Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azhar Darlan
Abstrak :
Tujuan utama dari penelitian ini untuk mengetahui efektifitas fortifikan zat besi dengan mengunakan variasi fortifikan FeSO4.7H2O campuran FeSO4 .7H2O + Na2H2EDTA .2H2O dan NaFeEDTA serta ketersediaan zat besi dalam sistim tubuh manusia dengan mengunakan metoda in vitro untuk mendapatkan fortifikan ideal pada sampel berbasis kedelai seperti pada susu kedelai cair dan tempe. Fortifikasi disini dipengaruhi oleh keberadaan fitat sebagai inhibitor besi yang terdapat pada kedelai. Kandungan fitat ditentukan metoda Davies dan Reid dengan mengunakan spetrofotometer UV-Vis dengan memakai larutan standar NaFitat 0,2 mM dan Ketersediaan secara in vitro dengan mengunakan metoda Svanberg. Kandungan fitat didapat pada susu kedelai cair 48,5 mg/100 mL dan tempe 188,4 mg/10 g. Molar rasio pada susu kedelai cair 9,22 dan tempe 2,34. Fortifikasi ideal dalam 10 g tempe adalah rentangan 70-150 mg untuk FeSO4.7H2O, 65 ? 125 mg untuk FeSO4.7H2O + Na2H2EDTA .2H2O dan 25-45 mg untuk NaFeEDTA. Fortifikasi ideal dalam 100 mL susu cair kedelai adalah rentangan 225-450 mg untuk FeSO4.7H2O, 175-350 mg untuk FeSO4.7H2O + Na2H2EDTA .2H2O dan 130-320 mg untuk NaFeEDTA.
The main goal of this research to know the efectiveness of fortification using variety of fortifican such FeSO4.7H2O mixture FeSO47H2O + Na2H2EDTA 2H2O and NaFeEDTA also availability of iron compound in body system by using in vitro methode to get ideal fortification in soy bean based sample such soymilk and tempe.This fortification influence by phytate as iron inhibitor in soybean. Phytate content was determined by Davie and Ray methode using spectrophotometer Uv- Vis, standar curve was measure using the Naphytate standar solution (0,2 mM) and availability in vitro using Svanberg methode. The phytate content in soymilk 48,5 mg/100 ml and tempe 188,4 mg/10 g of sampel. Phytate/iron molar ratio in soymilk 9,22 and tempe 2,34. The ideal fortification in 10 g tempe was range 70-150 mg for FeSO47H2O, 65 ? 125 mg for FeSO47H2O + Na2H2EDTA 2H2O and 25-45 mg for NaFeEDTA. The Ideal fortification in 100 mL soy milk was range 225-450 mg for FeSO47H2O, 175-350 mg for FeSO47H2O + Na2H2EDTA 2H2O and 130-320 mg for NaFeEDTA.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T31891
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Lina Yuliana
Abstrak :
Kedelai (Glycine max.(L) Merrill) merupakan bahan pangan sumber protein nabati dan zat gizi lain. Selain mengandung zat gizi, kedelai juga mengandung zat anti gizi. Salah satu zat anti gizi tersebut adalah asam fitat. Besi (Fe) adalah salah satu mineral yang ketersediaannya paling dipengaruhi oleh fitat. Asam fitat dalam makanan berbahan dasar kedelai dapat menghambat penyerapan zat besi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh degradasi asam fitat pada penyerapan zat besi pada makanan berbasis kedelai seperti tempe, tahu dan susu kedelai, dan untuk membandingkan pengaruh penambahan FeSO4.7H2O dan ferrous bisglycinate sebagai fortifikan zat besi. Fortifikan zat besi divariasikan dengan menambahkan Fe total yang berbeda pada setiap sampel berdasarkan kurva kalibrasi asam fitat. Hasilnya menunjukkan bahwa efektivitas tertinggi untuk 30 g kedelai pada tahu, tempe dan susu kedelai dengan penambahan FeSO4.7H2O adalah 25 mg (tahu), 50 mg (tempe) dan 100 mg (susu kedelai), dan untuk ferrous bisglycinate adalah 36 mg (tahu), 36 mg (tempe), dan susu kedelai 75 mg. Ferrous bisglycinate secara signifikan lebih efektif digunakan sebagai fortifikan zat besi pada bahan pangan berbasis kedelai dibandingkan dengan FeSO4.7H2O, karena ferrous bisglycinate berada dalam bentuk kompleks yang stabil dan bersifat sebagai agen pengkelat yang melindungi Fe dari inhibitor seperti asam fitat.
(Glycine max.(L) Merrill) is one of the protein sources which also containing other nutrients. Besides nutrients, soybean also contains anti nutrient compounds, one of them is phytic acid. Iron (Fe) may be the trace element which bioavailability is most influenced by phytate. Phytic acid in soy-based foods inhibits iron. The aim of this study was to investigate the influence of phytic acid degradation on iron absorption from soy-based foods tempeh, tofu and soya milk, and to compare the effects of addition FeSO4.7H2O and ferrous bisglycinate. The iron fortificant was varied by adding different total iron (Fe) based on calibration curve of phytic acid. The result shows that the highest effectivity for 30 g soybean in soy-based foods tofu, tempeh and soya milk with the addition of FeSO4.7H2O is 25 mg (tofu), 50 mg (tempeh) and 100 mg (soya milk), and for ferrous bisglycinate is 36 mg (tofu) , 36 mg (tempeh), and soy milk 75 mg. Ferrous bisglycinate was significantly more effective as iron fortificant in soy-based foods than FeSO4.7H2O as the result of stable complex and chelating agent.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S43533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Astri Faradiba
Abstrak :
Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi adalah strategi yang layak saat ini untuk meningkatkan asupan mineral zat besi. Dalam penelitian ini, kedelai dalam olahan tahu, tempe, dan susu diuji untuk kesesuaian sebagai media fortifikasi dengan zat besi. Ferrous fumarate dan ferrous bisglycinate ditambahkan pada beberapa variasi penambahan dan diuji bioavailabilitasnya secara in vitro pencernaan. In vitro pencernaan pada pangan berbasis kedelai menggunakan enzim pepsin dan campuran enzim pancreatin beserta extract bile. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bioavailabilitas zat besi yang difortifikasi pada pangan berbasis kedelai dapat terserap baik pada tahu dengan nilai efektivitas 94,86% untuk ferrous fumarate dan 77,14% untuk ferrous bisglycinate.
Fortification of staple foods with iron is a viable strategy at this time to increase the intake of iron minerals. In this study, processed soy in tofu, tempeh, and milk were tested for suitability as a medium for fortification with iron. Ferrous fumarate and ferrous bisglycinate added on some additional variations and tested its bioavailability in vitro digestion. In vitro digestion in soybean-based food using the pepsin enzyme and pancreatin enzyme mix along with extract bile. The results of this study indicate that the bioavailability of iron in fortified soy-based food can be absorbed well in tofu with the effective value for ferrous fumarate 94.86% and 77.14% for ferrous bisglycinate.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evennia
Abstrak :
Kacang kedelai merupakan sumber isoflavon terbanyak dan salah satu produk olahannya ialah susu kacang kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian susu kacang kedelai terhadap kadar glukosa darah mencit putih jantan galur ddY yang dibebani glukosa. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 25 ekor mencit putih jantan galur ddY yang terbagi dalam 5 kelompok, yaitu kontrol normal (CMC 0,5% 0,5 ml/20 g BB), kontrol pembanding (Metformin HCl 13 mg/20 g BB), dan 3 variasi dosis uji (0,325 g kedelai/20 g BB; 0,65 g kedelai/20 g BB; 1,3 g kedelai/20 g BB) yang diberikan dalam bentuk susu kacang kedelai. Mencit terlebih dahulu diukur kadar glukosa darah puasa, kemudian diberikan larutan uji. Tiga puluh menit setelah perlakuan, kadar glukosa darah diukur kembali, kemudian diberikan glukosa 2 g/kg BB per oral. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada menit ke-30, 60, 90, 120 setelah pembebanan glukosa. Kadar glukosa darah diukur dengan menggunakan glukometer ACCU-CHEKĀ® Active. Pemberian susu kacang kedelai dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit putih jantan galur ddY yang dibebani glukosa pada semua dosis (0,325; 0,65; 1,3 g kacang kedelai/20 g BB mencit), namun penurunan kadar glukosa darah yang terbaik terlihat pada dosis 1 (0,325 g kacang kedelai/20 g BB mencit).
Soybean is most abundant source of isoflavones and one of soy products is soybean milk. This study was made to investigate the effect of soybean milk administration towards blood glucose level in glucose loaded male ddY mice. A completely randomized design was conducted using 25 male ddY mice that were divided into 5 groups; normal control (CMC 0,5% 0,5 ml/20 g b.w.), drug control (Metformin HCl 13 mg/20 g b.w.), and 3 different treatment doses (0,325 g soybean/20 g b.w.; 0,65 g soybean/20 g b.w.; 1,3 g soybean/20 g b.w.) which were given in soybean milk. Fasting blood glucose was measured and mice were treated based on their groups. Thirty minutes after treatment, blood glucose level was measured again and then mice were loaded glucose 2 g/kg b.w. orally. Blood glucose level was measured at 30, 60, 90, and 120 minutes postload glucose. Blood glucose level was measured by using ACCU-CHEKĀ® Active meter. Administration of soybean milk lowered blood glucose level in glucose loaded male ddY mice treated with 0,325; 0,65; 1,3 g soybean/20 g b.w., but treatment with 0,325 g soybean/20 g b.w. showed the best reduction of blood glucose level.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S42758
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yusniar Yusuf
Abstrak :
Untuk mengetahui pengaruh kolkisin terhadap hasil tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) varietas Orba, biji-biji kedelai direndam dalam berbagai konsentrasi kolkisin, masing-masing selama 3, 6, dan 9 jam. Konsentrasi kolkisin yang dimaksud adalah 0, 100, 200, 300, dan 400 ppm. Selanjutnya biji tersebut ditanam dalam kantung polietilen hitam. Metode penelitian adalah rancangan acak lengkap. Analisis variansi 2 faktor pada a = 0,05 menunjukan bahwa lama perendaman biji berpengaruh terhadap jumlah polong dan biji, nilai tertinggi berturut-turut dihasilkan 22,87 polong dan 42,20 biji, yaitu pada perendaman 3 jam. Tingkat konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu seberat 16,19 g/100 biji. Jumlah polong dan biji tertinggi dihasilkan pada konsentrasi kolkisin 0 ppm, masing-masing dengan nilai 34,56 polong dan 62,22 biji. Interaksi lama perendaman biji dan tingkat konsentrasi kolkisin hanya berpengaruh terhadap ukuran biji. Ukuran biji tertinggi dihasilkan pada lama perendaman 9 jam dengan tingkat konsentrasi kolkisin 400 ppm, yaitu 19,44 g/100 biji. Persentase protein meningkat sejalan dengan besarnya konsentrasi dan lama perendaman biji dalam larutan kolkisin sedangkan persentase karbohidrat menurun pada semua perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Yuniati
Abstrak :
Salinitas adalah satu dari berbagai masalah pertanian yang cukup serius yang mengakibatkan berkurangnya hasil dan produktivitas pertanian. Salah satu strategi untuk menghadapi tanah salin adalah memilih kultivar tanaman pertanian yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Telah dilakukan penelitian untuk menilai persentase perkecambahan dan ketahanan sepuluh galur dan varietas tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) terhadap cekaman garam. Perlakuan salinitas dilakukan dengan penambahan NaCl 70, 80, 90, dan 100 mM pada media basal. Berdasarkan beberapa kriteria berupa pengamatan secara visual, persentase perkecambahan, rasio berat basah/berat kering dan persentase kematian tunas apikal dapat disimpulkan galur yang toleran garam adalah Wilis, Malabar dan Sindoro, galur sensitif adalah Lumut, Yellow Biloxy, Si Cinang dan Sriyono, sedangkan yang sedang adalah Genjah Jepang, Lokan, dan Tidar.
Screening of Soybean Cultivars Glycine max (L.) Merrill under Sodium Chloride Stress Condition. Salinity is one of the most serious and widespread agricultural problems resulting in losses of yield. Generally, as land is more intensively cultivated, the salinity problem becomes more severe. A high concentration of NaCl greatly reduces growth of both the shoot and the root. One strategy available to cope with saline soil is to choose salt-tolerance crops or to select salt-tolerance cultivars within a crop. Experiments were conducted to asses the performance of ten cultivars soybean (Glycine max [L.] Merrill) to salt stress at germination and seedling stages. Salinity treatments were begun by adding 70, 80, 90, and 100 mM NaCl to the basal nutrient solution. According to germination percentage, fresh weight/dry weight ratios, and the percentage of dead apical buds we suggest that Wilis, Malabar and Sindoro were tolerant lines, Genjah Jepang, Lokan, and Tidar were moderate and the sensitive lines were Lumut, Yellow Biloxy, Si Cinang and Sriyono.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Soybean is one of the strategic food commodities in Indonesia. The domestic peoduction of soybean decreases nontinously in line with the sharp decline of of the planted area....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Soybean pod borer (Etiella zinckenella treitschke) is an reported from all of soybean planting areas in Indonesia. Besides E. zinckenella, there are four others pod borer species identified in Indonesia, namely E hobsoni Butler, E.chrsoporella Meurick, E. grisea drososcia Meyrick stat n and E behrii zeller E zinckenella is wedely causing severa damage to soybean areas....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pseudomonad producing 1-aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) deaminase (E.C.4.99.4) has been known to promote plant growth by lowering ethylene biosynthesis in higher plants which can be induced by indole-3-ecetic acid (IAA) production....
630 IJAS 10:1 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Supadi
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2009
AKP 7(1-4)2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>