Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anshari
"Penelitian ini merupakan kajian yuridis normatif pada materi Delik Terhadap Keamanan Negara (Makar) di Indonesia, kemudian delik tersebut dikomparasikan dengan sebuah studi kasus, yang salah satunya adalah kasus tuduhan 'makar' atau 'pemberontakan' terhadap Sultan Hamid II pada tahun 1950-1953. Tipologi penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif (doktriner), yaitu dengan penelitian melalui studi kepustakaan (Library Research) atau disebut juga sebagai studi dokumen (Documentary Research), bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah data atau dokumen. KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) masih mengatur pasal yang bersifat kolonial yang hingga hari ini masih diterapkan di Indonesia, salah satunya adalah tentang Delik Terhadap Keamanan Negara. Yang dimaksud Delik Terhadap Keamanan Negara tersebut diatur di dalam Bab-I Buku Kedua KUHP. Inti dari perbuatan yang di larang dalam Bab-I Buku Kedua KUHP tersebut adalah Makar (Aanslag) dan Pemberontakan (Opstand), dan lainnya yang bersifat mengganggu kemananan dalam negara. Delik Terhadap Kemanan Negara hampir selalu dilatarbelakangi atau dengan tujuan-tujuan politik, dan di setiap pemerintahan suatu negara mempunyai pengertian serta batasan tersendiri tentang perbuatan yang dikategorikan sebagai delik dengan maksud tujuan politik. Bahkan terdapat perbedaan penafsiran terhadap pengertian 'politik' baik dikalangan sarjana, para hakim, maupun penguasa suatu negara. Dalam praktek maupun sejarah Indonesia, seringkali ditemukan kasus-kasus pelanggaran hukum di Indonesia yang sebenarnya belum tentu termasuk kategori pelanggaran atas usaha pengkhianatan terhadap negara/kemanan negara/makar. Namun oleh pemerintah selaku penguasa politik, kepada pelanggar pidana seringkali dijerat dan dikenakan dengan isi pasal-pasal perbuatan makar dan pemberontakan. Hal itu kemudian menimbulkan berbagai polemik di pihak yang pro maupun kontra atas pengaturan hukum tentang tersebut. Kajian untuk melihat penerapan atas pengaturan tentang makar itu, kemudian dapat dilihat melalui Studi Kasus terhadap kasus kontroversial Sultan Hamid II pada tahun 1950-1953. Dimana dapat dilihat obyektifitas Negara dalam mengadili sebuah kasus 'makar'.
......This research is normative study to crime against state security (Makar) in Indonesia, this criminal act compared with a study to one case, which is accusation about 'makar' or 'rebellion' to Sultan Hamid II during 1950-1953. The type of research which is used in this research is library method with spatially normative juridical (doctriner), with research by library research or be called by documentary research, prime material used in this research is data or document. Criminal Code (KUHP) still arrange article that spatial colonial which are until today still implemented in Indonesia, one of the article is criminal act against state security. The definition from criminal act aginst state security regulated in Section One Book Two Criminal Code (KUHP). Core from this criminal act that forbidden in Section One Book Two Criminal Code (KUHP) is that Makar (Aanslag) and Rebellion (Opstand), and the other things that disturb state security. Criminal act against state security almost always background about politic goal, and in every goverment of a country has definition and restriction itself about act that categorized as criminal act with politic goal. Even there are differences in interpretation about 'politic' in scholars, judges and leader of a country. In practical also in Indonesian history, often found cases about law violation in Indonesia that are actually not neccessarily include violation about attempt against state security. But the goverment as political leader, to criminal offender often charged with articles about criminal act against state security or rebellion. It then incuring various polemical at pro part and contra part about law regulation in criminal act against state security. Study to see the implementation on regulation about makar, then can see by case study to controversial case Sultan Hamid II during 1950-1953. Which is can see country objectivity in judging a makar case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29571
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zain Badjeber
"Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur memerlukan pertahanan dan keamanan negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan berciri Nusantara dengan wilayah seluas benua Eropa di mana dua pertiganya merupakan perairan, membuat setiap warganegaranya berhak dan berkewajiban ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan. Untuk itulah, pilihan yang tepat adalah menerapkan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta dimana TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Dengan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta itu pula membuat bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyatnya. Konstitusi telah mematerikan semua itu."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2019
342 JKTN 14 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mandagi, Sofia B.
"Hari Harganas yang dirayakan Lapangan Merdeka Ambon dan di hadiri Presiden diwarnai dengan aksi tarian cakalele (tanpa jadwal) oleh sekelompok orang yang diakhiri dengan pembentangan bendera tak sebagaimana mestinya karena terjatuh, yang dilansir Pemerintah itu adalah bendera RMS. Makar(aanslag) berarti serangan, yang lebih jelasnya dalam pasal 87 KUHP disebutkan bahwa makar (aanslag) suatu perbuatan dianggap ada apabila kehendak si pelaku sudah tampak berupa permulaan pelaksanaan dalam arti yang dimaksud dalam pasal 53 KUHP. Pasal 53 KUHP ini mengenai percobaan melakukan kejahatan yang dapat dihukum. Dan membatasi penindakan pidana pada suatu perbuatan pelaksanaan. Namun untuk tindak pidana makar tidak berlaku apa yang termuat dalam pasal 53 KUHP. Dalam makar yang dilindungi adalah keamanan Negara yang meliputi (1) Keamanan Kepala Negara, (2) Keamanan Wilayah Negara, (3) Keamanan Bentuk Pemerintahan Negara. Tindak Pidana Makar di dalam KUHP yaitu pasal 104, 106, 107, 108, 110. Terdapat kontroversi antara Tindak Pidana Makar dengan Kebebasan berekspresi setiap orang yang dijamin oleh setiap Negara melalui undang-undang.
Di Indonesia kebebasan berekspresi diatur dalam pasal 28, 28E ayat (3) UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengeluarkan Pendapat di Muka Umum, sedangkan berdasarkan instrument internasional diatur di dalam International Convention on Civil and Political Rights (ICCPR) yang memiliki kekuatan mengikat kepada Negara anggota PBB pada tahun 1976. Di satu sisi pemerintah ingin menjaga keutuhan Negara dari serangan-serangan yang hanya menyebabkan terganggunya keutuhan/kedaulatan wilayah Negara baik sebagian atau seluruhnya, tetapi di pihak lain kebebasan berekspresi setiap warga Negara merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan karena dijamin oleh undang-undang untuk dapat menyalurkan aspirasi, pesan, protes kepada Pemerintah. Untuk itu dalam memutuskan suatu perkara pidana khususnya tindak pidana makar, hakim harus lebih hati-hati agar pelanggaran hak asasi manusia dalam hal ini kemerdekaan berekspresi setiap warga Negara tidak terganggu dan dihalangi, tetapi memiliki tanggung jawab dan batasan yang hanya diatur oleh undang-undang, karena sifatnya yang derogable."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22429
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Pembahasan terhadap RUU Rahasia Negara saat ini memasuki tahapan pembahasan Daftar Inventaris masalah (DIM) antara Pemerintah yang diwakili Menteri Pertahanan dan DPR yang diwakili oleh Komisi I. Secara eksplisit terlihat betapa cakupan rahasia negara sangat luas. Realita saat ini rahasia negara tidak ada pengaturan yang jelas setiap instansi pemerintah dapat menetapkan sesuatu menjadi rahasia negara hanya berdasarkan cap yang bertuliskan 'RAHASIA NEGARA'. Hak ini telah mengakibatkan pemerintah menjadi sewenang-wenang dan tidak ada pembatasan tentang rahasia negara. Pemerintah sebagai penyelenggara negara menutup akses masyarakat terhadap informasi pemerintahan dengan dalili rahasia negara …. "
IKI 5 : 28 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library