Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
[Besar pembukaan mulut dapat digunakan untuk menilai fungsi sendi temporomandibula. Ukuran besar pembukaan mulut bervariasi, namun di Indonesia belum ada data mengenai rata-rata besar pembukaan mulut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rata-rata besar pembukaan mulut masyarakat Indonesia dan menganalisis hubungannya dengan jenis kelamin dan tinggi badan. Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada 182 subjek berusia 17–22 tahun dari mahasiswa Universitas Indonesia. Hasil uji analisis t tidak berpasangan menunjukkan perbedaan yang signifikan antara rata-rata besar pembukaan mulut wanita dan laki-laki (p<0.05), dengan rata-rata laki-laki (44.84.9mm) lebih besar dibandingkan wanita (37.64.9mm). Hasil uji analisis ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan pada rata-rata besar pembukaan mulut antar kelompok tinggi badan (p<0.05). Oleh karena itu, terdapat hubungan antara besar pembukaan mulut dengan jenis kelamin dan tinggi badan, Mouth opening can be used for assessing the function of temporomandibular joint. The average of mouth opening data differs in various population and the aim of this study is to investigate the mean of normal mouth opening in Indonesian population and to analyze the difference in between gender and height groups. Cross sectional study was conducted on 182 subjects aged 17 – 22 from Universitas Indonesia. Independent t test showed significant differences between male and female (p<0.05), with male (44.84.9mm) significantly higher than female (37.64.9mm). One way ANOVA test also showed significant difference between the higher and lower height groups (p<0.05). Thus, mean mouth opening differ significantly in between gender and height groups]
[, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia], 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Susanti
Jakarta: UI-Press, 2008
PGB 0268
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Agus Wirawan
Abstrak :
ABSTRAK
Pada saat menyanyi, setiap penyanyi memiliki kebiasaan atau ciri tertentu, misalnya duduk, memiringkan kepala ke satu sisi, dll yang dapat disebabkan karena rasa nyaman atau karena ada gangguan. Kebiasaan atau ciri menyanyi yang disebabkan adanya gangguan dapat mengakibatkan perubahan pada postur kranioservikal sehingga terjadi hiperaktifitas otot-otot mastikasi yang dapat merupakan salah satu etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Gangguan sendi temporomandibula atau temporomandibular disorder (TMD) merupakan hal yang sering dijumpai di masyarakat. Etiologi TMD bersifat multifaktorial antara lain postur kranioservikal yang kurang baik, gangguan otot, dll. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara postur kranioservikal dan durasi menyanyi pada penyanyi terhadap terjadinya TMD. Desain penelitian adalah analitik observasional case-control terhadap 40 penyanyi yang mengalami keluhan TMD. Diagnosis TMD ditegakkan dengan Research Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders (RDC), sedangkan analisis postur kranioservikal digunakan radiografi sefalometri untuk memperoleh sudut NSL/OPT. Dengani RDC, 24 penyanyi termasuk dalam kategori TMD, dan 16 penyanyi non TMD. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan postur kranioservikal antara penyanyi dengan TMD dan non TMD dengan nilai p = 0,084. Namun terdapat hubungan yang bermakna antara durasi menyanyi dan TMD pada penyanyi dengan nilai p = 0,000. Semakin panjang durasi menyanyi dalam satu hari, semakin besar kemungkinan penyanyi mengalami gangguan sendi temporomandibula.
ABSTRACT
While singing, every singer has a different style, like singing while sitting, singing while tilting head to one side, etc. These behaviors, whether caused by habit or discomfort, may change craniocervical posture, which then may trigger mastication muscles hyperactivity. This is one possible etiology for temporomandibular disorder. Temporomandibular Disorder (TMD) is a common disorder caused by a variety of factors such as bad craniocervical posture, or muscle disorder, etc. The purpose of this study was to analyze the relationships among TMD, craniocervical posture, and duration of singing. This observational case-control study was done with 40 singers with TMD symptoms. TMD was diagnosed based on Research Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders (RDC). Radiographic cephalometry was taken for craniocervical posture analysis of NSL/OPT angle. By RDC, the singers were classified to 24 singers with TMD and 16 singers without TMD. This study found no difference for craniocervical posture in singers with TMD and without TMD (p = 0,084). However, there was a significant relationship between duration of singing and TMD (p = 0,000). The longer the duration of singing in a day, the bigger the likelihood to develop TMD.
2013
T34998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandya Wintasari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Inklinasi eminensia artikularis merupakan struktur yang paling cepat mengalami degenerasi akibat beban oklusi yang berat. Perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri lebih banyak ditemui pada individu dengan Temporomandibular disorders TMD . Jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism juga dapat mempengaruhi perbedaan inklinasi eminensia artikularis. Sehingga, perlu diteliti hubungan antara diagnosis TMD, jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Tujuan: Menganalisis hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Metode: Desain penelitian potong lintang dengan penegakan diagnosis melalui pemeriksaan DC-TMD, serta foto radiograf transkranial pada 70 subjek 14 pria, 56 wanita , usia 20 tahun ke atas. Uji One-way ANOVA digunakan untuk menganalisis hubungan diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia kanan dan kiri. Uji t tidak berpasangan digunakan untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism terhadap perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri. Uji chi-square digunakan untuk menganalisis hubungan antara jenis kelamin, usia, kondisi oklusi, kehilangan gigi dan kebiasaan sleep bruxism terhadap diagnosis TMD. Uji multivariat regresi logistik digunakan untuk menentukan faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan inklinasi eminensia kanan dan kiri.Hasil: Terdapat hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri p=0,001 . Dengan hasil post hoc bermakna pada kelompok gangguan sendi p=0,042 dan gangguan kombinasi p=0,000 . Jenis kelamin dan usia mempengaruhi diagnosis TMD p=0,009 dan p=0,029 . Uji multivariat menunjukkan bahwa variabel diagnosis TMD merupakan variabel yang paling berpengaruh dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Kesimpulan: Terdapat hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri. Diagnosis TMD dengan gangguan intra artikular dan otot mempunyai risiko terjadinya perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri sebesar 9,75 kali dibandingkan TMD dengan gangguan otot.Kata kunci: perbedaan eminensia artikularis, inklinasi, TMD, transkranial
ABSTRACT
Background Articular eminence is the most rapidly degenerating structure due to heavy occlusion loads. Asymmetrical articular eminence is more common in individuals with Temporomandibular disorders TMD . It is also associated with gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism. Therefore, further research is required to analyze the relationship between TMD diagnoses, gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism with asymmetrical articular eminence.Objective To analyze the association between TMD diagnoses and asymmetrical articular eminence.Method This research implemented a cross sectional study in diagnosis process using DC TMD protocol and transcranial radiographs of 70 subjects 14 male, 56 female aged 20 years and older. One way ANOVA was used to determine the association between TMD diagnoses to asymmetrical articular eminence. Independent t test was used to determine the association between gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism to asymmetrical articular eminence. Chi square test was used to determine the influence of gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism in association to TMD diagnoses. Logistic regression multivariate test was used to determine which factors are the most influential to asymmetrical articular eminence.Result TMD diagnoses had a significant association with asymmetrical articular eminence p 0,001 . Post hoc result showed significant values in intra articular disorder p 0,042 , and combination disorder p 0,000 . Gender and age were associated with TMD diagnoses p 0,009 and p 0,029 . Based on multivariate test, TMD diagnoses was the most influential factor to asymmetrical articular eminence, with OR value of 9,75 for intraarticular disorder and OR value of 4,13 for muscle disorder.Conclusion TMD diagnoses were significantly associated with asymmetrical articular eminence. TMD with intraarticular and muscle disorder is 9,75 times more likely to cause asymmetrical articular eminence compared to TMD with muscle disorder. Keywords asymmetrical articular eminence, inclination, TMD, transcranial
Depok: 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sariyani Pancasari Audry Arifin
Abstrak :
Latar Belakang: Perubahan degeneratif pada TMJ dapat menyebabkan perubahan morfologi kondilus mandibula. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan degeneratif TMJ yaitu kehilangan gigi posterior yang tidak diganti. Modalitas CBCT memberikan gambar multiplanar bidang aksial, sagital dan koronal sehingga mempermudah visualisasi TMJ secara menyeluruh, sehingga CBCT dapat menjadi modalitas alternatif untuk mengevaluasi keadaan TMJ terutama morfologi kondilus. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti perubahan morfologi kondilus mandibula pada evaluasi CBCT yang berhubungan dengan jumlah kehilangan gigi posterior, kelompok usia dan jenis kelamin. Tujuan: Mengetahui hubungan perubahan morfologi kondilus mandibula berdasarkan jumlah kehilangan gigi posterior pada kelompok usia 30 – 45 tahun dengan kelompok usia 55 – 70 tahun pada evaluasi CBCT. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik cross sectional. Pengumpulan sampel dilakukan menggunakan metode Non-Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling dan didapatkan sebanyak 70 sampel volume data CBCT. Rekonstruksi dilakukan menggunakan Software CS Imaging Patient Browser 7.0.23 dan CS 3D Imaging v3.8.7. Carestream Health Inc. Kondilus mandibula dibedakan antara sisi kanan dan kiri, hasil rekonstruksi diambil dari potongan sagital dan koronal anteroposterior. Pengamatan dilakukan dua orang, sebanyak dua kali dalam jangka waktu berbeda dan jarak waktu dua minggu. Uji reliabilitas hasil pengamatan dilakukan menggunakan Uji Cohen’s Kappa dan hasil uji intraobserver dan intraobserver menunjukan angka 0.814 – 1.000 yang termasuk dalam kategori almost perfect agreement. Hasil: Terdapat hubungan yang bermakna antara perubahan morfologi kondilus mandibula dengan jumlah kehilangan gigi posterior pada kelompok usia 30 – 45 tahun dan kelompok usia 55 – 70 tahun dalam bentuk erosi, flattening, dan sklerosis (p= <0.005). Pada variabel jenis kelamin tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p= >0.005). Kesimpulan: Dari keseluruhan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak jumlah kehilangan gigi dan semakin bertambahnya usia, memiliki hubungan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan morfologi kondilus mandibula. ...... Background: Degenerative changes in the TMJ can lead to changes in the morphology of the mandibular condyle. One of the factors that affect degenerative changes in the TMJ is the loss of posterior teeth that are not replaced. CBCT modality provides multiplanar images in axial, sagittal, and coronal planes making it easier to visualize the TMJ thoroughly, therefore CBCT can be an alternative modality to evaluate the TMJ condition, specifically the morphology of the condyles. This study aimed to examine the morphological changes of the mandibular condyle on CBCT evaluation with the number of missing posterior teeth, age group, and gender. Objective: To determine the relationship between changes in the morphology of the mandibular condyle based on the number of missing posterior teeth in the age group 30-45 years and the age group 55-70 years. Methods: This study is a cross-sectional analytic retrospective study. Sample collection was carried out using the Non-Probability Sampling method with the Purposive Sampling technique. Reconstruction was performed using CS Imaging Patient Browser 7.0.23 and CS 3D Imaging v3.8.7 Software from Carestream Health Inc. The mandibular condyle was divided into right and left, and the results of the reconstruction were taken from the sagittal and coronal anteroposterior sections. Observations were made by two people, two times in different periods with an interval of two weeks. The reliability test from the observations using Cohen's Kappa test and the results showed almost perfect agreement category with Kappa value 0.814 - 1.000. Results: There was a significant relationship between changes in the morphology of the mandibular condyle in the form of erosion, flattening, and sclerosis with the number of missing posterior teeth in the age group 30-45 years and the age group 55-70 years (p = <0.005). In the gender variable, there was no significant relationship with changes in the morphology of the condyle (p = > 0.005). Conclusion: It can be concluded that the greater number of missing teeth and the older the subject gets has relationship with and can cause changes in the morphology of the mandibular condyle.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Satrio Prabowo
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Proses penuaan dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada jaringan gigi dan mulut, termasuk fungsi pada sendi temporomandibula. Mastikasi merupakan salah satu fungsi sistem stomagtonati yang dapat dipengaruhi oleh gangguan sendi temporomandibula (Temporomandibula Disorders). Tujuan: Menganalisis hubungan antara gangguan sendi temporomandibula terhadap kemampuan mastikasi, serta menganalisis pengaruh faktor sosiodemografi terhadap gangguan sendi temporomandibula dan kemampuan mastikasi. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional pada 100 pasien Puskesmas Kecamatan Kramat Jati berusia 60 tahun ke atas. Dilakukan pencatatan diri responden, pemeriksaan klinis intraoral, dan wawancara menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi dan ID-TMD. Hasil penelitian: Gangguan sendi temporomandibula memiliki hubungan (p < 0,05) terhadap kemampuan mastikasi. Terdapat hubungan antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula, tetapi tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan gangguan sendi temporomandibula. Terdapat hubungan antara usia, tingkat pendidikan, dan status ekonomi dengan kemampuan mastikasi, tetapi tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kemampuan mastikasi. Kesimpulan: Terdapat pengaruh gangguan sendi temporomandibula terhadap kemampuan mastikasi pada lansia.
ABSTRACT
Background: Aging process involve physiological changes in the teeth and mouth tissues, including temporomandibular joint function. Mastication is one of the main functions of the stomatognathic system that may be affected by temporomandibular disorders. Objectives: To analyze the relationship between temporomandibular disorder towards masticatory ability, to analyze sociodemographic factors (age, gender, educational level, and economic status) towards temporomandibular disorder and masticatory ability. Methods: Cross-sectional study was conducted on 100 patients of Puskesmas Kramat Jati aged 60 years and over. Subject's data and oral examination were obtained, and interview for masticatory ability and ID-TMD were conducted. Results: There was correlation (p < 0.05) between temporomandibular disorder towards masticatory ability. There was correlation between age towards temporomandibular disorder, but there was no correlation between gender, educational level and economic status towards temporomandibular disorder. There was correlation between age, educational level, and economic status towards masticatory ability, but there was no correlation between gender towards masticatory ability. Conclusion: This study shows that temporomandibular disorders negatively influence masticatory ability in elderly.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Adriani Putri
Abstrak :
[Salah satu gejala TMD dapat berupa keterbatasan gerak mandibula yang antara lain dapat dilihat melalui besar pembukaan mulut. Telah terdapat penelitian tentang besar pembukaan mulut di negara lain, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan besar pembukaan mulut dengan TMD di Indonesia. Penelitian menggunakan metode potong lintang pada 223 mahasiswa UI berusia 17-22 tahun. Subjek mengisi kuesioner Indeks Diagnostik-TMD dan diukur besar pembukaan mulutnya. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan perbedaan bermakna pada rata-rata besar pembukaan mulut subjek TMD dan non-TMD (p=0,005). Ditemukan hubungan antara besar pembukaan mulut dengan Temporomandibular Disorders di Indonesia.;One of the symptoms of Temporomandibular Disorders (TMD) is limitation of mandibular movement that is reflected in mouth opening. Study of measurement of mouth opening has not been done in Indonesia. The aim of this study was to analyze the relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia. Cross-sectional study was performed towards 223 UI students aged 17-22. Firstly, subjects had to fill the TMD-Diagnostic Index questionnaire, then mouth opening was measured. Independent t-test showed significant difference between width of mouth opening in TMD and non-TMD subjects (p=0,005). There was a relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia, One of the symptoms of Temporomandibular Disorders (TMD) is limitation of mandibular movement that is reflected in mouth opening. Study of measurement of mouth opening has not been done in Indonesia. The aim of this study was to analyze the relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia. Cross-sectional study was performed towards 223 UI students aged 17-22. Firstly, subjects had to fill the TMD-Diagnostic Index questionnaire, then mouth opening was measured. Independent t-test showed significant difference between width of mouth opening in TMD and non-TMD subjects (p=0,005). There was a relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia]
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Nur Amalina
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Gangguan sendi temporomandibula dapat memengaruhi kualitas tidur. Penelitian mengenai hubungan gangguan sendi temporomandibula dan kualitas tidur pada perawat umum di rumah sakit dengan menggunakan kuesioner ID-TMD dan PSQI belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Menganalisis hubungan gangguan sendi temporomandibula dengan kualitas tidur, stres kerja, dan faktor sosiodemografis jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Menganalisis hubungan kualitas tidur dengan stres kerja dan faktor sosiodemografis jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Metode: Penelitian menggunakan desain cross sectional pada 92 subjek perawat di rumah sakit Hasanah Graha Afiah. Subjek mengisi tiga buah kuesioner yaitu; ID-TMD untuk mengukur gangguan sendi temporomandibula, PSQI versi bahasa Indonesia untuk mengukur kualitas tidur, dan ENSS versi bahasa Indonesia untuk mengukur stres kerja. Hasil Penelitian: Uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna p=0.02 antara gangguan sendi temporomandibula dengan kualitas tidur pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji Mann-Whitney dan Independen T-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna yang signifikan p>0.05 antara gangguan sendi temporomandibula dengan stres kerja pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna p>0.05 antara gangguan sendi temporomandibula dengan faktor sosiodemografi jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji Indepeden T-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna p=0.035 antara kualitas tidur dengan komponen ENSS masalah dengan pasien dan keluarganya pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna p>0.05 antara kualitas tidur dengan faktor sosiodemografi jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara gangguan sendi temporomandibula dengan kualitas tidur pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. "
" "ABSTRACT
" Backgroud Temporomandibular disorder can affect quality of sleep. The study analyzing the association between temporomandibular disorder and quality of sleep on nurses in type C private hospital using ID TMD and PSQI Indonesian version questionnaire has never been conducted in Indonesia. Objectives Analyzing the relationship between temporomandibular disorder with quality of sleep, work stress, and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Analyzing the relationship between quality of sleep with work stress and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Methods This cross sectional study assessed the data of 92 nurses in Hasanah Graha Afiah Hospital. Three questionnaires were given to each hospital nurse. The ID TMD questionnaire was used to evaluate temporomandibular disorder, the PSQI Indonesian version was used to evaluate quality of sleep, and the ENSS Indonesian version was used to evaluate work stress. Results Chi square test showed significant differences p 0.02 between temporomandibular disorder and quality of sleep on nurses in type C private hospital. Mann Whitney and Independent T test showed that there are no significant differences p 0.05 between temporomandibular disorder and work stress on nurses in type C private hospital. Chi square test showed that there are no significant differences p 0.05 between temporomandibular disorder and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Independent T test showed significant differences p 0.035 between quality of sleep and one of the ENSS component patients and their families on nurses in type C private hospital. Chi square test showed that there are no significant differences p 0.05 between quality of sleep and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Conclusion Temporomandibular disorder was associated with quality of sleep on nurses in type C private hospital.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulus Puji Inanda
Abstrak :
Latar belakang: Prevalensi burnout syndrome ditemukan tinggi pada mahasiswa. Hal ini dapat dipengaruhi oleh prestasi akademik, status sosioekonomi, faktor budaya, dan rumpun ilmu. Tingkat burnout syndrome yang tinggi pada mahasiswa terutama mahasiswa tingkat akhir, dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan sendi rahang. Tujuan: Mengetahui hubungan burnout syndrome terhadap gangguan sendi rahang pada mahasiswa sarjana Universitas Indonesia Angkatan 2019, serta mengetahui hubungan antara prestasi akademik, status sosioekonomi, faktor budaya, dan rumpun ilmu terhadap burnout syndrome dan gangguan sendi rahang pada mahasiswa sarjana Universitas Indonesia Angkatan 2019. Metode: Studi dengan desain cross-sectional berupa kuesioner online, disebarkan pada bulan November 2022 kepada mahasiswa Universitas Indonesia dengan jumlah 134 responden. Burnout syndrome diukur menggunakan kuesioner MBI-SS dan gangguan sendi rahang menggunakan kuesioner TMD-DI. Hasil Penelitian: Uji Fisher exact menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p<0,05) burnout syndrome terhadap gangguan sendi rahang, uji kendall menunjukkan korelasi positif lemah antara burnout syndrome terhadap gangguan sendi rahang. Uji chi square menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara prestasi akademik dengan burnout syndrome (p<0,05), uji kendall menunjukkan korelasi negatif lemah antara prestasi akademik dengan burnout syndrome. Namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara prestasi akademik dengan gangguan sendi rahang, serta status sosioekonomi, faktor budaya, dan rumpun ilmu dengan burnout syndrome dan gangguan sendi rahang . Kesimpulan: Terdapat hubungan antara burnout syndrome terhadap gangguan sendi rahang. Terdapat hubungan antara prestasi akademik terhadap burnout syndrome. Namun tidak terdapat hubungan antara prestasi akademik terhadap gangguan sendi rahang, serta status sosioekonomi keluarga, faktor budaya, dan rumpun ilmu terhadap burnout syndrome dan gangguan sendi rahang ......Background: The prevalence of burnout syndrome is found to be high in university students. This can be influenced by academic achievement, socioeconomic status, cultural factors, and knowledge groups. The high rate of burnout syndrome in university students, especially final year students, can increase the risk of developing temporomandibular disorder. Objective: This study aims to find out the relationship between burnout syndrome and temporomandibular disorder in fourth year undergraduate students at the University of Indonesia, and to determine the relationship between academic achievement, socioeconomic status, cultural factors, and knowledge groups with burnout syndrome and temporomandibular disorders in fourth year undergraduate students at the University of Indonesia. Methods: A cross-sectional study using an online questionnaire of 134 students from the University of Indonesia was distributed in November 2022. Burnout syndrome was measured using the MBI-SS questionnaire and temporomandibular disorders using the TMD-DI questionnaire. Results: The Fisher exact test showed a significant difference between burnout syndrome and temporomandibular disorder (p<0.05). The Kendall test showed a weak positive correlation between burnout syndrome and temporomandibular disorders. The chi-square test showed that there was a statistically significant difference between burnout syndrome based on academic achievement (p<0.05). The Kendall test showed a weak negative correlation between academic achievement and burnout syndrome. However, there is no statistically significant difference between temporomandibular disorders based on academic achievement, as well as burnout syndrome and temporomandibular disorder based on socioeconomic status, cultural factors, and knowledge groups. Conclusion: There is a relationship between burnout syndrome and temporomandibular disorders, as well as burnout syndrome and academic achievement. However, there is no relationship between temporomandibular disorder based on academic achievement, as well as burnout syndrome and temporomandibular disorders based on family socioeconomic status, cultural factors, and knowledge groups.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Su
Abstrak :
Latar Belakang: SARS-CoV-2 menyebabkan pandemi COVID-19 yang telah menyebar di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pandemi membuat masyarakat umum menderita masalah psikologis, salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan dapat terjadi sebagai akibat dari pembatasan sosial serta paparan media yang berlebihan. Kecemasan sendiri merupakan salah satu Tujuan: Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek dan menganalisis hubungan antara faktor sosiodemografi (usia dan jenis kelamin) dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dan gangguan sendi temporomandibula di masa Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang pada 421 masyarakat Jabodetabek. Partisipan mengisi kuesioner Coronavirus Anxiety Scale bahasa Indonesia untuk mengukur kecemasan terhadap SARS-CoV-2 serta Indeks Diagnostik Temporomandibular Disorder untuk mengukur gangguan sendi temporomandibula. Pengambilan data dilakukan secara daring melalui google form pada bulan November 2021 hingga Desember 2021. Hasil Penelitian: Uji Chi-Square menunjukkan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 tidak memiliki hubungan bermakna dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek (p=0.151). Uji Chi-Square juga menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara usia dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 (p=1) serta jenis kelamin dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 (p=0.719). Uji Chi-Square menunjukkan hubungan yang bermakna antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula (p=0.008), namun tidak pada hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan sendi temporomandibula (p=0.137). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek. Tidak terdapat hubungan antara faktor sosiodemografi (usia dan jenis kelamin) dengan kecemasan terhadap SARS-CoV-2 di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek. Terdapat hubungan antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula, namun tidak antara jenis kelamin dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek. ......Background: SARS-CoV-2 causes the COVID-19 pandemic which has spread throughout the world, including Indonesia. The pandemic makes the general public suffer from psychological problems, one of which is anxiety. Anxiety can occur as a result of social impact as well as excessive media exposure. Anxiety is one of many risk factors for temporomandibular joint disorders. Objective: This study aims to analyze the association between anxiety levels against SARS-CoV-2 and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population and analyzing the association between sociodemographic factors (age and gender) and anxiety levels against SARS-CoV-2 as well as temporomandibular joint disorders in the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population. Methods: Cross-sectional study was conducted to 421 Jabodetabek population. Participant filled out the Indonesian Coronavirus Anxiety Scale questionnaire to assess the anxiety levels against SARS-CoV-2 and the Indeks Diagnostik Temporomandibular Disorder to assess the temporomandibular joint disorder. Data were collected online via google form in November 2021 until December 2021. Result: The Chi-Square test showed that the anxiety levels against SARS-CoV-2 did not have a significant association with temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population (p=0.151). The Chi-Square test also showed a non-significant association between age and anxiety levels against SARS-CoV-2 (p=1) as well as gender and anxiety levels against SARS-CoV-2 (p=0.719). The Chi-Square test showed a significant association between age and temporomandibular joint disorders (p=0.008), but not on the association between gender and temporomandibular joint disorders (p=0.137). Conclusion: There was no association found between anxiety levels against SARS-CoV-2 and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek Population. There was no association found between sociodemographic factors (age and gender) and anxiety levels against SARS-CoV-2 during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population. There was an association found between age and temporomandibular joint disorders, however no association was found between gender and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>