Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Salupuk, Rensianti Tia A
"Rambu solo’ merupakan ritual upacara kematian yang dimaknai sebagai bentuk penghormatan dan pemujaan kepada arwah nenek moyang oleh masyarakat Suku Toraja. Rambu solo’ juga memiliki kaitan dengan sistem stratifikasi sosial, yaitu pelaksanaannya yang harus memperhatikan status sosial orang yang akan diupacarakan. Namun, pelaksanaan upacara adat pemakaman rambu solo’ tampaknya mulai mengalami perubahan secara perlahan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkapkan dinamika agama dan status sosial-ekonomi yang berpengaruh terhadap perubahan pelaksanaan rambu solo’ dari masa ke masa dan implikasinya terhadap respon masyarakat Toraja dalam melihat upacara rambu solo’. Penulis menggunakan metode studi pustaka dengan melakukan telaah terhadap kajian-kajian mengenai fenomena sosial budaya yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini juga melibatkan wawancara mendalam sebagai bentuk validasi dalam melihat perubahan pelaksanaan rambu solo’ di masa sekarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan rambu solo’ mulai mengalami perubahan pada masa pasca-kemerdekaan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh masuknya agama Kristen dan adanya aktivitas merantau yang turut mengubah status sosial-ekonomi masyarakat Toraja. Lebih lanjut, perubahan tersebut kemudian menimbulkan tiga respon dan sikap yang berbeda di antara masyarakat Toraja terhadap pelaksanaan rambu solo’, yakni 1) Pelaksanaan rambu solo’ tetap pada aturan lama, dan disesuaikan dengan status sosial, 2) Pelaksanaan rambu solo’ tidak lagi hanya berdasarkan status sosial, tetapi juga kemampuan ekonomi, dan 3) Pelaksanaan rambu solo’ mulai ditinggalkan karena dianggap tidak lagi relevan, menjadi ajang adu gengsi/prestise, dan hanya bentuk pemborosan. Pada akhirnya, keberadaan upacara rambu solo’ yang semakin meningkat memicu munculnya berbagai pandangan terhadap pelaksanaannya yang juga dilakukan dengan cara berbeda-beda.
Rambu solo' is a death ceremony which is interpreted as a form of tribute to and worship of ancestral spirits by the Toraja people. Rambu solo' also associated with the social stratification system, that is, its implementation must be taken into account the social status of the person to be held the ceremony for. However, the implementation of the traditional rambu solo' funeral ceremony seems to be slowly changing. The purpose of this study is to reveal the dynamics of religion and socio-economic status that affect the changes in the implementation of rambu solo' from time to time and the implications towards the perception of the Toraja people in seeing the rambu solo’ ceremony. The author uses the literature study method by conducting a research of literatures on socio-cultural phenomena that have been carried out previously. This research also involves interviews as forms of validation in seeing changes in the implementation of rambu solo' in the present. The results showed that the implementation of rambu solo' began to change in the post-independence period. This change was influenced by the entry of Christianity and the existence of wandering activities that changed the socio-economic status of the Toraja people.. Furthermore, this change then stir different responses among the Toraja people towards the implementation of rambu solo', namely 1) the implementation of rambu solo' remained on the old rules, and was adjusted to social status, 2) the implementation of rambu solo' was no longer based solely on social status, but rather economic capability, and 3) The implementation of rambu solo’ is starting to be abandoned because it is considered no longer relevant, becomes an arena for prestige competition, and is just a form of waste. In the end, the existence of rambu solo' ceremony which keep increasing triggered the emergence of various perspectives on its implementation which was carried out in different ways."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Muhammad Villa Jabbar
"Tulisan ini akan menggambarkan bentuk-bentuk perubahan sosial budaya yang terjadi pada Orang Papua pasca lebih dari 10 tahun proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) diimplementasikan di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Perubahan sosial budaya yang terjadi berawal dari proses adaptasi yang dilakukan oleh Orang Papua Asli ketika menanggapi ancaman proyek MIFEE. Proses adaptasi tersebut dilakukan melalui mengenal dan mempraktikkan cara-cara bertani sebagai upaya untuk menjaga eksistensi mereka disaat hutan dideforestasi dan dialihfungsikan menjadi lahan pertanian. Analisis yang akan dilakukan akan melihat relevansi antara proses adaptasi yang orang Papua lakukan dengan kemungkinan terjadinya perubahan sosial budaya dalam kehidupan mereka. Tulisan ini akan menggunakan studi data dokumen sebagai basis analisis dan penulisan untuk melihat bagaimana proyek pembangunan yang dilakukan secara masif, perubahan lingkungan alam, serta sistem pertanian sebagai suatu “penemuan” bagi orang Papua dapat mendorong mereka beradaptasi dan menimbulkan perubahan sosial budaya bagi kehidupan mereka. Dari studi ini telah ditemukan bahwa bentuk perubahan sosial yang terjadi pada orang Papua di Kabupaten Merauke meliputi perubahan sektor perekonomian dengan timbulnya keberagaman mata pencaharian, perubahan pada sistem pangan lokal, dan perubahan pada pola pikir yang transaksional.
This paper will describe the forms of socio-cultural change that have occurred to Papuans after more than 10 years of the Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) project being implemented in Merauke Regency, Papua Province. The socio-cultural changes that occurred began with the adaptation process carried out by indigenous Papuans when responding threats from the MIFEE project. The adaptation process is carried out through recognizing and practicing of farming methods as an effort to maintain their existence when the forest is deforested and converted into agricultural land. The analysis will look at the relevance of the Papuans adaptation process to the possibility of socio-cultural change in their lives. This paper will use document data studies as the basis for analysis and writing to see how massive development projects, changes in the natural environment, and agricultural systems as an "invention" for Papuans can encourage them to adapt and cause socio- cultural changes in their lives. From this study, it has been found that the forms of socio-cultural changes that occur to Papuans in Merauke Regency include changes in the economic sector with the emergence of livelihood diversity, changes in the local food system, and changes in transactional mindsets."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Achmad Charris Zubair
"An Indonesian identity of multiculturalism in the reality of pluralism. Building Indonesia has to be based on the principles of nationhood which emphasizes on justice, and not on religious hegemony, ethic, or a certain cultural background. Ethics on Pluralism and Multiculturalism are crucial for a new Indonesia with Pancasila as its ideology and Diversity in Unity as a national paradigm, besides the rich national culture within the various socio-cultural backgrounds. They have to be defended and framed in a mutual-interest dialogue."
Depok: Departemen kewilayaan FIB Universitas Indonesia, 2009
360 JUET 1:1 (2009)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Giovanni Alvita Diera
"Tugas akhir ini membahas dampak sosial dan budaya penutupan Lokalisasi Sunan Kuning tahun 2019. Sunan Kuning merupakan lokalisasi yang didirikan pada 1966 oleh Pemerintah kota Semarang sebagai upaya mengontrol penyebaran prostitusi di Semarang. Lokalisasi Sunan Kuning mengalami berbagai dinamika dalam perjalannya. Pada 1983, ada upaya pemindahan lokalisasi ke Pudakpayung, Semarang Selatan, namun mengalami kemacetan. Pasca upaya pemindahan tersebut, wacana penutupan penutupan lokalisasi mulai muncul pada tahun 2003, 2005, 2010, namun belum ada yang terealisasi. Wacana penutupan kembali menguat pada tahun 2014 yang akhirnya berhasil dilakukan pada tahun 2019. Dari latar belakang tersebut, memunculkan masalah penelitian yaitu faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya dinamika dalam upaya penutupan lokalisasi Sunan Kuning. Upaya penutupan itu disebabkan oleh wilayah sekitar SK yang mulai ramai pemukiman. Kemudian faktor-faktor apa yang menyebabkan Sunan Kuning berhasil ditutup pada tahun 2019. Polemik penutupan ini menarik untuk dikaji dengan menggunakan perspektif sejarah dengan mengangkat bagaimana kebijakan penutupan Pemerintah Kota Semarang terhadap lokalisasi ini. Berkaitan dengan masalah penelitian itu, dengan menggunakan metode sejarah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indikator-indikator keberhasilan dan kegagalan dalam dinamika penutupan Sunan Kuning. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan lebih mengenai prostitusi, terutama sejarah lokalisasi Sunan Kuning serta mengenai regulasi pemerintah Semarang terhadap Sunan Kuning. Selain itu, diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi baik bagi pemerintah pusat dan pemerintah Kota Semarang kedepannya untuk menangani kasus prostitusi.
This final assignment discuss about social and culture effect caused by closing of Sunan Kuning localization. Sunan Kuning is localization which build in 1966 by Semarang City Goverment for controlling spread of prostitution in Semarang. Sunan Kuning face many dynamics. Especially in 1983, when this localization will moved to Pudakpayung, South Semarang, but fail. After the government trying to move localization, the government efforts to close it were implemented starting from 2003, 2005, 2010, but have never been successful. The closing discourse strengthened again in 2014 which was finally closed in 2019. From that background, the main topic of this research is what are the factors which caused the dynamics in the efforts to close the localization of Sunan Kuning and what are the factors caused Sunan Kuning to be successfully closed in 2019. This closure polemic is interesting to study using a historical perspective by raising the policy of the Semarang City Government's closure of this localization. Connected with the main topics, by using Historical Method Research, the purpose of this research is to find out what are the indicators that made successfully also fail in the dynamics of closing Sunan Kuning. This research is expected to provide more knowledge about prostitution, especially the history of the localization of Sunan Kuning and the Semarang government's regulation of Sunan Kuning. In addition, it is expected to be able to become an evaluation material for both the central government and the Semarang City government in the future to handle prostitution cases."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library