Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Intan Anyelir Nursan
Abstrak :
Produk headliner mobil dapat diperoleh dari pengembangan pengolahan busa poliuretan dan limbah kulit udang yang mengandung kitosan. Busa poliuretan yang dilapisi kitosan dengan metode pencelupan memiliki tujuan untuk memodifikasi sifat elastis menjadi kaku. Pengujian tarik menunjukkan peningkatan kekakuan, sedangkan Thermogravimetric Analysis (TGA) menunjukkan peningkatan suhu degradasi menjadi 295°C untuk tahap pertama, 309°C untuk tahap kedua, dan 372°C untuk tahap ketiga. Proses curing dapat meningkatkan jumlah hubung silang fisika berupa ikatan hidrogen, kemudian peningkatan waktu curing dapat meningkatkan jumlah hubung silang kimia berupa ikatan kovalen sehingga menyebabkan struktur menjadi homogen dan halus yang ditunjukkan oleh Field Emission Scanning Electron Microscopy (FE-SEM). Namun, suhu curing yang terlalu tinggi atau waktu curing yang terlalu lama menyebabkan ikatan hidrogen bahkan ikatan pada rantai utama terputus sehingga sifat mekanik dan termalnya menurun. Pembentukkan hubung silang fisika dibuktikan dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) yaitu peningkatan intensitas ikatan O-H, N-H, dan C=O berikatan hidrogen, sedangkan peningkatan intensitas ikatan C-N dan C-O-C mengindikasikan hubung silang kimia. Busa poliuretan yang dilapisi kitosan dengan proses curing pada 100°C selama 120 menit memiliki kekuatan tarik maksimum 5,56 kgf/cm2, elongasi 7%, dan densitas 28,9 kg/m3 yang mendekati spesifikasi sifat mekanik dan fisika produk headliner pada umumnya.
Car headliner can be obtained from the development of processing polyurethane foam and shrimp skin waste containing chitosan. Polyurethane foam coated by chitosan using immersion method has purpose of modifying elastic become stiff. Tensile testing showed the increasing of mechanical properties, while Thermogravimetric Analysis (TGA) showed the increasing of degradation temperature to 295°C for the first stage, 309°C for the second stage, and 372°C for the third stage. Curing process can add the number of physical crosslinking in form of hydrogen bonds, then the increasing of curing time can add the number of chemical crosslinking in form of covalent bonds, causing the structure become homogeneous and smooth as indicated by Field Emission Scanning Electron Microscopy (FE-SEM). However, if curing temperature is too high or curing time is too long, it will cause hydrogen bonds even main chain to be severed so that its mechanical and thermal properties decrease. The formation of physical crosslinking is evidenced by the Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), which is increasing the intensity of O-H, N-H, and hydrogen-bonded C=O bonds, while increasing the intensity of C-N and C-O-C bonds indicates chemical crosslinking. Polyurethane foam coated by chitosan and then cured at 100°C for 120 minutes has an ultimate tensile strength of 5.56 kgf/cm2, elongation of 7%, and density of 28.9 kg/m3 which is close to the specification of mechanical and physical properties of headliner in general.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Agung Setiaji
Abstrak :
Busa poliuretan mempunyai berbagai fungsi dalam dunia manufaktur, dan salah satu fungsinya ialah sebagai headliner pada mobil. Pembuatan headliner mobil membutuhkan properti busa yang rigid dan masih memiliki sedikit elongasi. Sedangkan pembuatan busa rigid membutuhkan zat aditif yang banyak dan relative mahal. Pada saat ini, dilakukan sebuah penelitian berupa pembuatan busa flexible yang dicampurkan dengan 4 gr kitosan dan 0,2 gr kalsium karbonat (CaCO3) dalam 100 ml larutan 5% asam asetat (CH3COOH dengan teknik dip coating dan menggunakan vacuum oven. Sampel yang digunakan adalah busa berdensitas 16 kg/m3 dan diberikan perlakuan dengan variable suhu dan waktu curing. Bedasarkan hasil yang diperoleh, perlakuan sampel dengan suhu 100oC selama 120 menit adalah hasil yang terbaik. Sampel tersebut memiliki nilai ketahanan tarik maksimal dan elongasi yang tergolong baik serta kitosan dan CaCO3 yang membungkus dengan rata semua pori pada permukaan busa serta memiliki hasil penilaian komposisi kimia dan temperatur dekomposisi yang dapat dikatakan paling baik daripada sampel lainnya. Sehingga dapat disimpulkan perlakuan tersebut dapat dilakukan penelitian atau produksi lanjutan.
Polyurethane foam has a major function in the world of manufacturing, and one of its functions as a headliner in cars. Making car headliners requires rigid foam properties and still has a little elongation. While making rigid foam requires a lot of additives and is relatively expensive. At this time, research was carried out consisting of making flexible foam mixed with 4 gr chitosan and 0.2 gr Calcium Carbonate (CaCO3) in 100 ml of 5% acetic acid (CH3COOH) solution with dip coating technique and using a vacuum oven. The sample used is foam density 16 kg/m3 and given with variable temperature and curing time. Based on the results obtained, sample samples with a temperature of 100oC for 120 minutes are the best results. This sample has ultimate tensile strength (UTS) and elongation which are classified as good with chitosan and CaCO3 which wrap with all sizes on the foam surface and also the results of the chemical composition and decomposition temperature which is arguably the best of the other samples. It was agreed that discussions could be carried out for further research or production.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riva`i Anugraha Sumangkut
Abstrak :
Peningkatan konsumsi energi terutama disebabkan oleh standar hidup yang lebih tinggi yang memerlukan ekspansi bangunan, industri, dan transportasi. Tindakan ini menyebabkan sebagian besar konsumsi energi digunakan untuk pendinginan ruangan guna memenuhi kebutuhan kenyamanan termal. Hal tersebut berkontribusi pada penurunan sumber daya alam dan lapisan ozon, serta menyebabkan pemanasan global. Oleh karena itu, sistem pendinginan yang lebih efisien sangat dibutuhkan dengan menggunakan teknologi dehumidifikasi yang efisien. Penelitian ini menganalisis pengaruh laju dan temperatur solution terhadap proses regenerasi pada sistem ionic liquid desiccant dengan cooling pad. Penelitian dilakukan untuk mengatasi masalah kelembaban udara yang dapat menyebabkan berbagai masalah serius seperti perkembangbiakan jamur, korosi, dan penurunan kualitas udara dalam ruangan. Sistem Liquid Desiccant Air Conditioning (LDAC) menggunakan ionic liquid sebagai desiccant untuk mengekstraksi uap air dari udara dengan konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem HVAC konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses regenerasi tunggal cenderung tidak stabil dengan rata-rata nilai Δhumidity ratio sebesar 6,58 g/Kg, sedangkan proses regenerasi silang lebih stabil dengan rata-rata Δhumidity ratio sebesar 3,28 g/Kg. Hal ini menunjukkan bahwa proses regenerasi tunggal memiliki nilai rata-rata Δhumidity ratio yang lebih tinggi namun proses regenerasi silang lebih efisien dibandingkan dengan proses tunggal dikarenakan perubahan nilainya yang lebih stabil walaupun memiliki rata rata Δhumidity ratio yang lebih rendah jika dilihat dari proses analisis. ......The increase in energy consumption is primarily driven by higher living standards, which necessitate the expansion of buildings, industries, and transportation. These activities lead to a significant portion of energy being used for space cooling to meet thermal comfort needs. This contributes to the depletion of natural resources and the ozone layer, as well as global warming. Therefore, more efficient cooling systems are urgently needed, utilizing efficient dehumidification technology. This study analyzes the impact of solution flow rate and temperature on the regeneration process in an ionic liquid desiccant system with a cooling pad. The research is conducted to address humidity issues that can cause various serious problems such as mold growth, corrosion, and indoor air quality degradation. The Liquid Desiccant Air Conditioning (LDAC) system uses ionic liquid as a desiccant to extract water vapor from the air with lower energy consumption compared to conventional HVAC systems. The results indicate that the single regeneration process tends to be unstable with an average Δhumidity ratio of 6.58 g/kg, while the cross-regeneration process is more stable with an average Δhumidity ratio of 3.28 g/kg. This shows that the single regeneration process has a higher average Δhumidity ratio, but the cross-regeneration process is more efficient due to its more stable value changes, despite having a lower average humidity ratio as seen from the process analysis.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library