Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roestini Wulan Indrakesuma
Abstrak :
Dalam skripsi ini, kami membahas pemikiran Soekarno tentang rakyat Marhaen. Untuk ini skripsi kami bagi menjadi lima bab. Bab pertama: menjelaskan riwayat hidup, latar belakang pemikiran Soekarno, dan kehidupan politik selama perjuangan Soekarno sampai masa kemerdekaan. Riwayat hidup Soekarno menjelaskan bahwa ia adalah anak seorang guru Jawa dan ibu asal bangsawan Bali. Ia terpengaruh oleh kebudayaan Jawa khususnya cerita wayang. Disamping itu ia belajar di HBS Surabaya lalu melanjutkan ke THS Bandung sampai lulus. Ia menikah dengan Inggit Garnasih, Fatmawati, dan lain-lain yang tujuan perkawinannya kadang-kadang berlatar belakang politis. Masa hidup Soekarno penuh ditandai dengan perjuangan menegakkan kemerdekaan, mempersatukan bangsanya dan memberi landasan ideologis terhadap perjuangan itu. Soekarno yang lahir pada tanggal 6 Juni 1901 itu berhasil mengantarkan bangsanya menuju pintu kemerdekaan, dan ia wafat sebelum mampu menciptakan idealisasinya tentang terhentuknya rakyat Marhaen pada tanggal 21 Muni 1970. Meskipun demikian, ia telah berhasil menguraikan pemikiran tentang keberadaan rakyat Marhaen di dalam karangan-karangannya yang terdapat di dalam buku Di bawah Bendera Revolusi, Indonesia Menggugat, Amanat Proklamasi Pidato 17 Agustus, Lahirnya Pancasila, Sarinah, Mencapai Indonesia Merdeka dan lain-lainnya. Latar belakang pemikiran Soekarno ditandai dengan adanya ideologi Islam, Marxisme dan Nasionalisme. Soekarno adalah sintesa dari Nasionalisme, Islam dan Marxisme. Ideologi Islam diterima Soekarno dari Cokroaminoto, bapaknya Fatmawati dan ayahnya sendiri yang beraliran Islam Jawa. Ajaran Marxisme diterima Soekarno dari temannya yang bernama Semaun, Musa dan Alimin. Sedangkan ideologi Nasionalisme diterima Soekarno dari pengamatannya yang tajam terhadap kehidupan bangsanya sendiri yang terdiri dari berbagai suku bangsa, adat, agama tetapi mempunyai persamaan nasib. Kehidupan politik di masa perjuangan Soekarno ditandai oleh adanya berbagai gerakan yang masih terpecah belah dalam bidang ideologis sehingga akan meluntur tujuan perjuangan bangsa. Oleh karena itu, la membentuk PNI dengan landasan Marhaenisme dan membentuk PPPKI yang akan menghimpun seluruh kekuatan rakyat.
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16063
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Adi Surya
Abstrak :
Tesis ini dilatarbelakangi oleh situasi bangsa Indonesia yang sedang mencari format demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya mengkaji kekuatan dan kelemahan implementasi teori dari pemikiran politik Barat tentang demokrasi. Berkaitan dengan hal tersebut, tesis ini berusaha mencari alternatif demokrasi dari pemikiran tokoh Indonesia. Pertanyaan penelitian ini adalah mengapa Soekarno menolak Demokrasi Parlementer dan bagaimana pemikiran politik Soekarno tentang Demokrasi Terpimpin. Teori yang digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian tersebut adalah teori sosialisasi politik dari Gabriel Almond, teori demokrasi dari Robert Dahl, William Ebenstein dan Lyman Tower Sargent serta teori partai politik dari R.H. Soltau, Gabriel Almond dan Duverger. Sedangkan metode penelitian menggunakan metode penelitian pustaka (library reseach). Adapun kesimpulan penelitian ini menjelaskan bahwa Soekarno menolak Demokrasi Parlementer karena (1) hanya bersifat demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi (2) melindungi keberlangsungan sistem kapitalisme (3) menimbulkan instabilitas politik. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong-royong antara semua kekuatan Nasional. Inti daripada pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan, tetapi suatu permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh perdebatan dan penyiasatan yang diakhiri dengan pemungutan suaa (voting). Soekarno menekankan prinsip gotong royong dan musyawarah mufakat dalam suasana kekeluargaan dalam Demokrasi Terpimpin sehingga demokrasi tidak mengenal oposisi. Dalam menerjemahkan konsepsi ini ke dalam perangkat politik, Soekarno membentuk Kabinet Gotong Royong yang terdiri dari perwakilan semua partai di parlemen dan membentuk Dewan Nasional yang berisi golongan fungsional sebagai cerminan masyarakat. Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional ini menjadi jembatan sehingga setiap tindakan Pemerintah selaras dengan kehendak masyarakat. Temuan penelitian ini adalah bahwa Soekarno beranggapan Demokrasi Parlementer tidak cocok dengan situasi dan kondisi Indonesia karena sesuai dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia yakni nilai-nilai Pancasila yang di dalamnya terkandung semangat kekeluargaan, gotong royong dan musyawarah untuk mufakat. Implikasi teoritisnya adalah bahwa teori sosialisasi politik, teori demokrasi dan teori partai politik dapat diterapkan untuk menganalisis tesis ini. ......Topic Political Views of Soekarno on Guided Democracy 175 pages 7 books 6 internet sources Based on Indonesia rsquo s search for a democracy that is congruent with its foundational values this thesis shows the efforts done to review the strengths and weaknesses of implementing Western political concepts in democracy Furthermore this thesis shows the search for an alternative from Indonesian political thinkers This study questions the reason Soekarno rejects parliamentary democracy and his political thoughts on guided democracy The theories used in answering these questions are Gabriel Almond's theory of political socialization Robert Dahl's theory of democracy as well as William Ebenstein and Lyman Tower's theory of political parties from R H Soultau Gabriel Almond and Duverger In addition this study utilizes the library research method as a means for research Having explained Soekarno's grounds for rejecting parliamentary democracy as a conclusion this research shows that his main reasons consist of the fact that parliamentary democracy is merely political democracy without economic democracy a protector of capitalism and a catalyst of political instability Guided democracy is a type of people's democracy that is led by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives and is cored by the discussion of all national powers to agree unanimously The heart of leadership in a guided democracy is deliberation that is led by innate wisdom and not by a debate that results in voting Soekarno accentuates the principles of cooperation and deliberation in a family atmosphere in a guided democracy so that democracy does not encounter any oppositions In interpreting this concept on a political device Soekarno formed the Mutual Cooperation Cabinet Kabinet Gotong Royong that consists of representatives from all the political parties in the parliament and the National Council's concept made up of functional groups that reflects the people This cabinet and council became the bridge that harmonizes the government's actions with the people rsquo s will The principal findings of this research is Soekarno's opinion that parliamentary democracy is not suitable with Indonesia's situation and condition primarily because it is not in accordance with the personality of the nation or the values of Pancasila which contains the spirit of family mutual cooperation and deliberation The theoretical implication is that the theory of political socialization the theory of democracy and the theory of political parties can be applied in analyzing.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Kasenda
Abstrak :
Studi ini mencoba mempelajari pemikiran Soekarno yang dituangkan melalui tulisan-tulisan pada Indonesia Moeda. Soeloeh Indonesia Moeda dan Fikiran Ra_jat, pledoi pembelaan Indonesia merdeka dan risalah Mencapai Indonesia Merdeka yang ditulis oleh Soekarno antara tahun 1926 - 1933. Melalui tulisan-tulisan diatas akan di coba untuk mempelajari gagasan-gagasan Soekarno tentang bagaimana caranya menumbangkan kekuasaan kolonial Hindia Belanda yang telah mencengkram tanah airnya yang begitu indah, kaya dan subur itu. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini bukanlah metode kajian eksploratif dan bukan pula sepenuhnya kajian deskriptif dan bukan sekedar kajian eksplanatoris, melainkan sebuah kajian gabungan yang menggunakan baik metode deskriptif maupun eksplanatoris secara bersama-sama.Melalui Machtsvorming dan Machtsaanwending, Soekarno berusaha menggulingkan kekuasaan kolonial Hindia Belanda tetapi usahanya hanya membawa ke balik terali dan ke pengasingan. Dan kekuasaan Kolonial yang ingin dihancurkan Soekarno itu ternyata hanya mampu digulung oleh perang Pasifik yang telah diramalkan oleh Soekarno akan datang.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Tunggul Alam
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003
959.803 WAW p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ilham
Abstrak :
Dalam penelitian ini dianalisis wawancara Presiden Soekarno dengan wartawan Belanda pada pertengahan bulan Oktober tahun 1966 di istana Bogor. Wawancara ini dilakukan oleh Willem Oltmans, seorang jurnalis asal Belanda yang memiliki hubungan dekat dengan Soekarno. Wawancara dianalisis secara semiotis dengan menjabarkan makna tanda-tanda yang tersurat ataupun yang tersirat dan mengaitkanya dengan teori dan momen-momen sejarah sebagai gambaran hubungan bilateral republik Indonesia – Belanda pada tahun 1966. Penelitian ini menggambarkan bagaimana Hubungan Bilateral antara Indonesia dan Belanda di tengah panasnya perang dingin dan peralihan orde lama ke orde baru. Analisis wawancara ini bermuara pada kesimpulan Soekarno menunjukan kekuatanya di masa lemah kekuatan politiknya dan usahanya untuk mendapatkan dukungan dari Belanda. ......This study analyze President Soekarno's interview with a Dutch journalists in mid-October 1966 in the Bogor palace. This interview was conducted by Willem Oltmans, a Dutch journalist who had a close relation with Soekarno. The interview is analyzed from the semiotic perspective by describing the meaning of the signs and linking them with the historical situations of the bilateral relation between the Republic of Indonesia and the Netherland in 1966, during thecold war and the transition of the old and the new era. The analysis of this interview led to the conclusion of Soekarno’sstrength during his weak periods of his political position and his attempts to get support from the Netherland.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sutrisno
Abstrak :
Penelitian pada kajian ini, didasarkan atas sumber-sumber kepustakaan, khususnya tulisan-tulisan Soekarno dan Natsir sendiri yang se zaman. Tulisan tersebut umumnya ada di majalah-majalah dan surat kabar-surat kabar serta dari buku-buku yang membahas tentang Soekarno dan Natsir. Kajian ini dimaksudkan untuk mengungkap atau mengetahui pemikiran Soekarno dan Natsir tentang dasar negara, mengingat masalah tersebut penting artinya bagi Indonesia, baik ketika masih dalam proses kelahiran, saat kelahiran dan proses perkembangan di masa berikutnya. Pemikiran Soekarno dan Natsir tentang dasar negara banyak dipengaruhi oleh latar belakang sosio-kulturalnya, lingkungan keluarga, budaya masyarakatnya, pendidikan, dan kondisi zamannya. Namun demikian sulit dipastikan factor mana yang paling berpengaruh, mengingat pemikiran sifatnya abstrak dan individu. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa antara Soekarno dan Natsir memiliki pemikiran yang berbeda tentang dasar negara kelak bila Indonesia merdeka. Di satu sisi Soekarno menginginkan dasar negara yang berdasarkan tidak Islam, sementara Natsir menginginkan dasar negara yang Islam. Pemikiran keduanya didasarkan atas argumentasi-argumentasi dari: pandangannya tentang Turki masa akhir Dinasti Otoman, Al Qur'an dan Hadits, ada tidaknya Ijmak ulama, dan tentang demokrasi. Perbedaan kedua tokoh tersebut dapat dikatakan sebagai cermin dari perbedaan yang ada dalam arus pemikiran di Indonesia, yang satu disebut nasionalis netral agama (Soekarno) dan nasionalis Islam (Natsir). Ditinjau dari ajaran Islam bahwa dasar negara yang berdasarkan Islam merupakan bagian dari ajaran Islam. Dilihat dari sini jelas keinginan dasar negara berdasarkan Islam pasti akan muncul sepanjang masih ada Al Qur'an dan Hadits
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S12127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library