah ini bertujuan untuk menafsirkan seni sebagai media komunikasi masyarakat lokal di Pemenang. Lombok Utara yang diinisiasi oleh komunitas seni nirlaba bernama Pasir Putih yang berlokasi di Lombok Utara untuk memberdayakan nilai-nilai serta kebudayaan mereka, terutama ketika isu pariwisata menjadi dominan dalam konteks wilayah lokal mereka. Menggunakan strategi studi kasus deskriptif analitis yang disajikan berdasarkan data kualitatif yang diperoleh, studi ini akan menganalisis bagaimana Pasir Putih dan warga Pemenang, Lombok Utara memanfaatkan seni sebagai media komunikasi untuk pemberdayaan budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan komunikasi melalui seni dapat mensintesis informasi masalah keberdayaan budaya yang kompleks. Studi ini akan berfokus pada analisis pemberdayaan secara tahap individu, organisasi, dan komunitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan seni di Pemenang, Lombok Utara memiliki tingkat partisipasi berbeda dalam tahap pemberdayaan secara individual (pertunjukan seni solo), organisasi (kompetisi bola dan pertunjukan seni gabungan), dan komunitas (pesta rakyat) namun tetap menuju tujuan pemberdayaan budaya lokal Lombok Utara.

Arts, both ideas and practices, have developed themselves to accommodate various communication functions, one of which is cultural empowerment. There is no culture on this earth without communication between members of the community that support or form the culture. Likewise, there is no communication apart from social ties or interactions between community members who support a local culture. This paper aims to interpret art as a medium of communication for local communities in Pemenang. North Lombok, which was initiated by a non-profit arts community called Pasir Putih, located in North Lombok, to empower their values and culture, especially when tourism issues become dominant in their local context. Using a descriptive analytical case study strategy that is presented based on the qualitative data obtained, this study will analyze how Pasir Putih and the residents of Pemenang, North Lombok use art as a communication medium for cultural empowerment. The results showed that the communication approach through art can synthesize information on complex cultural empowerment issues. This study will focus on the analysis of empowerment at the individual, organizational, and community stages. The results of the analysis show that art activities in Pemenang, North Lombok have different levels of participation in the empowerment stages of individuals (solo art performances), organizations (football competitions and joint art performances), and communities (folk’s festival) but still towards the goal of empowering North Lombok local culture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ni’ma Maulida
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas fenomena budaya pariwisata virtual yang berkembang melalui virtual tour. Virtual tour merupakan simulasi lokasi atau objek wisata dengan menggunakan rangkaian video atau gambar beserta tambahan musik, efek suara, teks, dan narasi. Studi sebelumnya menemukan bahwa virtual tour muncul karena adanya perkembangan teknologi, kebutuhan promosi objek wisata, dan kebutuhan penjagaan warisan budaya. Berdasarkan pemikiran Baudrillard, kondisi hyperreality merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi dan pandemi Covid-19 yang menguatkan kehidupan cyberspace. Namun peneliti berargumen bahwa tidak serta merta kondisi hyperreality dapat terjadi, khususnya dalam virtual tour yang dikelola oleh perusahaan A. Peneliti berargumen bahwa terdapat kompleksitas tersendiri untuk menciptakan kondisi hyperreality. Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan apakah virtual tour yang dikelola oleh perusahaan A merupakan sebuah kondisi hyperreality pada industri pariwisata di era digital. Penelitian ini menemukan bahwa hyperreality tidak tercipta dalam virtual tour yang dikelola oleh perusahaan A. Terdapat beberapa komponen hyperreality sesuai pemikiran Baudrillard, yaitu model simulasi, seperti simulasi rute perjalanan, simulasi visual, simulasi narasi, dan simulasi interaksi. Namun masih terdapat keterbatasan yang menghalangi terciptanya kondisi hyperreality pada virtual tour. Menurut wisatawan, virtual tour merupakan inovasi yang menarik, namun mereka belum sepenuhnya menikmati perjalanan wisata virtual.

This study aims to discuss the phenomenon of virtual tourism culture that develops through virtual tours. A virtual tour is a simulation of a location or tourist attraction using a series of videos or images along with additional music, sound effects, text, and narration. Previous studies have found that virtual tours arise because of technological developments, the need for promotion of tourist objects, and the need for preserving cultural heritage. Based on Baudrillard's thinking, the hyperreality condition is a logical consequence of technological developments and the Covid-19 pandemic that strengthens cyberspace life. However, the researcher argues that hyperreality does not necessarily occur, especially in a virtual tour managed by company A. The researcher argues that there is a distinct complexity to creating hyperreality conditions. This study seeks to explain whether the virtual tour managed by company A is a hyperreality condition in the tourism industry in the digital era. This study finds that hyperreality is not created in a virtual tour managed by company A. There are several components of hyperreality according to Baudrillard's thinking, namely simulation models, such as travel route simulations, visual simulations, narrative simulations, and interaction simulations. However, there are still limitations that prevent the creation of hyperreality conditions on virtual tours. According to tourists, virtual tours are an interesting innovation, but they have not fully enjoyed virtual travel."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library