Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denny Darmawan
"Dalam kondisi perekonomian dunia yang sernakin terbuka antar tiap negara, maka pasar modal Indonesia juga tidak luput dari dampak globalisasi ini, oleh sebab itu maka pemerintah melalui Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) terus berupaya mempersiapkan dan memperbaiki kondisi pasar modal balk perangkat-perangkatnya, pelaku-pelakunya, instrumennya maupun peraturannya untuk mendorong arus masuknya dana-dana asing untuk ikut berpartisipasi pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap (PJPT) II.
Pasar modal yang baik adalah pasar modal yang likuid, efisien dan fair. Dalam rangka pencapaian tujuan ini maka dua hal pokok yang harus diperbaiki adalah mekanisme perdagangan dan mekanisme penyelesaian. Perbaikan yang akan dilakukan oleh pasar modal Indonesia akan mengikuti standar internasional dan mengacu pada rekomendasi kelompok G30 yaitu kelompok profesional dan ahli keuangan yang disponsori oleh dua badan internasional di bidang pasar modal dunia yaitu Federation Internationale des Bourses (FIBV) dan International Organization of Securities Commission (IOSCO). Kelompok ini membuat 9 rekomendasi untuk perbaikan pasar modal khususnya bidang klring dan penyelesaian yang tujuan akhirnya adalah membuat pasar modal-pasar modal dunia saling kompatibel sehingga memudahkan anus irivestasi internasional antar tiap negara.
Mekanisme perdagangan yang berjalan di bursa terbesar di Indonesia, yaitu PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), untuk saham-saham yang aktif masih dilakukan secara manual dan untuk saham-saham yang kurang aktif dengan menggunakan setengah otomasi. Perbaikan mekanisme perdagangan ini akan sangat terasa jika seluruh mekanisme perdagangan diotomatisasi. Dengan sistem perdagangan otomatis, maka order beli dan order jual akan Iebih cepat dìpertemukan sehirigga transaksi lebih cepat terjadi, dengan begitu akan mendorong likuiditas pasar. Pemasukan order dengan manajemen order dan perolehan informasi melalui komputer secara on line dan real time jelas akan meningkatkan efisiensi dari fairness dan pasar.
Mekanisme penyelesaian pada PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI), telah mulai menerapkan sistem netting, yaitu suatu sistem dimana para partisipan (broker) hanya akan memperoleh hasil perdagangan dan penyelesaiannya (sekuritas dan dana) melalui PT KDEI. Perbaikan sistem kriling dan penyelesaian dengan cara netting ini akan semakin efisien jika diterapkan konsep immobilisasi atau bahkan dematerialisasi. Dimana dengan diterapkannya konsep ini berarti konsep pemrosesan book entry dengan menggunakan komputer juga dapat dilakukan. Dengan komputerisasi sistem perdagangan dan penyelesaian yang terintegrasi maka efisiensi dan likuiditas pasar modal Indonesia otomatis akan semakin meningkat.
Karya akhir ini juga membahas pentingnya menjalin hubungan internasional yang efektif sedemikian sehingga investor internasional dapat dengan mudah masuk ke pasar modal Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Rahardjo
"Fenomena Post-earning Announcement Drift (PAD) pertalna kali dikenali keberadannya di NYSE dan AMEX pada tahun 1968 oleh Ball dan Brown. Penelitian yang dilakukan oleh Ball dan Brown tersebut merupakan penelitian terhadap pergerakan return saharn disekitar pengumuman laba (laporan keuangan). Ball and Brown menemukan bahwa return saham ? saham perusahaan yang telah mengumumkan earning yang lebih besar dan perkiraan, returnnya cenderung untuk meningkat terus menerus selama beberapa waktu setelah pengumuman tersebut. Dan hal sebaliknya juga terjadi, yaitu return saham akan turun terus menerus selama beberapa waktu setelah pengumuman laporan keuangan yang mengumumkan laba lebih rendah dan perkiraan.
Studi ini meneliti tentang keberadaan fenomena PAD di Indonesia khususnya di BET. Penelitian yang dilakukan meliputi saham ? saham perusahaan yang telah tercatat di BEJ sejak tahun 1992 dan pengafliatan dilakukan atas sembilan puluh saham yang dipiih secara acak. Pengamatan terhadap return saham - saham dalam pengamatan dilakukan disekitar pengumUnlan laporan keuangan pertengahan dan akhir tahun dalam peniode tahun 1995 sampai dengan tahun 1997.
Unexpected earnings dihitung berdasarkan perkiraan dan time series of earning perusahaan - perusahaan tiap semesternya. Pengumuman laporan keuangan tersebut dikelompokkan menjadi 5 kelompok berdasarkan pada besarnya standardized unexpected earnings (unexpected earnings per standard error of unexpected earnings), dari kelompok 1 (very bad news) hingga kelompok 5 (very good news). Abnormal return di sekitar pengumuman laporan keuangan dihitung berdasarkan return saham dikurangi dengan return portfolio yang terdiri dari saham - saham perusahaan dengan kelompok nilai kapitalisasi yang sama.
Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa bertambahnya abnormal return secara terus menerus untuk perusahaan yang mengumumkan "good news" laporan keuangan dan berkurangnya abnormal return bagi yang mengumumkan "bad news" terjadi di BEJ, tetapi tidak berarti secara statistik. Selain itu juga ditemukan bahwa perbedaan pergeseran antara kelompok "very good news" dan "very bad news", yaitu selisih CAR antara kedua kelompok tersebut semakin membesar secara berarti untuk beberapa periode pengamatan (terus bergeser pada arah yang berlawanan).
Pengelompokican saham - saham berdasarkan nilai kapitalisasinya menunjukkan bahwa untuk "very good news" laporan keuangan, harga saham bereaksi secara berarti tepat pada saat pengumuman laporan keuangan untuk perusahaan - perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar besar. Sedangkan untuk perusahaan - perusahaan dengan nilaial kapitalisasi pasar kecil, abnormal return justru bergerak negatif dimulal sebelum laporan keuangan tersebut diumumkan.
Untuk pengumuinan "very bad news" laporan keuangan, pergeseran abnormal return untuk saham perusahaan - perusahaan dengan kapitalisasi pasar kecil terjadi pada periode 1 hingga 10 hari setelah pengumuman. Sedangkan perusahaan - perusahaan dengan kapitalisasi pasar besar, cumulative abnormal return saham ? saham tersebut bergerak secara berarti dan 40 han sebeluni hingga 20 han setelahnya.
Fenomena PAD teijadi di BE! secara lemah, yang berarti bertambahnya abnormal return disekitar pengumuman laporan kcuangan secara tenus menerus sangat kecil. Tetapi dari hal tersebut tidak dapat ditarik kesimpulan logis bahwa BEJ telah efisien dalam bentuk setengah kuat. Hal ini dapat dililiat dari arah dan besarnya respon dan pasar tepat pada saat tanggal pengumuman laporan keuangan, yang mana BEJ hanya memberikan respon dengan arah yang sesuai dan berarti secara statistik pada pengumuinan "very good news". Dua kemungkinan penyebab hal tersebut adalah laporan keuangan yang tidak dianggap sebagai informasi yang berarti bagi publik atau kelemahan dalam metodology penelitian PAD ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roikhan Ma
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mawar Dewi
"Menurut random walk theory harga saham bersifat bebas (independent) dan tetap (stationary) terhadap waktu. Berdasarkan teori tersebut diyakini bahwa jangka waktu investasi tidak akan mempengaruhi resiko dan komposisi portofolio saham. Pendapat ini menentang berlakunya teori time diversifIcation, yang menerangkan bahwa resiko akan semakin berkurang dengan meningkatnya jangka waktu investasi. Para praktisi yang mendukung teori time diverxiflcution memberikan argumen dengan berdasarkan kondisi pasar yang sangat komplek, yaitu:
- Return saham tidak selalu independent dari waktu ke waktu
- Covariance tidak selalu nol dan akan bervariasi dan waktu ke waktu.
Hal diatas menyebabkan adanya perbedaan pendapat mengenai teori time diversification. Terlepas dari pro dan kontra terhadap teori nine diversifIcation di luar negeri, perlu dilakukan penelitian tentang aplikasi teori tersebut di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jangka waktu investasi terhadap kinerja pada kelompok saham berkapitalisasi besar dan kecil secara individu. Selanjutnya tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh jangka waktu investasi terhadap kinerja dan komposisi portofolio saham.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data IHSI per akhir bulan sampel saham selama bulan Juli 1992 sampai Juni 1997. Penentuan waktu observasi berdasarkan kondisi pasar modal di Indonesia dalam kondisi yang balk sebelum terjadi krisis moneter di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk 4 investment horizon, yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.
Untuk mengetahui kinerja saham dihitung parameter kinerja setiap saham, yaitu holding period return dan standard deviation masing-masing saham untuk setiap investment horizon. Untuk melakukan perbandingan kineira terhadap jangka waktu investasi dilakukan annualisasi masing-masing parameter terlebih dahulu. Selanjutnya nilai annualized dan masing-masing parameter tersebut dibandingkan terhadap investment horizon, Hasil perbandingan ¡ni untuk menjawab pertanyaan pengaruh jangka waktu investasi terhadap kinerja saham secara individual.
Untuk mengetahui pengaruh jangka waktu investasi terhadap kinerja dan komposisi portofolio saham, maka dibentuk portofolio yang disusun dari 2 kelompok saham, yaitu small stock dan large stock Dilakukan perbandingan kinerja portofolio dari kedua kelompok saham tersebut dengan membandingkan portofolio optimal untuk setiap peniode investasi. Portofolio optimal dibentuk berdasarkan nilai reward to variability maksimal untuk setiap periode investasi. Selanjutnya rasio tersebut dibandingkan terhadap investment horizon. Terakhir dilakukan pembentukan portafolio dan risky asset/small stock & large stock) dan risk free asset (SW). Komposisi dari kedua kelompok asset tersebut dibandingkan terhadap investment horizon.
Hasil penelitian dinyatakan dalam 3 perspektif, yaitu kinerja saham secara individual, kinerja portofolio yang disusun dan 2 kelompok saham dari kinerja portofolio dan risky asset dan risk free asset. Kinerja saham secara individual menunjukan, baik untuk small stock dan large stock, kinerja akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya peniode investasi. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya nilai return saham terhadap peningkatan investment horizon, sementara nilai standard deviation mengalami peningkatan akibat meningkatnya investment horizon.
Kinerja portofolio yang di susun dari small stock dan large stock rnenunjukan kinerja yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya investment horizon. Hal ini dilihat dari rasio reward to variability yang semakin berkurang dengan semakin meningkatnya periode investasi. Hal ini disebabkan karena tezjadinya peningkatan resiko portofolio, yang ditandai dengan meningkatnya deviasi standar portofolio. Koefisien korelasi antara kedua kelompok aset yang positif dan semakin besar dengan meningkatnya jangka waktu investasi, menyebabkan diversifikasi kedua kelompok aset tersebut tidak efktif dalam mengurangi resiko.
Komposisi portofolio yang disusun dari risky asset, yaitu portofolio saham, dan risk free asset, yaitu Sertifikat Bank Indonesia. menunjukan besarnya alokasi dana yang ditempatkan untuk risky asset semakin menurun dengan meningkatnya periode investasi, Hal ini berarti bahwa akan lebih menguntungkan untuk meLakukan investasi dalam bentuk risk free asset dengan semakin bertambahnya jangka waktu investasi. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Arya Putra
"ABSTRAK
Pasar modal di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat
sebagaimana tercermin antara lain dan kinerja Bursa Efek Jakarta
(BEJ). Tahun 1988, BEJ hanya memiliki 24 perusahaan yang go
public dengan kapitalisasi pasar yang hanya sebesar US$290 juta.
Perubahan yang luar biasa telah terjadi jika kita bandingkan
dengan kinerja BEJ pada tahun 1996. Data bulan Agustus 1996
memperlihatkan kapitalisasi pasar BEJ sebesar US$76 miliar,
Mexico dan Korea Selatan masing-masing memiliki kapitalisasi
pasar sebesar US$86 miliar dan US$181 miliar pada tahun 1995.
Dan gambaran ini tampaknya masih cukup besar ?ruang bagi BEJ
untuk tumbuh lebih pesat lagi.
Pertumbuhan BEJ yang pesat sejak tahun 1988 tidak dapat
dipisahkan dan deregulasi, khususnya di sektor keuangan. Di
antaranya adalah dengan diperbolehkarinya investor asing untuk
memiliki hingga 49 persen saham di bursa. Dampaknya adalah 80
persen perdagangan saham merupakan kontribusi investor asing)
dibandingkan dengan 60 persen di Peru dan 50 persen di Malaysia,
Filipina dan Pakistan. Terakhír pada tahun 1995 pemerintah menge
iuarkan Undang-Undang Pasar Modal 1995 agar pembangunan pasar
modal di Indonesia dapat lebih pesat lagi.
Namun pengembangan pasar modal di Indonesia tampaknya dilak
ukan secara terpisah dengan upaya peningkatan daya saing perusa
haan-perusahaan di dalam negeni. Misalnya dengan tidak terlihat
nya kontribusi pasar modal dalam membenikan insentif terhadap
usaha-usaha yang berorientasi ekspor.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital
Asset Pricing Model (CAPM), sedangkan teknik estimasi yang digu
nakannya adalah Ordinary Least Square (OLS) dan Autoregressive
Conditional Heteroscedastic (ARCH). Dengan demikian dapat dies
tiniasi besarnya nilai beta, proporsi resiko sistematis dan non
sistematis dan saham-saham yang beredar di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa proporsi risiko nonsis
tematis jauh lebih besar dan proporsi risiko sistematis pada
perusahaan-perusahaan yang go public di BEJ. Artinya risiko yang
ditimbulkan oleh masalah internal perusahaan sangat dominan
ketimbang risiko yang ditimbulkan oleh permasalahan eksternal.
Proporsi risiko nonsistematis yang sangat besar dan penitsa
haan?perusalìaan yang sudah go public sangat mungkin disebabkan
oleh visi rnikro dan perusahaan yang sangat buruk. Visi mikronya
lebih mengacu kepada pencarian rente ekonoini melalui upaya-upaya
yang bersifat patron?kiien. Akhirnya rente ekonomi itu dapat
diperoleh melalui peraturan pemenintah dalanì bentuk monopoli
pasar atau penlindungan melalui berbagai kebijakan pemerintah.
Teori mikroekonomi menyatakan bahwa pasar monopoli merupakan
pasar yang paling tidak efisien, sedangkan pemberian proteksi
yang berlebihan akan membuat pengusaha kurang tanggap terhadap
dinamika pasar.
Untuk memperbaiki daya saing perusahaan?perusahaan domestik
inaka upaya untuk memperbaiki perusahaan harus difokuskan pada
perbaikari kondisi ,nikro masing-inasíng perusahaan seperti rendah
nya kualitas manajemen dan sumber dya manusia. Dalam konteks
yang lebih luas dalan rangka menghadapi menghadapi perdagangan
Negara berkembang bebas maka aspek aspek pembangunan dan fasilitas (Facilitation
and Development Cooperation Aspects) yang didengungkan oleh APEC
(Asia Pacific Economic Cooperation), semisal dalam kerja sama
teknis antara dengan negara maju, menjadi sangat penting.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Hardy Ridwan
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T6140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Daniel
"Sejak diberlakukannya berbagai deregulasi dalam bidang moneter (Pakdes 1987. Pakto 1988 dan Pakdes 1988) aktivitas Bursa Efek Jakarta (BEJ) semakin meningkat, bahkan meningkat sangat cepat pada awal deregulasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari Index Harga Saham Gabungan (IHSG) yang meningkat dari 200 pada awal tahun 1988 menjadi 640 pada Juni 1989. Index ini kemudian terus menurun menjadi 408 pada akhir periode penelitian (dan menjadi 250 pada saat karya akhir Ini diselesaikan). Kondisi seperti ini adalah umum untuk pasar modal yang baru berkembang dan masih dalam proses belajar.
Pasar modal sendiri mempunyai 2 fungsi, yaitu sebagal sumber dalam mendapatkan dana bagi emiten dan sebagai sarana investasi untuk pemodal. Saham sebagai salah satu alternatif investasi di pasar modal inerupakan investasi yang mempunyai resiko paling besar dibandingkafl dengan investasi lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu proses penilalari oleh pemodal untuk sampai pada keputusan untuk membeli saham.
Analisa harga saham berdasarkan pendekatan dividen (dividend approach) memberikan hasil bahwa harga?harga saham yang berlaku di pasar adalah lebih tinggi dan nilai saham sesungguhnya (over valued). Ini terjadi terutama pada saham-saham yang tercatat di BEJ setelah deregulasi. Hasil ini menunjukkan bahwa harga saham di pasar perdana atau pun pasar sekunder telah terlalu tinggi jika dlbandingkan dengan besarnya dividen yang dibagikan oleh emiten.
Keawaman investor di pasar modal telah membentuk permintaan yang begitu tinggi sehingga harga saham cenderung semakin tinggi SeteIah dividen dibagikan dan investor menyadari bahwa dividen itu begitu kecilnya banyak investor melepas saham saham mereka, harga saham cenderung menurun, seperti yang dialami BEJ saat ini, dan penurunan akan terus terjadi sampai ke tingkat dimana dengan dividen yang dibagikan investasi dalam saham masih memberikan imbalan (return) yang baik. Penurunan harga ini merupakan saIah satu gejala dan koreksi pasar pada sebuah pasar modal. Bagaimanapun pendekatan dividen dalam analisa saham adalah pendekatan yang cukup konservative.
Dengan "Cross Sectional Regression Model", dari 20n saham industry manufaktur yang dianalisa didapat 6 saham dengan harga normal, 8 saham ?overvalued? dan 6 saham ?undervalued?. ?Coeficient of determination (R2 = 0,16) yang diperoleh adalah sangat rendah yang berarti bahwa tingkat significancy dari model ini rendah pula. Penyebab yang mungkin adalah terlalu sedikitnya ?sample? yang dipergunakan sehingga tidak mewakili industry manufaktur secara keseluruhan.
Dengan mempergunakan seluruh saham yang ada pada Industri farmasi model ini memberikan hasil yang signifikan (R2 = 0,99). Dan model ini, ternyata besarnya PER sebuah saham paling dominan ditentukan oleh "payout ratio" dan beta. Hubungan antara PER dengan kedua variabel tersebut adalah positip. Berarti semakin besar resiko sebuah saham, semakin besar PER saham tersebut, demikian pula jika dividen yang dibagikan semakin besar. Gejala ini memberikan indikasi bahwa harga saham yang terbentuk sangat sedikit didasarkan pada kondisi fundamental perusahaan yang sebenarnya dan lebih ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran sarta psikologi pasar.
Obligasi konversi sebagai suatu alternatif Investasi memiliki 2 karakteristik, yaitu dapat bersifat sebagai saham dan dapat juga bersifat sebagai obligasi. Dalam kondisi bursa efek yang lesu (bearish), obligasi ini lebih menyerupai obligasi blasa dengan tingkat bunga tertentu yang biasanya lebìh rendah dan bunga obligasj biasa. Sedangkan pada kondjsi bursa yang "bearish", obligasi konversi lebih menyerupaj saham dan membenikan kesempatan untuk mendapatkan "capital gain".
Pada saat ini baru satu perusahaan yang menerbitkan obligasi konversi di BEJ, yaitu PT. Astra Internasional. Obligasi Astra tersebut memberjkan bunga (kupon) sebesar 11% per tahun, dapat dilunasi pada tahun ketiga dengan memberikan "yield" sebesar 17 % per tahun. Setelah ulang tahun ketiga pemiliknya dapat juga mengkonverslkan ke saham (put option) dengan "conversion price" sebesar Rp. 25.000. Apabila harga saham melebihi Rp. 35.000 berturut?turut selama 20 han, maka Astra dapat melaksanakan "call option". Tingkat imbalan (return) yang dihasilkan bagi investor dengan harga konversi tersebut adalah sebesar 21,81 % per tahun. Tentu saja "return" ini dapat lebih tinggi bila harga saham jauh lebih tinggi dan harga konversi sebelum omiten dapat melaksanakan "call option".
Melihat sifatnya, penerbitan obligasi ini sangat baik pada kondisi pasar yang lagi lesu karena berbeda dengan saham obligasi ini memberikan ?downside protection? terhadap pemodal dan juga kesernpatan untuk mendapatkan "capital gain" pada waktu pasar membaik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Surung Deodatus
"Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah membawa dampak yang sangat nyata dalam dunia investasi, terutama di Bursa Efek Jakarta. Setelah mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari segi jumlah emiten maupun nominal nilai saham yang diperdagangkan setiap harinya, Bursa Efek Jakarta tak dapat menghindari dampak krisis yang melanda Indonesia yang dimulal pertengahan tahun 1997. Pada situasi krisis, resiko berinvestasi di Bursa Efek Jakarta semakin tinggi, karena unsur ketidak pastian yang makin tinggi dan pergerakan saham yang sangat fluktuatif. Dalam penelitian ini diamati bagaimana profil resiko (voÌatilitis) yang terj adj di masing-masing sektor industri selama periode krisis berlangsung, mulai dan Agustus 1997 sampai dengan Desember 2001. Data yang digunakan adalah Indeks Harga Sahain Sektoral yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta.
Volatilitas Imbal Hasil Indeks Harga Saham Sektoral tersebut dimodelkan dengan ARCHJGARCH. Hampir semua sektor dapat dimodelkan dengan GARCH(1,1) kecuali Sektor Manufaktur dengan GARCH(3,2) dan Sektor Pertambangan dengan GARCH (1,2). Volatilitas yang dihasilkan masing-masing sektor memiliki kesamaan pola dimana pada awal terjadinya krisis mempunyai pola volatilitas yang tinggi dan kemudian diikuti dengan pola volatilitas yang makin rendah pada tahun 1999 sampal dengan Desember 2001. Pola ini ten adj pada semua sektor. Sektor Aneka Industri memiliki pola yang agak unik dimana volatilitasnya yang tertìnggi terjadi tepat awal-awal teijadinya krisis kemudian dilicuti oleh pergerakan yang relatif rendab dan datar pada masa selanjutnya. Hasil perhitungan unconditional variance menunjukkan bahwa sektor jpj meripakan yang paling rendah volatilitasnya kemudian diikuti oleh Sektor Perdagangan sedangkan Sektor Properti dan . Sektor Pertanian ¡nerupakan dua sektor yang paling tinggi volatilitasnya.
Korelasi yang paling kuat antara varian dengan imbal hasil teijadi path Sektor Industri J)asar (0.09837) kemudian Sektor Perdagangan (0.09675). Sedangkan yang paling lemah teijadi pada Sektor Aneka Industrj (-0.01416) yang diikuti Sektor Pertanian (0.0222 1). Korelasi conditional Variance yang paling kuat terjadi antara Sektor Manufaktur dengan Sektor Industri Barang Konsuinsj (0.88 102) yang diikuti antara Sektor Industri Barang Konsumsi dengan Sektor Pertanian (0.80600). Sedangkan korelasi yang paling lemah teijadi antara Sektor Pertanian dengan Sektor Properti (0.19103)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Permana
"Investasi selalu dihadapkan pada dua masalah yang kontradiktif yaitu maksimalisasi tingkat imbal hash (return) dan minimalisasi resiko (risk). Tingkat resiko yang dihadapi investor akan semakin tin ggi sebanding dengan tingkat pendapatan yang diperoiehnya, dimana fenomena ini mempakan suatu kewajaran dalam berinvestasi. Resiko yang dihadapi sebisa mungkin diantisipasi sehingga potensi kerugian yang diaiami dapat diminimumkan.
Tujuan dari penelitian karya akhir ¡ni adalab tujuan pertama adalah menyusun dinamika efficient frontier saham sektor industri dasar dan kimia di Bursa Efek Jakarta dan saham yang terletak pada daerah efisien yang akan membentuk portfolio selama periode penelitian 1996-2001, dimana efficient frontier adalah kumpulan portfolio efisien yang dihubungkan sehingga membentuk suatu garis. Tujuan kedua adalah merumuskan variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia di Bm-sa Efek Jakarta selama periode 1996-2001, dimana pada penelitian ini diduga indeks harga sahani gabungan (IHSG), indeks harga saham sektoral (IHSS), dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar (DR) merupakan variabel independen yang signifikan.
Tujuan ketiga yang merupakan tujuan terakhír dad penelitian ini adalah mengevaluasi tingkat resiko indeks portfolio portfolio saham sektor industri dasar dan kimia di Bursa Efek Jakarta selama periode 1996-200 dengan menggunakan model volatilitas Model ARCH (Autoregresive Conditional Heteroscedasticity)IModel GARCH (Generalized Autoregresive Conditional Heteroscedasticity) (Engle: 1982), dimana ARCHIGARCH merupakan teknik ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasikan variance dan data masa lalu untuk estimasi varians masa depan yang bersifat tidak konstan (volatile) yang berguna untuk meningkatkan efisiensi pemodelan.
Penelitian karya akhir ini akan membahas mengenai proses pembentukan portfolio saham di suatu sektor industri yaitu industri dasar dan kimia, serta pengaruh dan dampak dan indeks barga saham gabungan (IHSG), indeks barga saham sektoral (IHSS), dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar (IDR) kepada pergerakan indeks portfolio yang dibentuk dan saham sektor industri dasar dan kimia di Bursa Efek Jakarta selama peniode 1996-2001. Penelitian ini pun akan mencoba untuk membuat model persamaan dari lHSG, EHSS, dan IDR sebagai variabel independen dan indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia sebagai variabel dependen dengan memperhatikan nilai error/residu persamaan, karena residu tidak selamanya bersifat konstan sepanjang waktu (homoscedastic). Pergerakan volatilitas residu dapat menjelaskan pergerakan tingkat resiko masa yang lalu yang relevan untuk memperkirakan resiko pada masa yang akan datang.
Hasil penelitian menunjukican bahwa patta masa menjelang krisis ekonomi tahun 1996-1997 terdapat Íebih banyak saham di sektor ¡ni yang terletak path wilayah yang efisien. Puncak ¡crisis pada tahun 1998 mengakibatkan hanya dua sahani yang berada pada wilayah efisien, dimana terjadi penurunan dalam nilai indikator ekonomi, namun ketika terjadi peningkatan pada tahun 1999-2001. Pengukuran variabel independen secan signifikan dengan level 0,05 yang mempenganuhi pergerakan indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia dipengaruhi oLeh FUSS dan pergeralcan indeks tersebut di masa lalu (lag saham dan portfoho).
Penelitian pada tahun 1997 menunjukkan bahwa IHSG, IHSS, dan IDR tidak berpengaruh pada indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia, IHSG dan IHSS berpengaruh pada indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia pada tahun 1998, sedangkan pada tahun 1999 indeks portfolio sektor industri dasar dan kimia dipengaruhi oleh IHSG dan pergerakan indeks tersebut di masa lalu (lag saham dan portfolio). Tahun 2000 indeks portfolio saham sektor industri dasar dan kimia hanya dipengaruhi oleh 1HSS sedangkan pada penelitian tahun 2001 saham indeks portfolio saliam sektor industri dasar dan kimia hanya dipengaruhi oleh dan pergerakan indeks tersebut di masa lalu (lag saham dan portfolio).
Pengukuran tingkat resiko dengan portfolio saham sektor industri dasar dan kimia dengan model GARCH (1,1) hanya dapat dilakukan pada tahun 1999. Nilai conditional variance yang didapat dapat digunakan dalam berinvestasi karena lebih teliti dalam tingkat pengukuran resiko dibandingkan dengan menggunakan nilai unconditional variance.
Kesimpulan yang dapat diambil dan penelitian ini adalah selama periode penelitian dan tahun 1996- 2001 kecenderungan saham yang masuk ke dalam daerah efisien menurun. Faktor lag selama periode penelitian dan tahun 1996-2001, sering menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi secara signifikan dengan level 0,05 indeks portfolio saham sektor industri dasar dibandingkan dengan variabel independen LHSG, LHSS, dan DR. Model GARCH (1,1) dapat digunakan pada portfolio tahun 1999.
Saran dari penelitian ini adalah saran pertama, dengan model GARCH (1,1) investor dapat menggunakan nilai conditional variance sebagai salah sam alat bantu bagi dalam memperkirakan pergerakan resiko investasi saham dan portfolio dan waktu ke waktu bila dibandingkan dengan menggunakan nilai uncondlional variance. Saran kedua adalah kepada peneliti lain yang ingin meneliti evaluasi portfolio saham sektor industri lainnya selain sektor industri dasar dan kimia di Bursa Efek Jakarta dapat memperbandingkan hasil penelitiannya dengan hash penelitian evaluasi portfolio saham sektor industni dasar dan kimia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T5527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nellia Putri
"Pada pertengahan tahun 1997 perekonomian indonesia mengalami krisis yang terparah sepanjang sejarah Orde Baru. Hal ini diawali dengan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hingga 80 persen dan peningkatan suku bunga deposito dan sekitar 15 persen menjadi 30 persen, serta inflasi yang melonjak hingga dua digit. Hampir seluruh perusahaan Indonesia tidak mampu membayar kewajibannya. Secara teknis perusahaan-perusahaan tersebut dapat dinyatakan bangkrut. Kondisi ini menimbulkan efek penurunan harga-harga saham perusahaan yang terdaftar- di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Indeks pasar yang ditunjukkan oleh Indeks Harga Saham Gabungan ([HSG) merosot tajam dan nilai 726 (akhir Juil 1997) menjadi hanya 260 pada bulan September 1998. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi perubahan harga saham pada waktu berubahnya indikator-indikator ekonomi tersebut.
Namun terdapat fenomena menarik yang terjadi selama periode krisis tersebut, dimana ada saham-saham yang mampu bertahan dan hampir tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi politik, yang oleh para analis dan investor di pasar modal dikategorikan sebagai defensive stocks. Saham-saham ini biasanya berasal dari emiten yang bergerak di bidang komoditi utama atau yang setiap saat dibutuhkan oleh konsumen dan memiliki pasar yang luas. Beberapa saham yang termasuk dalam kategori tersebut adalah saham perusahaan sektor industri consumer goods, terutama dari sektor indutri makanan-minuman dan rokok.
Fenomena ini menarik untuk dilakukan penelitian guna mengetahui adanya pengaruh faktor-faktor ekonomi makro terhadap kinerja saham saham perusahaan sektor industri consumer goods. Dan bila terdapat pengaruh faktor-faktor ekonomi terhadap kinerja saham saham perusahaan seictor industri consumer goods, seberapa signifikan pengaruhnya terhadap harga saham tersebut.
Untuk menganalisis permasalahan tersebut digunakan pemodelan multifaktor, dimana seluruh data variabel penelitian yang diguriakan berupa data runtun waktu (urne series) dengan skala data bulanan (monthly) dan metode analisis data yang digunakan adalah regresi berganda (OLS). Indeks Harga Saham Gabungan (ll-ISG), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, perubahan suku bunga SBI I buían dan tingkat itifiasi merupakan faktor-faktor yang mewakili faktor ekonomi makro yang sangat bergejolak selama krisis berlangsung dan menjadi variabel bebas (independent variable) dalam persamaan regresi. Sedangkan indeks harga saham perusahaan kategori industri Consumer goods sebagai vanabel terikatnya (dependent varíabk). Indeks saham perusahaan Consumer goods yang digunakan dalam penelitian adalah INDF, MYOR, SUBA, ¡JLTJ (kategori food & beverages); BATI, GGRM dan HMSP (kategori tobacco manufactures); DNKS, KLBF dan TSPC (kategon pharmaceuticals); UNVR (kategori cosmetics & household) dan KDSI (kategori houseware), sefla IHSCG (indeks harga saham sektor consumer goods).
Hasil penelitian menunjukJn bahwa secara umum IHSG berpengaruh sangat signifikan dan positif terhadap seluruh indeks harga saham kecuali pada indeks ?larga saham IJLTJ, BATI dan DNKS. Pengaruh negatif nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (kurs) cukup signifikan terhadap indeks harga saham INDF, MYOR, HMSP, DNKS, KLBF, dan TSPC. Sedangkan perubahan suku bunga SBI memberi pengaruh negatif hanya pada indeks harga saham HMSP dan inflasi juga memberi pengaruh negatif hanya pada indeks harga saham MYOR dan BATI.
Langkah berikutnya dalam penelitian adalah dengan mengembangkan model yaig mengikutsertakan faktor autoregressive function (AR) sebagai fi.ingsi residual atau penyimpangan (Ut) dan moving average function (MA) sebagai fiingsi inovasi yang membenkan informasi tentang residual (et) atau kombinasi keduanya yang dikenal sebagai model ARMA yang dapat digunakan untuk meramalkan indeks saham ke depan dengan lebih baik, karena faktor AR dan MA ternyata mampu memberikan informasi tambahan yang menjelaskan terjadinya variabilitas indeks saham consumer goods seperti INDF, SUBA, IJLTJ, DNKS, KLBF, TSPC, UNVR dan KDSI. Kriteria pemodelan yang digunakan adalah sesuai degan kriteria Box-Jenkins, yaitu parsimony, gccdncss offi dan information "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T5540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>