Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Muchlis
"Air siphon merupakan alat pemindah fluida yang memanfaatkan energi dari udara bertekanan sebagai tenaga penggerak untuk mengangkat fluida cair dari sebuah bak dan memindahkannya ke tempat lain. Kelebihan air siphon dibandingkan dengan alat pemindah fluida lain adalah tidak memiliki komponen yang bergerak atau berotasi dan tidak membutuhkan proses pelumasan.
Penelitian ini menggunakan air siphon berspacing nozzle (s) 0 mm dan 5 mm dengan memanfaatkan fluida air sebagai suction fluid. Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah menghitung nilai effisiensi air siphon dan menganalisis perbedaan nilai effisiensi akibat perbedaan spacing nozzle jet.
Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan berbagai alat pendukung seperti kompresor sebagai penghasil udara bertekanan, orifis sebagai pengukur debit udara bertekanan, 3 buah manomeler U sebagai pengukur beda tekanan, stop watch sebagai pengukur waktu dan gelas ukur sebagai penentu volume suction fluid. Tekanan pada nozzle jet divariasikan 1/5 kg/cm2, dari 2/5 kg/cm2 hingga 3 kg/cm2. Jenis fluida isi di dalam manometer adalah kerosene dan raksa. Volume suction fluid pada gelas ukur adalah 2 liter.
Idealnya sebuah air siphon dapat mencapai nilai effsiensi maksimum mendekati 30%. Namun berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian dan kemudian diolah, make pada tekanan udara 3 kg/cm2, nilai effisiensi untuk air siphon berspacing nozzie 5 mm adalah 12,843% dan untuk air siphon berspacing nozzle 0 mm adalah 13,061%.

Air siphon is a fluid displacement device that utilizes energy of pressurized gas as driven power to move fluid from one place to another. The advantages of air siphon compared to other fluid displacement devices are have no moving or rotating part and need no lubrication.
This research uses 2 air siphons with nozzle jet spacing 5 mm and 0 mm, and utilizes water as suction fluid. The purpose of this research is to calculate the efficiency number of air siphon and to analyze the difference of efficiency number due to the difference of nozzle jet spacing.
Some supporting devices are needed to make this research operate properly, such as gas compressor to generate pressurized gas, orifice to measure flow rate of pressurized gas, manometer, stop watch and measuring glass. Gas pressure in nozzle jet varies from 2/5 kg/cm2 to 3 kg/cm2. Fluids that are used in manometer are kerosene and mercury. Volume of suction fluid in measuring glass is 2-liter water.
In reality, air siphon can achieve maximum efficiency number up to 30%. Based on data from research, at gas pressure 3 kg/cm2, the efficiency number is 12.843% for air siphon with nozzle jet spacing 5 mm and 13.061% for air siphon with nozzle jet spacing 0 mm.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S37231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhara Adhnandya Kumara
"ABSTRAK
Saat ini Indonesia sedang berupaya memenuhi kebutuhan energi untuk kepentingan ketahanan energi nasional. Salah satu energi yang sedang diupayakan adalah energi baru dan terbarukan, salah satunya energi panas bumi. Untuk mencapai target tersebut, eksplorasi energi panas bumi perlu diintensifkan. Dalam eksplorasi panas bumi, metode yang sering digunakan adalah metode magnetotelurik. Dalam melakukan survey magnetotelluric, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam membuat desain survey. Salah satu parameter penting dalam proses akuisisi data adalah mengetahui jumlah dan jarak yang tepat antar stasiun untuk menghasilkan citra bawah permukaan yang terbaik. Jarak antar stasiun tidak boleh terlalu besar, dikhawatirkan resolusi yang didapat terlalu rendah dan terjadi ekstraplorasi pada saat pengolahan data. Namun, jika jarak terlalu sempit juga akan memakan biaya dan waktu selama pengukuran. Khususnya pada survei magnetotelluric, untuk mendapatkan data yang dalam dibutuhkan waktu pengukuran yang lebih lama. Biasanya dalam eksplorasi panas bumi, pengukuran data magnetotelurik dapat dilakukan hingga 24 jam. Sehingga jika semakin banyak titik yang diukur, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengukurnya. Saat ini belum ada penelitian yang membahas jarak optimum perolehan data magnetotelurik untuk eksplorasi panas bumi. Penggunaan jarak antar stasiun pada penelitian sebelumnya sangat bervariasi. Hal ini tentunya mempengaruhi gambaran sistem panas bumi yang dihasilkan dari pengolahan data magnetotelurik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak optimal antar stasiun untuk eksplorasi di lapangan panas bumi. Dimana penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan pemodelan maju (forward modelling) dan pemodelan inversi (inverse modelling). Dengan membuat beberapa model dan memvariasikan jarak antar stasiun maka dapat disimpulkan jarak optimal antar stasiun. Berdasarkan studi yang dilakukan diketahui bahwa jarak 500 - 1000 meter untuk area yang diinginkan mampu menggambarkan batas-batas clay cap dengan baik sehingga jarak tersebut optimal. Sedangkan di luar areal kepentingan diperlukan beberapa strapping station dengan jarak 1000 meter. Dibandingkan dengan inversi 2D, inversi 3D mampu mendeskripsikan sistem dengan lebih baik.
ABSTRACT
Currently, Indonesia is trying to meet energy needs for the benefit of national energy security. One of the energies that is being pursued is new and renewable energy, one of which is geothermal energy. To achieve this target, geothermal energy exploration needs to be intensified. In geothermal exploration, the method that is often used is the magnetoteluric method. In conducting a magnetotelluric survey, many things need to be considered in making a survey design. One of the important parameters in the data acquisition process is knowing the exact number and distance between stations to produce the best subsurface imagery. The distance between stations should not be too large, it is feared that the resolution obtained is too low and extraploration occurs during data processing. However, if the distance is too narrow it will also cost money and time during measurement. Especially in the magnetotelluric survey, it takes a longer measurement time to obtain the required data. Usually in geothermal exploration, the measurement of magnetoteluric data can be carried out for up to 24 hours. So that if the more points are measured, the longer it will take to measure it. Currently, there is no research that discusses the optimum distance to obtain magnetoteluric data for geothermal exploration. The use of the distance between stations in previous studies varies widely. This certainly affects the description of the geothermal system resulting from the processing of the magnetoteluric data. This study aims to determine the optimal distance between stations for exploration in geothermal fields. Where this research will be carried out by doing forward modeling (forward modeling) and inversion modeling (inverse modeling). By making several models and varying the distance between stations, it can be concluded that the optimal distance between stations. Based on the study conducted, it is known that the distance of 500 - 1000 meters for the desired area is able to describe the boundaries of the clay cap well so that the distance is optimal. Meanwhile, outside the area of ​​interest, several strapping stations with a distance of 1000 meters are required. Compared to 2D inversion, 3D inversion is able to describe the system better."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Suharsa
"Walau pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) telah banyak menunjukkan pencapaian positif namun dari sisi kesehatan masih menyisakan masalah tinggginya angka kematian bayi (Infant Mortality Rate atau IMR) jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Laporan BPS juga menyebutkan bahwa angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate atau MMR) hasil SDKI 2007 untuk periode 1994 - 2007 masih sulit untuk disimpulkan apakah telah terjadi penurunan kematian maternal di Indonesia selama 10 - 15 tahun terakhir. Sementara itu, WHO telah merekomendasikan bahwa jarak kehamilan setelah kelahiran hidup sebaiknya berjarak sekurang-kurangnya 24 bulan agar dapat mengurangi risiko maternal, perinatal dan infant yang bersifat merugikan. Sehingga perlu dilihat faktor apa saja dan kelompok wanita seperti apa yang berisiko memiliki interval birth-to-pregnancy yang jauh lebih pendek sehingga dapat diambil tindakan dan kebijakan untuk mengurangi dampak yang merugikan tersebut yang selanjutnya dapat menekan angka IMR dan MMR di Indonesia. Untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan dalam tesis ini digunakan metode survival analysis menggunakan proportional hazard model atau yang dikenal juga sebagai Regresi Cox. Dalam penelitian ini digunakan variabel urutan kelahiran sebagai strata untuk menangani adanya repeated events pada individu yang sama. Sedangkan data yang digunakan adalah data SDKI 2007 yaitu data kalender untuk memperoleh informasi birth-to-interval dan data individu pada kuesioner wanita kawin umur 15 - 49 tahun. Pada hasil analisa deskripsi terlihat bahwa 49,55 persen interval birth-to- interval pada responden yang diamati benda pada interval kurang dari 24 bulan dan hampir 80 persen diantaranya didorong oleh kematian anak sebelumnya. Panjang interval birth-to-pregnancy ternyata sangat dipengaruhi juga oleh lamanya menyusui paska kelahiran hidup terutama pada mereka yang menyusui hingga 24 bulan atau lebih. Berdasarkan berbagai model yang diajukan temyata masih terdapat pengaruh langsung dari variabel sosial-ekonomi walaupun telah memperhitungkan variabel proximate determinants. Adapun urutan tiga variabel yang paling berpengaruh pada hampir seluruhh model adalah interaksi antara penggunaan alokon dan pendidikan yang ditamatkan, lamanya menyusui dan kelangsungan hidup anak sebelumnya. Sedangkan pada paska kelahiran anak pertama, variabel kelangsungan hidup anak lebih dominan dibanding lamanya menyusui.

Although the implementation of Familv Planning program in Indonesia has shown to many positive results but in health perspective still remaining some problems where the Infant Mortality Rate( IMR) still higher than another ASEAN countries as Thailand Wetnam, Malaysia Brunei Darussalam and Singapore. CBS of Indonesia reported that the Maternal Mortality Rate (MMR) as result of IDHS 2007 for 1994 - 2007 period still hard to say that there is a declining of maternal mortality in Indonesia in last 10 - 15 years. Meanwhile, WHO has recommended that interval to attempting next pregnancy aper a live birth at least 24 months in order to reduce the risk of adverse maternal, perinatal and infant outcomes. We should know what factors and which women have risks' to have shorter birth-to-pregnancy intervals so we could take a right decision to reduce that adverse efject and at the end we could reduce the [MR and MMR The survival anabisis method that used in this thesis is proportional hazard model or Cox Regression. The birth order variable was use as strata variable to handle the problem because the present of repeated events in birth-to-pregnancy intervals for some individual object. This thesis is use IDHS 2007 calendar data to obtain birth-to-pregnancy intervals and other information from married women questionnair. By descriptive, there are 49,55 percent of birth-to-pregnancy intervals less than 24 months and almost 80 percent of them influence by the death of index child The length of birth-to-pregnancy intervals is ajected by breasweding duration especially jbr them who breastfed until 24 months or longer after a IW birth. One ofthe conclusion has found that there are direct effects ji-om socio- economic variables although the proximate determinant variables are included to the models. The most influential variables that ajected the length of birth-to- pregnancy interval are interaction of contraception using and education attainment breastfeeding duration, and survival of index child. Otherwise in the after first live birth model, the survival of index child is more influential than breasyeeding duration."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34007
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover