Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Derion Yesaya
Abstrak :
Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kemajemukannya. Salah satu unsur dari kemajemukan tersebut adalah keberagaman etnis dan suku bangsanya. Salah satu dari sekian banyak etnis dan suku bangsa yang ada di Indonesia adalah etnis Tionghoa yang merupakan keturunan nenek moyang rakyat Cina asli yang menetap di Indonesia. Menetapnya nenek moyang etnis Tionghoa menyebabkan terjadinya proses akulturasi. Salah satu produk akulturasi tersebut adalah kelenteng yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia. Banyaknya suku dari etnis Tionghoa yang ada di Indonesia, seperti suku Hokkian, Hakka, Kanton, dan suku-suku lainnya, serta daerah penetapan yang tersebar dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia, menyebabkan terjadinya keberagaman proses akulturasi yang menghasilkan produk akulturasi yang berbeda-beda juga. Dalam konteks Tugas Akhir ini, produk akulturasinya adalah kelenteng, yang selain jumlahnya sangat banyak di Indonesia, ragam atau variasinya juga sangat banyak. Pada Tugas Akhir ini, yang penulis teliti adalah kelenteng Bio Kanti Sara Tangerang Selatan, yang merupakan kelenteng tertua di Tangerang Selatan dan memiliki tuan rumah dewa Kwan Kong. Masalah yang diteliti adalah bagaimana penempatan altar dewa-dewi dibuat dengan metode tertentu demi mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh pembuat ataupun pengurus kelenteng. Metode penelitiannya kualitatif dan pengumpulan sumber informasi dilakukan melalui wawancara, studi pustaka, dan juga online browsing. Hasil yang ingin didapatkan adalah makna penempatan altar dewa-dewi pada kelenteng Bio Kanti Sara, Tangerang Selatan. ......Indonesia is a country that is well known for its diversity. One of the elements of this pluralism is the diversity of ethnic groups. One of the many ethnic groups in Indonesia is the Chinese who are descended from the ancestors of the original Chinese people who had settled in Indonesia. The settling of the Chinese ancestors led to the process of acculturation. One of the acculturation products is temple, in which there are so many of them built in Indonesia. The large number of Chinese ethnic groups in Indonesia, such as the Hokkien, Hakka, Cantonese, and other tribes, as well as settling areas that are spread from the western tip to the eastern tip of Indonesia, have resulted in a diversity of acculturation processes that produce different acculturation products. Also, in the context of this Final Project, the product of acculturation is temple, which apart from being very numerous in Indonesia, have a great variety or variations. In this Final Project, what the writer researches is the Bio Kanti Sara temple, South Tangerang, which is the oldest temple in South Tangerang and has the god Kwan Kong as its host. The problem under study is how the placement of the altar of the gods is made with certain methods in order to achieve the goals that the maker or caretaker of the temple wants to achieve. The research method is qualitative and information sources are collected through interviews, literature studies, and online browsing. The result to be obtained is the meaning of the placement of the altar of the gods in the Bio Kanti Sara temple, South Tangerang.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amalina Hasyyati
Abstrak :
Skripsi ini membahas ornamen hewan yang digambarkan pada bangunan suci klenteng abad XVIII-XIX di Kawasan Pecinan Semarag, dengan fokus pada kajian bentuk, persebaran, dan maknanya. Di dalam kebudayaan masyarakat Cina, hewan dianggap sebagai salah satu unsur yang sangat dekat dengan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, unsur hewan menjadi hal yang wajib dihadiri pada bangunan suci klenteng dalam bentuk ornamen. Ornamen sebagai salah satu karya seni manusia dianggap sebagai bentuk penerapan doa dan harapan, sehingga sebagian besar bangunan suci memilikinya dengan makna tersendiri. Selain itu juga dijelaskan persebaran penggunaan ornamen hewan pada klenteng yang terletak di satu kawasan. ......The writing describes the animal ornaments in the Chinese temples on the 18th-19th century in Semarang chinatown area, which are take shape, spread and the meaning as the subject. Animals are one of the very close elements to the human life in the Chinese culture. In this reason, there should be ornaments of the animal elements in the holy Chinese temples. Ornament is one of the human art as the symbol of praying and hope, which makes its own meaning for most of the holy places that has it in the building. It is also explained the spread of the animal elements in the temples in one location.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S70060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dilla Andriani Parmita
Abstrak :
ABSTRAK
Kelenteng merupakan salah satu bangunan keagamaan yang sering menjadi obyek penelitian arkeologi. Kelenteng dibangun dengan menerapkan aspek-aspek yang ada pada arsitektur tradisional Cina, Ilmu fengshui dan ornamen. Penelitian ini membahas mengenai penerapan arsitektur tradisional Cina, ilmu fengshui, dan ornamen pada Kelenteng Dewi Welas Asih di Cirebon. Penelitian ini menggunakan tahapan metode arkeologi, yaitu observasi, pengolahan data, dan intepretasi. Pada tahap pengolahan data digunakan analisis bentuk dan analisis khusus. Hasil dari penelitian ini adalah Kelenteng Dewi Welas Asih hampir menerapkan seluruh aspek yang ada pada arsitektur tradisional Cina, namun tidak sepenuhnya menerapkan aspek yang ada pada ilmu fengshui. Diketahui juga bahwa terdapat empat tipe ornamen yang dapat diidentifikasi pada kelenteng, yaitu fauna, flora, manusia, dan benda buatan manusia.
ABSTRACT
Chinese temple is one of the religious buildings that often become the object of archaeological research. Chinese temple was built by applying Chinese traditional architecture, fengshui, and ornament. This research is talking about the applying of those three aspects in Dewi Welas Asih Temple in Cirebon. This research used three stages of archaeological method, which are observation, data processing, and interpretation. In data processing stage, the collected data then analyzed by form analysis and specific analysis. The results of this research are Dewi Welas Asih Temple almost applied every aspect in Chinese traditional architecture. However, this temple only applied several aspects in fengshui. Dewi Welas Asih Temple also has four types of ornaments that can be identified, those are fauna, flora, human and man-made objects.
2016
S61762
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library