Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 280 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Halimah
Abstrak :
Berbagai bentuk perilaku menyimpang di kalangan remaja, merupakan suatu proses untuk beradaptasi di dalam menghadapi berbagai perubahan, baik perubahan yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal dan berhasil tidaknya seseorang di dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi antara lain oleh kondisi dan situasi keluarga di mana remaja tersebut berada. Kemampuan keluarga di dalam menyampaikan nilainilai dan norma-norma akan menjadi pedoman tingkah laku dalam hubungan antar anggota keluarga dan sekaligus akan menjadi perisai atau benteng di dalam kehidupan mereka di dalam masyarakat yang sangat diperlukan, agar mereka dapat beradaptasi. Kasus kenakalan remaja yang diteliti dalam tesis ini, berasal dari keluarga yang gagal dalam menciptakan kebudayaan keluarga. Keluarga tersebut tidak mampu menerapkan sistem nilai dan norma-norma keluarga, sehingga mereka tidak memiliki pedoman yang mengatur pola-pola hubungan antar anggota keluarga. Akibatnya keluarga tersebut tidak dapat menjalankan peranan dan fungsi-fungsinya dengan baik, juga tidak mampu menciptakan komunikasi yang terbuka antar anggota keluarga. Kondisi keluarga seperti itu, melahirkan hubungan yang tidak harmonis dan penuh dengan konfiik, sehingga tidak tercipta ketentraman lahiriah maupun batiniah, yang menghambat penyaluran rasa tentram dan rasa aman di dalam keluarga, terutama pada anak-anak yang menginjak masa remaja. Anggota keluarga yang telah menginjak remaja mulai mengikat diri dengan kelompok teman sebaya (peer up). Ia mengidentifikasikan diri dengan peer group. Ia naila-i_? mencari dan memenuhi apa-apa yang tidak diperblehnya di dalam keluarga, pada teman-teman sebayanya. Kelompok teman sebaya, menjadi sangat penting untuk memperoleh,dan mempelajari keterampilan dan belajar strategi sosial. Penelitian ini menjadi penting, di dalam mengungkap betapa besar andil keluarga terhadap munculnya berbagai bentuk perilaku menyimpang tersebut. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode wawancara riwayat hidup, observasi, dan observasi partisipasi dengan cara berkunjung dan tinggal selama kurang lebih 3 bulan bersama keluarga yang diteliti.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Heri Widodo
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan Hand Test pada kelompok remaja yang diasuh oleh single parent. Pendekatan yang digunakan adaiah deskriptif kualitatii Setelah dilakukan Studi literatur mengenai dampak pengasuhan single parent dilakukan wawancara mendalam secara semidirektif terhadap 4 subyek penelitian. Subyek penelitian adalah remaja yang sejak kecil mendapatkan pengasuhan single parent. Sesudah itu, kepada subyek dibedkan Hand Tesr Langkah terakhir adalah melihat kesesuaian antara literatur mengenai dampak pengasuhan single parent dengan hasil wawancara senta melihat kesesuaian antara hasil Hand Test dengan hasil wawancara setiap subyek. Dari analisis yang dilakukan, hanya ada 3 kesesuaian (l0,7%) antara literatur mengenai dampak remaja yang diasuh olch single parent dan hasil wawancara yang ditemukan pada seluruh subyek (empat subyek) yaitu represi, konsep diri negatitl dan dependensi. Dari hasil temuan ini, tampak bahwa Iiteratur mengenai dampak remaja yang diasuh oleh single parenl kurang dapat menggambarkan kondisi yang sebenamya dari subyek-subyek penelitian ini yaitu remaja yang sejak kecil diasuh oleh single parent. Jika dilihat pada setiap subyek penelitian, hanya hasil wawancara subyek 3 yang memiliki kcsesuaian relatif banyak dibandingkan subyek yang lainnya. Kesesuaian antara hasil Hand Test dcngan hasil WaVV3flC3J"d secara umum juga tidak tampak memadai. Dari Hand Test yang dilakukan, hanya satu respon yang ditemukan pada seluruh subyek (empat subyek) yang memiliki kesesuaian dengan hasil wawancara yaitu dependence. Jika dilihat dari seliap subyek, hanya ada 2 subyek yang merniliki kesesuaian yang cukup banyak antara respon Hand Test subyek yang bersangkutan dengan hasil wawancaranya. Subyek-subyek tersebut adalah subyek 2 dan subyek 3.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murni Rachmatini
1973
S2212
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meigasari
Abstrak :
Salah satu bentuk perkembangan yang menonjol pada masa remaja yaitu terjadinya perubahan-perubahan fisik yang akan mempengaruhi pula perkembangan kehidupan seksualnya. Pada masa ini, remaja biasanya sudah mulai mengenal pacaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Desain penelitan ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Penelitian dilakukan pada remaja binaan rumah singgah Dilts Foundation, orang tua binaan rumah singgah Dilts Foundation dan Managing Director rumah singgah Dilts Foundation. Hasil penelitiannya adalah sebagian besar perilaku pacaran pada remaja binaan rumah singgah DF belum menjurus ke arah perilaku pacaran yang berisiko dan faktor lingkungan serta individu mempengaruhi mereka untuk melakukan pacaran. ......One of the prominent development in adolescence is physicals changing which is also affect to their sexual development. In this period, adolescent usually knows dating behavior. The objectives of this research is to find out dating behavior in adolescent student of Dilts Foundation shelter and the factors affecting it. The research used the qualitative method and conducted by In Depth Interview and Focus Group Discussion (FGD). This research were applied to adolescent student, parent of students and Managing Director of Dilts Foundation shelter. The result shows that most of adolescent student of Dilts Foundation shelter dating behavior not lead yet to risky dating behavior. Environment and individual factors affect to their dating behavior.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52893
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Prasetio Wardoyo
Abstrak :
ABSTRACT
Kondisi berat badan berlebih pada remaja menjadi masalah kesehatan yang terus menuai perhatian. Bukan hanya disebabkan prevalensinya yang meningkat pesat, namun juga berbagai dampak buruknya pada kesehatan remaja, khususnya pada kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan kondisi berat badan berlebih dengan kualitas tidur pada remaja usia 16 sampai 18 tahun di Jakarta Selatan. Penelitian berdesain potong lintang ini dilaksanakan di dua SMA Negeri di daerah Jakarta Selatan. Sebanyak 186 responden penelitian dengan usia di antara 16 sampai 18 tahun menjalani penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, penentuan IMT dan status gizi menggunakan grafik CDC, serta pengisian Cleveland Adolescent Sleepiness Questionnaire untuk melihat kualitas tidurnya. Prevalensi berat badan berlebih ditemukan sebesar 20,43% (14,52% tergolong overweight, 5,91% tergolong obese) dengan median nilai kuesioner 40,00 (23,00-58,00). Uji Mann-Whitney menemukan bahwa nilai p untuk perbedaan rerata nilai kuesioner terhadap kondisi berat badan berlebih sebesar 0,783. Tidak ditemukan adanya perbedaan antara kualitas tidur terhadap berat badan berlebih pada remaja usia 16 sampai 18 tahun di Jakarta Selatan.
ABSTRACT
Condition of overweight adolescents become a health problem that continues to arouse attention. Not only because of its rapidly increasing prevalence, but also various adverse effects on adolescent health, especially on the quality of sleep. This study aims to study the relationship of the condition of excess body weight with sleep quality in adolescents aged 16 sampai 18 years in South Jakarta. This cross-sectional design study was carried out in two public senior high schools in the South Jakarta. A total of 186 respondents with the age between 16 sampai 18 years old underwent weight measurement, height measurement, determination of BMI and nutritional status using CDC chart, as well as filling the Cleveland Adolescent Sleepiness Questionnaire to see the quality of sleep. The prevalence of overweight was found by 20.43% (14,52% categorized as overweight, 5,91% categorized as obese) with a median value of the questionnaire 40.00 (23.00 to 58.00). Mann-Whitney test found that p-value for mean difference of questionnaires total score to excess weight is 0,783. No differences were found between quality of sleep to excess weight in adolescents aged 16 sampai 18 years in South Jakarta.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Earvin P. Ramli
Abstrak :
Penelitian ini ingin melihat hubungan antara antara empati dengan civility dalam bentuk perilaku sopan pada remaja Jabodetabek. Empati adalah usaha untuk memahami dan berbagi perasaan atau keadaan emosional orang lain ke dirinya sendiri. Lalu civility itu sendiri adalah perilaku sopan yang dapat menjaga keharmonisan pada lingkup sosial atau perilaku yang mencerminkan rasa respect untuk tiap individu. Untuk mengukur empati digunakan Basic Empathy Scale dan untuk mengukur civility digunakan Politeness Scale. Kedua alat ukur ini sudah diadaptasi terlebih dahulu ke bahasa Indonesia. Partisipan pada penelitian ini adalah remaja berusia 11-24 tahun dan berdomisili di daerah Jabodetabek. Pada penelitian ini didapatkan jumlah partisipan sebanyak 116 orang. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara empati dengan civility dalam bentuk perilaku sopan pada remaja ( r = 0,314, p < 0,01). ......This research would like to know the relationship between empathy and civility in adolescence who lives in Jabodetabek Area. The civility in this research is operationalized as polite behavior. Empathy is the ability to understand and share another?s emotional state or context (Cohen & Strayer, 1996). Civility, defined as polite behaviors that maintain social harmony or demonstrate respect for the humanity of an individual, is important in maintaining a society (Wilkins et. Al, 2010). Empathy is measured using the Basic Empathy Scale, whereas civility is measured using the politeness scale. Both measuring tools have been adapted to Bahasa Indonesia. The participant in this research are adolescence age 11-24 and is currently living in the Jabodetabek area. The number of participants gathered were 116 people. The findings in this research showed that there is a significant positive correlation between empathy and civility in adolescence (r = 0,314, p < 0,01).
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S65550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robin
Abstrak :
Lingkungan hidup, yang bertalian erat dengan kehidupan manusia pada saat ini menunjukkan berada dalam taraf yang cukup merisaukan. Pada saat kondisi lingkungan semakin kritis, semakin terganggu keseimbangannya sementara kebutuhan manusia semakin meningkat, menjadikan lingkungan hidup sebagai masalah. Masalah yang berkaitan dengan unsur manusia, hanya dapat ditanggulangi melalui pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian masyarakat, peserta didik, para pelaksana pembangunan serta para pengelola sumber daya alam dan lingkungan. Peranan manusia merupakan unsur utama dalam ekosistem, karena ia dapat dididik agar memiliki konsep mental dan perilaku yang bertanggung jawab dalam membangun lingkungan. Pendidikan memainkan peranan sebagai pembentuk dan penyebar nilai-nilai baru yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan lingkungan. Usaha ini untuk mempertinggi martabat manusia dan mempertinggi mutu hidup manusia (Salim 1986). Isu tentang penurunan kualitas lingkungan telah menciptakan suatu kebutuhan yang mendesak dalam menggalakkan pendidikan lingkungan (environmental education) yang bertujuan untuk menimbulkan kesadaran terhadap lingkungan dan membekali peserta didik dengan pengetahuan dan pandangan-pandangan luas tentang manfaat lingkungan. Pendidikan lingkungan adalah usaha untuk mengembangkan atau membangun pengertian tentang konsep lingkungan dan meningkatkan kesadaran, sikap, motivasi dan komitmen-komitmen tentang lingkungan di antara para pendidik dan peserta didik juga antara guru dan murid (Soerjani 1991). Salah satu program pendidikan lingkungan yang telah dilaksanakan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah Program Kemah Konservasi, yang bertujuan agar peserta didik yang terdiri dari siswa-siswi SLTP dan SMU mempunyai pengetahuan, sikap dan kesadaran yang tinggi tentang lingkungan. Pendekatan yang dilakukan oleh para pengelola kawasan konservasi adalah program pendidikan lingkungan yang edukatif namun sekaligus rekreatif dengan metode pengajaran langsung berdekatan dengan alam / lingkungan pada kawasan konservasi tersebut (resource based learning). Penelitian ini akan mengetahui sejauhmana hubungan Program Kemah Konservasi dengan pengetahuan dan sikap peserta tentang lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui hubungan Program Kemah Konservasi dengan pengetahuan peserta tentang lingkungan; (2) untuk mengetahui hubungan Program Kemah Konservasi dengan sikap peserta tentang Iingkungan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: (1) pengembangan ilmu lingkungan khususnya pendidikan lingkungan non-formal; (2) masukan bagi para pendidik, pengelola sekolah dan masyarakat akan manfaat kawasan konservasi bagi penelitian dan pendidikan, serta (3) masukan bagi pengambil keputusan baik Dephut maupun Depdiknas. Penelitian ini dilakukan di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan mengambil keseluruhan jumlah populasi yang mengikuti Program Kemah Konservasi pada tahun 2002 (studi kasus). Jumlah peserta yang mengikuti program ini adalah sebanyak 30 orang yang terdiri atas siswa-siswi SMU yang berasal dari sekolah yang ada di sekitar kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yaitu dari Cianjur, Sukabumi, dan Bogor. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dilaksanakan dengan metode ex post facto dengan desain prates dan pascates. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara, dan observasi lapangan. Alat pengumpulan data berupa kuesioner ada dua yaitu: tes untuk mengukur pengetahuan peserta tentang lingkungan dan kuesioner sikap peserta terhadap lingkungan dalam bentuk skala Likert. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji t-tes untuk tes pengetahuan peserta tentang lingkungan dan setelah penskoran kuesioner sikap peserta terhadap lingkungan digunakan tabulasi yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, dari data responden terdapat 20 orang peserta siswa (66,67%) dan selebihnya (10 orang l33,33%) peserta siswi, adapun dari asal peserta 12 orang (40%) berasal dari Cianjur, dan selebihnya berasal dari Bogor dan Sukabumi masing-masing 9 orang (30%) peserta, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa terdapat 26 orang (86,67%) yang mengikuti kegiatan Pecinta Alam (PA) dan hanya 4 orang (13,33%) yang mengikuti selain Pecinta Alam. Hasil pre test pengetahuan didapatkan nilai rata-rata 5,867; standar deviasi = 1,137 dengan kisaran nilai 3-8, sedangkan hasil post test kisaran nilainya 5,2-8,8 dengan nilai rata-rata 6,947 (standar deviasi = 1,084) yang selanjutnya akan diolah dengan menggunakan Uji t (uji perbedaan dua rata-rata). Berdasarkan hasil tes sikap peserta tidak ada peserta yang mempunyai sikap sangat tidak setuju (sangat tidak sadar) dan tidak setuju (tidak sadar) terhadap lingkungan, adapun yang bersikap ragu-ragu dari hasil pra tes terdapat 3 orang (10%) dan basil pascates hanya 1 orang (3,33%); sebanyak 12 orang (40%) peserta yang bersikap cukup setuju (cukup sadar) pada pra tes sedangkan pada pasca tes terdapat 11 orang (36,67%), sedangkan yang bersikap sangat setuju (sangat sadar) sebanyak 15 orang (50%) pada pra tes dan pada hasil pasca tes terdapat 18 orang (60%). Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang positif antara Program Kemah Konservasi dengan pengetahuan peserta tentang lingkungan (p < 0,05). 2. Terdapat hubungan yang nyata antara Program Kemah Konservasi dengan sikap peserta terhadap lingkungan. Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) perlunya penelitian lanjutan tentang perilaku peserta program kemah konservasi; (2) agar memperpanjang waktu pelaksanaan Program Kemah Konservasi.
Correlation between Conservation Camping Program with Knowledge and Attitude toward the Environment (Case Study on Gunung Gede Pangrango National Park)Nowadays the environment which has a close relation with the live hood of man has shown up to the level of restlessness. When the environmental condition reached the more critical stage, its balance consequently was more interrupted while the human's needs highly increased, so that the environment became a real problem. Problem dealing with human factor can only be overcome with education in order to improve society, learning participants, development executives, and natural and environmental resources administrators. The role of human is essential in ecosystem, since they can be educated to develop a responsible mental and behavioral concept in their environmental development. Education plays the role as the developer and the distributor of new value required to meet environment demand. This will improve the dignity and quality of human lives (Salim 1986). The issue of environment quality degradation has created an urgency to promote environmental education, which objective is to build environmental awareness and to provide learning participants with broader knowledge and insight on the benefit of environment. Environmental education is an effort to develop and to build understanding on environmental concept, and also to increase awareness, behavior, motivations and commitment toward the environment among all concerns, the trainers and trainees as well as teachers and students (Soerjani 1991). One of environmental education program accomplished in Gunung Gede Pangrango National Park is Conservation Camping Program. The activity aims at providing better knowledge, behavior, and awareness of learning participants, who consists of Junior and Senior High School students; about environment. The administrators of conservation areas approach the environmental education activity in such an educational and recreational way, while specifically exercise resource based learning method. The study will know how far correlation between Conservation Camping Program with knowledge and behavior of learning participants toward the environment. The objectives of this study are: (1) to know correlation between Conservation Camping Program with knowledge of learning participants; (2) to know correlation between Conservation Camping Program with behavior of learning participants. The results hopefully will be useful to: (1) develop environment science especially non-formal environmental education, (2) provide inputs for instructors, school management and society on the benefit of conservation areas for learning and research activities, and (3) provide inputs for policy makers either from Ministry of Forestry or Ministry of Education. The study takes place in Gunung Gede Pangrango National Park, and involves total population of Conservation Camping Program which is held in 2002 (case study). Total learning participants are 30 students, comprising High School students of regencies surrounding the Gunung Gede Pangrango National Park areas, of Cianjur, Bogor, and Sukabumi. This research is quantitative, and accomplished with ex post facto method using pre and post test. The data collection is performed with questionnaire, interviews, and field observation. There are two types of questionnaires performed: one type of questionnaire is to assess the participants' knowledge on environment, while the other one is a Likert scale type of questionnaire to measure the participants' behavior on environment. Data analysis methods employed are t-test examination, for questionnaire to assess the participants' knowledge and tabulation, which is employed to analyze the participants behavior questionnaire scores, before descriptive analysis performed. Based on the result, among 12 of respondents compromising 20 male participant students (66,67%) and 10 others of female students (33,3%), those are 12 participants (40%) came from Cianjur, while 9 others coming from Bogor and Sukabumi and representing 30% of the participants. Of those participants 26 (86,67%) are joining Outbound extracurricular activity and only 4 (13,33%) join other extracurricular activity. The knowledge pre-test obtained result average score of 5,867; (t 1,137) with 3-8 ranges, while post test score ranges from 5,2-8,8 with scores of 6,947 (t 1,084) will be further analyzed using t test (test to examine two averages). Based on the result of attitude test on participants, there is no student of least and less apprehension on environment, while 3 (10%) these participants are uncertain while the post test reveals only 1 (3,33%); in pre-test, 12 of those participants (40%) have a good apprehension, while in post, the result is only 11 (36,67%), and finally those who have the best apprehension in pre test is 15 (50%) while in post test there are 18 (60%). Based on the result, the study concludes: 1. There is positive correlation between Conservation Camping Program with learning participants knowledge on environment (p 0,05) 2. There is significant correlation between Conservation Camping Program with participants attitude on environment. The author's suggestion on this research are: (1) to arrange further research about behavior of participants of Conservation Camping Program; (2) to add period of Conservation Camping Program.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mangaweang, Lina Regina
Abstrak :
Latar belakang : Saat ini, perceraian hidup hampir di semua negara cukup tinggi dan meningkat terus setiap tahunnya termasuk Indonesia besar pengaruhnya terhadap perceraian. Faktor yang sangat berperan adalah status ekonomi dan kehidupan seksual yang sering dalam bentuk perselingkuhan. Perceraian hidup dikhawatirkan masih sebagai fenomena gunung es. Akibat dari perceraian ini dapat berisiko berbagai psikopatologi pada orangtua dan terutama pada anak berisiko dua kali bila dibandingkan dengan anak yang orangtuanya utuh. Generasi penerus ini bisa menderita berkepanjangan bahkan sampai menikah serta berakibat fatal bila tidak segera diatasi. Penelitian ini meneliti problem emosi dan perilaku pada 96 remaja yang orangtuanya tunggal karena bercerai hidup. Metode : Survei cepat untuk menskrining problem emosi dan perilaku pada remaja dengan instrumen Child Behavior Checklist/4-18 (CBCL) dan Family Adaptibillity Cohesion and Evaluation Scale-III (FACES-III) yang digunakan untuk menilai tipe relasi pada keluarga ini. Hasil : Proporsi total problem emosi dan perilaku pada remaja sebesar 51%, proporsi profil keluhan somatik (p=0,0337) lebih besar pada remaja perempuan, proporsi profil cemas depresi (p=0,0058) dan profil perilaku agresif (p=0,0028) lebih besar pada kelompok umur 12-14 tahun. Sedangkan penilaian tipe relasi keluarga antara ibu dan remaja tidak ada perbedaan yaitu kohesi keluarga tipe ekstrim dan adaptasi keluarga tipe seimbang. Tipe dimensi keluarga ini adalah tipe rentang tengah dan tidak ada hubungan dengan problem emosi dan perilaku pada remaja. Simpulan : Problem emosi dan perilaku pada remaja sebesar 51% dan problem emosi dan perilaku pada remaja tidak berhubungan dengan tipe dimensi keluarga. Kata kunci : Perceraian orangtua - profil problem emosi dan perilaku remaja - relasi keluarga.
Background : Recently, alive divorce rates have been quit high in almost all countries. The rates keep increasing overtime, including in Indonesia where it has a significant influence on divorce. The leading factors are economic status, sexual life in the form of adultery alive divorce cases have been suspected as an iceberg phenomenon. The consequence of alive divorces can be a risk factor for the psychopathology of parents especially of their children whose risk is twice then in children with intact parent. This young generation can sustained to suffer until they get married and it could be fatal if not immediately overcome. This trial investigated two groups namely internalizing and externalizing groups in 96 teenagers who where brought up by single parent due to alive divorce. Method : a quick survey was performed to screen emotional and behavior problems in teenagers by using child behavior checklist/4-18 (CBCL). The other instruments used were FACES III that was used to evaluate the relation type in these families. Result: Proportion of total problem of emotional and behavior problems among the teenagers was 51%. The somatisation complaint proportion was higher in female teenagers (p=0 0337) whereas the proportions of anxiety/depression (p=0, 0058) and aggressive behavior (p= 0,0028) were higher in the group of 12-14 year old teenagers. The evaluation of relation type between mother and child revealed there was no difference namely the familial cohesion of the extreme type and adaptability of the balance type. Based on these relation/dimension types of these families was mid range this trial found that in the familial relation type there was no correlation between emotional and behavior problem in teenagers. Conclusion: The proportion of emotional and behavioral problems in teenagers was 51% and in this trial there is no correlation between emotional and behavior problems among teenagers of the familial relation type. Keywords: divorce parents - profile emotional and behavior problems in teenagers - relation type.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Dewi
Abstrak :
Pendidikan lingkungan hidup adalah bagian dari isu lingkungan global setelah Konferensi Stockholm tahun 1972. Perhatian dunia pada masalah lingkungan menuntut adanya program pendidikan lingkungan hidup di setiap negara di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa masalah lingkungan adalah masalah seluruh manusia di dunia. Pendidikan lingkungan hidup adalah upaya mengubah perilaku dan mentalitas masyarakat terutama generasi muda dalam rangka melestarikan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Pendidikan lingkungan hidup di Indonesia dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal dan non formal. Kepramukaan adalah salah satu kegiatan ekstrakurikuler di luar sekolah yang dapat menjadi media pendidikan lingkungan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya perbedaan pengetahuan, sikap dan kepedulian siswa SMA pada lingkungan hidup antara siswa SMA yang mengikuti pramuka dan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka. Hipotesis penelitian adalah: Siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor yang lebih tinggi dari pada siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka dalam hal pengetahuan lingkungan hidup. sikap dan kepedulian pada lingkungan hidup. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis dengan menggunakan metode survai. Penelitian dilakukan di SMA 1 Bekasi, SMA PGRI 1 Bekasi dan SMA KORPR1 Bekasi. Jumlah sampel 84 orang siswa terdiri atas 42 siswa yang mengikuti pramuka dan 42 siswa yang tidak mengikuti pramuka, yang diambil dari tiga sekolah sampel. Pemilihan sampel dilakukan secara multi stage sample. Penelitian dilakukan pada semester 1 tahun pelajaran 2006/2007. Hasil Pembahasan penelitian adalah: a. Rata-rata skor pengetahuan lingkungan hidup siswa SMA yang mengikuti pramuka 22,57 dan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka 20.76. b. Rata-rata skor sikap siswa SMA yang mengikuti pramuka pada lingkungan hidup 103,86 dan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka 100.40. c. Rata-rata skor kepedulian siswa SMA yang mengikuti pramuka pada lingkungan hidup 103 dan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka 99,79. Hasil pengujian hipotesis dengan analisis varians: a. Variabel pengetahuan lingkungan hidup: nilai F hitung untuk sumber varians antar kolom adalah 6,819, nilai ini lebih besar dari F-tabel pada taraf signifikansi a = 0.05 adalah 3,96. Ho ditolak dan H1 diterima. Artinya siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor pengetahuan lingkungan hidup lebih tinggi dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka. b. Variabel sikap pada lingkungan hidup: nilai F.,;t.g untuk sumber varians antara kolom adalah 8,22, nilai ini lebih besar dari F-tabel pada taraf signifikansi a = 0.05 adalah 3,96. Ho ditolak dan Hi diterima. Artinya siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor sikap pada lingkungan hidup lebih besar dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka. c. Variabel kepedulian pada lingkungan hidup: nilai F-hitung untuk sumber varians antar kolom adalah 3,99, nilai ini lebih besar dari F-tabel pada taraf signifikansi a = 0.05 adalah 3,96. Ho ditolak dan HI diterima. Artinya siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor kepedulian pada lingkungan hidup lebih besar dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka. Kesimpulan penelitian ini adalah: 1. Siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor pengetahuan lingkungan hidup lebih tinggi dari pada siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka. 2. Siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor sikap pada lingkungan hidup cenderung ke arah positif dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka. 3. Siswa SMA yang mengikuti pramuka memiliki rata-rata skor kepedulian pada lingkungan hidup Iebih besar dibanding dengan siswa SMA yang tidak mengikuti pramuka. Saran: 1. Perlu adanya kesepakatan bersama antara lembaga yang terkait untuk mewujudkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan kepramukaan. 2. Kwartir Gerakan Pramuka dalam hal ini Kwarting Ranting Gerakan Pramuka harus lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas penbina pramuka yang ada di gugus rantingnya. 3. Pihak pimpinan sekolah hendaknya ikut Berta mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan kepramukaan di sekolahnya. 4. Mencari alternatif bentuk-bentuk kegiatan kepramukaan yang lebih menarik dan menyenangkan sehingga lebih menarik minat siswa untuk menjadi anggota pramuka. ......Environmental education is part of global environmental issues the world is dealing with following the 1972 Stockholm Conference. The world's interest in these issues requires a sound education on the environment in every nation worldwide.. It shows that ecological problems are problems faced by all human kind. Environmental education represents an effort to change the attitude and mentality of the people, particularly young generations, for the sake of sustainable environmental protection. Learning about the environment in Indonesia is carried out through both formal and informal educational systems. Scouting is one of many extracurricular activities that can be used as a medium for environmental education. This research aims at identifying differences in high-school students who are Pramuka members and non-members with regard to their knowledge of, attitude toward and concern about the environment. The research hypothesis: high-school students who were members of the scout association (Pramuka) had higher average scores than non-members with regard to their knowledge of, attitude toward and concern about the environment. The descriptive research was conducted in the first semester of the 2006/2007 academic year using the survey method at SMA 1 Bekasi, SMA PGRI 1 Bekasi and SMA Korpri Bekasi. There were 84 respondents, consist of 42 High-School Students who are Members of Scout and 42 High-School Students Non-Members of Scout from the 3 surveyed high-schools. Samples were Multy Stage Sample selected. Research results were as follows: a. Regarding environmental knowledge, the average score of high-school students who were Pramuka members was 22.57 and of those who were non-members was 20.76. b. Regarding attitude toward the environment, the average score of high-school students who were Pramuka members was 103.86 and of those who were non-members was 100.40. c. Regarding concern about the environment, the average score of high-school students who were Pramuka members was 103 and of those who were non-members was 99.79. Analysis of variants for the hypothesis testing came up with the following results: a. Knowledge-about-the-environment variables: Fcomputed for inter-column variants was 6.819 which was greater than F table at a significance rate of a 0.05, which was 3.96. Ho was rejected and Hi was accepted, meaning that students who were Pramuka members had a score of environmental knowledge higher than that of non-member students. b. Attitude-toward-the-environment variables: Fcomputed for inter-column variants was 9.22 which was greater than F table at a significance rate of a = 0.05, which was 3.96. Ho was rejected and Hi was accepted, meaning that students who were Pramuka members had a score of environmental attitude higher than that of non-member students. c. Concern-about-the-environment variables: Fcomputed for inter-column variants was 3.99 which was greater than F table at a significance rate of a = 0.05, which was 3.96. Ho was rejected and Hi was accepted, meaning that students who were Pramuka members had a score of environmental concern higher than that of non-member students. The following conclusions were drawn the research: 1. High-school students who took part in scouting activities had higher environmental knowledge scores than those who were not members of the scout association. 2. High-school students who took part in scouting activities had higher environmental attitude scores than those who were not members of the scout association. 3. High-school students who took part in scouting activities had higher environmental concern scores than those who were not members of the scout association. Suggestion: 1. It is necessary that there is a mutual agreement among the related instances to materialize environmental education through Boy Scouts activities. 2. National Scouts Movement Council and its local branches must increase the quality dan quantity of the trainers for the Boy Scouts in their branches. 3. School principles must also contribute to optimize the practice of Boy Scouts activities in their school. 4. It is necessary to find alternative forms of activities that are attractive and fun, so that will draw interest of the students to join the Scouts Movement.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Akhir abad ke-20 dan awal abad ke-2l, masalah moralitas dan budi pekerti menjadi keprihatinan dalam masyarakat kita. Realitas ini muncul dari berbagai kejadian yang meresahkan masyarakat, apalagi kejadian itu berkaitan dengan masalah remaja, sehingga kita patut bertanya bagaimana pendidikan moral yang selama ini diterapkan dalam keluarga kita? Kohlberg mengidentifikasi adanya enam tahap dalam perkembangan moral; dua tahap dalam tiga tingkatan yang dibedakan: pra-konvensional, konvensional, dan pascakonvensional. Tingkatan pra-konvensional, terdiri atas: tahap satu yang memiliki orientasi huk:uman dan kepatuhan, dan tahap dua yang mempunyai orientasi relativis instrumental. Tingkatan konvensional terdiri atas: tahap tiga yang berorientasi masuk dalarn "anak baik" dan "anak manis", tahap empat yang berorientasi pada hukum dan ketertiban. Sedangkan tingkatan pasca-konvensional yang memiliki ciri otonom dan berprinsip terdiri atas: tahap lima yang berorientasi pada kontrak sosiat legalistis, dan tahap enam orientasi pada azas etika universal. Pertumbuhan dalam pertimbangan moral merupakan proses perkembangan, yang menyangkut perubahan struktur kognitif. Pendidikan moral barns mempunyai tujuan untuk mencapai tahap pertimbangan moral yang lebih tinggi. Mutu lingkungan merupakan hal yang penting bagi penyusunan struktur moral yang barn. Tidak semua anak mengalami lingkungan yang menguntungksn, yang karena berbagai alasan barus berpisah dengan orangtuanya sejak kecil dan mereka harus menjadi penghuni penti asuban. Berdasarkan penelitian ini, pada umumnya remaja yang tinggal di panti asuban SOS Desa Taruna Jakarta memiliki tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan perkembangan usianya, yaitu pada usia 16 sampai 20 tahun seseorang bergerak dalam empat tahap perkembangan moral. Tahap penirnbangan moral mereka sesuai dengan perilaku berdasarkan penilaian pengasuhnya. Namun, kesimpulan tersebut kurang menunjukkan kesesuaian dengan perilaku partisipan yang ditunjukkan dari pengakuan mereka sendiri. Penelitian ini roenunjukkan bahwa 83 % partisipan pernah melakukan pencurian, 69% membolos, 42% melihat film porno, 35% merokok, 21% tawuran, dan 9,5 % pernah melakukan hubungan seksual. Jadi 1 tidak selalu ada hubungan antar apa yang dipikirkan dan dikatakan oleh partisipan tentang moral dengan perilakunya. Dalam konteks pendidikan moral, hukuman menunjukkan ketidakerektifunnya, karena justru membuat akibat negatif yang dialami anak. Ketika remaja bersalah, harapan partisipan pada pengasuhnya adalah berkomunikasi, berdialog, dan menasebati. Demikian juga pengasuh mempunyai idealisme dalam mendidik anak yang terbaik yaitu dengan melakukan dialog dan komunikasi. Jadi, terdapat kesesuaian harapan antara anak asuh dan pengasuh dalam konteks pendidikan moral Kedisiplinan menurut partisipan masih perlu ditingkatkan, yaitu dengan membuat peraturan yang lebih ketat, tetapi tidak dengan rnenggunakan hukuman keras (fisik} Maka dalam pendidikan moral, dialog dan komunikasi antara anak dan orang tua pada umumnya, menjadi sarana yang diharapkan oleh kedua belah piilak, dan diharapkan dapat membuat suatu perilaku yang diharapkan. Keterbatasan penelitian ini adalah hanya melibatkan satu panti asuhan. Banyak masalah yang dapat diperbandingkan, diperluas dan didalami, sehingga akan menjawab permasalahan yang muncul setelah membaca tulisan ini.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>