"Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai produsen ikan tangkap terbesar di dunia dengan perikanan skala kecil (small-scale fisheries, SSF) menyumbang lebih dari 80 persen dari total produksi nasional. Namun, pengecualian SSF dari sistem pajak yang berlaku serta instrumen pengelolaan lainnya telah memperburuk permasalahan kelebihan kapasitas (overcapacity) dan penangkapan ikan berlebihan (overfishing), yang mengancam keberlanjutan stok ikan.
Studi ini mengusulkan reformasi sistem perpajakan perikanan di Indonesia untuk menciptakan industri perikanan yang lebih adil dan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan model bioekonomi yang berfokus pada perikanan pelagis kecil di Wilayah Pengelolaan Perikanan (Fishery Management Area, FMA) 715 untuk mengevaluasi dampak pajak produksi terhadap SSF. Temuan menunjukkan bahwa tingkat pajak sebesar 4,8 persen dapat mempercepat pemulihan stok ikan, meskipun sedikit menurunkan produksi dalam jangka panjang. Namun, tantangan utama yang muncul adalah potensi kehilangan lapangan kerja akibat efek crowding-out, terutama bagi komunitas pesisir yang memiliki tingkat kemiskinan dan kerentanan tinggi.
Lebih lanjut, penerapan pajak pada SSF menghadapi hambatan besar dalam pemantauan dan penegakan kepatuhan guna mencegah penghindaran pajak. Simulasi lanjutan menunjukkan bahwa pajak produksi dapat mendorong nelayan untuk mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan, seperti memusatkan upaya penangkapan ikan di daerah yang lebih produktif atau meningkatkan peralatan mereka. Namun, terdapat risiko meningkatnya pelaporan yang tidak akurat (underreporting) atau perdagangan informal untuk menghindari pajak, mengingat SSF sering beroperasi dalam sektor informal dengan tingkat kepatuhan yang rendah. Oleh karena itu, pengenalan pajak pada SSF harus mempertimbangkan dengan cermat dampak sosial, budaya, dan ekonomi yang mungkin timbul.
Indonesia ranks as the world's third-largest capture fish producer where small-scale fisheries (SSF) contributing over 80 percent of the national output. However, the exclusion of SSF from the existing tax system and other management instruments has exacerbated the issues of overcapacity and overfishing, threatening the sustainability of fish stocks. This study proposes a reform of Indonesia’s fishery tax system to create a fairer and more sustainable fishing industry. It employs a bioeconomic model focusing on small-pelagic fisheries in Fishery Management Area (FMA) 715 to assess the impact of production taxes on SSF. Findings indicate that tax rate of 4.8 percent could accelerate stock recovery while slightly reducing long-term production. However, an immediate challenge is the potential loss of jobs due to crowding-out effects, particularly in coastal communities with high poverty rates and vulnerability. Furthermore, the implementation might face significant challenges in monitoring and enforcing compliance to prevent tax evasion. Extended simulations suggest that a production tax may encourage fishers to adopt more sustainable practices by concentrating fishing efforts in more productive areas or upgrading their equipment. However, there is also a risk of increased underreporting or informal trading to evade taxes, given that SSF often operate within the informal sector with low compliance levels. Therefore, the introduction of a tax on SSF must carefully consider the potential social, cultural, and economic impacts."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024